Anda di halaman 1dari 13

1

MAKALAH
TELAAH INSTRUMEN TES
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Evaluasi PAI
Semester 7
Dosen Pengampu:

Nusrotus Sa’idah, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 6

1. Muhammad Nor Iskandar : 151310003319


2. Ahmad Khoirul Anam : 151310003347
3. Siti Mukhoyaroh : 151310003358
4. Meida Qarrotul Ain : 151310003332
5. Lana Auliya : 151310003363

Program Studi : Pendidikan Agama Islam


Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
TAHUN AKADEMIK
2018/2019

1
BAB II
TELAAH INSTRUMEN TES

Analisis empirik terhadap instrumen/soal dilakukan dengan melakukan


menguji reliabilitas, taraf kesukaran daya pembeda dan validitas.
2.1 Tarap Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha
memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi, karena
diluar jangkauannya.1 Misalnya saja guru A memberikan ulangan soalnya, mudah-
mudah, sebaliknya guru B kalau memberikan ulangan soal-soalnya sukar-sukar.
Dengan pengetahuannya dengan kebiasaan ini maka siswa akan belajar giat jika
menghadapi ulangan dari guru B dan sebaliknya jika akan mendapat ulangan dari
guru A tidak mau belajar giat atau balikan mungkin tidak mau belajar sama sekali.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks
kesuakaran (Diffuculty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai
dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan
indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukai, sebaliknya indeks
1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.2

0,0 1,0

Sukar Mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (P besar),


singkatan dari kata "Proporsi". Dengan demikian maka soal dengan P = 0,20.
Sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar dari pada soal dengan P = 0,80.

1 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,


2013). hlm. 222.
2 Asrul, Rusyidi Ananda, Rosnita, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Citapusaka Media,
2015). hlm. I49.

2
3
Adapun rumus mencari P adalah

B
P=
JS

Dimana:

P = indeks kesukaran.

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Misalnya :

Ada 20 orang dengan nama kode A-T yang mengajarkan tes yang terdiri dari 20
soal. Jawaban tesnya dianalisa dan jawabannya tertera seperti dibawah ini.

(1= Jawaban betul, 0 = Jawaban salah)

Nomor Soal Skor

Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 siswa

A 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 13
B 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 11
C 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 12
D 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 9
E 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 14
F 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 8
G 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13
H 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 9
I 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17
J 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 13
K 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 10
L 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4
M 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 13
N' 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16
0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 12
P 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 10
Q 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 9
R 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 11
4

S 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 14
T 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 10
J 10 14 4 9 15 6 18 17 7 11 10 18 20 10 9 7 10 14 13 13
L
H

Dari tabel yang disajikan di atas dapat ditafsirkan bahwa :

10 =
Saol nomor 1 mempunyai taraf kesukaraan 0-5
20

Soal nomor 13 adalah soal yang paling mudah karena seluruh siswa peserta tes
dapat menjawab :

20 10
Indeks kesukarannya = 1,0
20 20

Indeks kesukarannya =

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaraan sering diklasifikasikan


sebagai berikut:

 Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar


 Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
 Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Walaupun demikian itu yang berpendapat bahwa: soal-soal yang dianggap


baik, yaitu soal-soal sedang, adalah soal-soal yang mempunyai indeks kesukaraan
0,30 sampai dengan 0,703

2.2 Daya Pembeda


Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya beda pembeda
disebut indeks Diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaraan,
indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00 hanya
bedanya indeks kesukaraan tidak mengenal tanda negative. Tanda negative pada

3 Ibid., hlm. 159-151.


5
indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas
tester yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.4
Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu :

-1.00 0,00 1,00


Daya pembeda Daya pembeda Daya pembeda
negative rendah tinggi (positif)

Bagi sesuatu soal dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa
bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda.
Demikian pula jika semua baik yang pandai maupun yang bodoh tidak dapat
menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik, juga karena tidak mempunyai
daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dijawab benar oleh siswa-siswa
yang pandai saja. Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau
kelompok bawah (lower group).

Cara menentukan daya pembeda (nilai D)

Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari 100) dan
kelompok besar (100 orang ke atas).

a. Untuk Kelompok Kecil

Seluruh kelompok tester dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50%
kelompok bawah.

