Anda di halaman 1dari 13

Evaluasi dan Tatalaksana Obstruksi Usus

Obstruksi usus akut terjadi jika terdapat hambatan aliran/pasase dari isi usus.
Interupsi/gangguan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang saluran
gastrointestinal, dan manifestasi klinis sering bervariasi berdasarkan ketinggian
letak obstruksi. Obstruksi usus paling sering disebabkan oleh adhesi
intraabdomen, malignansi ataupun hernia usus. Manifestasi klinis berupa mual
dan muntah, nyeri abdomen kolik, dan gangguan pengeluaran angin atau isi usus.
Temuan pemeriksaan fisik yang klasik berupa distensi abdomen, timpani pada
perkusi dan didapatkan bising usus nada tinggi yang mendukung diagnosis.
Pemeriksaan radiologis dapat memastikan diagnosis, dan dapat sebagai penunjang
dalam memastikan diagnosis. Walaupun radiografi merupakan pemeriksaan awal,
non-contrast computed tomography dianjurkan jika terdapat kecurigaan yang
tinggi terhadap gangguan ini ataupun dari hasil pemeriksaan radiografi awal
negative namun tetap dicurigai adanya gangguan pasase. Penatalaksanaan
obstruksi yang tidak mengalami komplikasi meliputi resusitasi cairan dengan
koreksi terhadap gangguan metabolic, dekompresi usus, dan mengistirahatkan
usus. Tanda adanya gangguan vaskuler ataupun perforasi, atau gagalnya
melakukan dekompresi usus yang adekuat merupakan indikasi untuk intervensi
pembedahan.

Obstruksi usus merupakan penyebab sekitar 15% dari seluruh kasus nyeri
abdomen akut di bagian gawat darurat. Komplikasi dari obstruksi usus meliputi
iskemia usus dan perforasi. Morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan
obstruksi usus telah menurun sejak terdapatnya berbagai pemeriksaan tambahan
yang canggih, tetapi kondisi ini masih merupakan tantangan diagnosis
pembedahan. Dokter yang mengobati penderita dengan obstruksi usus harus
mempertimbangkan risiko dari pembedahan dengan konsekuensi dari terapi
konservatif yang tidak sesuai. Pendekatan yang dianjurkan terhadap penderita
dengan kecurigaan obstruksi usus dapat dilihat pada gambar 1.

1
Patofisiologi
Permasalahan dalam obstruksi usus adalah efek keadaan ini terhadap
keseimbangan cairan/elektrolit di seluruh tubuh dan efek mekanik yang
mengakibatkan peningkatan tekanan pada perfusi usus. Bagian proksimal dari
letak obstruksi mengalami dilatasi dan terisi dengan secret usus dan udara yang

2
tertelan. Akibat kegagalan pasase isis usus di traktus intestinal memicu gangguan
pengeluaran udara/angin dan gangguan pergerakan usus. Obstruksi usus dapat
terbagi menjadi obstruksi pada usus kecil dan obstruksi pada usus besar.
Hilangnya cairan akibat emesis, edema usus dan gangguan kapasitas
absorbsi memicu dehidrasi. Mual mengakibatkan hilangnya Kalium, hydrogen,
dan ion klorida, dan dehidrasi yang signifikan menyebabkan reabsorbsi tubulus
ginjal proksimal terhadap bikarbonat dan hilangnya klorida, sehingga
mengakibatkan alkalosis metabolic. Selain akibat gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, stasis pada usus mengakibatkan pertumbuhan flora usus yang
berlebihan, dimana dapat memicu terjadinya muntah yang terkesan kotor. Selain
itu, pertumbuhan berlebihan akibat flora usus pada usus kecil dapat memicu
translokasi bakteri melewati dinding usus.
Dilatasi yang lebih lanjut pada usus meningkatkan tekanan usus. Jika
tekanan luminal melebihi tekanan vena, maka akan terjadi hilangnya aliran vena
yang mengakibatkan edema dan hyperemia pada usus. Hal ini juga dapat
mengakibatkan gangguan aliran arteri ke usus, mengakibatkan iskemia, nekrosis
dan perforasi. Obstruksi tipe Close-loop, dimana bagian usus mengalami obstruksi
pada bagian proksimal dan distal, dapat berlangsung sangat cepat dengan hanya
beberapa keluhan. Volvulus usus, salah satu tipe obstruksi close-loop,
mengakibatkan torsi dari aliran arteri dan vena, dan memerlukan pembedahan
segera.

