Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGERTIAN BATUAN METAMORF (MALIHAN)

Secara bahasa kata metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya berubah dan

“Morph” yang artinya bentuk. Sesuai dengan namanya batuan metamorf merupakan batuan hasil

transformasi atau perubahan dari suatu tipe batu yang telah ada sebelumnya. Tetapi batuan ini

mengalami perubahan akibat adanya komposisi mineral, tekstur, dan perubahan lainnya yang

terjadi pada batuan hasil malihan tersebut. Batuan metamorf ini terjadi akibat adanya berbagai

perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa, seperti perubahan tekanan, perubahan

kondisi kimia di kerak bumi, perubahan temperatur, akivitas kimiawi, dan seluruh faktor yang

bersatu untuk membentuk batuan metamorf itu sendiri.


PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE
METAMORFISME

A. Proses Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang
terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi
kimia di kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982).

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses
metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan
tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut.
Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur
kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C,
tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan


dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).

1. Perubahan Tempetur

Perubahan temperatur dapat terjadi karena adanya beberapa sebab, seperti adanya pemanasan
akibat intrusi magmatik dan perubahan gradient geothermal. Adapun panas dalam skala kecil
juga dapat terjadi akibat adanya sebuah gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu
massa batuan. Pada batuan silikat misalnya, batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya
berkisar pada suhu 150oC ± 50oC. Hal ini ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg, yaitu
carpholite, glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite maupun slitpnomelane. Sedangkan
untuk batas atasnya berkisar pada suhu 650oC – 1100oC, tepatnya sebelum proses pelelehan dan
tergantung pula pada jenis jenis batuan asalnya.

2. Perubahan Tekanan

Tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfosa pada dasarnya bervariasi.
Proses metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaannya, di
mana besarnya beberapa bar saja. Sedangkan proses metamorfosa yang terjadi pada suatu
kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar.

3. Aktivitas Kimiawi

Ativitas kimiawi fluida maupun gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai
peranan penting dalam proses metamorfosa. Hal ini dikarenakan memang fluida aktif memiliki
banyak peran, yaitu air, karbon dioksida, asam hidroklorik, dan hidroflorik. Pada umumnya,
fluida dan gas tersebut berperan sebagai katalis atau solven, serta memiliki sifat untuk
membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis.
B. Tipe-Tipe Metamorfosa

Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Metamorfosa regional / dinamothermal

Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah
yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini
dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).

Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang
menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan
juta tahun lalu.

Metamorfosa Burial

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin
yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai
dan reaksi antara mineral dengan fluida.

Metamorfosa Dasar dan Samudera

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan
tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya
reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

2. Metamorfosa Lokal

Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter
sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :

Metamorfosa Kontak

Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif
maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh
magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara
mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan
umumnya berbutir halus.
Gambar Metamorfisme Kontak dan Mineral Penyusun Batuan

Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi
pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada
xenolith atau pada zone dike.

Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik

Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang
terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan.
Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau
milonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada
retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Metamorfosa Impact

Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa
mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal).

Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat
tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs,
1961).
Jenis- jenis Batuan Metamorf
Batuan Metamorf ini jenisnya ada bermacam- macam dan tidak hanya satu saja. Batuan
metamorf ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni batuan metamorf kontak, bauan
metamorf dinamo, dan batuan metamorf kontak pneumatolistis. Untuk mengenal lebih dekat
dengan masing- masing batuanmetamorf tersebut, kita akan membahasnya satu per satu.

1. Batuan metamorf kontak

Jenis batuan metamorf yang pertama akan kita bahas adalah jenis batuan metamorf kontak.
Batuan metamorf kontak merupakan jenis batuan metamorf yang mengalami metamorfose
sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat tinggi atau sebagai akibat dari adanya aktivitas
magma. Ada yang menyatakan pula bahwa batuan metamorf kontak ini adalah batuan yang
terbentuk karena adanya pengaruh intrusi magma pada suhu yang sangat tinggi. Adanya suhu
yang sangat tinggi yang berasal dari aktivitas magma ini menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk maupun perubahan warna batuan. Suhu yang tinggi ini juga karena letaknya dekat dengan
magma. Contoh dari batuan metamorf kontak ini adalah batu kapur atau gamping menjadi batu
marmer, kemudian batuan batolit, batuan lakolit, dan juga batuan sill. Satu hal yang perlu kita
ketahui tentang batuan jenis ini, yakni batuan jenis ini dipengaruhi oleh letak instrusinya, dimana
semakin jauh letaknya dari intrusinya maka derajat metamorfosisnya akan semakin berkurang.