Contoh :

Siswa Sekor
A 9
B 8
C 7
D 7
E 6 Kelompok atas (JA)
F 5
G 5
H 4
I 4

Kelompok Bawah (JB)


4 Suharsimi Arikunto. Op. Cit., hlm. 226.
6
J 3
Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu
dibagi dua.5

b. Untuk Kelompok Besar

Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisa, maka untuk kelompok besar
biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai
kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).

JA = Jumlah kelompok atas

JB = Jumlah kelompok bawah

Contoh:

9
9
8 27 % sebagai JA
8
8
.
-

-
.
.
. 27 % sebagai JB
2
1
1
1
0

Rumus mencari D

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah

5 Asrul, Rusyidi Ananda, Rosnita . Op. Cit., hlm. 152


7
BA BB
D= - =
JA JB
PA - PB

Dimana:

J : Jumlah peserta tes


JA : Banyaknya peserta kelompok atas
JB : Banyaknya peserta kelompok bawah
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.
BA
PA : = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar.
JA

(ingat P sebagai symbol indeks kesukaran).

BB
PB : = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
JB

Contoh Perhitungan :

Dari hasil analisa tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan oleh 20
orang siswa, terdapat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel analisa 10 butir soal. 20 orang siswa.

Kelom Nilai Sosial Skor


Siswa
Pok Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5
B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7
C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8
D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 5
E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
F B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6
G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6
H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6
I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8
J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7
8
L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5
M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3
N' A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7
0 A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9
P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3
Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8
R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8
s B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6
T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6
Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10

Berdasarkan nama-nama siswa tersebut dapat kita peroleh skor-skor sebagai


berikut :

A=5 F =6 K=7 P=3

B=7 G =6 L=5 Q=8

C=8 H=6 M=3 R=8

D=5 I =8 N=7 S=6

E = 10 J=7 O=0 T=6

Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibut array (uraian


penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling rendah.

Kelompok Atas Kelompok Bawah

10 6
9 6
8 6
8 6
8 6
8 5
7 5
7 5
7 3
7 3
10 orang 10 orang
9
Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan
kelompok bawah (JB) dengan pemilikannya sebagai berikut :

Kelompok (JA) Kelompok (JB)


B=7 A=5
C=8 D=S
E = 10 F=6
1=8 G=6
J=7 H=6
K=7 L=5
N=7 M=3
O=9 P=3
Q=8 S=6
R=8 T =6
10 Orang 10 Orang

Mari kita perhatikan lagi tabel analisa, khusus untuk butir soal nomor 1.

 Dari kelompok atas yang menjawab betul 8 orang


 Dari kelompok bawah yang menjawab betul 3 orang

Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi :

JA= 10

JB = 10

P = 0,8

PB = 0,3

BA = 8

BB = 3

Maka D = PA - PB

= 0,8-0,3

= 0,5

Butir soal ini jelek karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah
dibandingkan dengan j awaban kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk menjawab
soal dengan benar dapat dilakukan dengan menebak:
10
Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks
diskriminasi 0,4 sampai 0,7

Klasifikasi Daya Pembeda

D : 0,00 - 0,20 : jelek (poor)

D : 0,20 - 0,40 : cukup (sansfactory)

D : 0,40 - 0,70 : baik (good)

D : 0,70 - 1,00 : baik sekali (excellent)

D: negative, semuanya ndak wajib, ;adi semua butir soal yang mempunyai nilai D
negative sebaiknya dibuang saja.6

2.3 Evektifitas Distraktor


Disebut juga dengan pola jawaban atau fungsi pengecoh, yaitu distribusi
siswa dalam hal menentukan pilihan pada soal bentuk pilihan ganda. Fungsi
distraktor ini diperoleh dengan menghitung banyaknya siswa yang memilih
pilihan jawaban a, b, c, d dan e yang tidak memiliki pilihan manapun. Dalam
istilah evaluasi disebut omit disingkat O.
Pada saat membicarakan tentang objektif bentuk multiple choice item telah
dikemukakan bahwa pada tes objektif bentuk multiple choice item tesebut untuk
setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan
beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau
alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima
buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir
item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan
sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang
biasa dikenal dengan istilah distraktor (pengecoh).
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah
agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik
untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih
itu merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh, menganggap bahwa
distraktor yang terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal
bukan. Semakin banyak testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan bahwa
distraktor yang dipasang itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-
6 Ibid., hlm. 152-157.
11
baiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang dipasang pada setiap butir item itu
“tidak laku” (maksudnya: tidak ada seorangpun dari sekian banyak testee yang
merasa tertarik untuk memilih distraktor tersebut sebagai jawaban betul), maka
hal ini mengandung makna bahwa distraktor tersebut tidak menjalankan fungsinya
dengan baik.
Dengan kata lain, distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya tarik
demikian rupa, sehingga para testee (khususnya yang termasuk kategori
kemampuan rendah) merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya
mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab
mereka mengira bahwa yang mereka pilih itu kunci jawaban item, padahal bukan.
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu:
menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud pola
penyebaran item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee
menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang
telah dipasangkan pada setiap butir item.7
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :
a. Taraf kesukaran soal
b. Taraf pembeda soal
c. Baik tidaknya distraktor.
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara yaitu :
a. Diterima karena sudah baik
b. Ditolak karena tidak baik
c. Ditulis kembali karena kurang baik.
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga
hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah
suatu pekerjaan sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki saja, tidak dibuang.
Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5%
pengikut tes.8
Contoh perhitungan :
Dari analisis sebuah item, pola diketahui sebagai berikut ;
Pilihan A B C* D O Jumlah
Jawaban
Kelompok 5 7 15 3 0 30
Atas
7 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 409-411
8 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2010). hlm. 211-216.
12
Kelompok 8 8 6 5 3 30
Bawah
Jumlah 13 15 21 9 3 60
* adalah kunci jawaban.
Dari pola jawaban soal ini dapat dicari :
1. P = 21/60 = 0,35
2. D = PA – PB = 15/30 – 6/30 = 0,30
3. distraktor : semua distraktornya sudah berfungsi dengan baik karena sudah dipilih
oleh lebih dari 5% pengikut tes.
4. dilihat dari segi omit (9 kolom pilihan paling kanan) adalah baik. Sebuah item
dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10% pengikut tes.
( 5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang). Sebenarnya ketentuan ini
hanya berlaku untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif dan p = 0,80. tetapi
demi kepraktisan diberlakukan untuk semua.
b. Analisis distraktor yang kurang baik, polanya sebagai berikut:
Kelompok A* B C D O Jumlah
/ pilihan
Kelompok 2 1 9 2 1 15
Atas
Kelompok 1 4 5 4 1 15
Bawah
Jawaban 3 5 14 6 2 30
*) adalah kunci jawaban.
Setelah dimasukan kedalam table kontingensi 2 x 5 dapat diketahui bahwa sebaran
pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
a) Memilih A ada 3 orang , 2 orang kelompok atas (AT) dan 1 orang kelompok
bawah (KB).
b) Memilih B 5 orang, 1 orang dari kelompok atas (AT) dan 4 orang dari
kelompok bawah (KB).
c) Memilih C ada 14 orang, 9 orang kelompok atas (AT) dan 5 orang kelompok
bawah (KB).
d) Memilih D ada 6 orang, 2 kelompok atas (AT) dan 4 orang kelompok bawah
(KB)
e) Yang tidak memilih omit ada 2 orang, masing- masing 1 orang kelompok atas
dan kelompok bawah.
Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti ini, dapat
mengambil kesimpulan bahwa ada dua kemungkinan penyebab:
13
a. Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan hampir separuh
siswa memilih jawaban c. Pilihan c mempunyai daya tarik yang besar, seolah-
olah pilihan itu yang benar, mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi
soalnya menunjukkan itu benar.
b. Yang menarik bukan butir soalnya, tetapi materi yang dikuasi siswa memang
seperti pilihan c. Kalau guru memang maksud yang dikehendaki ada dipilihan
a, maka ketika guru mengajar, yang diterima siswa seperti pilihan c. Jika
seperti yang terjadi, guru harus mengulang mengajar agar penguasaan materi
yang dimiliki oleh siswa adalah seperti yang tertera dalam option.9

9 Contoh Penghitungan Distraktor diakses dari:


http://www.madzhabmoderat.com/2016/08/analisis-kuantitatif-tingkat-kesukaran.html pada
tanggal 11 November 2018 pukul 09.34 WIB.

Anda mungkin juga menyukai