Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun yang disebabkan oleh
adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Hal ini
ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Sebelum memahami
tentang miastenia gravis,pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari
neuromuscular junction sangatlah penting.Membran presinaptik (membran saraf), membran
post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction.Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting
pada patofisiologi miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru
melawan reseptor asetilkolin.Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan
obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi dan Imunosupresif terapi
yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis

1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah definisi Miastenia Glavis?

2.Apa Etiologi Miastenia Glavis?

3.Bagaimana Patifisiologi Miastenia Glavis?

4.Bagaimana cara pengobatan dan asuhan keperawatannya Miastenia Glavis?

1.3 Tujuan

1.Mengetahui definisi Miastenia Glavis

2.Mengetahuin etiologic Miastenia Glavis

3.Mengetahui patifisologi Miastenia Glavis

4.Mengetahui cara pengobatan dan asuhan keperawatan Miastenia Glavis

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Miastenia Gravis yang berarti “kelemahan otot yang serius” adalah satu-satunya
penyakit neuromuskuler yang menggabungkan kelelahan cepat otot voluntar dan waktu
penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama
daripada normal). (Sylvia A. Price : 1148, 1995)
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial
(Brunner and Suddarth, 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi
impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina, 2002).

2.2 Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi


pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel
globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian
bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka
saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na,
sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan
Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita
antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun. Dahulu, angka kematian mencapai 90
%. Angka kematian menurun drastis sejak tersedia pengobatan dan unit perawatan
pernapasan.

2
Klasifikasi Klinis Miastenia Gravis

Klasifikasi Klinis
Kelompok I Miastenia Okular Hanya menyerang otot-otot ocular,
disertai ptosis dan diplopia
Kelompok Miastenia Umum
A. Miastenia umum ringan  Awitan (onset) lambat, biasanya
pada mata, lambat laun menyebar
ke otot-otot rangka dan bulbar
 System pernafasan tak terkena.
Respon terhadap terapi obat baik
 Angka kematian rendah
B. Miastenia umum sedang  Awitan bertahap dan sering
disertai gejala-gejala ocular, lalu
berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot-otot
rangka dan bulbar
 Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia
umum ringan. Otot-otot
pernafasan tak terkena
 Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas
klien terbatas, tetapi angka
kematian rendah
C. Miastenia umum berat 1. Fulminan akut:
 Awitan yang cepat dengan
kelemahan otot-otot rangka
dan bulbar dan mulai

3
terserangnya otot-otot
pernafasan
 Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan
 Respon terhadap obat buruk
 Insiden krisis miastenik,
kolinergik, maupun krisis
gabungan keduanya tinggi
 Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut
 Miastenia gravis berat timbul
paling sedikit 2 tahun setelah
awitan gejala-gejala kelompok
I atau II
 Miastenia gravis dapat
berkembang secara perlahan
atau tiba-tiba
 Respon terhadap obat dan
prognosis buruk
Sumber : Price dan Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta.
EGC, 1995 3

2.3 Patofisiologi

Otot rangka dan otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang berasal
dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar
aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan
bercabang berkali-kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf
motorik dan serabut otot yang dipersarafinya disebut unit motorik. Meskipun setiap
neuron motorik mempersyarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersyarafi
oleh hanya satu neuron motorik (Price dan Wilson, 1995).
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps neuromuscular atau hubungan neuromuskular. Hubungan neuromuskular

4
adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar : elemen
prasinaptik, elemen pascasinaptik dan celah sinaptik. Elemen prasinaptik terdiri dari
akson terminal yang terdiri berisi vesikel sinaptik dengan neurotransmiter asetilkolin.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (Button). Membran plasma
akson terminal disebut membran prasinaps. Elemen pascasinaps terdiri dari membran
pascasinaps atau ujung lempeng motorik dari serat otot. Membran pascasinaps dibentuk
oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps membran otot atau sarkolema kedalam
tonjolan akson terminal. Membran pascasinaps memiliki banyak lipatan yang sangat
meningkatkan luas permukaan.

