Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS Agustus, 2017

“TRANSCIENT TAKIPNEU OF THE NEWBORN DAN


IKTERUS ”

Nama : Yuli Safitri


No. Stambuk : 12 16 777 14 132
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan napas merupakan masalah yang paling sering dijumpai pada hari-hari
pertama kehidupan BBL, ditandai denga takipneu, napas cuping hidung, retraksi
interkostal, sianosis, dan apneu. Transient Tachipneu of the Newborn (TTN) adalah
penyebab tersering gangguan napas pada neonatus yang muncul pada hari pertama
kehidupan. Keadaan ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1966 sebagai suatu
penyebab mayor dari gangguan pernapasan pada bayi cukup bulan dan hampir cukup
bulan.1,2,3,4
Angka kejadian sekitar 1-2 % kelahiran hidup dan lebih sering pada bayi cukup
bulan atau hampir cukup bulan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Transient
Tachipneu of the Newborn, antara lain : kecil masa kehamilan, bayi berat lahir
rendah, APGAR skor rendah, ibu menderita asma, dan section secaria. Bayi yang
dilahirkan secara operasi sesar akan kehilangan kesempatan untuk mengeluarkan
cairan paru mereka. Bayi yang dilahirkan lewat persalinan per vaginam mengalami
kompresi dada saat melewati jalan lahir. Hal inilah yang menyebabkan sebagian
cairan paru keluar. Kesempatan ini tidak didapatkan bagi bayi yang dilahirkan operasi
sesar. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 1992-1999
di USA, bahwa Transient Tachipneu of the Newborn paling sering terjadi pada bayi
yang lahir dengan operasi sesar dibandingkan pada bayi yang lahir pervagiam (3,1% :
1,1%).2,5,6
Gejala klinis Transient Tachypnea of the Newborn berupa kesulitan bernapas
ringan, ditandai dengan napas cepat (frekuensi >60 kali permenit ), sianosis perifer
dan sentral, merintih, retraksi sternal, napas cuping hidup, hingga apneu periodik
kumpulan gejala tersebut disebut Respiratory Distress Syndrome (RDS). Gejala ini
umumnya akan membaik dalam beberapa jam atau kurang dari 24 jam atau bertahan
tidak lebih dari 72 jam.7,8

2
Penyakit ini bersifat self-limiting disease dan umumnya risiko kekambuhan atau
disfungsi paru lebih lanjut kecil. Penyakit ini juga jarang berlangsung sampai
seminggu atau lebih.2
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai
oleh pewarnaan ikterus pada kulit, sklera dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak
terkonyugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru
lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia. .
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (indirect) pada neonatus cukup bulan dapat
mencapai 6-8 mg/dl pada usia 3 hari, setelah itu berangsung menurun. Ikterus
umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih mata) dan muka, selanjutnya
meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas.9

3
BAB II
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. I
Tanggal Lahir : 20/08/2017 Pk. 09.00 wita
Tanggal Masuk : 20/08/2017 Pk. 15.35 wita
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Bayi rujukan dari RS Bhayangkara, bayi laki-laki masuk dengan bayi
sesak dan merintih. Sudah diberikan terapi awal waktu di RS Bhayangkara
dengan pemberian O2, injeksi vit k dan tetes mata. Selama perawatan di RS
Bhayangkara, bayi belum sempat mendapatkan minum.
Riwayat kelahiran, bayi lahir pada tanggal 20/08/2017 jam 09.00 wita,
lahir secara secar atas indikasi post sc 1 kali, ditolong oleh dokter di RS
Bhayangkara. Saat lahir bayi langsung menangis, anpal (+/+), mec (+)/mic (-),
tali pusat baik (+), warna ketuban putih jernih, BBL 3500 gram, A/S 7/8.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Berat Badan Lahir : 3500 gram
Panjang Badan : 48 cm
Lingkar Kepala : 35 cm
Lingkar Dada : 34 cm
Lingkar Perut : 33 cm
Lingkar Lengan : 11 cm

4
Tanda Tanda Vital
Denyut Jantung : 140 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Pernapasan : 80 x/menit
CRT : > 2 detik

Sistem Respirasi
- Sianosis (+)
- Merintih (+)
- Apnea (-)
- Retraksi dinding dada (+)
- Pergerakan dinding dada simetris bilateral
- Pernapasan cuping hidung (-)
- Bunyi napas bronkovesikuler
- Bunyi tambahan (-)

SKOR DOWN
 Frekuensi napas :1
 Retraksi :0
 Sianosis :0
 Udara masuk :0
 Merintih :2
 Total :3
 Kesimpulan : Gangguan Napas Ringan

5
Sistem Kardiovaskuler
- Bunyi jantung I & II murni, regular
- Bising jantung (-)
Sitem Hematologi
- Pucat (-)
- Ikterus (-)
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen (-)
- Massa/organomegali (-)
- Diare (-)
- Bising usus (+) kesan normal
- Umbilikus : bernanah (-), iritasi (-), edema (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas bayi : aktif
- Kesadaran : Compos Mentis
- Fontanella : datar
- Sutura : menyatu
- Kejang (-)
- Refleks terhadap cahaya : (+/+)
Sistem Genitalia
- Hipospadia (-)
- Hidrokel (-)
- Hernia (-)
Pemeriksaan Lain
- Ektremitas : akral dingin
- Turgor : lambat (> 2 detik)
- Kelainan kongenital (-)
- Trauma lahir (-)

6
SKOR BALLARD
Maturitas neuromuskular
 Sikap tubuh :3
 Persegi jendela :3
 Rekoil lengan :3
 Sudut poplitea :2
 Tanda selempang :3
 Tumit ke kuping :2
Maturitas fisik
 Kulit :3
 Lanugo :2
 Permukaan plantar : 3
 Payudara :2
 Mata/telinga :3
 Genitalia :2
Total skor : 32
Minggu : 36-38 minggu
Kesimpulan : Cukup bulan + BMK

Laboratorium :
HCT : 47,2 % (44,0 – 64,0 % )
PLT : 192 x 103/mm (200-400 x 103/mm)
WBC : 21,6 x 103/mm (10-26 x 103/mm)
RBC : 4,89 x 106/mm (4-6 x 106/mm)
HGB : 18,2 g/dl (13,5-19,5 g/dl)
GDS : 74 mg/dl (70-140 mg/dl)

7
RESUME

Bayi rujukan dari RS Bhayangkara, bayi laki-laki masuk dengan bayi sesak dan
merintih. Sudah diberikan terapi awal waktu di RS Bhayangkara dengan pemberian
O2. Selama perawatan di RS Bhayangkara, bayi belum sempat mendapatkan minum.
Riwayat kelahiran, bayi lahir pada tanggal 20/08/2017 jam 09.00 wita, lahir
secara secar atas indikasi post sc 1 kali, ditolong oleh dokter di RS Bhayangkara. Saat
lahir bayi langsung menangis, anpal (+/+), mec (+)/mic (-), tali pusat baik (+), warna
ketuban putih jernih, BBL 3500 gram, A/S 7/8.

DIAGNOSIS : Gangguan Napas + BMK

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Pemeriksaan Gula Darah, Pemeriksaan Darah


lengkap.

TERAPI :
- IVFD Dextrose 5% 12 tpm
- Inj. Cefotaxim 5mg/12 jam/iv
- Inj. Gentamysin 15 mg/hari/iv
- Puasakan sementara waktu
 Oksigen 1 liter/menit
 Observasi TTV/jam

8
Follow Up
Tanggal : 21 agustus 2017 ( umur 1 hari )
S O A P
Bayi tidak sesak Ku : baik Transcient takipneu - IVFD Dextrose 5%
Kejang (-), Demam Kesadaran : CM of the new born 8 tpm
(-), sianosis (-), BB : 3500 gr - Inj. Cefotaxim 2 x
ikterus (-), BAB (+) Kuat isap (+) 125 mg/iv
TTV : - Inj. Gentamisin 15
DJ: 138 x/menit mg/iv
S : 36,9 oC - Oksigen 1 liter/
R: 56 x/menit menit
Hasil lab : - Observasi
GDS : 76 mg/dl TTV/jam
WBC : 21,6

Tanggal : 22 Agustus 2017 ( umur 2 hari )


S O A P
Bayi sudah tidak Ku : baik Transcient takipneu - IVFD Dextrose 5%
sesak dan meritih, Kesadaran : CM of the new born + 6 tpm
tampak kuning pada BB : 3400 gr ikterus kremer II - Inj. Ampicillin 3 x
daerah kepala, leher Kuat isap (+) 50 mg
dan dada TTV : - ASI on demand
Kejang (-), Demam DJ: 110 x/menit - PASI 8 x 30 cc
(-), sesak (-), sianosis S : 36,5 oC
(-), ikterus (+) R: 43 x/menit
kremer II, BAB (+). Hasil Lab :
HCT : 41.1 % (N)
PLT : 275 x 103/mm
(N)
WBC : 13,6 x 103/mm
(↑)
RBC : 4,06 x 106/mm
(N)
HGB : 13,8 g/dl (N)

9
Tanggal : 23 Agustus 2017 ( umur 3 hari )

S O A P
Bayi terlihat kuning Ku : Baik Transcient takipneu - IVFD Dextrose 5%
Kejang (-), Demam Kesadaran : compos of the new born 6 tpm
(-), sesak (-), sianosis mentis - Inj. Ampicillin 3 x
(-), BAB (+). BB : 3500 gr 50 mg
Kuat isap (+) - 3 x 0,2 mg
Refleks (+) - Observasi
TTV : TTV/jam
DJ: 128 x/menit - ASI on demand /
o
S : 37,1 C PASI 8 x 60 cc
R: 48x/menit - Cek bilirubin total

Tanggal : 24 Februari 2017 ( umur 4 hari )

S O A P
Bayi masih terlihar Ku : baik Transcient takipneu - ASI on demand /
kuning. Kesadaran : compos of the new born + PASI 8 x 60 cc
Kejang (-), Demam mentis ikterus kremer III - Observasi ttv/jam
(-), sesak (-), sianosis BB : 3500 gr - Inj. Ampicillin 3 x
(-), BAB (+). Kuat isap (+) 50 mg
TTV :
DJ: 124 x/menit
S : 36 oC
R: 46 x/menit
B. total : 12,6 mg/dl
Direk :0,3 mg/dl
Indirek : 12,1 mg/dl

10
DISKUSI

Pada kasus didapatkan bayi masuk dengan keluhan sesak napas dan merintih
tetapi keluhan hilang setelah 24 jam. Hal ini sesuai dengan gajala pada transient
takipneu of the newborn.
Gangguan napas merupakan masalah yang paling sering dijumpai pada hari-hari
pertama kehidupan BBL, ditandai denga takipneu, napas cuping hidung, retraksi
interkostal, sianosis, dan apneu. Selain itu, Transient Tachypneu of the Newborn
(TTN) juga dapat disebabkan oleh system surfaktan paru yang immature dimana
dapat dilihat dari level phosphatydylglycerol dan phophatydylcholine yang
kemungkinan rendah pada pasien dengan Transient Tachypneu of the Newborn
(TTN).1,2,3,7
Transient Tachipneu of the Newborn (TTN) adalah penyebab tersering gangguan
napas pada neonatus yang muncul pada hari pertama kehidupan. Transient Tachypnea
of the Newborn (TTN) = Wet lung adalah suatu penyakit ringan pada neonatus yang
ditandai dengan gawat napas segera setelah lahir akibat gangguan penyerapan cairan
di alveoli dan biasanya terjadi pada bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan yang
lahir secara section secaria. 1,2,3,4
Beberapa faktor risiko terjadinya Transient Tachypnea of the Newborn baik pada
bayi, orang tua maupun proses persalinan antara lain :
1. Bayi dilahirkan secara operasi sesar
2. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit asma
3. Diabetes mellitus dan pengaruh sedasi
4. Asfiksia perinatal
5. Tidak adanya phosphatidylglycerol pada cairan amnion
6. Bayi laki-laki

Gejala klinis Transient Tachypnea of the Newborn berupa kesulitan bernapas


ringan, ditandai dengan napas cepat (frekuensi >60 kali permenit ), sianosis perifer

11
dan sentral, merintih, retraksi sternal, napas cuping hidup, hingga apneu periodik
kumpulan gejala tersebut disebut Respiratory Distress Syndrome (RDS). Gejala ini
umumnya akan membaik dalam beberapa jam atau kurang dari 24 jam atau bertahan
tidak lebih dari 72 jam. Pada kasus didapatkan gejala berupah pernapasan yang cepat
yaitu 80 kali/menit dan merintih, tetapi gejala berangsur membaik setelah 24 jam.
Pada kasus, bayi lahir secara operasi sesar sehingga dapat menyebabkan
Transient Tachypnea of the Newborn, Bayi yang dilahirkan secara operasi sesar akan
kehilangan kesempatan untuk mengeluarkan cairan paru mereka. Bayi yang
dilahirkan lewat persalinan per vaginam mengalami kompresi dada saat melewati
jalan lahir. Hal inilah yang menyebabkan sebagian cairan paru keluar. Kesempatan ini
tidak didapatkan bagi bayi yang dilahirkan operasi sesar.

Evaluasi gawat nafas dengan skor Down


Pemeriksaan 0 1 2
Frekuensi nafas < 60 kali/menit 60-80 kali/menit > 80 kali/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilangSianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Skor total Diagnosis
1-3 Sesak nafas ringan
4-5 Sesak nafas sedang
≥6 Sesak nafas berat

Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun dengan analisa
gas darah (blood gas analysis). Perhitungan indeks oksigenasi akan menggambarkan
beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi dengan gangguan napas harus hati-hati atau
waspada karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernapasan yang menonjol, tetapi

12
tidak menderita gangguan napas (misalnya asidosis metabolik, DKA = diabetik
ketoasidosis dan sebaliknya gangguan napas berat dapat juga terjadi pada bayi tanpa
gejala distres respirasi (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat atau infeksi).
Penilaian yang hati-hati berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan
pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan tentang diagnosis. Penilaian secara serial
tentang kesadaran, gejala respirasi, Analisis Gas Darah dan respons terhadap terapi
dapat merupakan kunci yang berarti untuk menentukan perlunya intervensi
selanjutnya.4,5
Transient Tachypnea of the Newborn ini bersifat self limiting disease, sehingga
pengobatan yang ditujukan biasanya hanya berupa pengobatan suportif. Prinsip
pengobatannya adalah:
1. Oksigenasi dan antibiotic
Oksigen yang diberikan biasanya melalui nasal kanul atau masker. Kebanyakan
bayi baru lahir diberi antibiotik berspektrum luas hingga diagnosis sepsis atau
pneumonia disingkirkan.7,10
2. Pemberian makanan
Jika pernafasan di atas 60 kali per menit, neonatus sebaiknya tidak diperi makan
per oral untuk menghindari risiko aspirasi. Jika frekuensi pernafasan kurang dari 60
kali per menit, pemberian makanan per oreal dapat ditolerir. Jika 60-80 kali per
menit, pemberian makanan harus melalui NGT. Jika lebih dari 80 kali per menit,
pemberian nutrisi intra vena diindikasikan.7,10
3. Cairan dan elektrolit
Status cairan tubuh dan elektrolit harus dimonitor dan dipertahankan normal.7,10

Pada kasus juga didapatkan ikterus pada hari ke – 2. Ikterus neonatorum adalah
keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit,
sklera dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebihan.
Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah
5-7 mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi

13
(indirect) pada neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dl pada usia 3 hari,
setelah itu berangsung menurun. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian
putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke
arah dada, perut dan ekstremitas.11

Ikterus neonatorum terdapat dua jenis yaitu ikterus neonatorum fisiologis dan
ikterus neonatorum non-fisiologis. Ikterus neonatorum fisiologis adalah ikterus yang
ditandai dengan, terjadi setelah 24 jam kelahiran, memuncak sekitar 6-8 mg/dl pada
hari ke-3 dan kemudian akan menurun cepat pada hari ke 2-3, diikuti penurunan yang
lambat sebesar 1 mg/dl.selama1-2 minggu. Sedangkan ikterus non-fisiologis ditandai
dengan, ikterus terjadi sebelum 24 jam kelahiran, setiap peningkatan kadar bilirubin
serum memerlukan fototerapi, peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5
mg/dl/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau
suhu yang tidak stabil, serta ikterus yang bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup
bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.12,13

Ikterus fisiologi dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme :10


1) Peningkatan produksi bilirubin yang disebabkan oleh :
a) Masa hidup eretrosit yang lebih singkat.
b) Peningkatan eritropoiesis infektif.
2) Peningkatan sirkulasi enterohepatik.
3) Defek uptake bilirubin oleh hati oleh karena kurangnya protein Y dan Z dalam
sel hepatosit.
4) Defek konjugasi karena aktivitas uridin difosfat glukoronil trasferase (UDPG-
T) yang rendah, sehingga enzim glucoronyl transferase yang belum cukup
jumlahnya.
5) Penurunan sekkresi hepatik. 10

14
Penyebab ikterus patologi
1) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 12
2) Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar. 12
3) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 12
4) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. 12

15
Gambar 1. Pembagian ikterus menurut Kramer

Gejala klinis ikterus dapat mengambarkan kadar bilirubin darah. Pasien ini
menunjukkan gejala ikterus Kramer III/IV. Menurut perkiraan dari Kramer

Derajat Ikterus Penjelasan Kadar bilirubin (mg/dL)


Preterm Aterm
I Kepala dan leher 4–8 4–8
II Dada sampai pusat 5 – 12 5 – 12
III Pusat bagian bawah sampai lutut 7 – 15 8 – 16
IV Lutut sampai pergelangan kaki 9 – 18 11 – 18
dan bahu sampai pergelangan
tangan
V Kaki dan tangan termasuk telapak > 10 > 15
kaki dan telapak tangan

16
Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang
menurun dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim
ditemukan tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya
kernikterus. 12

Metode terapi pada ikterus meliputi : terapi sinar (fototerapi), transfusi pengganti
(exchage tranfusion), pemberian ASI.
1) Terapi sinar (fototerapi)
Fototerapi terdiri dari radiasi dengan lampu energi foton yang akan merubah
struktur molekul bilirubin dari suau senyawa tetrapirol yang sulit larut menjadi
senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga bilirubin dapat diekskresikan ke
dalam empedu atau urin tanpa membutuhkan glukoronidase hepatik. Fototerapi
digunakan untuk mencegah kadar bilirubin yang memerlukan transfusi pengganti.
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg% pada bayi
dengan usia gestasi > 35 minggu. 11,14

Tabel 2. Panduan terapi sinar untuk bayi prematur


Berat Indikasi terapi sinar bilirubin serum total

1. < 1000 g Dimulai dalam 24 jam pertama


2. 1000-1500 g 7-9 mg/dl
3. 1500-2000 g 10-12 mg/dl
4. 2000-2500 g 13-15 mg/dl
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi dari
Cloherty JP, et al. Manual of neonatal care. Edisike-6

17
Diagram 1. Panduan terapi sinar untuk bay dengan usia gestasi > 35 minggu.
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi dari
American Academi of Pediatry (APP)

2) Transfusi pengganti
Transfusi pengganti merupakan metode tercepat untuk menurunkan konsentrasi
bilirubin serum. Indikasi transfusi pengganti yakni adanya anemia atau peningkatan
kadar bilirubin serum. Padapenyakit hemolitik neonatal, indikasi transfusi yakni
anemia (nilai hematokrit < 45%), direct Coombs’s (+), dan kadar bilirubin darah
umbilikus > 4 mg/dl, peningkatan kadar bilirubin seum > 1 mg/dl/jam selama lebih
dari 6 jam. 14

18
Tabel 3. Panduan terapi trasfusi tukar

Berat Indikasi trasfusi tukar bilirubin serum total

1. < 1000 g 10-12 mg/dl


2. 1000-1500 g 12-15 mg/dl
3. 1500-2000 g 15-18 mg/dl
4. 2000-2500 g 18-20 mg/dl
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi dari
Cloherty JP, et al. Manual of neonatal care. Edisike-6

Diagram 2. Panduan terapi sinar untuk bay dengan usia gestasi > 35 minggu.
Sumber : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia, 2009. Modifikasi dari
American Academi of Pediatry (APP)

3) Pemberian ASI
Dianjurkan ibu memberikan ASI dengan interval 2 jam dan tidak memberikan
makanan tambahan, atau setidaknya ASI 8-10 kali per 24 jam. Pemberian ASI yang
sering mungkin tidak akan meningkatkan intake bayi, tetapi dapat meningkatkan
peristaltik dan frekuensi BAB sehingga menigkatkan ekskresi bilirubin. 14

19
Pada kasus belum dilakukan fototerapi karena menurut kurva belum ada indikasi
untuk fototerapi, hanya pemberian ASI untuk meningkatkan ekskresi bilirubin. 14

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, N. 2013. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Indonesia 2013. Edisi
pertama. Hal. 126-137.
2. Abughalwa, M, Samer Tahla, etc. 2012. Antibiotic Therapi in Classic Transient
Tachypnea of the Newborn : A Necessary Treatment or Not ? A Prospective
Study. Neonatology Today. USA. Diakses dari : www.neonatologytoday.net
3. Salama, H, A. Mansour. 2013. Transient Tachypnea of the Newborn : Is Empiric
Antimicrobial Therapy Needed. Division of Neonatology. Qatar. Diakses dari :
www.originaalresearchttn.org.com
4. Bekdas, M, Sevil Bilir Goksugur. 2013. The Causes of Prolonged Transient
Tachypnea of the Newborn : A Cross Sectional Study in Turkish Maternity
Hospital. Diakses dari : http://www.seehsj.org
5. Neonatal Coordinating Group. 2017. Respiratory Problems and Management.
Neonatology Clinical Care Unit Guidelines King Edward Memorial Hospital.
Diakses dari : www.nccuguidelines-respiratory-problems-and-management.com
6. Kahvecioglu, D, Ufuk Cakir, etc. 2016. Transient Tachypnea of the Newborn :
Are There Bedside Clues for Predicting the Need of Ventilation Support. Divison
of Neonatology Ankara University Faculty of Medicine Turkey. Diakses dari :
www.theturkeysjournalofpediatric.org.com
7. Ikaria. 2012. Understanding Transient Tachypnea of the Newborn. Diakses dari :
www.81915-ttn_81915-ttn.com
8. Rahajoe, N. 2013. Buku Ajar Respirologi. Ikatan Dokter Indonesia 2013. Edisi
pertama. Hal. 6-8.
9. Pudjiadi, AH, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti. 2011. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 70-71. Diakses dari :
http://www.idai.or.id
10. Eunice Hagen, DO, Alison Chu. 2017. Transient Tachypnea of the Newborn.
Diakses dari : http://neoreviews.aappublications.org

21
11. Hermansen, CL. Kevin N Lorah. Respiratory Distress in the Newborn. Lancaster
General Hospital Pennsylvania. Diakses dari : www.aafp.org/afp
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta
13. Pudjadi Antonius, Hegar Badriul, Handrayastuti Setyo, dkk. Pedoman Pelayanan
Medis Edisi II, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta. 2011.
14. Martiza Iesje. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1 : Bab XV Ikterus
IDAI. Jakarta. 2015.

22

Anda mungkin juga menyukai