Anda di halaman 1dari 6

SENSE OF PLACE DI KAWASAN KUMUH

STUDI KASUS KELURAHAN TAMAN SARI RW 11


KOTA BANDUNG

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah Psikologi Lingkungan


Dosen :

Disusun Oleh :
Puspita Kaniasari
250120180006

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS PADJAJARAN
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memiliki rasa tersendiri jika berada di suatu ruang, baik ruang terbuka
ataupun tertutup, rasa atau kesan ini dikenal dengan sebutan sense of place.
Menurut Rostamzadeh dkk (2012), Sense of place adalah sebuah konsekuensi dari
hubungan timbal balik antara manusia dengan tempat tinggalnya, dapat terlihat
sebuah kecenderungan manusia untuk lebih menyukai suatu tempat tertentu dimana
mereka merasa nyaman dan aman, biasanya cenderung kepada lingkungan dimana
mereka lahir. Suatu sense of place pada suatu tempat diklasifikasikan dari yang
mempunyai sense of place yang terlemah sampai yang terkuat (Kaltenborn, 1998)

Sense of place dapat terjadi dimana saja dan dapat memberikan kesan yang
timbul juga dipengaruhi oleh kegiatan yang terjadi di ruang tersebut misalnya Sense
of place yang terjadi pada ruang publik karena pada ruang publik tidak terdapat
batasan ruang sehingga manusia dapat secara bebas mengalami sense of place.
Selain itu, manusia juga dapat berinteraksi satu sama lain sehingga memiliki
sebuah memori dan pengalaman baru dan meninggalkan suatu kesan tersendiri
bagi manusia, yang menyebabkan terjadinya sense of place pada ruang publik
tersebut.

Kelurahan Tamansari khususnya RW 11 termasuk kedalam SK kumuh kota


Bandung dengan luas kumuh mencapai 3,3 Ha. Dalam RDTR Kota Bandung Tahun
2011-2031 terdapat rencana mengenai pembangunan rumah susun. Dalam
penelitian ini, Kelurahan Taman Sari khususnya RW 11 dipilih sebagai kawasan
penelitian karena kawasan kumuh yang terdapat di wilayah tersebut memiliki
sense of place sehingga penghuni permukiman tersebut tidak merasa tertarik
dengan adanya rumah susun tersebut dan menolak adanya pembangunan rumah
susun tersebut. Masyarakat di Kelurahan Taman Sari membuat memorandum
bertajuk “Poin-poin Tuntutan Warga RW 11 Tamansari Yang Bertahan dan
Menolak Proyek Rumah Susun” yang ditukukan kepada Komnas HAM, yang
isinya: Pertama, Komnas HAM memperjuangkan/memfasilitasi peningkatan status
hak atas tanah warga Tamansari RW 11 yang bertahan, menjadi hak milik. Warga
Tamansari harus mendapat hak prioritas peningkatan hak atas tanah, karena warga
sudah tinggal di RW 11 Tamansari lebih dari 30 tahun. Kedua, Komnas HAM
menginvestigasi dan merilis berbagai pelanggaran HAM terkait proyek rumah
deret. Ketiga, ungkap kekerasan aparat yang sudah mengintimidasi warga RW 11
Tamansari yang bertahan. Keempat, Komnas HAM jangan jadi fasilitator
kepentingan Pemkot Bandung dan kontraktor.

1.2 Isu Permasalahan


Kelurahan Taman Sari khususnya RW 11 menolak adanya pembangunan
rumah susun, sementara itu kawasan permukiman yang mereka tempati adalahh
kawasan kumuh yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sense of place
kelurahan taman sari khususnya RW 11.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Place Identity


Dimensi pertama dalam sense of place adalah place identity. Konsep identity
yang dikemukakan oleh Proshansky (Jorgensen dan Steadman, 2001) melibatkan
dimensi diri yang menentukan identitas personal individu berkaitan dengan
lingkungan fisik dan pola kompleks dari ide, kesadaran, dan ketidaksadaran,
keyakinan, kecenderungan perasaan, nilai, tujuan dan tendensi perilaku dan
kemampuan untuk menghubungkan semua itu dengan lingkungan. Seluruh subjek
memiliki kesadaran bahwa dirinya berasal atau tinggal di kawasan kumuh yang
padat penduduk dengan keterbatasan sarana dan prasarana. Seluruh subjek juga
memiliki kemampuan untuk merelevansikan bentuk kesadarannya dengan
lingkungan tempat tinggalnya, hal ini tergambar ketika mereka menyatakan diri
mereka berasal atau tinggal di Kelurahan Taman Sari.

Beberapa masyarakat yang berada di Kelurahan Taman Sari RW 11 memiliki place


identity terhadap lingkungannya. Mereka menyatakan bahwa kawasan kumuh
tersebut sebagai tempat untuk membesarkan anak-anak dan generasi penerusnya.
Mereka mengidentitaskan diri mereka serta keluarga mereka dalam lingkungan
tersebut. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat yang tingal di Kelurahan
tersebut sudah tinggal di kawasan tersebut selama ± 30 tahun, sehingga ketika
pemerintah menawarkan pembangunan rumah susun di kawasan tersebut,
masyarakat menolak karena sudah merasa nyaman dengan lingkungannya.

2.2 Place Attachment

Dimensi kedua dari sense of place adalah place attachment. Altman dan Low
(Jorgensen dan Stedman,2001) menggambarkan place attachment sebagai
ikatan yang positif yang terbangun antara individu atau kelompok dengan
lingkungannya. Semua subjek memiliki place attachment terhadap kawasan kumuh.
Seluruh subjek memiliki perasaan senang dan nyaman tinggal di kawasan kumuh
yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Hernandez (Najafi dan Kamal,
2012) mengidentifikasikan place attachment adalah sebuah ikatan afeksi yang
dibuat individu dengan tempat tertentu dimana mereka cenderung untuk menetap
dan merasa nyaman dan aman. Perasan-perasaan positif yang terbentuk dari
interaksi individu dengan lingkungannya adalah place attachment itu sendiri.
Sebagian masyarakat di kelurahan Taman Sari RW 11 menggambarkan alasan yang
mendasari dirinya memiliki keterikatan dengan kawasan tersebut, hal ini dikarenakan
oleh faktor sosial masyarakat yang ada pada lingkungan tersebut. Masyarakat
merasakan adanya kedekatan yang terjalin dengan masyarakat yang tinggal di
lingkungan sekitar. Masyarakat juga merasakan perasaan bahagia dan senang tinggal
di lingkungan tersebut.

Masyarakat menggambarkan keterikatannya melalui perasaan nyaman tinggal


di lingkungan tersebut hal ini dikarenakan masyarakat kebanyakan sudah menempati
kawasan tersebut selama ±30 tahun. Selain itu masyarakat juga memiliki perasaan
senang tinggal di kawasan tersebut karena terdapat beberapa program bantuan dari
pemerintah baik untuk memperbaiki lingkungan maupun memperbaiki rumah yang tidak
layak huni. Faktor sosial juga mempengaruhi dalam rasa place attachment. Terdapat
hubungan langsung antara tingkat place attachment dan minat atau ketertarikan dengan
tempat tersebut, ketika seseorang terikat dengan suatu tempat, ia akan peduli dengan
semua yang ada di tempat tersebut. Hal ini muncul dari aktivitas dan interaksi antara
manusia dengan tempat dan manusia dengan manusia dalam tempat tertentu. Beberapa
masyarakat menggambarkan tingkat kepedulian terhadap lingkungannya dengan
menjaga agar setiap pelaksanaan proses kegiatan yang berhubungan dengan bantuan
pemerintah akan bernilai positif bagi lingkungannya maupun bagi masyarakat itu
sendiri. Masyarakat menyatakan tidak ingin pindah dari kawasan tersebut karena
memiliki harapan akan adanya perbaikan rumah yang tidak layak huni daripada
pembangunan rumah susun. Tidak ingin berpindah ketempat lain dan harapan positif
terhadap keadaan masyarakat menunjukan adanya keterikatan terhadap lingkungan
tersebut.
2.3 Place Dependence

Dimensi ketiga dalam sense of place adalah place dependence. Stokols dan
Shumaker (Joregensen dan Stedman, 2001) mendefinisikan place dependence
sebagai kekuatan asosiasi antara dirinya dengan tempat tertentu. Place dependence
diukur dari seberapa baik individu dapat mencapai sebuah tujuan dengan beberapa
alternatif pilihan dari kesempatan yang diberikan suatu tempat untuk pemenuhan
tujuan dan kebutuhan beraktifitas.

Masyarakat di lingkungan tersebut memiliki place dependence yang terkait


dengan kekuatan individu dalam hal pemenuhan tujuan dan kebutuhan beraktifitas,
karena masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut didominasi dengan pekerjaan
sebagai pedagang. Masyarakat sekitar merasa bahwa jika mereka pindah ke rumah
susun maka cukup sulit untuk mempersiapkan dagangan mereka yang didominasi
menggunakan roda.

Anda mungkin juga menyukai