Lapkas Awin Revisi
Lapkas Awin Revisi
Disusun Oleh :
Ai Winarti Dewi Lestari, S.Ked
Preseptor :
dr. Silman Hadori, Sp.Rad, MH.Kes
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. R
Tanggal Lahir : 06 Januari 1945
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tanggamus
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
No.RM : 04.83.05
Masuk RSPBA :06 Desember 2018
2.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
B. Keluhan Tambahan
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas sejak 1
tersebut hanya disebabkan oleh penyakit magh saja sehingga setiap kali
keluhannya berkurang.
Sejak 2 hari SMRS, nyeri terasa lebih berat dan berlangsung + 30-60
sejak + 10 tahun yang lalu. Tidak ada keluhan muntah, BAK normal,
BAB normal. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh OS.
✓ Diabetes – Gonore
– Kholera – Hipertensi
– Penyakit prostat – Ulkus ventrikulus
– Pneumonia – Ulkus duodeni
– Pleuritis – Gastritis
– Alergi – Batu empedu
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal
Kakek – – –
Nenek – – –
Ayah – – –
Ibu – – –
Saudara – – –
Anak-anak – – –
F. Anamnesis Sistem
G. Riwayat Kebiasaan
Frekuensi/hari : 2 x/ hari
Variasi/hari : Bervariasi
I. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Kulit
Kepala
Rambut : Normal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Faring : Normal
Leher
Thorak
Ekstremitas
Hepar
tidak menebal, tidak tampak massa, vena porta dan vena hepatika tidak
Kandung Empedu
massa
Pankreas
Ginjal Kanan :
Ginjal Kiri :
batas tegas, tepi reguler, soliter, ukuran + 1,42 x 1,13 cm, sistem
Vesika Urinaria
KESAN :
keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS. Mual (+), muntah (-),
gatal diseluruh badan, riwayat DM (+), BAK normal, BAB normal. Dari
pemeriksaan kimia darah gula darah sewaktu 381 mg/dl. Pada pemeriksaan
USG full abdomen didapatkan batu pada kandung empedu dan simple cyst
ginjal kiri.
Anamnesis :
- Nyeri perut kanan atas menjalar sampai ke pinggang
- Mual terutama ketika makan
- Tidak nafsu makan
- Gatal-gatal
- Diabetes Melitus
Pemeriksaan fisik
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, caput medusa (-), ikterik (-)
Pemeriksaan penunjang :
- GDS : 381 mg/dl
- USG Ginjal kiri : Simple Cyst (+) ukuran + 1,42 x 1,13 cm
- USG Kandung empedu : Batu (+) diameter + 1,50 cm,
Diagnosis Kerja
Kolelithiasis + Simple Cyst Ren Sinistra
Diagnosis Differensial
1. Kolesistitis
L. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Tirah baring
2. Diet rendah lemak
B. Farmakologi
IVFD RL 20 gtt/menit
Omeprazole 2x1 vial (IV)
Ondancentron 2X1 amp (IV)
Ketorolac 2x1 amp (IV)
Cetirizine 1x1 tab
Metformin 2x1 tab
M. RENCANA PEMERIKSAAN
C. Radiografi BNO
N. Prognosis
07 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, nafsu makan
menurun, gatal-gatal
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36 o C
Pernapasan :20 x/menit
GDS : 250 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P IVFD RL 20 gtt/menit
Omeprazole 2x1 vial (IV)
Ondancentron 2X1 amp (IV)
Ketorolac 2x1 amp (IV)
Cetirizine 1x1 tab
Metformin 2x1 tab
08 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, demam,
menggigil
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 210 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P IVFD RL 20 gtt/menit
Omeprazole 2x1 vial (IV)
Ondancentron 2X1 amp (IV)
Ketorolac 2x1 amp (IV)
Cetirizine 1x1 tab
Metformin 2x1 tab
Paracetamol 500mg 3x1 tab
11 Desember 2018
S Perut masih terasa nyeri dan menjalar sampai ke pinggang, mual, demam,
menggigil (-)
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 200 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Dyspepsia
P IVFD RL 20 gtt/menit
Omeprazole 2x1 vial (IV)
Ondancentron 2X1 amp (IV)
Ketorolac 2x1 amp (IV)
Cetirizine 1x1 tab
Metformin 2x1 tab
Paracetamol 500mg 3x1 tab
12 Desember 2018
S Nyeri perut sudah berkurang, mual (-), demam (-), mengigil (-)
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Pernapasan :22 x/menit
GDS : 220 mg/dl
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+)
Leher:
JVP 5-2 cm H2O
Paru:
I: Bentuk normal, pergerakan dada simetris
P: Vokal fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikuler (+/+)
Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: –batas jantung atasICS II linea parasternalissinistra
–batas jantung kiriICS IV linea midclaviculasinistra
–batas jantung kananICS IV linea parasternalis dextra
A:bunyi jantung S1 dan S2 normal
Abdomen:
I: Dinding perut cembung
P : Nyeri tekan pada perut kanan atas
P: Nyeri ketok CVA (-)/(-)
A: Bising usus normal
Extremitas:
Tidak ada kelainan
A DM Tipe II + Kolelithiasis + Kista simple ginjal kiri
P Boleh Pulang dan Kontrol ke Poli Bedah
BAB III
ANALISIS KASUS
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 KOLELITHIASIS
4.1.1 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti
buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu.
Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu
terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
inter lobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran
ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.
Empedu terdiri atas air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan
pigmen empedu. Konsentrasi natrium, kalium, kalsium, dan klorin di empedu
sama dengan di plasma atau cairan ekstraselular. pH empedu hepatic biasanya
netral atau sedikit lebih basa, tetapi dengan diet yang bevariasi menyebabkan
peningkatan protein di empedu sehingga pH menjadi lebih asam. Garam
empedu primer, cholate, dan chenodeoxycholate,disintesis dari kolesterol pada
hati, kemudian dikonjugasikan dengan taurin dan glisin, yang pada empedu
bertindak sebagai anion (asam empedu) yang diseimbangkan oleh natrium.
Garam empedu diekskresikan ke empedu oleh hepatosit dan turut dalam
proses pencernaan dan absorbsi lemak di usus. Di usus, sekitar 80 % dari asam
empedu yang terkonjugasi diabsorbsi di ileum terminal, sisanya kemudian
didehidrooksilasi (dekonjugasi) oleh bakteri usus, membentuk asam empedu
sekunder deoxycholate dan lithocholate yang diabsorbsi di kolon, kemudian
dibawa kembali ke hati, dikonjugasikan, dan disekresikan ke empedu. Sekitar
95 % dari asam empedu direabsorbsi dan kembali ke hepar melalui sistem
vena portal, sehingga disebut sebagai sirkulasi enterohepatik. Lima persen
diekskresikan ke feses.10
- Aktivitas Motorik
- Regulasi Neurohormonal
c. Sfingter Oddi
- Obesitas *
- Kehamilan
- Multiparitas
- Wanita
- Obat – obatan : ceftriaxone, estrogen postmenopause
- Diet
- Penyakit ileum, reseksi atau by pass
- Peningkatan usia
Tabel 1. Faktor Risiko Kolelitiasis
4.1.4 Patofisiologi
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. 6
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 6
Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 6
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. 6
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes
fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung
dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.
Walaupun sering peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada
banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular
dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul
sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim
hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak. 14
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak
25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan
produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling
sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml),
sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan
bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml. 14
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat
transaminase) danAspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat
transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel
hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup
tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu,
terutama obstruksi saluran empedu. 14
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel
duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat
menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan
di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat
selama kehamilan karena sintesis plasenta. 14
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika. 6
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. 10
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa
diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau
pankreas (seperti massa atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini,
ultrasonografi jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal untuk memulai
evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik
berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis ekstrahepatik. Jika tidak
didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis intrahepatik.
Ketepatan ultrasonografi dalam membedakan antara kolestatis intra dan
ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi
jelas melebihi 90% . Distensi usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.14
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu. 6
5. HIDA Scan (Biliary Radionuclide Scanning)
Merupakan pemeriksaan non invasive terhadap hati, kandung empedu,
duktus bilier, dan duodenum dengan informasi anatomic dan fisiologis.
Technetium-labeled derivatives of dimethyl iminodiacetic acid (HIDA)
diinjeksikan secara intravena, yang kemudian akan dibersihkan oleh sel Kupffer
pada hati, dan diekskresikan ke kandung empedu. Ambilan oleh hati akan
dideteksi dalam waktu 10 menit, kandung empedu, duktus bilier, dan duodenum
akan tampak dalam waktu 60 menit pada kondisi puasa. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk diagnosis kolesistitis akut, yang akan menunjukkan gambaran
non visual dari kandung empedu, yang dengan cepat mengisi duktus koledokus
dan duodenum. Hasil false positive pada pemeriksaan ini meningkat pada pasien
dengan stasis bilier dan pada pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral.
Pengisian kandung empedu dan CBD dengan pengisian duodenum yang lambat
atau tidak ada mengindikasikan adanya obstruksi pada ampula. Kebocoran saluran
bilier akibat pembedahan pada kandung emppedu atau saluran bilier dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan ini.10
6. CT – Scan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. 6
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan
tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 6
Pilihan penatalaksanaan antara lain : 12
Terapi Non Bedah
Terapi non bedah merupakan pilihan terapi untuk batu empedu berupa
terapi disolusi oral dengan asam empedu, asam ursodeoxycholic dan
chenodeoxycholic; contact dissolution dengan bahan pelarut organic (metil tert –
butyl eter), dan extracorporeal shock wave biliary lithotripsy. Terapi ini jarang
digunakan saat ini. Terapi disolusi oral diindikasikan batu kolesterol simtomatik
dan kandung empedu yang berfungsi dengan normal. Terapi ini hanya efektif pada
batu kolesterol, oleh karena itu tidak diindikasikan pada batu dengan gambaran
radioopak atau bila terdapat kalsifikasi pada gambaran CT – Scan. Disolusi batu
tersebut berhasil pada 40 % pasien, namun angka kekambuhannya 50 % dalam 5
tahun bila terapi dihentikan. Contact dissolution dengan pelarut organic
membutuhkan kanulasi ke kandung empedu dengan infuse pelarut ke kandung
empedu. Terapi ini juga hanya efektiif pada batu kolesterol dengan angka
kekambuhan yang hampir sama dengan disolusi oral.13
Terapi Bedah
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 12
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.7 Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 12
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 12
DAFTAR PUSTAKA