Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN MATERI

BUMI SEBAGAI PLANET


&
PENERBANGAN LUAR ANGKASA

Bentuk, Ukuran, dan Massa Bumi


Dari potret wahana antariksa yang mengorbit Bumi, Vanguard I (diluncurkan
pada 17 Maret 1958), diketahui bahwa Bumi berbentuk bulat pepat, yaitu agak
menggembung di daerah khatulistiwanya. Efek penggembungan ini ditimbulkan oleh
gerak rotasi Bumi. Dengan bentuk seperti ini, radius khatulistiwa Bumi (12.757 km)
lebih panjang daripada radius kutub (12.714 km). Nilai rata-rata yang sering
digunakan sebagai radius Bumi adalah 6378 km.
Cara mudah untuk menghitung massa Bumi adalah menggunakan bandul
matematis, melalui persamaan berikut ini:

l
T  2
g

di mana T menyatakan periode bandul, l panjang tali bandul, dan g percepatan


gravitasi Bumi. Memanfaatkan sebuah satelit yang mengorbit Bumi (dengan periode
dan sumbu semimayor yang diketahui nilainya), dengan bantuan hukum III Kepler
dalam bentuk hukum Newton dapat pula dihitung massa Bumi.

Rotasi Bumi
Bumi berotasi dari arah barat ke timur (arah negatif) dengan periode 23 jam 56
menit 4 detik. Itulah mengapa benda-benda langit terlihat terbit di arah timur dan
terbenam di barat. Eksperimen yang membuktikan Bumi berotasi dalam arah negatif
tersebut pernah dilakukan oleh Benzenberg pada 1802 dan Reich pada 1831.
Keduanya mendapati bahwa jika suatu benda dijatuhkan dari tempat yang sangat
tinggi, ternyata letak titik jatuhnya di permukaan Bumi bergeser ke arah timur
daripada yang seharusnya. Percobaan lain juga dilakukan oleh J.B. Leon Foucault
(1819–1868) pada 1851 dengan mengamati perubahan arah goresan jarum yang
diletakkan di ujung bawah sebuah bandul yang diikat dengan benang baja sepanjang
60 meter.
Perputaran Bumi pada porosnya diikuti pula oleh pergerakan lapisan udara dan
semua benda yang ada di atas permukaannya. Rotasi Bumi menimbulkan sejumlah
fenomena yang kita jumpai sehari-hari, yaitu:

1. peredaran semu harian benda langit


2. pergantian siang dan malam
3. perbedaan waktu antartempat di permukaan Bumi
4. perbedaan besar percepatan gravitasi di berbagai tempat di permukaan Bumi
5. pembelokan arah angin, dan
6. pembelokan arus laut

Revolusi Bumi
Bumi mengitari Matahari pada bidang orbit yang disebut ekliptika. Relatif
terhadap bidang ini, bidang orbit planet-planet lain membentuk sudut tertentu yang
disebut sebagai inklinasi. Selang waktu yang diperlukan Bumi untuk satu kali
mengitari Matahari adalah 365 hari 6 jam 9 menit 10 detik yang disebut sebagai satu
tahun sideris.
Bukti bahwa Bumi berevolusi diperoleh dari diamatinya fenomena-fenomena
berikut ini:
1. gerak semu tahunan Matahari
2. perubahan panjang siang dan malam dalam satu tahun
3. pergantian musim
4. pergantian penampakan rasi bintang yang berbeda
5. terjadinya paralaks bintang
6. terjadinya aberasi cahaya bintang, yaitu perubahan arah datangnya cahaya bintang
akibat gerak revolusi Bumi yang membuat seolah-olah posisi bintang bergeser dari
tempatnya

Penerbangan Luar Angkasa


Kendaraan luar angkasa menggunakan bahan bakar hidrogen dan oksigen cair
yang akan bercampur di ruang pembakaran untuk menghasilkan gaya dorong berupa
gas panas yang menyembur keluar. Pada peristiwa ini berlaku hukum Kekekalan
Massa, di mana massa awal (massa roket yang berisi penuh bahan bakar) sama
dengan massa akhir (massa roket dengan sisa bahan bakar dan massa bahan bakar
yang sudah digunakan).
Selain hukum Kekekalan Massa, harus dipenuhi pula hukum Kekekalan
Momentum yaitu momentum awal (momentum saat sistem roket tepat akan bergerak)
sama dengan momentum akhirnya (momentum saat sistem roket tepat mulai
bergerak). Agar kelajuan awal yang diperlukan roket dapat memiliki harga yang besar,
maka bobot roket diupayakan menjadi seringan mungkin dengan maksud untuk dapat
membawa bahan bakar yang lebih banyak.
Dengan memanfaatkan hukum Kekekalan Energi Mekanik, dapat ditentukan
kelajuan minimum yang diperlukan untuk melepaskan roket dari pengaruh gravitasi
planet. Syarat batas untuk hal ini adalah energi kinetik roket mula-mula harus sama
dengan energi potensial gravitasinya. Dengan kata lain kita menghendaki roket
mencapai tempat di mana energi potensial gravitasi di tempat tersebut sama dengan
nol dan ketika mencapai tempat itu roket berhenti bergerak. Kelajuan minimum yang
diperlukan roket ini disebut kelajuan lepas (escape velocity). Perhatikan bagaimana
kita memperoleh kelajuan lepas berikut ini. Misalkan M adalah massa Bumi, R radius
Bumi, dan m sebagai massa pesawat luar angkasa.

E P1  E K1  E P2  E K 2
Mm 1
G  2 mvlepas
2
0
R

Energi potensial gravitasi bertanda negatif karena energi ini bersifat ”mengikat”,
sehingga untuk mencerai-beraikan sebuah benda dengan massa tertentu akan
dibutuhkan sejumlah energi. Selanjutnya dapat diperoleh:

Mm
1
2
2
mvlepas G
R
GM
vlepas  2
R
Sementara itu, gaya berat yang dimiliki setiap benda bermassa tidak lain adalah gaya
gravitasi yang timbul sebagai interaksi antara benda tersebut dengan Bumi. Dapat kita
tuliskan:
Mm
mg  G 2
R
GM
g 2
R

Dari hubungan yang terakhir diperoleh di atas, kecepatan lepas dapat dituliskan ulang
sebagai:
vlepas  2 gR

dengan g menyatakan percepatan gravitasi di permukaan Bumi dan R radius Bumi.


Untuk dapat mencapai harga kecepatan lepas, penerbangan luar angkasa
didesain menggunakan roket bertahap. Ketika bahan bakar dari roket pendorong tahap
pertama telah habis, roket ini dapat dilepaskan dan roket tahap ke dua mulai
dinyalakan. Karena kecepatan akhir yang berhasil dicapai dengan roket tahap pertama
menjadi kecepatan awal ketika roket tahap ke dua mulai berjalan, pesawat ruang
angkasa ini pun bergerak dengan kelajuan yang lebih besar daripada sebelumnya.
Demikian seterusnya dengan jumlah roket yang diperlukan bergantung pada
kecepatan akhir yang hendak dicapai oleh wahana antariksa. Biasanya, roket dengan
tiga atau empat tahap digunakan dalam penerbangan luar angkasa.
Dua negara yang mula-mula mengeksplorasi luar angkasa pada era Perang
Dingin yakni Amerika Serikat dan Uni Sovyet (sekarang Rusia) telah memulai
penerbangan luar angkasa melalui pengiriman wahana antariksa tak berawak otomatis
(automatic unmanned spacecraft) atau probe. Wahana antariksa otomatis tersebut
telah pula mengorbit dan mendarat di permukaan planet Venus dan Mars, melakukan
eksplorasi di lingkungan sekitar Matahari, pengamatan benda-benda kecil di Tata
Surya seperti komet dan asteroid, dan melakukan survei jarak dekat sambil terbang
melintas (fly by) Merkurius, Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus.
Wahana antariksa juga ada yang mengorbit Bumi dan dimanfaatkan dalam
berbagai bidang kehidupan bergantung pada misi yang diemban wahana tersebut.
Pemanfaatan yang dimaksud mulai dari telekomunikasi, penyiaran (broadcasting),
penginderaan jauh (remote sensing), keperluan militer, navigasi, cuaca, maupun
penelitian ilmiah lainnya. Sebagai contoh adalah penempatan stasiun antariksa
internasional (ISS – International Space Station) oleh konsorsium internasional
sebagai suatu bentuk ambisi manusia dalam menjelajahi alam raya ini. Dengan
demikian, penerbangan luar angkasa telah membawa suatu lompatan besar dalam
pengetahuan dan pemahaman manusia, tidak saja mengenai Bumi dan planet-planet
tetangganya di Tata Surya melainkan juga alam semesta secara luas. Melalui ”mata”
yang dikirimkan ke luar angkasa tersebut dan sensor-sensor lain yang terdapat di
wahana antariksa, berbagai informasi mengenai berbagai hal baru yang sebelumnya
tidak pernah terbayangkan telah menjadi nyata bagi dunia.
Banyak sekali imbas teknologi yang pada awalnya dirancang untuk keperluan
misi luar angkasa, pada gilirannya dapat diproduksi secara masal untuk kehidupan
manusia di Bumi seperti yang ditunjukkan dalam gambar.
Dalam perkembangannya, Indonesia telah memanfaatkan teknologi ruang angkasa di
berbagai bidang. Sejumlah prestasi Indonesia yang telah tercatat dalam hal
pemanfaatan teknologi ruang angkasa ini meliputi:

Satelit Komunikasi:

(i) Satelit Palapa:


Indonesia memulai pemanfaatan teknologi satelit khususnya di bidang
telekomunikasi pada tahun 1976 sejak diluncurkannya Satelit Palapa-A1.
Sampai saat ini, sebanyak delapan seri satelit Palapa telah dioperasikan di atas
wilayah Indonesia mulai dari Palapa-A1 sampai Palapa-C-2. Saat ini Indonesia
mengoperasikan empat buah satelit Palapa, yaitu Palapa-B2R, Palapa-B4,
Palapa-C1 dan Palapa-C2.

(ii) Satelit Palapa Pasifik:


Satelit Palapa Pasifik adalah satelit Palapa generasi terdahulu yang sudah uzur
(habis masa pakainya) namun masih berfungsi. Satelit ini dimanfaatkan dengan
cara membuat bidang orbitnya menjadi miring terhadap orbit normal geosinkron
(memiliki inklinasi terhadap orbit geosinkron). Dengan adanya satelit ini, maka
daerah cakupannya menjadi lebih luas di seluruh Asia mulai dari India di
sebelah barat sampai Guam di sebelah timur.

(iii) Satelit Garuda:


Satelit Garuda digunakan untuk menyediakan pelayanan komunikasi bergerak
(mobile communication) digital menggunakan telepon genggam berbasis satelit.
Daerah cakupannya meliputi kawasan Asia, mulai dari India di sebelah barat
sampai Indochina di sebelah timur, dan dari China di utara sampai kawasan Asia
Tenggara di sebelah selatan.

Satelit Penyiaran (Broadcast):

Satelit ini dirancang untuk keperluan siaran televisi. Indonesia memasuki


kiprahnya di bidang satelit penyiaran dengan dioperasikannya satelit
Cakrawarta-I. Satelit ini digunakan untuk menyalurkan pemasaran program
televisi di Indonesia dengan merk Indovision.

Satelit Penginderaan Jauh (Remote Sensing):

Penginderaan jauh berarti memperoleh informasi tentang suatu objek tanpa


melakukan kontak fisik secara langsung dengan objek yang bersangkutan.
Penginderaan jauh dengan satelit dapat diartikan sebagai perolehan informasi
tentang keadaan rupa Bumi dengan menggunakan instrumen yang dibawa oleh
satelit tersebut. Data hasil penginderaan tersebut (pada umumnya berupa citra)
selanjutnya ditransmisikan ke stasiun Bumi terdekat untuk direkam atau
disambung-siarkan (relay). Citra penginderaan jauh ini bermanfaat dalam
memberikan informasi tentang keadaan sumber alam, tata ruang, lingkungan,
iklim dan cuaca, survei maupun pemetaan wilayah Indonesia.

Contoh Soal:
1. Bila waktu yang diperlukan Bumi untuk melakukan satu kali rotasi adalah 24 jam,
sehingga dalam waktu 1 jam ditempuh sudut sebesar 15, berapakah:
a) waktu di suatu kota yang terletak di 60 bujur timur (BT) bila waktu di Jakarta
(105 BT) menunjukkan pukul 07.00?
b) bujur suatu kota yang menunjukkan waktu pukul 02.48 bila di kota Denpasar
(120 BT) menunjukkan pukul 11.00?
Jawab:
a) Beda bujur geografis kedua kota adalah: 60 – 105 = –45. Perbedaan sudut
sebesar ini berarti pula perbedaan waktu selama: –45 : 15/jam = –3 jam.
Bila di Jakarta yang terletak lebih timur waktu menunjukkan pukul 07.00,
waktu yang ditunjukkan di kota pada posisi bujur 60 BT adalah: 07.00 – 03.00
= 04.00.

b) Beda waktu kedua kota adalah: 02.48 – 11.00 = –8 jam 12 menit atau -8,2 jam.
Perbedaan waktu sebesar ini berarti pula perbedaan letak bujur geografis sebe-
sar: –8,2 jam x 15/jam = –123. Bila waktu di kota Denpasar 8 jam 12 menit
lebih cepat, letak kota yang ditanyakan dalam soal haruslah di sebelah barat ko-
ta Denpasar, yaitu: 120 – 123 = –3 bujur barat (BB).

2. Selain kelajuan lepas, dikenal pula kelajuan sirkuler, yaitu kelajuan yang diperlukan
oleh pesawat ruang angkasa untuk menempatkan muatan di orbit tanpa
menggunakan bahan bakar tambahan. Buktikan bahwa kelajuan sirkuler ini dapat
dihitung dengan persamaan v  gR !
Jawab:

Untuk sebuah pesawat ruang angkasa bermassa m yang bergerak mengorbit Bumi
(massa dan radius Bumi masing-masing M dan R) dengan kelajuan v dan radius
orbit sebesar d (diukur dari pusat Bumi), yang berperan sebagai gaya sentripetal
adalah gaya gravitasi. Tuliskan:
v2 Mm
m G 2
d d
GM
v2 
d

GM
Telah diketahui bahwa dipermukaan Bumi g  . Dengan menyulihkan ke
R2
persamaan sebelumnya dapat diperoleh:
gR 2
v2 
d

Jarak satelit dari pusat Bumi dapat dituliskan sebagai d  R  h , dengan h adalah
ketinggian satelit dari permukaan Bumi. Bila satelit berada dekat dengan
permukaan Bumi, d  R  h  R , sehingga persamaan kecepatan sirkuler di atas
dapat dituliskan ulang sebagai:
gR 2
v2   gR
R
v gR (Terbukti!)

Anda mungkin juga menyukai