Pada Miastenia Gravis, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor


asetilkolin normal menjadi menurun yang terjadi akibat cedera autoimun sehingga terjadi
penurunan potensial aksi yang menyebabkan kelemahan pada otot. Pada 90 % pasien
gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan ptosis dan diplopia. Otot wajah,
laring dan faring juga sering terlibat dalam Miastenia Gravis yang dapat mengakibatkan
regurgitasi melalui hidung ketika berusaha menelan dan pasien dapat mengalami aspirasi,
gangguan suara (disfonia). Kelemahan otot pernapasan juga ditandai dengan batuk lemah
dan akhirnya serangan dispnea, dan ketidakmampuan membersihkan mukus dari cabang
trakeobronkial. Selain itu terjadi kelemahan otot ekstremitas yang menyebabkan pasien
kesulitan untuk berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan di atas kepala (Misalnya
ketika sedang menyisir rambut).

5
2.4 PNP

Gangguan autoimun yang


merusak reseptor asetil kolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang


pada membrane postsinap

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot


karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal
membrane postsinap pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuscular

Kelemahan otot-otot

Otot-otot okular Otot wajah, Otot volunter Otot


laring, faring pernafasan

Gangguan otot Regurgitasi Kelemahan Ketidakmampu


levator palpebra makanan ke otot-otot an batuk efektif
hidung pada saat rangka Kelemahan
menelan otot-otot
Suara abnormal pernafasan
Ptosis & Diplopia Ketidak mampuan
menutup rahang
5.Hambatan
mobilitas
fisik
6.Intoleransi
8.Gangguan aktivitas 1.Ketidakefek
citra diri 3.Resti aspirasi tifan pola
4.Gangguan nafas
pemenuhan 2.Ketidakefek
nutrisi tifan
7.Kerusakan Krisis bersihan
komunikasi miastenia jalan nafas
verbal

Kematian

6
2.5 Treatment/Pengobatan

Pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta
membuang antibodi yang bersikulasi.
1. Obat anti kolinestrase
a. Piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
b. Diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan
meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
2. Terapi imunosupresif
a. Ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan
antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
b. Kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat
c. Pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibody
d. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus.
kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kelenjar timus.

2.6 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
2. Keluhan utama : Keluhan utama yang sering menyebabkan klien miastenia gravis
meminta pertolongan kesehatan sesuai dengan kondisi dari adanya penurunan atau
kelemahan otot-otot dengan manifestasi diplopia (penglihathan ganda), ptosis
(jatuhnya kelopak mata) merupakan keluhan utama dari 90% klien miastenia gravis,
disfonia (gangguan suara), masalah menelan dan mengunyah makanan. Pada kondisi
berat keluhan utamanya biasanya adalah ketidakmampuan menutup rahang,
ketidakmampuan batuk efektif dan dispnea.
3. Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis.
Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah
istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan

7
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak
mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan
otot. Selain itu juga perlu diperhatikan tentang riwayat penyakit sekarang, dahulu dan
riwayat penyakit keluarga.
4. Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata (ptosis),
diplopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering
mengalami gangguan citra diri.
5. Pemeriksaan fisik:
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mempunyai kemampuan atau penurunan batuk efektif,
produksi sputum, dispnea, prnggunaan otot-otot bantu pernafasan dan peningkatan
frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan
otot-otot pernafasan. Auskultasi buyi nafas tambahan seperti ronchi atau stridor
pada klien menandakan adanya akumulasi secret pada jalan nafas dan penurunan
kemampuan otot-otot pernafasan.
b. B2 (Bleeding)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi (takikardi/bradikardi)
dan tekanan darah (hipertensi/hipotensi) yang secara progresif akan berubah
sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain)
1) Tingkat kesadaran
Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik
2) Fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik yang mengalami
perubahan seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi
3) Pemeriksaan saraf cranial
a) Saraf I
Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan

8
b) Saraf II
Penurunan pada test ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya
penglihatan ganda
c) Saraf III, IV dan VI
Sering didapat adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimic dari
Pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada saraf VI
d) Saraf V
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-
otot wajah
e) Saraf VII
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik
lidah/triple-furrowed lidah
f) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g) Saraf IX dan X
Ketidakmampuan dalam menelan
h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu titik akibat kelemahan otot
motorik pada lidah/triple-furrowed lidah
4) System motorik
Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari system motorik.
Adanya kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada
hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas klien
5) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
pperiosteum derajat reflex pada respon normal
6) System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsy biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan
tubuh.
d. B4 (Bladder)

9
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
output urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal. Selain itu dimungkinkan adanya penurunkan fungsi kandung
kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

e. B5 ( Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan
menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan, kelemahan otot
diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan
mengganggu aktivitas perawatan diri.
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
b. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan
menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk
gejala-gejala pada krisis kolinergik.
c. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf
berulang.
d. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon
autoimun.

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
mucus dan penurunan kemampuan batuk efektif
3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuscular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal

10
C. Intervensi
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
Tujuan : dalam waktu 1×24 jam setelah diberikan intervensi, pola pernafasan
klien kembali efektif.
Kriteria hasil: irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan
kapasitas ventilasi, perawat
mengkaji frekuensi pernafasan,
kedalaman dan bunyi nafas, pantau
hasil tes fungsi paru-paru (volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan
inspirasi), dengan interval yang
sering dalam mendeteksi masalah
paru-paru, sebelum perubahan kadar
gas darah arteri dan sebelum tampak
gejala klinik.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
pernafasan, laporkan setiap perubahan dan kedalaman pernafasan, kita
yang terjadi dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan difragma memperluas
nyaman dalam posisi duduk daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) Peningkatan RR dan takikardia
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2- Auskultasi dapat menentukan
4 jam kelainan suara nafas pada bagian

11
paru-paru.
Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen dan
salah satu dari paru-paru.
Pada daerah kolaps paru suara
pernafasan tidak terdengar, tetapi
bila hanya sebagian yang kolaps
suara pernafasan tidak terdengar
dengan jelas.
Hal tersebut dapat menentukan
fungsi paru yang baik dan ada
tidaknya atelektasis paru
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika
dan nafas dalam yang efektif batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif
Kolaborasi untuk pemasangan Respirator mengambil alih fungsi
respirator ventilasi yang terganggu akibat
kelemahan dari otot-otot pernafasan.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan


produksi mucus dan penurunan kemampuan batuk efektif
Tujuan : dalam waktu 3×24 jam setelah diberikan intervensi, jalan nafas
kembali efektif. Tujuan utama dari intervensi adalah menghilangkan kuantitas
dari viskositas sputum untuk memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas.
Criteria hasil : dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara tambahan, dan
pernafasan klien normal (16-20×/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
nafas.
Intervensi Rasional
Kaji warna, kekentalan dan jumlah Karakteristik sputum dapat
sputum menunjukkan berat ringannya

12
obstruksi
Atur posisi semi fowler Meningkatkan ekspansi dada
Pertahankan asupan cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu
2500 ml/hari kecuali tidak mengencerkan secret dan
diindikasikan mengefektifkan pembersihan jalan
nafas. Alasan lain untuk
memperbanyak masukan cairan
adalah kecenderungan klien untuk
bernafas melalui mulut yang
meningkatkan kehilangan air.
Menghirup air yang diuapkan juga
membantu karena uap ini dapat
melembabkan percabangan bronchial.
Lakukan fisioterapi dada dengan Bila ada kelemahan otot abdominal,
teknik drainage postural, perkusi, interkostal, dan faring yang hebat,
fibrasi dada, serta lakukan suction klien tidak mampu batuk dan nafas
dalam atau membersihkan sekresi.
Terapi fisik dada yang terdiri atas
drainage postural bertujuan untuk
memobilisasi sekresi dan suction
untuk mengeluarkan secret dilakukan
sesering mungkin.
Drainage postural dengan perkusi dan
vibrasi menggunakan bantuan gaya
gravitasi untuk membantu menaikkan
sekresi sehingga dapat dikeluarkan
atau dihisap dengan mudah. Drainage
postural biasanya dilakukan ketika
klien bangun untuk membuang
sekresi yang telah terkumpul
sepanjang malam dan sebelum
istirahat, untuk meningkatkan tidur.

13
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan
Tujuan : infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan
edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal.
Infeksi pernafasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang
memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Criteria hasil : frekuensi nafas 16-20×/menit, frekuensi nadi 70-90×/menit,
dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu
tubuh.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas intervensi selanjutnya
Atur cara beraktivitas Sasaran klien adalah memperbaiki
kekuatan dan daya tahan. Menjadi
partisipan dalam pengobatan, klien
harus belajar tentang fakta-fakta dasar
mengenai agen-agen antikolinesterase
–kerja, waktu, penyesuaian dosis, dan
efek toksik. Dan yang penting pada
penggunaan medikasi dengan tepat
waktu adalah ketegasan.
Evaluasi kemampuan aktivitas Menilai tingkat keberhasilan dari
motorik terapi yang telah diberikan.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan


pengucapan kata, gangguan neuromuscular, kehilangan kontrol tonus
otot fasial atau oral
Tujuan : klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Criteria hasil : terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi, klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun

14
isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan komunikasi klien Kelemahan otot-otot bicara pada klien
krisis miastenia gravis dapat berakibat
pada komunikasi
Lakukan metode komunikasi yang Teknik untuk meningkatkan
ideal sesuai dengan kondisi klien komunikasi meliputi mendengarkan
klien, mengulangi apa yang mereka
coba komunikasikan dengan jelas dan
menbuktikan yang diinformasikan,
berbicara klien dengan kedipan mata
mereke dan atau goyangan jari-jari
tangan atau jari-jari kaki untuk
menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’. Setelah
periode krisis miastenik dipecahkan,
klien selalu mampu mengenal
kebutuhan mereka.
Beri peringatan bahwa klien di ruang Untuk kenyamanan yang
ini mengalami gangguan bicara, berhubungan dengan
sediakan bel khusus bila perlu ketidakmampuan berkomunikasi.
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh
karena ketergantungan atau
ketidakmampan berkomunikasi
Ucapkan langsung kepada klien, Mengurangi kebingungan atau
berbicara pelan dan tenang, gunakan kecemasan terhadap banyaknya
pertanyaan dengan jawaban ‘ya’ atau informasi. Memajukan stimulasi
‘tidak’ dan perhatikan respon klien komunikasi ingatan dan kata-kata
Kolaborasi : konsul ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal
bicara individual, sensorik dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi deficit dan
kebutuhan terapi

15
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal
Tujuan : citra diri klien meningkat
Criteria hasil : mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan
perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri
negatif
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual
persepsi dan hubungan dengan dalam menyusun rencana perawatan
derajat ketidakmampuan atau memilih intervensi
Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan
disfungsi pada klien mengatur perubahan fungsi secara
efektif dan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan membandingkan, mengenal
dan mengatur kekurangan
Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap
terpegaruh seperti sekarat atau bagian tubuh atau perasaan negative
mengingkari dan menyatakan inilah terhadap gambaran tubuh dan
kematian kemampuan yang menunjukkan
kebutuhan dan intervensi serta
dukungan dan emosional
Pernyataan pengakuan terhadap Membantu klien untuk melihat bahwa
penolakan tubuh, mengingatkan perawat menerima kedua bagian
kembali fakta kejadian tentang sebagai bagian dari seluruh tubuh.
realitas bahwa masih dapat Mengizinkan klien untuk merasakan
menggunakan sisi yang sakit dan adanya harapan dan mulai menerima
belajar mengontrol sisi yang sehat situasi baru
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan

16
baik dan memperbaiki kebiasaan harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengizinkan klien melakukan hal kemandirian dan membantu
untuk dirinya sebanyak-banyaknya perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi
Dukung perilaku atau usaha seperti Klien dapat beradaptasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengerian tentang
dalam aktivitas rehabilitasi peran individu masa mendatang
Monitor gangguan tidur, peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya
kesulitan konsentrasi, letargi dan depresi, umumnya terjadi sebagai
witdhrawal pengaruh dari stroke, dimana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut
Kolaborasi : rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran
neuropsikologi dan konseling bila ada yang penting untuk perkembangan
indikasi perasaan.

D. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah ditetapkan dari
diagnose yang ditegakkan sesuai hasil pengkajian yang dilakukan kepada klien.

E. Evaluasi
Dari intervensi yang ada dan implementasi yang dilakukan diharapkan :
1. Bersihan jalan napas efektif.
2. Mencapai fungsi pernapasan adekuat.
3. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan beradaptasi terhadap keletihan
4. Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif pilihan pasien
5. Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang positif.

17
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 3,
EGC, Jakarta.
2. Carpenito, L.J. (2001) Handbook of Nursing Diagnosis (Buku terjemahan), Ed.8. EGC,
Jakarta.
3. Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC,
Jakarta.
4. Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC: Jakarta.
5. Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
6. Sylvia, A. (2005), Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6, Vol 2, EGC,
Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai