Pak Nur Khutbah Jumat - Puasa - .Kepangkatan
Pak Nur Khutbah Jumat - Puasa - .Kepangkatan
Oleh:
Nur Hadi Ihsan
Khutbah Jum'ah disampaikan di Masjid Jami' Pondok Modern Darussalam Gontor,
15 Ramadan 1425 / 29 Oktober 2004.
Sudahkah kita mengerti dan memahami serta menyadari apa tujuan dari disyariatkannya
puasa itu?
ياأيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب علي الذين من قبلكم
لعلكم تتقون
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa.
Menjadi orang yang bertakwa adalah tujuan dari menjalankan ibadah puasa. Dalam
melaksanakan suatu kegiatan, seseorang menetapkan tujuan. Jika tujuan itu tercapai,
maka kegiatan itu dikatakan berhasil. Tetapi jika tujuannya tidak tercapai, maka kegiatan
itu dinyatakan gagal. Demikian pula halnya dengan ibadah puasa, jika setelah
menjalankan ibadah puasa itu seseorang menjadi muslim yang muttaqin, maka puasanya
itu berhasil. Demikian pula sebaliknya.
Salah satu rukun dalam berkhutbah adalah berwasiat kepada para jama'ah untuk
bertakwa. Karena itu, takwa adalah kata yang sudah sering kita dengarkan. Biasanya para
khatib menyampaikan bahwa yang dimaksud bertakwa itu adalah menjalankan perintah-
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Menjalankan semua perintah dan
menjauhi segala larangan Allah adalah indikator, tanda, petunjuk dan perilaku yang dapat
diamati dari seseorang yang bertakwa. Ini merupakan perwujudan lahir dari ketakwaan
seseorang. Sebab Nabi mengatakan bahwa takwa itu sendiri letaknya di dalam kalbu
التقوي ها هنا.
Inti dari ketakwaan adalah selalu ingat Allah. Yakni suatu kesadaran yang mendalam
pada diri kita bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita; suatu kesadaran mengenai
kemaha-hadiran Allah dalam segala ruang dan waktu; suatu kesadaran bahwa Allah
senantiasa bersama kita. Atau dalam ungkapan yang lebih pendek, takwa itu adalah
sebuah "kesadaran ketuhanan" (God consciousness). Allah berfirman dalam surat al-
Hadid ayat 4:
Sikap semacam ini akan menjadikan seseorang senantiasa berbuat baik, selalu
melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah, selalu berbuat yang terpuji,
selalu melakukan sesuatu yang diridai Allah. Serta tentu saja karena menyadari akan
kehadiran Allah dan kebersamaan dengan-Nya, dia akan menghindari perbuatan jahat,
menjauhi segala larangan-Nya, menghindari segala perbuatan yang tercela, selalu
menjauhi perbuatan apapun yang dapat mendatangkan murka-Nya.
Berangkat dari kesadaran ketuhanan yang terhunjam di dalam kalbu, akan memancar
sifat-sifat mulia dan terpuji dalam perilaku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.
Jika individu-individu dalam masyarakat memiliki sikap dan perilaku yang demikian,
maka akan tercipta suatu kehidupan masyarakat ideal yang bermoral dan beradab yang
dicita-citakan oleh semua. Inilah gambaran sebuah masyarakat yang dibangun di atas
fondasi takwa kepada Allah SWT. Dan salah satu sarana untuk mewujudkannya adalah
melalui ibadah puasa di bulan Ramadan, sebagaimana telah tersebut dalam firman Allah
di atas.
(كل عمل ابن آدم له إل الصيام فإنه لي و أنا أجزي به )رواه البخاري
Setiap amal anak Adam itu bagi dirinya sendiri, kecuali puasa,
sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan
pahalanya.
Keunikan ibadah puasa ini dijelaskan oleh Abu Talib al-Makki dalam karyanya Qut al-
Qulub antara lain sebagai berikut.
1. Untuk ibadah-ibadah wajib yang lain Allah telah menetapkan pahala apa yang
akan diterima oleh yang mengamalkannya. Sementara untuk puasa tidak siapapun
yang tahu pahalanya. Hanya Allah-lah yang tahu, dan Dia hanya mengatakan
bahwa Dialah yang akan menanggung pahalanya. Tentu hal ini karena pahala
puasa itu tidaklah terhitung besarnya (yakunu ajruhu bi ghairi hisab).
2. Penisbatan pahala puasa kepada Allah ini adalah karena keutamaan dan
kekhususan ibadah puasa. Karena Allah lebih mengutamakan dan menyukai
ibadah ini daripada ibadah-ibadah lainnya.
3. Ibadah puasa ini merupakan peribadatan yang bersifat rahasia, sangat pribadi dan
personal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hanya dua pihak itu yang tahu,
tidak ada pihak lain yang mengetahui dengan sebenarnya bagaimana puasa itu
ditunaikan.
Lebih lanjut keunikan ibadah puasa ini dapat dijelaskan bahwa berbeda dari ibadah-
ibadah lainnya yang mudah diamati dan tampak pada mata, maka tidaklah demikian
dengan puasa. Kita dengan mudah dapat mengetahui apakah seseorang itu menunaikan
salat atau tidak. Kita juga tidak kesulitan untuk tahu apakah seseorang itu mengeluarkan
zakat atau tidak. Apalagi dengan ibadah haji yang lebih bersifat demonstratif, tentu kita
lebih mudah mengetahui apakah seseorang itu sudah menunaikan ibadah haji atau belum.
Tetapi tidak demikian halnya dengan puasa. Untuk mengetahui bahwa seseorang itu tidak
berpuasa memang mudah. Tetapi untuk mengetahui apakah seseorang itu benar-benar
berpuasa, tidaklah dengan serta merta bisa diketahui. Hanya seseorang itu dan
Tuhannyalah yang tahu. Mengapa demikian? Karena hanya dengan menelan seteguk air
atau secuil makanan puasa kita telah batal, meski tidak seorang pun yang tahu perbuatan
itu. Di hadapan orang lain, bisa saja seseorang itu berpura-pura masih berpuasa, padahal
sebenarnya tidaklah demikian. Di sini hanya dia dan Tuhannyalah yang tahu.
Di sinilah benih-benih ketakwaan mulai disemaikan. Ketika seseorang dalam
kesendiriannya, tanpa kehadiran siapa pun, tetap tidak makan dan minum betapapun dia
merasa lapar dan dahaga; dia tetap menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
betapapun godaan yang ia temui. Ini merupakan awal ketakwaan, sebuah kesadaran
penuh bahwa Allah senantiasa melihatnya, bahwa Allah selalu bersamanya.
Tentu saja puasa yang dapat melahirkan ketakwaan itu bukanlah sekadar menahan diri
dari makan, minum, dan berhubungan suami istri. Puasa yang hanya seperti ini telah
disindir oleh Rasulullah bahwa pelakunya tidak akan mendapatkan kecuali lapar dan
dahaga.
بارك الله لي و لكم في القرآن العظيم و نفعني و إياكم بما فيه من
اليات و الذكر الحكيم و تقبل مني و منكم تلوته إنه هو السميع
العليم.