Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Bullying merupakan bentuk penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan
berulang-ulang oleh seorang individu kepada individu yang lain dengan maksud
untuk menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan atau stress. Bullying tidak
hanya mengakibatkan kerugian dan tekanan, tetapi juga mengakibatkan gangguan
emosi dan gangguan perkembangan yang dapat terjadi hingga remaja dan dewasa
pada anak yang menjadi korban. Pelaku bullying juga cenderung menjadi agresif
dan melakukan tindakan kriminal ketika dewasa.1
Bullying merupakan fenomena yang tersebar di seluruh dunia. Prevalensi
bullying diperkirakan 8 hingga 50% di beberapa negara Asia, Amerika dan Eropa.
Tindakan bullying menempati peringkat pertama dalam daftar hal-hal yang
menimbulkan ketakutan di sekolah.2 Menurut Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), kasus bullying dari tahun 2011 sampai september 2017,
KPAI menerima 26 ribu pengaduan terkait masalah tersebut.3 Pada pertengahan
tahun 2017 di Provinsi Riau, ada seorang siswi SMA bunuh diri dengan terjun ke
sungai Kampar. Siswi tersebut diduga merupakan korban dari tindakan bullying.
Sebelum korban melakukan aksi nekatnya, beberapa hari terakhir korban sudah
tidak mau sekolah lagi. Korban mendesak pihak keluarga segera memindahkannya
ke sekolah lain.
Bullying memiliki berbagai macam bentuk baik secara fisik maupun non
fisik. Ada 4 tipe bullying yaitu fisik, emotional bullying, verbal bullying dan cyber
bullying. Keempat tipe bullying ini memiliki dampak yang sama kuatnya yang
mengakibatkan rasa takut, stres, kerugian atau membahayakan bagi korban. 4
Apabila melihat dari perspektif hukum, sudah sangatlah jelas bahwa
bullying melanggar hukum dan terhadap tindakan bullying dapat dikenakan
sanksi pidana. Pemerintah Indonesia telah menetapkan sanksi yang dapat
dikaitkan dengan pelaku bullying. Sanksi tersebut tercantum pada Kitab Undang-
2

undang Hukum Pidana pasal 170, 289, 300, 333, 335, 336, 351, 368 dan 369.
Pelaku bullying terhadap anak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah
oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.5
Pencegahan tindakan Bullying ini memerlukan kerjasama seluruh pihak,
tidak hanya dari peran pemerintah dalam membentuk aturan yang tegas tentang
kasus bullying. Orangtua memiliki peran yang penting dalam membina
komunikasi dengan anak. Selain itu, peran sekolah juga penting karena tindakan
bullying paling banyak terjadi di sekolah. Peran sekolah harus menyediakan teman
yang aman dan bebas dari intimidasi sehingga setiap anak dapat tumbuh dan
belajar dengan damai.6
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bullying

Konsep bullying pertama kali diperkenalkan oleh Olweus pada tahun 1973,
yang diartikan sebagai suatu bentuk dari perilaku agresif yang dilakukan secara
sengaja untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi
berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang
tidak terdapat keseimbangan kekuasaan maupun kekuatan. 7 Menurut American
Psychiatric Association (APA), bullying adalah perilaku agresif yang
dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan
untuk merusak atau membahayakan (b) perilaku yang diulang selama jangka
waktu tertentu (c) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-
pihak yang terlibat.1
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying
adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang, dilakukan
dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik
maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan
terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang
terlibat.

B. Epidemiologi Bullying
Bullying merupakan fenomena yang tersebar di seluruh dunia, tidak hanya
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Menurut The American
Association of School Psychologist terdapat sekitar 160.000 anak menghindari
sekolah akibat takut menjadi korban bullying.8 Di Indonesia, penelitian Amy pada
tahun 2006, diperkirakan 10%-16% pelajar Sekolah Dasar (SD) kelas IV-VI di
Indonesia mengalami bullying sebanyak satu kali per minggu. Bullying pada anak
paling sering terjadi di sekolah tetapi belum banyak guru di Indonesia yang
menganggap bullying sebagai masalah serius. Survei di berbagai belahan dunia
4

menyatakan bahwa bullying paling banyak terjadi pada usia 7 tahun (kelas II SD),
dan selanjutnya menurun hingga usia 15 tahun. Studi lain menyatakan prevalensi
bullying tertinggi pada usia 7 tahun dan 10-12 tahun. Anak laki-laki lebih sering
terlibat dalam bullying disbanding anak perempuan.1 Menurut penelitian yang
dilakukan di Iran, dari total jumlah partisipan 834 siswa kelas 8 dan kelas 9
sekolah menengah pertama, berdasarkan pola pembullyan, didapatkan hasil 24,7%
pembullyan dilakukan secara verbal, dan 10,3% pembullyan dilakukan secara
physical.9

C. Klasifikasi Bullying
Tindakan Bullying tidak hanya dihubungkan pada aktifitas fisik saja, ada 5
klasifikasi bullying:1
a. Bullying fisik
Bullying yang bersifat fisik dimana terjadi kontak fisik antara
pelaku bullying dengan korban. Jenis ini merupakan bullying yang paling
mudah diidentifikasi karena dapat dilihat oleh mata. Contoh-contoh
bullying fisik antara lain memukul, menarik baju, menjewer, menjambak,
menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan
membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal,
meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan
berlari lapangan, menghukum dengan cara push up.
b. Bullying emosional
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh
mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik
bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita.
Contoh-contohnya antara lain mencibir, mengucilkan, memandang sinis,
memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan
umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem
atau email, memandang yang merendahkan.
5

c. Bullying verbal
Bullying verbal memiliki kesamaan dengan bullying emosional,
dimana akan menimbulkan gangguan secara emosional terhadap korban.
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra
pendengaran kita. Contoh-contoh bullying verbal antara lain membentak,
meledek, mencela, memaki-maki, menghina, menjuluki, meneriaki,
mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
d. Bullying cyber
Bullying jenis ini merupakan tindakan yang paling banyak terjadi
diera modernisasi. Bullying cyber melibatkan internet sebagai bullying.
Bullying ini dapat melalui pesan singkat via email, website maupun
media sosial.
e. Bullying mental atau psikologis
Merupakan jenis bullying yang berbahaya karena tidak terungkap oleh
mata atau telinga jika kita tidak teliti mendeteksinya. Praktik bullying ini
terjadi diam-diam dan diluar radar pemantauan kita.
Contoh : memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan
didepan umum, mendiamkan, mengucilkan, merendahkan, menolak,
menuduh, menggosipkan, membentak, memelototi, dan mencibir.
Jenis bullying yang lain yaitu :
- Bullying non fisik berupa : Non verbal, dibagi menjadi dua yaitu :
langsung dan tidak langsung.
1. Secara langsung, contoh : menunjukkan wajah tidak
bersahabat, meludah, dan menekan.
2. Secara tidak langsung, contoh : memanipulasi teman
sepergaulan dan mengisolasi atau mengucilkan dari
lingkungan.
6

D. Penyebab terjadinya Bullying


Perilaku bullying ini sebuah perilaku negatif yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain:10
a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang
bermasalah antara lain orang tua yang sering menghukum anaknya
secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan
permusuhan.10 Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka,seperti
terjadinya perceraian orang tua, orang tua perasaan yang tidak stabil dan
pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar
dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu
terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja yang tumbuh
dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti
sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut
dalam kesehariannya dan kemudian menirunya terhadap teman-
temannya.11 Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari
lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa
“mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku
agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan
kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku
bullying.10
b. Sekolah
Kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan
keberadaan bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku bullying
semakin mendapatkan penguatan terhadap perilaku tersebut. Selain itu,
bullying dapat terjadi di sekolah jika pengawasan dan bimbingan etika
dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku,
bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten,
hukuman yang tidak bermanfaat sehingga tidak mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. Dalam
7