Penyebab Dan Faktor Risiko


Penyebab tersering dari obstruksi usus meliputi adhesi, neoplasma, dan
hernia (tabel 1.). Adhesi yang diakibatkan oleh pembedahan abdomen sebelumnya
merupakan penyebab tersering dari obstruksi usus halus, mengakibatkan sekitar
60% dari seluruh kasus. Pembedahan pada abdomen bagian bawah, termasuk
appendiktomi, pembedahan kolorektal, pembedahan ginekologi, dan perbaikan
hernia, memberikan kontribusis besar terhadap risiko dari obstruksi usus kecil
akibat adhesi. Penyebab umum yang lebih jarang diantaranya adalah intususepsi,
volvulus, abses intraabdomen, batu empedu dan benda asing.

3
Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik
Penderita harus ditanya mengenai riwayat dari neoplasma dibagian abdomen,
hernia atau operasi hernia, dan inflammatory bowel disease, karena keadaan
tersebut meningkatkan risiko dari obstruksi. Tanda penting dari obstruksi usus
meliputi nyeri, mual dan muntah, distensi abdomen dan gangguan flatus dan
pergerakan usus. Hal yang penting untuk membedakan obstruksi mekanis yang
sebenarnya dan penyebab lain dari keluhan ini dapat dilihat pada tabel 2.
Obstruksi pada bagian distal lebih cenderung menimbulkan nyeri dan
distensi dibandingkan dengan muntah, sementara pada penderita dengan obstruksi
pada bagian proksimal dapat memiliki gejala distensi abdomen minimal tetapi
lebih tampak gejala muntah. Terjadinya hipotensi dan takikardi merupakan
indikasi dari keadaan dehidrasi berat. Palpasi pada abdomen dapat menunjukkan
abdomen yang distensi dan timpani; namun penemuan ini tidak selalu terjadi pada
obstruksi dini atau proksimal. Pemeriksaan auskultasi pada penderita dengan
obstruksi dini didapatkan suara bising usus bernada tinggi, sementara pada
keadaan lanjut bising usus menjadi minimal karena keadaan hipotonik dari
saluran pencernaan.

4
Pemeriksaan diagnostik dan pencitraan
Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi laboratorium pada penderita yang dicurigai dengan obstruksi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan komponen metabolic. Keadaan
alkalosis metabolic dengan hipokalemik dan hipokloremik dapat terjadi pada
penderita yang muntah berat. Peningkatan kadar blood urea nitrogen (BUN)
seiring dengan keadaan dehidrasi, dan kadar hemoglobin dan hematocrit akan
meningkat. Pada pemeriksaan sel darah putih tampak peningkatan karena dapat
terjadi translokasi bakteri usus ke dalam aliran darah, menyebabkan sindrom
respon inflamasi sistemik (SIRS) ataupun sepsis. Terjadinya asidosis metabolic
terutama pada penderita dengan peningkatan kadar laktat mungkin merupakan
tanda awal dari iskemia usus.

5
Radiografi
Evaluasi awal pada penderita dengan tanda dan keluhan klinis dari
obstruksi usus meliputi pemeriksaan radiografi foto polos abdomen. Radiografi
dapat dengan cepat menentukan apakah telah terjadi perforasi usus; gambaran free
air dapat tampak pada bagian kanan foto diatas hati ataupun pada foto left lateral
decubitus (LLD). Radiogarafi dapat secara akurat mendiagnosis keadaan obstruksi
usus pada sekitar 60% kasus, dan memiliki nilai prediksi positif hingga 80% pada
penderita dengan obstruksi usus letak tinggi. Akan tetapi, foto polos abdomen
dapat tampak normal pada keadaan obstruksi dini dan pada obstruksi letak tinggi
di jejunum atau duodenum. Oleh karena itu, bila terdapat kecurigaan klinis yang
besar terhadap keadaan obstruksi walaupun pada pemeriksaan radiografi awal
menunjukkan hasil yang negative, pemeriksaan CT scan tanpa kontras sebaiknya
dilakukan.
Pada penderita dengan obstruksi usus kecil, posisi supinasi menunjukkan
dilatasi dari usus kecil, disertai dengan gambaran udara yang berkurang pada usus
besar. (Gambar 2). Penderita dengan obstruksi pada usus besar ditandai dengan
dilatasi dari kolon dengan usus halus yang mengalami dekompresi pada keadaan
katup ileocecal yang kompeten. Pada foto polos abdomen tegak ataupun LLD
dapat memberikan gambaran laddering air fluid levels (gambar 3.). penemuan ini,
berhubungan dengan berkurangnya udara dan feses pada bagian kolon distal dan
rectum, merupakan tanda pendukung pada keadaan obstruksi usus mekanik.

6
Computed Tomography
CT merupakan alat yang sesuai untuk evaluasi lebih lanjut pada penderita
yang dicurigai mengalami obstruksi usus dimana pemeriksaan klinis dan
radiografi awal belum dapat menengakkan diagnosis definitif. CT scan cukup
sensitive dalam mendeteksi keadaan obstruksi letak tinggi (hingga 90% pada
beberapa keadaan), dan memiliki keuntungan tambahan dalam menentukan
penyebab dan letak obstruksi pada sebagian besar penderita. Sebagai tambahan,
CT dapat mengidentifikasi penyebab obstruksi usus pada keadaan emergensi,
seperti volvulus atau strangulasi usus.
Penemuan CT Scan pada penderita dengan obstruksi usus meliputi
gambaran dilatasi usus proksimal dari titik obstruksi, dengan bagian usus distal
yang terdekompresi. Gambaran titik transisi membantu dalam perencanaan

7
operasi (gambar 4.). Tidak terdapatnya material kontras di rectum juga merupakan
salah satu tanda penting dari obstruksi total. Oleh karena itu, pemberian kontras
melalui rektal harus dihindari. Gambaran C-Loop dari usus yang distensi dengan
pembuluh darah mesenteric radial dengan perubahan medial memiliki kecurigaan
yang tinggi terhadap volvulus usus. Penebalan dinding usus dan gangguan aliran
kontras menuju bagian usus menandakan kemungkinan iskemia, dimana
pneumatosis usus, gambaran free intraperitoneal air, dan mesenteric fat stranding
menunjukkan kemungkinan nekrosis dan perforasi.

Walaupun CT scan memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi


terhadap obstruksi, nilai alat ini berkurang pada keadaan obstruksi parsial. Pada
penderita ini, bahan kontras oral mungkin dapat berjalan sepanjang saluran cerna
dari usus halus hingga rectum tanpa adanya daerah yang terpisah ataupun transisi.
Fluoroskopi memiliki nilai yang tinggi untuk memastikan diagnosis pada keadaan
ini.

8
The American College of Radiology merekomendasikan penggunaan non-
contrast CT sebagai pilihan modalitas pencitraan awal. Namun karena sebagian
besar penyebab obstruksi usus kecil dapat memiliki manifestasi sistemik atau
gagal mengalami resolusi, serta perlunya intervensi operatif, nilai diagnostic
tambahan dari CT scan dibandingkan dengan radiografi menjadi terbatas. Oleh
karena itu, pada sebagian besar penderita, CT scan dilakukan jika diagnosis
meragukan dimana tidak terdapat riwayat pembedahan sebelumnya ataupun
hernia yang dapat sebagai etiologi, ataupun ketika kecuigaan yang tinggi terhadap
keadaan obstruksi letak tinggi maupun total.

Contrast Fluoroscopy

Studi contrast, seperti penelusuran usus kecil, dapat membantu diagnosis dari
obstruksi usus parsial pada penderita dengan kecurigaan klinis yang besar dan
stabil yang telah mendapatkan terapi konservatif namun tidak efektif. Penggunaan
bahan kontras water-soluble bukan hanya untuk sebagai diagnostic, namun juga
terapeutik pada penderita dengan obstruksi parsial dari usus halus. Suatu
randomized controlled trial pada 124 penderita menunjukkan bahwa terjadi
penurunan 74% dari kebutuhan untuk intervensi pembedahan pada penderita yang
dilakukan fluoroskopi gastrografin dalam 24 jam manifestasi awal penyakit.
Fluoroskopi kontras dapat membantu dalam menentukan kebutuhan untuk
pembedahan; terdapatnya bahan kontras pada rectum dalam 24 jam setelah
pemberian memiliki tingkat sensitivitas hingga 97% untuk mengalami resolusi
spontan dari obstruksi usus.

Terdapat beberapa variasi dari fluoroskopi kontras. Pada penelusuran usus kecil,
penderita meminum bahan kontras, kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi
serial untuk menilai perjalanan bahan kontras di sepanjang saluran cerna.
Enteroclysis memerlukan intubasi naso atau oro-duodenal, diikuti dengan
memasukkan bahan kontras secara langsung ke dalam usus kecil. Walaupun
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang lebih tinggi, namun lebih sulit dan
jarang dilakukan. Fluoroskopi rektal dapat membantu menentukan lokasi
terjadinya obstruksi pada usus besar.

9
Ultrasonografi

Pada penderita dengan obstruksi letak tinggi, ultrasound memiliki angka


sensitivitas yang tinggi terhadap obstruksi usus, mencapai 85%. Namun, karena
ketersediaan CT yang luas, telah banyak menggantikan penggunaan ultrasound
sebagai alat diagnostic lini pertama pada penderita yang stabil dengan kecurigaan
obstruksi usus. Ultrasonografi masih merupakan alat investigasi yang bernilai
pada penderita yang tidak stabil dengan diagnosis yang tidak pasti dan pada
penderita dengan kontraindikasi terhadap paparan radiasi, seperti wanita hamil.

Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging (MRI) dapat lebih sensitive dibandingkan dengan


CT-Scan dalam menilai obstruksi usus. MRI enteroclysis, dimana melibatkan
intubasi dari duodenum dan pemberian infus bahan kontras secara langsung ke
usus kecil, dapat lebih dipercaya dalam menentukan lokasi dan penyebab dari
obstruksi. Namun, karena kemudahan dan cost-effectiveness dari CT abdomen,
MRI masih merupakan alat investigasi tambahan untuk pencitraan pada obstruksi
usus.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari obstruksi usus ditujukan untuk mengoreksi gangguan


fisiologis yang disebabkan oleh obstruksi, mengistirahatkan usus, dan
menghilangkan penyebab obstruksi. Tindakan ini dilakukan dengan pemberian
resusitasi cairan intravena dengan cairan isotonic. Penggunaan kateter saluran
kemih untuk pemantauan keluaran urin merupakan kebutuhan untuk
memperkirakan adekuatnya tindakan resusitasi yang telah dilakukan. Pengukuran
invasive lainnya, seperti kanalisasi arteri atau pengukuran tekanan vena sentral
dapat digunakan untuk memastikan keadaan klinis penderita. Penggunaan
antibiotic untuk menghambat pertumbhan dari bakteri di usus dan translokasi
melewati dinding usus. Terjadinya demam dan leukositosis sebaiknya segera
diberikan antibiotic pada pengobatan awal. Antibiotic sebaiknya mencakup
hambatan terhadap bakteri gram negative dan anaerob, dan pilihan agen spesifik

10
ditentukan dengan kerentanan local dan ketersediaan obat. Terapi pengganti
agresif terhadap elektrolit dianjurkan setelah dipastikan fungsi ginjal yang
adekuat.

Keputusan untuk melakukan pembedahan pada obstruksi usus sangat sulit.


Peritonitis, keadaan klinis tidak stabil, atau leukositosis yang tidak dapat
dijelaskan ataupun asidosis, serta hal yang berhubungan dengan sepsis abdominal,
iskemia usus atau perforasi; keadaan tersebut membutuhkan tindakan pembedahan
eksplorasi segera. Penderita dengan obstruksi yang membaik setelah reduksi
hernia sebaiknya menjalani perbaikan hernia yang elektif, dimana pembedahan
segera diperlukan pada penderita dengan hernia yang tidak hilang sendiri ataupun
mengalami strangulasi.

Pada penderita yang stabil dengan riwayat malignansi abdomen atau


kecurigaan tinggi terhadap malignansi sebaiknya menjalani evaluasi yang lengkap
terhadap rencana pembedahan yang optimal. Pada keadaan malignansi abdomen
dapat diterapi dengan reseksi primer dan rekonstruksi atau paliatif atau
pemasangan venting dan feeding tube.

Pengobatan pada penderita obstruksi usus stabil dan memiliki riwayat


pembedahan abdomen merupakan suatu tantangan. Tatalaksan awal konservatif
dilakukan pada obstruksi letak tinggi, dengan penggunaan intubasi usus dan
dekompresi, rehidrasi intravena yang aggresif, dan antibiotic. Pemberian
magnesium hydroxide oral, simethicone, dan probiotik menurunkan durasi rawat
inap pada suatu randomized controlled trial terhadap 144 penderita dengan
obstruksi usus kecil parsial.

Kewaspadaan diperlukan pada keadaan bukti klinis dan radiologis yang


menunjukkan obstruksi lengkap, karena penggunaan stimulasi usus dapat
mengakibatkan eksaserbasi dari obstruksi dan memicu iskemia usus.
Penatalaksanaan konservatif cukup berhasil pada 40 hingga 70% kasus penderita
yang stabil secara klinis, dengan angka keberhasilan yang lebih tinggi pada
obstruksi parsial.

11
Walaupun penatalaksanaan konservatif berhubungan dengan durasi rawat
inap yang lebih singkat, namun angka rekurensi juga lebih tinggi. Dengan
tatalaksana konservatif, resolusi dapat terjadi dalam 24 hingga 48 jam. Dalam
rentang waktu tersebut, risiko dari komplikasi, termasuk gangguan vaskularisasi
meningkat. Jika obstruksi usus tidak mengalami resolusi dengan tatalaksana
konservati, evaluasi pembedahan diperlukan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Jackson PG & Raiji M. 2011. Evaluation and Management of Intestinal


Obstruction. Diakses dari www.aafp.org/afp

13

Anda mungkin juga menyukai