2. Batuan metamorf dinamo

Jenis batuan metamorf yang kedua adalah batuan metamorf dinamo. Batuan metamorf dinamo
merupakan jenis batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat adanya tekanan yang
tinggi yang berasal dari tenaga endogen dalam waktu yang lama, serta dihasilkan dalam proses
pembentukan kulit bumi karena adanya tenaga endogen. Batuan metamorf dinamo ini biasanya
terjadi atau ada di bagian atas kerak bumi. Adanya tekanan dengan arah berlawanan
mengekibatkan terjadinya perubahan butiran- butiran mineral ada yang berbentuk pipih dan ada
pula yang kembali menjadi bentuk kristal. Beberapa jenis batuan metamorf ini berubah menjadi
batuan hablur. Contohnya adalah batuan serbuk dan juga serpih. Contoh lain dari batuan
metamorf dinamo ialah batu lumpur atau mud stone menjadi batu tulis atau slate. Batuan jenis ini
banyak dijumpai di daerah- daerah patahan ataupun lipatan. (baca : jenis jenis patahan)

3. Batuan metamorf kontak pneumatolistis

Jenis dari batuan metamorf selanjutnya adalah batuan metamorf kontak pneumatolistis. Jenis
batuan ini merupakan batuan yang mengalami proses metamorfose sebagai akibat dari adanya
pengaruh dari gas- gas yang ada pada magma. Pengaruh dari gas yang panas ini menyebabkan
perubahan komposisi kimiawi mineral dari batuan ini. Contoh dari batuan metamorf kontak
pneumatolistis ialah batu kuarsa dengan gas borium berubah menjadi turmalin atau sejenis batu
permata. Contoh lain dari jenis batu ini yaitu batu kuarsa dengan gas florium dan berumah
menjadi topas.

Itulah macam- macam atau jenis dari batuan metamorf yang berada di sekitar kita atau yang
sering kita temui. Batuan metamorf pada intinya adalah jenis batuan yang mengalami proses
metamorfosa. Metamorfosa yang terjadi pada batuan sendiri merupakan suatu proses dimana
suatu benda berupah bentuk dari bentuk satu ke bentuk yang lainnya. Dalam metamorfosis batu
ini, proses metamorfosis terdari dari bermacam- macam dan tidak hanya satu saja.
SEBARAN BATUAN DI INDONESIA

 INDONESIA BAGIAN BARAT


Indonesia bagian barat merupakan tepian Lempeng Benua Eurasia yang terkenal dengan
nama Daratan Sunda (Sunda Land). Sebaran batuan yang ada misalnya, di Sumatera bagian
timur umumnya terdapat banyak batuan sedimen aquatis berbentuk batuan pasir di sekitar
muara-muara sungai. Misalnya di sekitar muara sungai Musi, Siak, dan Indragiri. Kabupaten
Tulungagung terdapat batuan metamorf yaitu batu marmer yang berasal dari batuan kapur
yangoleh karena suhu dan tekanan yang tinggi sehingga mengalami perubahan fisik dan
kimiawinya. Daerah Jawa (bagian tengah) dan Sumatera (bagian barat) sekitar busur vulkan
umumnya batuan beku luar, dalam, maupun korok bersifat asam. Hal ini dipengaruhi oleh
bentuk lahan yang ada yang berasal dari lempeng benua Eurasia yang cenderung lebih ringan
dibandingkan lempeng samudera dan bersifat asam.

 INDONESIA BAGIAN TENGAH


Sulawesi bagian timur umumnya batuannya bersifat basa karena dipengaruhi oleh batuan
induk volkan pasifik dan merupakan daerah yang berasal dari lempeng samudera yang
keduanya cenderung bersifat basa. Contoh lain yaitu pada daerah Halmahera.
Daerah Sulawesi Selatan termasuk ke dalam propinsi Busur Volkanik Tersier Sulawesi
Barat, yang memanjang dari Lengan Selatan sampai ke Lengan Utara. Secara umum, busur
ini tersusun oleh batuan-batuan plutonik-volkanik berumur Paleogen-Kuarter serta batuan-
batuan metamorf dan sedimen berumur Tersier. Geologi Sulawesi Selatan bagian timur dan
barat sangat berbeda, di mana keduanya dipisahkan oleh Depresi Walanae. Secara struktural,
Sulawesi Selatan terpisah dari anggota Busur Barat Sulawesi lainnya oleh suatu depresi yang
melintas di sepanjang Danau Tempe (van Leeuwen, 1981).
Batugamping di ujung selatan Sulawesi Selatan dan di Pulau Selayar dinamakan
Batugamping Selayar, yang merupakan anggota dari Formasi Walanae (Sukamto &
Supriatna, 1982). Anggota Selayar ini tersusun oleh batugamping koral dan kalkarenit
dengan interkalasi napal dan batupasir kalkareus. Unit karbonat ini berumur Miosen Atas
sampai Pliosen (N16-N19, Sukamto & Supriatna, 1982). Sukamto & Supriatna (1982)
melaporkan bahwa hubungan penjemarian antara Formasi Walanae dengan Batugamping
Selayar terjadi di Pulau Selayar. Endapan-endapan undak, aluvial, dan pantai terdapat
setempat-setempat di Sulawesi Selatan. Pengangkatan (uplift) Resen di Sulawesi Selatan
dicirikan oleh naik atau tumbuhnya endapan-endapan coral reef (van Leeuwen, 1981;
Sukamto, 1982).

 INDONESIA BAGIAN TIMUR


Di Indonesia bagian timur, dijumpai batuan berumur Paleozoikum yang berasal dari
Benua Australia. Batuan tua di Indonesia Timur tersebut merupakan tepi utara Benua
Australia dan sebagian berupa kepingan benua (benua renik) tersebar di Indonesia bagian
timur, seperti di bagian timur Sulawesi, Kepulauan Banggai dan Sula, Misool dan beberapa
pulau lainnya di Maluku. Batuan Paleozoikum juga dapat dijumpai di Pulau Timor dan
Papua. Di Timor, batuan berumur Perm (251 juta tahun lalu) berupa batuan sedimen dan
basalt. Di Papua, batuan Paleozoikum dapat dipisahkan menjadi batuan Silur (416 juta tahun
lalu), Devon (359,2 juta tahun lalu), Karbon (299 juta tahun lalu) dan Perm. Batuan
Paleozoikum di Papua ini terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api dan batuan malihan
berderajad rendah.
Batuan Mesozoikum, yang berasal dari lempeng benua ini dapat ditemukan di Sulawesi
bagian timur, Buton, Banggai-Sula, Buru, Seram, Timor, Halmahera, Misool dan Papua,
umumnya merupakan runtunan sedimen yang berumur Trias, Jura dan Kapur. Batuan Trias
dan Jura umumnya berupa klastik halus-kasar sedangkan batuan Kapur berupa batugamping
yang terendapkan di laut dalam. Pada sebagian kecil kepingan benua tersebut dijumpai pula
batuan malihan berderajad rendah, granit dan batuan yang berasal dari kegiatan gunung api.
Di Indonesia Timur, sebagian dari batuan sedimen berumur Mesozoikum ini dikenal sebagai
batuan induk minyak dan gas bumi, yang kemudian terperangkap pada batuan Tersier atau
yang lebih muda. Batuan dari lempeng samudera Pasifik berumur tidak lebih tua dari Kapur.
Di Sulawesi bagian timur, batuan ini berupa batuan beku dengan komposisi basa sampai
ultrabasa. Hasil pelapukan dari batuan terakhir ini terkenal sebagai penghasil nikel yang
potensial, seperti di Pulau-pulau Sulawesi, Halmahera dan Gak di Maluku.

Anda mungkin juga menyukai