penelitian oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan ke


guru atau orang tua.10,11
c. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan
teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan
bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu,
meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku
tersebut.10
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying yaitu:10
1. Bullies (Pelaku bullying)
Pelaku bullying adalah orang yang melakukan tindakan bullying.
Biasanya pelaku bullying memiliki kekuatan secara fisik dengan
penghargaan diri yang baik dan berkembang. Karakteristik anak atau
remaja pelaku bullying adalah hiperaktif, agresif, destruktif, menikmati
dominasi atas anak atau remaja lainnya, mudah tersinggung, dan
memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi. Mereka juga
cenderung sulit memproses informasi sosial, sehingga sering
menginterpretasikan secara keliru perilaku anak atau remaja lain sebagai
perilaku bermusuhan, juga saat sikap permusuhan itu ditujukan pada
anak atau remaja lain.12

2. Victim (Korban bullying)


Korban bullying adalah seorang yang sering menjadi target dari
perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya
memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya.10
Karakteristik korban bullying adala mereka yang penampilan perilaku
sehari-hari berbeda, ukuran tubuh secara fisik lebih kecil, lebih tinggi,
atau lebih berat badannya dibandingkan kebanyakan anak atau remaja
seusianya, berasal dari latar belakang etnik, keyakinan atau budaya yang
berbeda dari kebanyakan anak atau remaja di lingkungannya, memiliki
8

kemampuan atau bakat istimewa, keterbatasan kemampuan tertentu,


misalnya attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan
belajar, retardasi mental, dan lainnya. Umumnya anak atau remaja yang
pencemas, mudah gugup, selalu merasa tidak aman, pemalu pendiam,
memiliki cacat fisik atau mental, masalah tingkah laku atau gangguan
perkembangan neurologis.12

3. Bully-victim
Pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi
korban perilaku agresif.

Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada korbannya,


yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih lemah. Faktor
individu dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah satu penyebab timbulnya
perilaku bullying, Semakin baik tingkat pengetahuan remaja tentang bullying
maka akan dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying.

E. Dampak Bullying
Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang
dialami korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak
psikis. Bentuk-bentuk dampak psikologis secara umum sebagai berikut :

1. Dampak pada korban

a. Kecemasan

Merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan


mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan
tersebut. Kecemasan merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dipisahkan
dari manusia, artinya tidak ada manusia yang tidak mengalami kecemasan.
9

Buclew (dalam Handayani, 2001, h. 32) mengungkapkan adanya gejala


kecemasan yang dibagi menjadi 2 tingkatan, yaitu :
- Tingkatan Fisiologis
Kecemasan pada tingkat ini sudah mempengaruhi atau berwujud pada gejala
gejala fisik terutama pada fungsi saraf, diantaranya tidak dapat tidur, perut
mual dan keringat dingin berlebihan.

- Tingkatan Psikologis
Pada tingkat ini kecemasan berupa gejala kejiwaan, seperti khawatir,
bingung, sulit konsentrasi, dan tegang.

b. Rasa malu
Merupakan suatu emosi dengan ciri khas adanya perasaan bersalah, hal
yang memalukan dan penghindaran mengemukakan bahwa apa yang dihasilkan
rasa malu ialah pengakuan bahwa diri yang disokong seseorang dalam sebuah
interaksi sosial telah terganggu oleh sesuatu yang dilakukannya atau suatu
kenyataan pribadi yang terlepas. Ditambahkan pula ungkapan kekuatan rasa
malu berasal dari interaksi-interaksi sosial.

c. Ketidak berdayaan
Penyebab suatu rasa ketidakberdayaan dalam pengalaman terdiri dari
keikutsertaan dalam pemecahan masalah, respon yang lamban terhadap
stress, penyebab perasaan depresi dan rendahnya upaya untuk keberhasilan-
keberhasilan menyelesaikan tugas-tugasnya. Ketidakberdayaan merupakan suatu
kondisi yang didapat dari adanya gangguan motivasi, proses kognisi maupun
emosi.

d. Amarah
Pada diri seseorang yang mengalami reaksi fisiologis dapat muncul suatu
ekspresi emosional tidak disengaja yang disebabkan oleh kejadian yang tidak
10

menyenangkan (masalah) atau mungkin juga dipengaruhi oleh pikiran oleh


pikiran dan ingatan yang muncul pada sewaktu-waktu.

e. Kesedihan
Kesedihan adalah perasaan sedih, duka cita, kesusahan hati. Kesedihan
merupakan perasaan hati yang lebih emosional, menjurus ke kesedihan yang
ditandai dengan kepasifan relatif, keadaan otot yang merosot dengan keluhan tidak
jarang mencucurkan air mata

Secara umum bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:8


1. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian.
2. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban
merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga
mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina
pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri.
3. Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah
4. Keinginan untuk bunuh diri
5. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis
6. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa,
akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan
memelihara hubungan baik dengan orang lain.
7. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga.
8. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk-
batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah

B. Dampak bagi pelaku

Para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri
yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap
kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif. Para pelaku
bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang
berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan
11

beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan


terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan
terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal
lainnya.

F. Cara mencegah Bullying


1. Peran orangtua
Pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying, para orangtua
diharapkan mampu untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak
dini. Ajarkan anak untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan
menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.

Peran orangtua di rumah harus mampu menciptakan komunikasi yang baik


dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup
dan menanamkan akhlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan
rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua. Pemberian teladan
kepada anak akan lebih baik dari memberi nasihat. 10

2. Peran guru
Dengan dilaksanakannya bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan
para guru mampu mencapai:10
a. Pengembangan keharmonisan di dalam melaksanakan proses belajar
mengajar.
b. Keselarasan kerjasama dengan para siswa, terutama dengan mereka yang
memiliki masalah pribadi.
c. Kerjasama yang lebih intensif dengan orangtua siswa dan masyarakat luas
pada umumnya.

3. Budaya bullying

Biasanya budaya bullying diwariskan dengan sistem kaderisasi yang kuat,


motivasi senioritas adalah faktor yang terkuatnya. Untuk menghindari gejala
12

tersebut sebaiknya bimbinglah para remaja dengan cara mengadakan kegiatan


bersama antara generasi tersebut maupun alumninya dan buatlah suatu ikatan
supaya terbentuk jalinan. Persaudaraan yang akan melahirkan kesadaran bahwa
senior harus membimbing dan para junior harus menghormati seniornya.10

G. Solusi terhadap Bullying


Solusi yang lebih efektif yakni program yang menjadikan sistem social
sebagai sasaran perubahan dan bukan hanya berfokus terhadap perubahan
individual baik dari sisi pelaku maupun korban bullying. Dalam bukunya,
espelage dan swearer mengatakan bahwa bullying akan dapat dikurangi secara
signiifikan apabila sistem tempat di mana bullying tersebut muncul tidak
memberikan imbalan apapun dan justru meberikan “denda” atau hukuman tiap
kali perilaku bullying muncul.
Salah satu program yang sangat komprehensif yang ditujukan untuk
menanggulangi bullying dan terbukti efektif yakni The bully busters program.
Program tersebut mempunyai beberapa prinsip utama: prinsip utama yang
pertama yakni bahwa merubah lingkunganlebih berdampak kuat daripada
merubah individu per individu, maka dalam mengubahnya kedua pihak (pelaku
dan korban) harus diubah, dan pola hubungan dan interaksi antar keduanya harus
diubah. Prinsip kedua, yakni pencegahan lebih baik daripada intervensi. Dalam
rangka upaya pencegahan ini seluruh komponen sekolah, khususnya guru-guru
harus dipahamkan mengenai program pencegahan bullying ini. Masa-masa
sekolah dasar merupakan masa ideal untuk mengajarkan kemampuan manajemen
konflik dengan jalan damai dan juga menanamkan nilai-nilai anti kekerasan.
Dengan mengajak semua siswa bekerja sama dan bukan hanya korban
maupun pelaku bullying, perubahan yang terjadi akan lebih luas di seluruh siswa
di kelas, di seluruh sekolah bahkan lebih luas dari itu. Prinsip yang ketiga adalah
bahwa dalam merubah lingkungan dibutuhkan dukungan dan pemahaman dari
berbagai pihak, khususnya para guru. Manajemen kelas, menetapkan aturan
dalam kelas dan mengembangkan solusi terhadap berbagai permasalahan yang
13

problematik sementara disaat yang sama tetap dituntut oleh berbagai standar
merupakan suatu tugas yang tidak mudah.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap reaksi
tingkat emosional suatu kelompok dalam mengatasi bullying dan menunjukkan
bahwa menjadi bagian dalam suatu kelompok dapat sangat menolong dalam
menanggulangi dampak negative bullying.
Pada anak korban bullying yang telah sampai ke episode depresi, maka
intervensi yang berfokus pada keluarga memiliki keuntungan yang sama dengan
terapi suportif kelompok yang umumnya dilakukan. Menciptakan hubungan
keluarga yang hangat dan lingkungan rumah yang positif membantu menahan
anak dari pengaruh negatif yang berhubungan dengan perilaku bullying.
Menurut studi di University of South Australia, ada 6 metode intervensi
bullying yang dapat dipraktekan di sekolah yaitu: Pendekatan disiplin secara
tradisional, penguatan korban, mediasi, praktek restorasi, metode dukungan
kelompok dan metode yang berpusayt pada berbagi.
14

BAB III
KESIMPULAN

Bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-


ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang
lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok
anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak
yang terlibat. Bullying memiliki berbagai macam bentuk baik secara fisik maupun
non fisik. Ada 4 tipe bullying yaitu fisik, emotional bullying, verbal bullying dan
cyber bullying.
Berbagai macam faktor penyebab terjadinya bullying. Salah satu faktor
penyebab adalah dari faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor kelompok sebaya.
Keluarga merupakan peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan tumbuh
kembang anak. Faktor sekolah dan faktor teman sebaya juga ikut berperan,
sebagai tempat anak untuk belajar bersosialisasi dengan lingkungan. Pencegahan
bullying dilakukan oleh semua pihak dan dilakukan secara continue. Memutus
mata rantai merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan bullying yang
bisa dilakukan mulai dari diri sendiri.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Yusuf, S. dan Nurihsan, J. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya
2. Widayanti, C.G.S. (2009). Fenomena Bullying di sekolah Negeri Semarang:
Sebuah study kualitatif. Jurnal Psikologi Undip. Vol 5.Nomor 2.
Desember 2009.
3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2017), KPAI : KPAI Terima Aduan 26
Ribu Kasus Bully Selama 2011-2017, diakses pada tanggal 27 Januari 2017 dari
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-terima-aduan-26-ribu-kasus-bully-selama-
2011-2017/
4. Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo.
5. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat
Negara. Jakarta.
6. Gorea RK. Bullying in schools: epidemiology and prevention.Int J Eth
Trauma Victimology 2016; 2(2):6-9
7. Dan Olweus, “In the handbook of bullying in Schools: An international
perspective”, Pp. 9-33. Edited by Jimerson, S. R., Swearer, S. M., and
Espelage, D. L. New York: Routledge, (2010), hal. 11.
8. Coloroso, B. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta
9. Soori H, M Rezapour, S Khodakarim. Epidemiological pattern of bullying
among school children in mazandaran province iran. J Child Adolesc Behav.
2014; 2(3):1-5
10. Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi
Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo.
11. Lestari WS. Analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta
didik. Science Education Journal. 2016; 3(2): 147-157
12. Surilena. Perilaku bullying (perundungan) pada anak dan remaja. CDK.
2016;43(1)
16

Anda mungkin juga menyukai