Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 2 BLOK 6.2


NEONATES – CHILDHOOD AND GERIATRIC

Dosen Pembimbing :
dr. Rita Halim, M.Gizi

KELOMPOK 6A :
Fia Mentari G1A115077
Dora Yolanda Simanungkalit G1A115079
Anisa Rifkia ZS G1A115081
Siti Sarah Elvia G1A115083
Wulan Sudaryani G1A115084
Bianti Putri Sekarani G1A115048
Agra Farellio Moniga G1A115055
Nailatul Fadhila G1A115060
Rizki Fajar Muttaqin G1A115061
Elsa Aulia G1A115094

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017/2018
SKENARIO

Nenek W, 73 tahun, jatuh terpleset di kamar mandi. Nenek w mengeluh kesakitan


pada tungkainya. Saat ini kesadaran Nenek W baik, ia dapat menjelaskan kepada
keluarga kronologis kejadian yang dialaminya. Nenek W segera dibawa ke RS
dan dokter melakukan pemeriksaan rontgen pada kedua tungkai dan ditemukan
adanya fraktur. Dokter menjelaskan saat ini Nenek W harus melakukan tirah
baring untuk proses penyembuhan yang optimal dan menjelaskan kepada keluarga
komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama. Dokter juga
menjelaskan Nenek W harus menjalani rehabilitasi setelah sembuh dari fraktur.
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Rontgen
Suatu pemeriksaan penunjang yang menggunakan radiasi untuk melihat
kondisi organ dalam tubuh.
2. Fraktur
Hilangnya kontinuitas pada tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya;
ditandai dengan nyeri, deformitas, dan pemendekan tulang.
3. Tirah Baring
Keadaan saat individu mengalami keterbatasan fisik.
4. Rehabilitasi
Proses refungsionalisasi untuk membantu penderita melakukan fungsi
sosialnya secara wajar kembali.
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa saja penyebab jatuh pada lansia?


2. Apa makna klinis Nenek W mengeluh kesakitan pada tungkai?
3. Apa makna klinis kesadaran Nenek W yang baik dan bisa menjelaskan
kronologis kejadian?
4. Apa saja macam/ jenis fraktur yang umumnya terjadi pada lansia?
5. Bagaimana prosedur pelaksanaan rontgen pada tungkai terutama pada lansia?
6. Apa saja penyebab fraktur dan bagaimana tanda dan gejala fraktur?
7. Bagaimana mekanisme terjadinya fraktur pada lansia?
8. Apa tujuan dilakukannya tirah baring pada kasus Nenek W?
9. Berapa lama waktu tirah baring yang dibutuhkan pada kasus Nenek W?
10. Bagaimana tirah baring yang baik pada fraktur lansia?
11. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dan tirah baring yang lama?
12. Apa saja tindakan rehabilitasi yang tepat pada Nenek W?
13. Apa saja tatalaksana pada kasus Nenek W?
14. Bagaimana proses penyembuhan fraktur pada lansia?
15. Bagaimana cara mencegah dan mengedukasi fraktur pada lansia?
BRAINSTORMING

1. Apa penyebab jatuh pada lansia?


Jawab:
A. Kecelakaan
B. Kardiovaskuler
C. Neurologi
Faktor ekstrinsik  alat bantu jalan, lingkungan, obat-obatan
Faktor intrinsik  fisik & neuropsikiatri; menurunnya visus &
pendengaran; menurunnya kerja muskuloskeletal.
2. Apa makna klinis nenek W mengeluh kesakitan pada tungkainya?
Jawab:
karena, Indikasi terjadinya fraktur pada tungkai Nenek W dan Menyenggol
saraf.
3. Apa makna klinis kesadaran nenek W yang baik dan dapat menjelaskan
kronologis kejadian yang dialaminya?
Jawab:
1. Memori atau daya ingat Nenek w masih baik
2. Kesadaran sempurna/ kompos mentis
3. Kecil kemungkinan terjadinya benturan kepala
4. Apa saja macam-macam fraktur terutama pada lansia?
Jawab:
Dekompresi  tingkat kepadatan tulang menurun
5. Bagaimana prosedur pelaksanaan rontgen pada tungkai Nenek W?
Jawab:
Sama pada umumnya
1. Pasien berbaring sesuai pengambilan gambar (AP, Lateral, dll)
2. Membuka aksesoris logam dan hal-hal yang dapat mengganggu
6. Apa saja penyebab fraktur dan apa tanda dan gejala fraktur pada lansia?
Jawab:
a. Menurunnya tingkat kepadatan tulang
b. Meningkatkan tekanan pada tulang
Tanda dan Gejala:
a. nyeri;
b. pergeseran tulang;
c. krepitasi;
d. pembengkakan;
e. perubahan warna
7. Bagaimana mekanisme terjadinya fraktur pada lansia
Jawab:
Menurunnya estrogen  menurunnya kepadatan tulang & osteoblas 
menurunnya densitas tulang (trauma)  fraktur  penyembuhan lama.
8. Apa tujuan dilakukan tirah baring pada kasus nenek W?
Jawab:
a. Pencegahan faktor resiko lain
b. Immobilisasi
c. Meningkatkan proses penyembuhan
9. Berapa lama waktu tirah baring yang dibutuhkan nenek W ?
Jawab:
rata-rata 6 bulan (tergantung proses penyembuhan dan lokasitulang yang
patah)
10. Bagaimana tirah baring yang baik pada fraktur lansia?
Jawab:
a. Sesekali di miringkan
b. Duduk beberapa jam
c. Terkena sinar matahari pagi hari minimal 30 menit
Tirah baring ada 2 yaitu, parsial dan total
11. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama?
Jawab:
a. DVT
b. Emboli paru
c. Ulkus dekubitus
d. Atropi otot
e. Kapasitas otak menurun (convulsio)  tirah baring total
f. Kekakuan pada sendi
12. Apa saja tindakan rehabilitasi yang tepat pada nenek W?
Jawab:
a. Latihan berjalan
b. Fisioterapi
c. Psikososial
13. Apa saja tindakan rehabilitasi yang tepat pada nenek W?
Jawab:
Tatalaksana:
a. Analgetik
b. Reposisi (Traksi)
c. Bidai (Fiksasi)
d. Rujuk (Operasi)
14. Bagaimana proses perbaikan/ penyembuhan fraktur?
Jawab:
a. Fase Inflamasi
b. Fase Proliferasi
c. Fase Pembentukan Kalus
d. Fase Remodelling
15. Bagaiman proses penyembuhaan fraktur?
Jawab:
A. Mencegah:
a. Primer: mencegah dari terjatuhnya lansia
b. Sekunder: mencegah terjadinya kerapuhan tulang
c. Tersier: menggunakan protektor atau pelindung

B. Edukasi:
a. pemeliharaan kebersihan lingkungan
b. latihan fisik ditingkatkan
c. pemantauan keluarga
ANALISIS MASALAH

1. Apa saja penyebab jatuh pada lansia?1


Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain:1
A. Kecelakaan:
Merupakan penyebab jatuh yang utama. Dapat terjadi karena beberapa
faktor seperti lingkungan yang tidak mendukung dan kelainan akibat
proses penuaan. Namun, dapat juga terjadi karena murni kecelakaan.
B. Nyeri kepala atau vertigo
C. Hipotensi orthostatic:
1. Hipovolemia/curah jantung rendah.
2. Disfungsi otonom
3. Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
4. Terlalu lama berbaring
5. Pengaruh obat-obatan hipotensi
6. Hipotensi setelah makan
D. Obat-obatan:
1. Diuretik/antihipertensi
2. Antidepresan trisiklik
3. Sedative
4. Antipsikotik
5. Obat-obatan hipoglikemik
6. Alkohol
E. Proses penyakit yang spesifik:

Penyakit-penyakit akut seperti:


1. Kardiovaskuler : a. Aritmia
b. Stenosis aorta
c. Sinkope sinus carotis

2. Neurologi : a. TIA
b. Stroke
c. Serangan kejang
d. Parkinson
e. Kompresi saraf spinal karena
spondylosis
f. Penyakit cerebelum
F. Idiopatik
G. Sinkope:
1. Drop attack
2. Penurunan darah ke otaksecara tiba-tiba
3. Terbakar matahari
H. Faktor-faktor situasional yang mungkin mempresipitasi
jatuh:
1. Aktivitas
2. Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)
3. Penyakit akut

Sumber :

Andayani R, Yudo MM. Jatuh Rejeki. Dalam H. Hadi M, Kris P (editor).


Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2015. 2(3): hal. 182-184.

2. Apa makna klinis nenek W yang mengeluh kesakitan pada tungkainya?2


Jawab :
Makna klinis dari nenek W yang mengeluh kesakitan pada tungkainya
adalah adanya kemungkinan terjadi kerusakan jaringan pada tungkainya
dimana jaringan tersebut bisa di kulit maupun jaringan yang lebih dalam.
Pada lansia rasa nyeri biasanya sudah menurunakibat kepekaan sarafnya
mulai berkurang. Namun, pada nenek W kepekaan sarafnya dapat
dikatakan baik karena masih dapat merasakan nyeri. Rasa nyeri dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu:2
a. Berdasarkan sifat:
A. Nyeri tajam:
Merupakan perasaan yang menyengat dengan lokasi yang jelas
dan rangsangan cepat dijalarkan ke pusat

B. Nyeri tumpul:
Nyeri ini dirasakan di kulit sampai jaringan yang lebih dalam,
terasa menyebar dan lambat dijalarkan sedangkan rangsangan
bersifat terus-menerus.

b. Berdasarkan kronologi:
A. Nyeri akut:
Biasanya disebabkan karena penyakit dan merupakan reaksi
biologis yang merupakan suatu peringatan bagi pasien untuk
mencari pertolongan.
B. Nyeri kronik:
Bila nyeri dirasakan lebih lama dari perjalanan penyakit atau
luka-lukanya, artinya rasa nyeri masih menetap sesudah
penyembuhan penyakit atau disertai dengan kielainan kronis.

c. Secara patofisiologik:
A. Nosiseptif
B. Neuropatik
C. Campuran/patofisiologi tak dapat ditentukan
D. Psikologik/psikogenik

Sumber :
Tjenol P, Hadi M. Nyeri pada Usia Lanjut. Dalam H. Hadi M, Kris P
(editor). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2015. 3(25): hal. 743-748.

3. Apa makna klinis kesadaran Nenek W yang baik dan bisa menjelaskan
kronologis kejadian?3
Jawab:
Kesadaran Nenek W yang baik dan bisa menjelaskan kronologis menandakan
fungsi kognitif Nenek W baik. Fungsi kognitif merupakan proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga reaksi dan
perilaku lansia menjadi semakin lambat. Fungsi kognitif dapat berhubungan
dengan risiko jatuh dimana perubahan di semua sistem di dalam tubuh
manusia tersebut, salah satu misalnya terdapat pada sistem saraf. Perubahan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dari fungsi kerja otak.
Sumber :
Pathy J, Sinclair A, Morley J. Principles and Practice of Geriatri
Medicine. Ed 4th. Vol 1. Part I, Chapter 5: Aging of The Brain. USA:
British Library Cataloguing in Publication Data. 2006.

4. Apa saja macam-macam fraktur yang umumnya terjadi pada lansia? 4


Jawab:
Jenis fraktur berdasarkan lokasinya yang sering terjadi pada lansia yaitu
fraktur kompresi vertebra, fraktur panggul, dan fraktur pinggul.:
a. Fraktur Kompresi Vertebra
Fraktur ini yang menyebabkan sakit punggung yang merupakan gejala
osteoporosis yang paling sering dijumpai. Gejala yang mungkin terjadi
paling awal adalah nyeri akut pada bagian tengah sampai bagian
bawah vertebra toraksika selama aktifitas harian rutin. Fokus pada
perawatan fraktur kompresi akut ini adalah mengurangi gejala sesegera
mungkin dengan bedrest pada posisi apapun untuk memberi
kenyamanan maksimum. Setelah nyeri berkurang, dapat dicoba untuk
bagun dan melakukan latihan fisik untuk memperbaiki deformitas
postural dan meningkatkan tonus otot.
b. Fraktur Panggul
Lansia yang mengalami fraktur ini biasanya karena terjatuh. Dan
memiliki resiko kematian sebesar 5-20% pada lansia akibat
fraktur.fraktur dapat menyebabkan cedera intraabdomen yang serius,
seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan
ruptur uretra serta kandung kemih.
c. Fraktur Pinggul
Manifestasi klinis fraktur ini adalah rotasi eksternal, pemendekan
ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi
fraktur.

Sumber :

Noor Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.


2016

5. Bagaimana prosedur pelaksanaan rontgen pada tungkai terutama pada lansia ? 5


Jawab :

Tungkai Bawah AP Telentang


Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan
nominal 50/ 100 di atas meja.
Ukuran kaset
18x43 cm (7 x 17 inci)
3 5x43 cm (14 x 17 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri)
a. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan,
letakkan kaset di atas meja. Sejajarkan arah
sinar terhadap susunan kaset tersebut.
b. Posisikan pasien. Jika mungkin, putar kaki
sedikit ke dalam dan fiksasi dengan kantong
pasir.
c. Pusatkan sinar dan sejajarkan lagi arah sinarnya, jika masih
memungkinkan. Sedikitnya, satu sendi harus terlihat pada film. Jika
pasien cedera, sendi yang terdekat dengan lokasi cedera harus terlihat.
Jika tungkai sedang digips, naikkan nilai pajanan.
d. Pajankan sinar X. Lakukan pemeriksaan tungkai lateral ekstremitas
bawah pada waktu yang bersamaan.
Tungkai Bawah Lateral Berbaring pada satu
sisi
Jika diduga ada fraktur, gunakan EKSTREMITAS
BAWAH
Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan
nominal 50/100 di atas meja.
Ukuran kaset
18x43 cm (7x 17 inci)
35x43 cm (14x17 inci)
Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri)
a. Pasien masuk ke kamar pemeriksaan, letakkan kaset di atas meja.
Sejajarkan arah sinar
terhadap susunan kaset tersebut.
b. Pasien berbaring pada sisi tubuh yang akan
diperiksa dengan lutut sedikit ditekuk yang
diletakkan tepat di atas kaset. Tekuk lutut
yang lain dengan sudut yang lebih besar dari
lutut yang diperiksa dan sandarkan di atas
meja.
c. Arahkan sinar di tengah-tengah bagian yang
akan diperiksa dan sejajarkan terus arah
sinarnya. Sedikitnya, satu sendi harus terlihat
pada film.
d. Pajankan sinar X.

Sumber :
Sandstrom Staffan,2003,(The WHO Manual of Diagnostic Imaging:
Radiographic Technique and Projections), Jakarta:EGC,99-100.

6. Apa saja penyebab dari fraktur dan apa tanda dan gejala dari fraktur?6,7,8
Jawab :
A. Faktor penyebab terjadinya fraktur adalah sebagai berikut: 6,7
a. Orang tua yang intake kalsium dan vitamin D yang tidak adekuat
juga olahraga yang tidak teratur semenjak massa muda
b. Peminum kopi dalam jangka waktu panjang
c. Lebih sering ditemukan pada perempuan karena hormone
esterogen yang sudah berkurang
d. Pada orang tua sistem integument menurun fungsinya,termasuk
fungsi untuk mensintesis vitamin D
e. Pada tulang terkena tekanan yang besar

B. Tanda dan gejala fraktur 8


Tanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan
antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

Sumber :

A. Fraktur (online). [diakses 30 maret 2018] diunduh dari URL


http://rspository.usu.ac.id/bitsteam/123456789/22361/4/Chapte
r%20II.pdf
B. Lansia (online). Diunduh dari URL
http://www.journals.elsevier.com/europan-geriatric-medicine/
C. (Setiati, Siti. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam: gangguan
keseimbangan, jatuh dan fraktur. Jakarta: pusat penerbitan
IPD FK-UI)

7. Bagaimana mekanisme terjadinya fraktur pada lansia?4


Jawab :
Fraktur pada lansia umumnya terjadi karena didapatkan kekuatan yang tiba-
tiba dan berlebihan pada tulang yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuhdengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan. Kekuatan yang tiba-tiba tersebut didukung dengan kondisi
kepadatan tulang yang menurun sehingga memudahkan terjadinya fraktur
pada lansia.
Sumber :
Noor Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika. 2016

8. Apa tujuan dilakukannya tirah baring pada kasus nenek W? 9,10


Jawab:
Tirah baring atau bed rest yaitu suatu keadaan dimana pasien
berbaring ditempat tidur selama hampir 24 jam setiap harinya dengan tujuan
untuk meminimalkan fungsi semua sistem organ.9 Imobilisasi didefinisikan
sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih. Namun,
tirah baring yang berlangsung lama dapat menyebabkan dampak
negatifterhadap sistem tubuh pasien. Upaya seperti mobilisasi dini dapat
dilakukan untuk mengurangi insiden dan mengurangi beratnya komplikasi
imobilisasi, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan dan kualitas
hidup pasien.10
Sumber:
A. Rosita tita, Riri maria. Mobilisasi dan timbulnya luka tekan pada
pasien tirah baring. Jakarta: Universitas Indonesia. 2014. Hal 1
B. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku
Ajar IlmuPenyakitDalamJilid III Edisi VI.Jakarta : Internal
Publishing. 2014. Hal 3761

9. Berapa lama waktu tirah baring untuk pasien fraktur? 11


Jawab:
Lama tirah baring yang diperlukan pada pasien fraktur berbeda, tergantung
pada bagian tulang mana yang mengalami fraktur.
No Posisi / lokasi fraktur Lamanya dalam minggu
1. Falang (jari) 3-5
2. Metakarpal 6
3. Karpal 6
4. Skafoid 10
5. Radius dan ulna 10-12
Humerus :
3
· Supra kondiler
8-12
6. · Batang
3
· Proksimal (impaksi)
6-8
· Proksimal(dengan pergeseran)
7. Klavikula 6-10
8. Vertebra 16
9. Pelvis 6
Femur :
24
· Intrakapsuler
10-12
10. · Intratrokhanterik
18
· Batang
12-15
· Suprakondiler
Tibia :
8-10
· Proksimal
11. 14-20
· Batang
6
· Maleolus
12. Kalkaneus 12-16
13. Metatarsal 6
14. Falang (jari kaki) 3

Menurut skenario Nenek W mengalami fraktur pada tungkai, namun tidak di


paparkan tulang tungkai yang mana yang mengalami fraktur sehingga dapat
dilihat dari tabel diatas lama tirah baring yang diperlukan oleh nenek W
berkisar antara 6-24 minggu.
Sumber:
Martono H, 2010. Buku Ajar Boedhi-DarmojoGeriatri
(IlmuKesehatanUsiaLanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.

10. Bagaimana tirah baring yang baik pada fraktur lansia? 12


Jawab:
Tirah baring ada 2, yaitu tirah baring partial dan tirah baring total. Pada tirah
baring total semua aktivitas dilakukan ditempat tidur atau tidak beraktivitas.
Tirah baring yang baik adalah dengan sering melakukan reposisi tubuh
pasien, sebaiknya paling lama setiap 2 jam. Reposisi tersebut dapat berupa
bergeser ke dan dari telentang, posisi miring 30 derajat kiri dan kanan, serta
dapat ditempatkan disamping tempat tidur. Posisi miring akan sangat berguna
untuk mencegah terbentuknya luka tekan pada lokasi yang paling umum
dibelakang, pinggul, dan ankles. Menjaga kepala ditinggikan kurang dari 30
derajat (kecuali setelah makan) akan meminimalkan gesekan. Selain itu,
bantal dapat ditempatkan antara lutut pasien dan pergelangan kaki untuk
meminimalkan tekanan dan gesekan atau di bawah betis untuk mengangkat
tumit.
Latihan isometris secara teratur 10-20% dari tekanan maksimal selama
beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan
isometri. Untuk mencegah terjadinya kontraktr otot dapat dilakukan latihan
gerak pasif sebanyak 1-2 kali sehari selama 20 menit. Pemberian minyak
setelah mandi atau mengompol dapat dilakukan untuk mecegah maserasi.
Sumber:
Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing.
2014. Hal 3765-5

11. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama? 13
Jawab:
Terdapat beberapa komplikasi dari imobilisasi antara lain :
a. Trombosis
Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguanvaskular perifer
yang penyebabnya multifaktorial, meliputi faktor genetik dan
lingkungan.Terdapat tiga faktor yang meningkatkan risiko trombosis vena
dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam karena trauma atau
pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam ,dan
berbagai kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah. Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di vena dalam
meliputi gagal jantung kongestif, imobilisasi lama, dan adanya gumpalan
darah yang telah timbul sebelumnya.Gejala trombosis vena bervariasi,
dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai.
b. Emboli Paru
Emboli paru dapat menghambat aliran darah keparu dan memicu
refleks tertentu yang dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan
nafas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian besar emboli paru disebabkan
oleh emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan dengan trombosis
vena dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombosis yang
biasanya berlokasi pada tungkai bawah yang pada gilirannya akan
mencapai pembuluh darah paru dan menimbulkan sumbatan yang dapat
berakibat fatal. Emboli paru sebagai akibat trombosis merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada pasien lanjut usia.
c. KelemahanOtot
Imobilisasi lama akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan
ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2%
sehari. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi sering kali terjadi
dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh.
d. Kontraktur Otot dan Sendi
Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami
kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri
yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau menggerakkan sendi
yang kontraktur tersebut.
e. Osteoporosis
Osteoporosis timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi
tulang dan pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resorpsi
tulang, meningkatkan kalsium serum, menghambat sekresi PTH, dan
produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama yang menyebabkan kehilangan
masa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
f. UlkusDekubitus
Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang
dapat mempengaruhi mikro sirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara
25 mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada kulit
atau jaringan lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi
pembuluh kapiler. Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan
mengakibatkan trombosis intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara
permanen mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas tekanan
mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat terbuka dan akhirnya
terbentuk luka akibat tekanan.
g. HipotensiPostural
Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20
mmHg dari posisi berbaring keduduk dengan salah satu gejala klinik yang
sering timbul adalah iskemia serebral, khususnya sinkop. Pada posisi
berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan kebagian tubuh inferior
terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut menyebabkan
penurunan curah jantung sebanyak 30%. Pada orang normal sehat,
mekanisme kompensasi menyebabkan tekanan darah tidak turun. Pada
lansia, umumnya fungsi baroreseptor menurun.Tirah baring total selama
paling sedikit 3 minggu akan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan posisi berdiri.
h. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi
pada pasien geriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal
tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi
terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar dan pasien mudah terkena
pneumonia. Aliran urin juga terganggu akibat tirah baring menyebabkan
infeksi saluran kemih. Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia
lanjut disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak
sempurna, gangguan status mental, dan gangguan sensasi kandungkemih.
i. Gangguan Nutrisi (Hipoalbuminemia)
Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin
yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi.
Salah satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar
plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga
menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak
beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi
nitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
j. Konstipasi dan Skibala
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin
lama fesestinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih besar sehingga
feses akan menjadi lebih keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan
penggunaanobat-obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien
imobilisasi.
Sumber:
Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal
Publishing. 2014. Hal 3762-5

12. Apa tindakan rehabilitasi yang tepat untuk nenek W? 14,15


Jawab:
Untuk memulai program rehabilitasi medic pada penderita lansia,
sebagai tenaga professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu, baik
penyakit yang menyertai maupun kemampuan fungsional yang mampu
dilakukan. Adapun aktivitas fisik yang dinilai adalah bathing, dressing,
toileting, transfering, continence dan feeding.
a) Program Fisioterapi
a. Aktivitas di tempat tidur
Alih baring, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi
b. Mobiliasi
Latihan bangun sendiri, duduk, berpindah dari tempat tidur kekursi,
berdiri, jalan, melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari
(mandi,makan,berpakaian)
b) Program Okupasi Terapi
Latihan ditujukan untuk mendukung kegiatan aktivitas sehari-hari. Hal
ini dilakukan dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas,
permainan atau langsung pada aktivitas yang diinginkan.
c) Program Ortetik Prostetik
Pada ortetisprostetis akan membuat alat penopang atau alat pengganti
bagian tubuh yang diperlukan sesuai dengan kondisi penderita.
d) Program Terapi Bicara
Program ini tidak selalu ditujukan untuk latihan bicara saja, tetapi
diperlukan juga untuk memberikan latihan pada penderita dengan
gangguan fungsi menelan, apabila ditemukan adanya kelemahan otot-otot
disekitar tenggorokan.
e) Program Sosial Media
Petugas sosial media memerlukan data pribadi maupun keluarga yang
tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur atau kondisi di
rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita.
f) Program Psikologi
Dalam merawat lansia sering memerlukan perhatian pada kondisi
emosionalnya yang mempunyai ciri-ciri khas pada lansia.
Sumber :
A. Price, Sylvia A,dkk. 2005. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses
Penyakit, vol. 2, ed 6. Jakarta: EGC
B. Lansia (online) diunduhdari URL
http://www.journals.elsevier.com/europan-geriatric-medicine/

13. Apa tatalaksana pada kasus nenek W? 16


Jawab:
Pada prinsipnya tatalaksana fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing dipilih bergantung sifat fraktur. Reduksi
tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-
ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi, dapat
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.1
Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Imobilisai
fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau
internal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksikontinui, pin
dan teknik gips atau fiksatoreksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan
logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi dibutuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu
intrakapsuler 24 minggu, intratrohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu
dan supra kondiler 12-15 minggu. 16
Penatalaksanaan kasus-kasus fraktur pada lansia terdiri dari: 16
1. Tindakan terhadap fraktur: Apakah penderita memerlukan tindakan
operatif, ataukah oleh karena suatu sebab tidak boleh dioperasi dan hanya
dilakukan tindakan konvensional. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan
bagian ortopedi.
2. Tindakan terhadap jatuh: Mengapa penderita mengalami jatuh, apa
penyebabnya, dan bagaimana agar tidak terjadi jatuh berulang.
3. Tindakan terhadap kerapuhan tulang: Apa penyebabnya, bagaimana
memperkuat kerapuhan tulang yang telah terjadi. Tindakan terhadap hal
ini biasanya tidak bisa mengembalikan tulang seperti semula, tetapi bisa
membantu mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan fraktur.
4. .Keperawatan dan rehabilitasi untuk mencegah komplikasi imobilitas
(infeksi, dekubitus, konfusio) dan upaya agar penderita secepat mungkin
bisa mandiri lagi.
Sumber:
Martono H, 2010. Buku Ajar Boedhi-DarmojoGeriatri
(IlmuKesehatanUsiaLanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.

14. Bagaimana proses penyembuhan fraktur? 4


Jawab:
Ketika mengalami cedera fragmen,tulang tidak hanya ditambal dengan
jaringan parut,tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada
beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang, yaitu:
1. Fase : Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam
jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah
tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi
oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan
daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
2. Fase : Proliferasi Sel
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, daninvasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, selendotel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus
dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan
akan merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Fase : Pembentukan Dan Penulangan Kalus (Osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawantumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan
tulangdigabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang
serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan
defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan
pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua
sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan
endokondral. Patahtulang panjang orang dewasa normal, penulangan
memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan
keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
4. Fase : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
tergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan,fungsi
tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan
tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal
kompak,khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling
telah sempurna,muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.
Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar
X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak
pada gambaran sinar X. Kemajuan program terapi (dalam hal ini
pemasangan gips pada pasien yang mengalami patah tulang femur telah
ditinggalkan dan diimobilisasi dengan traksi skelet) ditentukan dengan
adanya bukti penyembuhan patah tulang.
Sumber :
Helmi, Zairin Noor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal . Jakarta :
penerbit salemba medika.2003

15. Bagaimana cara mencegah dan mengedukasi fraktur pada lansia? 17, 18 , 19
Jawab:
a. Pencegahan 17,18
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat
menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal,
penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan
keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor
lingkungan.dibawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan
jatuh pada orang tua :
1. Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan
kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi,
dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga
bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang
dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan
semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
2. Managemen obat-obatan
Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:
1. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat
2. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama
pengobatan
3. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama
terutama sedative. Hindari pemberian obat multiple (lebih dari
empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat
4. Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan
3. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk
menghindari pusing akibat suhu di antara:
1. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan
berada dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu
2. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk
melintas.
5. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu
tambahan untuk daerah tangga.
6. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari
jalan yang biasa untuk melintas.
7. Gunakan lantai yang tidak licin.
8. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah,
menghindari tersandung.
9. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti
misalnya di kamar mandi.
4. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :
1. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4. Hindari olahraga berlebihan.
5. Alas kaki
Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
1. Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
2. Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk
menjaga keseimbangan
3. Pakai sepatu yang antislip
6. Alat bantu jalan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau
faktor yang mendasarinya.
A. Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu
meingkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan
langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk
membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda.,
karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan
secara individual.
B. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak
dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh
karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti
cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1
ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane.
Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh
kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2
ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang
paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas
atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh
frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat badan.
7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
9. Memelihara kekuatan tulang
1. Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti
meningkatkan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur
akibat terjatuh pada orang tua
2. Berhenti merokok
3. Hindari konsumsi alkohol
4. Latihan fisik
5. Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor
estrogen
6. Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
b. Edukasi 19
Edukasi adalah anjuran tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh
pasien selama berada di bangsal ataupun setelah pasien pulang ke rumah.
Edukasi yang diberikan berupa home program antara lain:
1. Memberikan motivasi agar pasien terus berlatih
2. Untuk mengurangi oedem pasien disuruh menyangga tungkai yang sakit
dengan bantal dan diletakkan lebih tinggi dari posisi jantung
3. menganjurkan pada pasien untuk melakukan gerakan dorsi fleksi-plantar
fleksi maupun inversi-eversi, fleksi-ekstensi lutut secara aktif yang
sebelumnya diberikan contoh oleh fisioterapi.
4. Menganjurkan pada pasien agar tidak menapakkan kaki yang sakit ke
lantai.
Sumber:
A. Craven & Hinrle. (2000). Pain perception and Management.
Fundamentals of nursing: Human health and function (3rd ed.).
Philadelphia: Lippincott.
B. Kozier & Erb. (2004). Pain Management.
Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice (7th ed.).
New Jersey: Pearson prentice hall.
C. Ekawati ID. 2008. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Post
Fraktur Cruris 1/3 Tengah Dextra. Di unduh pada
http://eprints.ums.ac.id/1806/2/J100050057.pdf di unduh tanggal
29-maret-2018.
MIND MAPPING

NENEK W
(73 TAHUN)

JATUH TERPELESET

FRAKTUR

TIRAH BARING:
 KOMPLIKASI
 Pedoman tirah baring
yang baik dan benar
Daftar Pustaaka

1. Andayani R, Yudo MM. Jatuh Rejeki. Dalam H. Hadi M, Kris P (editor).


Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2015. 2(3): hal. 182-184.
2. Tjenol P, Hadi M. Nyeri pada Usia Lanjut. Dalam H. Hadi M, Kris P
(editor). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi Ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2015. 3(25): hal. 743-748.
3. Pathy J, Sinclair A, Morley J. Principles and Practice of Geriatri Medicine.
Ed 4th. Vol 1. Part I, Chapter 5: Aging of The Brain. USA: British Library
Cataloguing in Publication Data. 2006.
4. Noor Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
2016
5. Sandstrom Staffan,2003,(The WHO Manual of Diagnostic Imaging:
Radiographic Technique and Projections), Jakarta:EGC,99-100.
6. Fraktur (online). [diakses 30 maret 2018] diunduh dari URL
http://rspository.usu.ac.id/bitsteam/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf
7. Lansia (online). Diunduh dari URL
http://www.journals.elsevier.com/europan-geriatric-medicine/
8. (Setiati, Siti. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam: gangguan
keseimbangan, jatuh dan fraktur. Jakarta: pusat penerbitan IPD FK-UI)
9. Rosita tita, Riri maria. Mobilisasi dan timbulnya luka tekan pada pasien
tirah baring. Jakarta: Universitas Indonesia. 2014. Hal 1
10. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar
IlmuPenyakitDalamJilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2014.
Hal 3761
11. Martono H, 2010. Buku Ajar Boedhi-DarmojoGeriatri
(IlmuKesehatanUsiaLanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.
12. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2014.
Hal 3765-5
13. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2014.
Hal 3762-5
14. Price, Sylvia A,dkk. 2005. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses
Penyakit, vol. 2, ed 6. Jakarta: EGC
15. Lansia (online) diunduhdari URL
http://www.journals.elsevier.com/europan-geriatric-medicine/
16. Martono H, 2010. Buku Ajar Boedhi-DarmojoGeriatri
(IlmuKesehatanUsiaLanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.

17. Craven & Hinrle. (2000). Pain perception and Management.


Fundamentals of nursing: Human health and function (3rd ed.).
Philadelphia: Lippincott.
18. Kozier & Erb. (2004). Pain Management.
Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice (7th ed.). New
Jersey: Pearson prentice hall.
19. Ekawati ID. 2008. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Post
Fraktur Cruris 1/3 Tengah Dextra. Di unduh pada
http://eprints.ums.ac.id/1806/2/J100050057.pdf di unduh tanggal 29-
maret-2018.

Anda mungkin juga menyukai