Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

OLEH:

Putu Citra Anjasmara Dewi

1302105002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014
Hambatan Mobilitas Fisik

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Pengertian
a. Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008)
b. Imobilisasi
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008)

2. Penyebab/Faktor Predisposisi

Penyebab

Imobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang
beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta
kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mobilisasi seseorang diantaranya menurut


Aziz Alimul (2009) :
a) Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b) Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan
mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang
yang mengalami fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam
ekstremitas bawah. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena
menderita penyakit tertentu misalnya penyakit stroke yang berakibat kelumpuhan
typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c) Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan mobilisasi (kaki) karena adat dan kebudayaan tertentu
dilarang untuk beraktivitas.
d) Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar
seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang
cukup.
e) Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi
pada tingkat usia yang berbeda dalam Potter and Perry (2005). Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia antara lain :
1. Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan
persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh
bagian atas dibawa ke depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.
2. Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang servikal
dan lumbal lebih nyata
3. Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai
tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada
perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih
baik memungkinkan anak melakukan tugas-tugas yang membutuhkan
keterampilan motorik yang baik.
4. Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu dibanding
yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan
bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan
tulang panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang
dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di dada,
lengan, bahu, dan tungkai atas.
5. Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada
tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita
hamil. Perubahan ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan
berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan.
Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak berpunggung lengkung. Klien
biasanya mengeluh sakit punggung.
6. Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
f) Kondisi patologik
1) Postur abnormal:
 Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada
otot sternoklei domanstoid.
 Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
 Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal.
 Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis.
 Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi
hip/ pinggul dan bahu.
 Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral.
 Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan
saraf peroneal.
2) Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi karena
gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal.
3) Kerusakan sistem saraf pusat
4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan
fraktur.
g) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental yang menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.Ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma
(misalnya : paraisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan
primer (misalnya kelemahan otot dan tirah baring) (Mubarak, 2008)

3. Patofisiologi terjadinya penyakit

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat


disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko
menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta kontak
antarabagian tubuh dengan sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma dan kondisi
patologis tersebut dapat menimbulkan adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran
fragmen tulang sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan
gangguan fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa
penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan
pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke
otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan stroke yang
menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot
(hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya
menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung yang
terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia,
listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih
dalam, menimbulkan sensasi nyeri terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian
tersebut sehingga terjadi hambatan mobilitas fisik. (WOC Terlampir)

4. Klasifikasi

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi dan
imobilisasi antara lain :

1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat disebabkan oleh
trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak


dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
2. Jenis Imobilisasi

a. Imobilisasi fisik, ketidakmampuan bergerak secara fisik karena terjadi gangguan


pada system neuro dan muskoloskeletal secara langsung maupun komplikasi
dari penyakit. Imobilitas fisik juda merupakan pembatasan untuk bergerak
secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah
posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Contohnya keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu
yang paling dicintai.
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5. Gejala Klinis

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) 2012-2014,


batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah sebagai berikut:
 Penurunan waktu reaksi.
 Kesulitan membolak balik posisi
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis. Meningkatkan
perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan prilaku, fokus pada
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
 Dispnea setelah aktivitas.
 Perubahan cara berjalan.
 Pergerakan gemetar.
 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus.
 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar.
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan.
 Ketidakstabilan postur.
 Pergerakan lambat.
 Pergerakan tidak terkodinasi.
Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas fisik akan menunjukan tanda
dan gejala seperti di atas.

6. Pemeriksaan Fisik

1) Mengkaji skelet tubuh


Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang :Skoliosis, Kifosis, Lordosis.
3) Mengkaji system persendian :Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
4) Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Misanya cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah
– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut
perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

8. Therapy/tindakan penanganan

Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry (2005) :

1) Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangangkat
klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan memindahkan
klien dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau brankar.

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan


untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi
dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi
lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)

2) Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat mengajarkan


klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien tidak mempunyai control
motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif.
Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan.Latihan ini baik ROM aktif
maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada
sendi dan kelemahan otot.Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah,
pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari,
infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi
lutut, rotasi pangkal paha.
3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan
meminimalkan bahaya imobilisasi.Intervensi harus diarahkan untuk
mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
9. Komplikasi

Dampak dari imobilisasi dalam sangat besar pada tubuh Fundamental Keperawatan
Perry dan Potter (2005) diantaranya adalah :

a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme di dalam
tubuh.Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR)
yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga
dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein
serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping
itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Gangguan Fungsi Gastriointestinal


Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti
perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
d. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.
e. Perubahan Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi.Ada tiga perubahan
utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan
thrombus.Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan
diastolik 10mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi
berdiri.Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom.
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari imobilisasi
adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
 Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi
kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil
selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.

 Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan


skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis.
Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan
fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.
g. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia serta
nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai akibat tekanan
kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
h. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus,
urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung
kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan
ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus
masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik
ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi
sebelum urine masuk ke dalam ureter.
i. Perubahan Prilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan
menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan
dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan mengalami
perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. PENGKAJIAN
1) Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub.dgn pasien :

2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Kebiasaan obat – obatan
Riwayat kesehatan keluarga
3) Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
 Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Nutrisi/ metabolik
 Berapa kali makan sehari
 Makanan kesukaan
 Berat badan sebelum dan sesudah sakit
 Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c. Pola eliminasi
 Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
 Nyeri
 Kuantitas
d. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi ROM

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.
e. Pola tidur dan istirahat
 Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
 Somnambolisme
 Kualitas dan kuantitas jam tidur.
f. Pola kognitif-perseptual
 Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
g. Pola persepsi diri/konsep diri
 Gambaran diri
 Identitas diri
 Peran diri
 Ideal diri
 Harga diri
h. Pola seksual dan reproduksi
 Adakah gangguan pada alat kelaminya.
i. Pola peran-hubungan
 Hubungan dengan anggota keluarga
 Dukungan keluarga
 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
j. Pola manajemen koping stress
 Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
k. Pola keyakinan-nilai
 Persepsi keyakinan
 Tindakan berdasarkan keyakinan

4) Kemampuan Fungsi Motorik


Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri
untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
5) Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah anpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mempu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang


lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang


lain, dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


atau berpartisipasi dalam perawatan

6) Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti
bau, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tipe gerakan Derajat rentang
normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10

Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah 40-45


setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan 180
sirkuler
Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180


depan ke posisi di atas kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas 180


kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320
tubu sejau mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90
menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang.
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan 90
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
Lengan bawa

Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90


telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90
menghadap ke bawah
Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90


bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90
dan lengan bawa berada pada arah yg sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30
(medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50
(medial) ke ibu jari
Jari-jari tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60


sejau mungkin
Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan 90


telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-12 0


lain
Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30


ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50
menekuk ke bawah

7) Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Skala Presentase Karakteristik


kekuatan normal
0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi


atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan


topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi


dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang normal


melawan gravitasi dan tahanan penuh

8) Pengkajian Fisik
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran
 Pemeriksaan TTV
Analisa (pegelompokan data)
No Tgl Data Penyebab/interpretasi Masalah

1 Ds :
Klien mengatakan
tidak bisa beraktivitas
secara mandiri
Klien mengeluh nyeri
sehingga sulit untuk
bergerak
Do :
Klien tampak lemah
dan aktivitasnya
bergantng pada orang
lain
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
2) Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan
neuromuskular ditandai dengan ketidak mampuan untuk meakukan
pembersihan tubuh.
3) Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang
ditandai dengan imobilisasi fisik.
3. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Hambatan Setelah dilakukan asuhan NIC Label
Mobilitas Fisik keperawatan ...x24jam Exercise o Menentukan
berhubungan diharapkan pasien dapat Therapy: Joint batas gerakan
dengan tetap mempertahankan Mobility yang akan
intoleransi pergerakannya, dengan dilakukan
aktivitas criteria: o Motivasi yang
ditandai dengan o Kaji tinggi dari
NOC Label :Body
keterbatasan keterbatasan pasien dpt
Mechanics Performance
kemampuan gerak sendi melancarkan
melakukan  Menggunakan posisi latihan
keterampilan duduk yang benar o Kaji motivasi o Agar pasien
motorik kasar  Mempertahankan klien untuk beserta
kekuatan otot mempertahan keluarga dapat
 Mempertahankan kan memahami dan
fleksibilitas sendi pergerakan mengetahui
sendi alasanpemberia
o Jelaskan n latihan
alasan/rasiona o Agar dapat
l pemberian memberikan
latihan kepada intervensi
pasien/ secara tepat
keluarga
o Cedera yg
o Monitor timbul dapat
lokasi memperburuk
ketidaknyama kondisi klien
nan atau nyeri
selama
o Memaksimalka
aktivitas
n latihan
o Lindungi
pasien dari
cedera selama
latihan

o Bantu klien ke o ROM dapat


posisi yang mempertahank
optimal untuk an pergerakan
latihan sendi
rentang gerak
o Anjurkan
klien untuk
melakukan
latihan range
o ROM pasif
of motion
dilakukan jika
secara aktif
klien tidak
jika
dapat
memungkinka
melakukan
n
secara mandiri
o Anjurkan
untuk
melakukan o Meningkatkan
range of harga diri klien
motion pasif
jika
diindikasikan

o Beri
reinforcement
positif setiap
kemajuan
klien

4. EVALUASI
Hambatan mobilitas fisik
Evaluasi

S : Klien mengatakan kekakuan sendinya mulai berkurang


O : Klien tampak berusaha dan mulai bisa untuk menggerakkan tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Daftar Pustaka

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1.Jakarta : Salemba Medika.

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2.Jakarta : Salemba Medika.

Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004. Nursing

Interventions Classification (NIC).Edisi 5. Amerika: Mosby

Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby

Elsevier

Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby

Elseviyer.

Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi

dalam Praktik. Jakarta : EGC.

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima

Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai