Bab Ii Aso Disolusi
Bab Ii Aso Disolusi
TINJAUAN PUSTAKA
1. Dasar Teori
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukan ke dalam beaker
glass yang berisi air atau dimasukan ke dalam saluran cerna (Saluran
gastrointestinal), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padanya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga
mengalami diistegrasi menjadi granul-granul, dan granul-grabuk mengalami
pemecahan menjadi partikel halus. Diintegrasi, deagregrasi dan disolusi bisa
berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat di tempat obat
tersebut diberikan (Martin, 2008).
Sejumlah metode untuk menguji disolusi dari tablet dan granul secara
in vitro dapat digunakan metode keranjang dan dayung. Uji hancur pada
suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi
partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi
lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan
tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang
diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini
tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji
disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet.
Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah
dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam
tablet (Martin, 2008).
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka
kecepatan obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu,
laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan
perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya
evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau
tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli
farmasi (Martin, 2008).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi
sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam
saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung
dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya
suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau
reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan
mengalami dua langkah berturut-turut (Gennaro, 1990):
a. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang
tetap atau film disekitar partikel
b. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair
Langkah pertama, larutan berlangsung sangat singkat. Langkah kedua,
difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut:
TABLET
ATAU KAPSUL
Disintegrasi
Absorbsi
GRANUL ATAU OBAT LARUT OBAT DALAM
AGREGAT DALAM DARAH, CAIRAN
LARUTAN (in TUBUH LAINNYA
vitro atau in vivo) DAN JARINGAN
(in vivo)
Deagregasi
PARTIKEL-
PARTIKEL
HALUS
Komposisi cairan lambung dan usus buatan, yaitu:
a. Cairan lambung buatan Lp larutkan 2,0 g Natrium klorida P dan 3,2 g
Pepsin P dalam 70 ml asam klorida P dan air secukupnya hingga 100
ml. Larutan mempunyai pH lebih kurang 1,2.
b. Cairan usus buatan Lp larutkan 6,8 g kalsium fosfat monobasa P
dalam 250 ml air, campur dan tambahkan 190 ml Natrium Hidroksida
0,2 N dan 400ml air. Tambahkan 10,0 g Pamureatin P, campur dan
atur pH hingga 7,5 0,1 dengan natrium hidroksida 0,2 N. Encerkan
dengan air hingga 1000 ml.
DAFTAR PUSTAKA