Anda di halaman 1dari 7

Nama Anggota Kelompok 1:

1. Annida Elfiana Citra Ardianty (170331614055)


2. Devi farah afifah (170331614027)
3. Eva Kurnia (170331614010)
4. Muhammad Al Mubarok (170331614050)

A. PENGERTIAN

Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan
diakibatkan oleh faktor hereditas dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6
bulan. Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat
menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur
hidup, walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi
Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi Sarjana dan dapat
bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan
rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya tidak menyahut atau tidak memandang mata si
pembicara, ketika diajak berbicara. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap
kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun
memahami emosi serta perasaan orang lain.
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari
gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah
satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive
Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu
gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi
selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme. Autisme
adalah yang terberat di antara PDD.
Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak
kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penderita autisme juga dapat mengalami masalah
dalam belajar, komunikasi, dan bahasa. Seseorang dikatakan menderita autisme apabila
mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara
kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif,
dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.

2. GEJALA AUTISME
Kemunculan gejala dan tingkat keparahan pada tiap penyandang autisme sangat
bervariasi. Tingkat keparahan autisme umumnya ditentukan berdasarkan masalah komunikasi
dan perilaku repetitif yang dialami oleh penderitanya serta bagaimana gangguan-gangguan ini
memengaruhi kemampuannya untuk berfungsi dalam masyarakat.

Secara umum, gejala autisme terdeteksi pada usia awal perkembangan anak sebelum mencapai
tiga tahun. Berikut adalah beberapa gejala umum autisme:

Gejala Menyangkut Interaksi dan Komunikasi Sosial

 Perkembangan bicara yang lamban atau sama sekali tidak bisa bicara.
 Tidak pernah mengungkapkan emosi atau tidak peka terhadap perasaan orang lain.
 Tidak merespons saat namanya dipanggil, meski kemampuan pendengarannya normal.
 Tidak mau bermanja-manja atau berpelukan dengan orang tua serta saudara.
 Cenderung menghindari kontak mata.
 Jarang menggunakan bahasa tubuh.
 Jarang menunjukkan ekspresi saat berkomunikasi.
 Tidak bisa memulai percakapan, meneruskan obrolan, atau hanya bicara saat meminta
sesuatu.
 Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
 Sering mengulang kata-kata dan frasa, tapi tidak mengerti penggunaannya secara tepat.
 Cenderung terlihat tidak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.
 Tidak memahami interaksi sosial yang umum, misalnya cara menyapa.

Gejala Menyangkut Pola Perilaku

 Memiliki kelainan dalam pola gerakan, misalnya selalu berjinjit.


 Lebih suka rutinitas yang familier dan marah jika ada perubahan.
 Tidak bisa diam.
 Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan atau mengayunkan tubuh ke
depan dan belakang.
 Cara bermain repetitif dan tidak imajinatif, misalnya menyusun balok berdasarkan ukuran
atau warna daripada membangun sesuatu yang berbeda.
 Hanya menyukai makanan tertentu, misalnya memilih makanan berdasarkan tekstur atau
warna.
 Sangat terpaku pada topik atau kegiatan tertentu dengan intensitas fokus yang berlebihan.
 Cenderung sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tapi tidak merespons terhadap
rasa sakit.

3. PENYEBAB AUTISME

Penyebab autisme belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diduga bisa
memicu seseorang untuk mengalami gangguan ini. Faktor-faktor pemicu tersebut meliputi:

 Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi mengalami
autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
 Faktor keturunan. Orang tua seorang pengidap autisme berisiko kembali memiliki anak
dengan kelainan yang sama.
 Pajanan selama dalam kandungan. Contohnya, pajanan terhadap minuman beralkohol
atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu hamil) selama dalam kandungan.
 Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom Down, distrofi otot, neurofibromatosis,
sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta sindrom Rett.
 Kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau
kurang.

4. DIAGNOSIS AUTISME
Autisme umumnya didiagnosis berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh sang anak. Ini
dilakukan karena tidak ada langkah pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis autisme secara
akurat. Beberapa jenis pemeriksaan yang mungkin akan dianjurkan adalah sebagai berikut:

 Pemeriksaan kondisi fisik serta riwayat kesehatan pasien dan keluarga. Langkah ini
berfungsi untuk menghapus kemungkinan adanya penyakit lain.
 Pemantauan perkembangan kemampuan. Sang anak biasanya akan diminta untuk
mengikuti sejumlah kegiatan agar kemampuan dan aktivitasnya bisa diamati serta
diperiksa secara khusus. Pemeriksaan terfokus ini meliputi kemampuan bicara, perilaku,
pola pikir anak, dan interaksi dengan orang lain.

Meski demikian, hasil pemeriksaan tersebut belum tentu bisa mendiagnosis autisme secara pasti.
Jika para spesialis tidak bisa mengkonfirmasi diagnosis autisme meski pemeriksaan telah selesai,
anak mungkin dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang saat usianya lebih tua dan gejala
autisme makin terlihat.

5. BENTUK DAN METODE TERAPI TERHADAP ANAK-ANAK AUTISME AKIBAT


DARIBENTUKKAN PERILAKU SOSIAL

Noviza (2004: 9) mengungkapkan bahwa metode yang dapat digunakanterhadap penderita


autisme akibat dari kesalahan bentukkan perilaku sosialdapat dilakukan dengan metode terapi:
1. Metode Terapi Applied behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukanpenelitian dan didesain khusus
anak-anak penyandang autisme. Metode yang dipakai dalam terapi ini adalah dengan memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian).
2. Metode terapi TEACCH

TEACCH adalah Treatment and education of autistic and RelatedCommunication handicapped


Children, yaitu suatu metode yang dilakukan untuk mendidik anak autis dengan menggunakan
kekuatanrelatifnya pada hal terstruktur dan kesenangannya pada ritinitas dan hal-hal yang dapat
diperkirakan dan relatif mampu berhasil pada lingkungan yang visual dibanding yang auditori.
(Noviza, 2005: 42) Sedangkan menurut Dr. Handojo (2004: 9) penanganan terpadu yang
dilakukan pada penderita autisme dapat dilakukan dengan menggunakan terapi
1. Terapi perilaku

Terapi perilaku digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak lazim.Terapi perilaku ini dapat
dilakukan dengan cara terapi okuvasi, dan terapiwicara. Terapi okuvasi dilakukan dalam upaya
membantu menguatkan,memperbaiki dan menibngkatkan keterampilan ototnya. Sedangkan
terapiwicara dapat menggunakan metode ABA (Applied Behaviour Analysis).
2. Terapi Biomedik
Terapi biomedik yaitu dengan cara mensuplay terhadap anak-anak autisdengan pemberian obat
dari dokter spesialis jiwa anak. Jenis obat, foodsuplement dan vitamin yang sering dipakai saat in
adalah risperidone,ritalin, haloperidol, pyrodoksin, DMG, TMG, magnesium, Omega-3,
danOmega-6 dan sebagainya.

3. Terapi Fisik

Fisioterapi bagi anak-anak autis bertujuan untuk mengembangkan,memelihara, dan


mengembalikan kemampuan maksimal gerak dan fungsianggota tubuh sepoanjang
kehidupannya. Dalam terapi ini, terapis harusmampu mengembangkan seoptimal mungkin
kemampuan gerak anak,misalnya gerakan meneukuk kaki, menekuk tangan, membungkuk
berdiri seimbang, berjalan hingga berlari.

4. Terapi sosial

Dalam terapi sosial, seorang terapis harus membantu memberikanfasilitas pada anak-anak autis
utnuk bergaul dengan teman-temansebayanya dan mengajari cara-caranya secaralangsung,
karena biasanyaanak-penyandang autis memiliki kelemahan dalam bidang komunikasidan
interaksi.

5. Terapi bermain

Terapi betrmain bertujuan agar anak-anak autis selalu memiliki sikapyang riang dan gembira
terutama dalam kebersamannya dengan temanteman sebayanya. Hal ini sangat berguna untuk
membantu anak autismedapat bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya.

6. Terapi perkembangan

Dalam terapi perkembangan, anak akan dipelajari minatnya, kekuatannyadan tingkat


perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuansosial, emosional dan intelektualnya
sampai benar-benar anak tersebutmengalami kemajuan sampai dengan interaksi simboliknya.
7. Terapi visual

Terapi visual, bertujuan agar anak-anak autis dapat belajar danberkomunikasi dengan cara
melihat (visual learner) gambar-gambar yangunik dan disenangi. Misalnya dengan metode
PECS (Picture ExchangeCommunication System).

8. Terapi musik

Terapi musik dapat juga dilakukan untuk membantu perkembangan anak.Musik yang dipakai
adalah musik yang lembut, dan dapat dengan mudahdipahami anak. Tujuan dari terapi musik ini
adalah agar anak dapatmenanggap melalui pendengarnnya, lalu diaktifkan di dalam
otaknya,kemudian dihubungkan ke pusat-pusat saraf yang berkaitan denganemosi, imajinasi dan
ketenangan.

9. Terapi obat

Dalam terapi obat, penderita autis dapat diberikan obat-obatan hanyapada kondisi-kondisi
tertentu saja,pemberiannya pun sangat terbataskarena terapi obat tidak terlalu menentukan dalam
penyembuhan anakanak autis.

10. Terapi Lumba-lumba

Terapi dengan menggunakan ikan lumba-lumba dapat dilakukan dalamdurasi sekitar 40 menit,
dengan tujuan untuk menyeimbangkan hormonendoktrinnya dan sensor yang dikeluarkan
melalui suara lumba-lumbadapat bermanfaat untuk memulihkan sensoris anak penyandang autis.

11. Sosialisasi ke sekolah Reguler

Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi denganbaik dapat dicoba untuk
memasuki sekolah normal sesuai denganumurnya, tetapi terapi perilakunya jangan ditinggalkan.

12. Sekolah Pendidikan khusus

Salah satu bentuk terapi terhadap anak-autis juga adalahdenganmemasukannya di sekolah khusus
anak-anak autis karena di dalampendidikan khusus biasanya telah mencakup terapi perilaku,
terapiwicara, dan terapi okuvasi. Pada pendidikan khusus biasanya seorangterapis hanya mampu
menangani seorang anak pada saat yang sama.
Sumber :

Wikipedia. Autisme, (online), (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Autisme, 19 Maret 2018)

Alodokter. Autisme, (online),( http://www.alodokter.com/autisme, 19 Maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai