Anda di halaman 1dari 3

Indonesia saat ini masih tercatat sebagai negara nomor lima di dunia yang sukses mengekspor

produk ikan hias.

Indonesia termasuk dalam lima besar negara-negara pengeskpor ikan hias, di bawah Ceko,
Thailand, Jepang, dan Singapura. Khusus untuk Singapura, sebagian besar ikan hias asal
negeri ini dipasok dari Indonesia.

Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brasil, Indonesia
memiliki banyak jenis spesies ikan. Sumber ikan hias ini berasal dari perairan laut dan
perairan darat. Hingga saat ini di Indonesia terdapat 700 spesies ikan hias air laut, hanya saja
yang bisa diidentifikasi baru sekitar 480 spesies, dan 200 diantaranya sudah diperdagangkan.
Pangsa pasarnya secara global mencapai 20 persen. Dari jumlah itu, 95 persen masih
ditangkap dari laut lepas dan hanya 5 persen yang dibudidayakan. Beberapa yang terkenal
diantaranya clown fish dan cardinal fish.

Dengan menempati posisi kelima, Indonesia masih kalah jauh dari prestasi Singapura yang
saat ini menempati urutan utama dunia sebagai negara eksportir ikan hias. Dengan kata lain,
dalam pasar ikan hias dunia, Indonesia hanya mampu mengambil pangsa pasar maksimal
7,12 persen saja. Sementara, Singapura sudah mampu merebut 12,44 persen.

Demikian dijelaskan Deputi Bidang Koodinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian
Koordinator Kemaritiman Agung Kuswandono di Jakarta, pekan lalu. Angka itu berasal dari
data yang dirilis resmi pada 2016.

“Potensi industri ikan hias di Indonesia sangat besar. Di mana Indonesia sebagai negara tropis
dengan wilayah perairan yang luas memiliki potensi yang besar terhadap keanekaragaman
ikan hias endemik di tiap daerahnya,” ucapnya.

Agung menuturkan, potensi besar yang dimiliki Indonesia, hingga saat ini belum digarap
secara maksimal. Akibatnya, meski wilayah lautnya luas, Indonesia masih kalah jauh
prestasinya dengan Singapura yang sudah berhasil menjadi eksportir utama di dunia ikan hias
internasional.

Menurut Agung, menterengnya prestasi negeri Singa di industri ikan hias dunia, tak bisa
dilepaskan dari status negara tersebut sebagai negara transit penting dalam jalur perdagangan
dunia. Karenanya, untuk setiap produk ikan hias Indonesia yang akan diekspor, dalam
perjalanannya pasti harus melalui Singapura dulu.

“Ini menyebabkan pamor Singapura lebih memuncak dari Indonesia dalam industri ikan
hias,” jelas dia.

"Potensi ikan hias Indonesia yang mencapai lebih dari 1000 spesies baik air tawar maupun air
laut, menjadikan kita salah satu produsen dan eksportir terbesar," kata Slamet Soebjakto
dalam rilis di Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Apalagi, menurut Slamet, ikan hias laut Indonesia cukup banyak diminati oleh para peminat
atau pemilik hobi baik di tingkat lokal maupun internasional.
Untuk mendukung ketersediaan ikan hias air laut tersebut, KKP telah menugaskan Unit
Pelaksana Teknis di lingkup Ditjen Perikanan Budidaya untuk melakukan produksi dan
perekayasaan teknologi budidaya ikan hias laut.

Hal tersebut, lanjutnya, dilakukan di sejumlah tempat seperti di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, BPBL
Lombok dan BPBL Batam.

Dia juga menyatakan, target produksi ikan hias pada tahun 2017 sebesar 2,1 milyar ekor,
memerlukan kerjasama dan sinergi antara pemerintah dan pemangku kepentingan ikan hias
Indonesia.

"Budidaya ikan hias secara umum, telah menjadi bagian dari upaya pelestarian lingkungan.
Tidak perlu lagi menangkap dari alam atau bahkan merusak ekosistem untuk mendapatkan
ikan hias," katanya.

Selain itu, ujar dia, budidaya ikan hias adalah salah satu solusi untuk peningkatan
perekonomian bangsa yang berkelanjutan, dan mendukung kedaulatan bangsa serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sebagaimana diwartakan, KKP juga menyatakan produksi ikan hias dari tahun ke tahun terus
melejit dari 945,3 juta ekor pada tahun 2011 mencapai sekitar 1 miliar ekor pada 2015 atau
meningkat sebanyak 9 persen per tahun.

"Ikan hias baik dari air tawar maupun air laut Indonesia, sangat diminati oleh pasar, baik
pasar domestik, regional dan bahkan internasional," kata Direktur Jenderal Budidaya
Perikanan KKP Slamet Soebjakto, Senin.

Menurut dia, keanekaragaman hayati yang sangat kaya telah menjadikan Indonesia sebagai
salah satu produsen dari lima besar eksportir ikan hias terbesar di dunia, setelah Singapura,
Spanyol, Jepang, dan Ceko.

Untuk mengembangkan ikan hias hasil budidaya, ujar Slamet, maka khusus untuk ikan laut,
sedikit demi sedikit mulai dikuasai teknologi pembenihan dan pembesarannya.

"Sehingga tidak lagi tergantung dari alam dan mendukung keberlanjutan lingkungan," kata
Dirjen Perikanan Budidaya KKP.

Slamet mengingatkan bahwa kemampuan untuk memproduksi ikan hias air laut dari unit
pembenihan, saat ini bukan hanya bisa dilakukan oleh pemodal besar, tetapi juga oleh
masyarakat biasa dengan modal terbatas atau relatif terjangkau.

Kendala di Lapangan

Seperti diketahui, salah satu sektor yang hingga kini masih belum berkembang dengan baik,
adalah industri ikan hias yang mencakup ikan hias air tawar dan air laut. Keberadaan industri
ikan hias, masih berjalan di tempat, karena terkendala oleh berbagai faktor mencakup regulasi
dan infrastruktur.

Hal tersebut diakui Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
(BRSDM KP) KKP Zulficar Mochtar. Menurutnya, jika industri ikan hias ingin berkembang
dan maju melebihi negara lain, maka perlu rencana aksi nasional (RAN) pengembangan ikan
hias.

“Ini penting, karena ikan hias potensinya sangat besar di Indonesia. Harus dimanfaatkan
dengan baik untuk kepentingan ekonomi rakyat,” ucap dia.

Dengan menyusun RAN, Zulficar meyakini, Indonesia bisa menjadi negara sukses dalam
industri ikan hias pada 2019 mendatang. Dengan RAN, dia yakin pada 2019 nanti Indonesia
bisa mengungguli negara lain yang selama ini mendominasi perdagangan ikan hias di dunia.

“Saat ini, Indonesia masih di bawah Singapura untuk perdagangan ikan hias. Padahal, kita
tahu sendiri, sumber daya ikan hias negara tersebut masih di bawah Indonesia. Jadi, harus
dicari tahu apa yang menyebabkan Indonesia masih di bawah Singapura,” ungkap dia.

Adapun, berkaitan dengan kendala yang disebut sebelumnya, Zulficar mengatakan, Indonesia
harus mempelajari dengan benar dan tuntas tentang perdagangan ikan hias internasional.
Dengan mempelajarinya, maka seharusnya Indonesia bisa mengetahui apa dan berapa banyak
yang dibutuhkan negara lain untuk kebutuhan ikan hias.

“Selain itu, Indonesia harus tahu dan paham tentang ikan hias yang paling dibutuhkan dan
dicari oleh negara lain dan dimana lokasi spesifik. Dengan demikian, seluruh informasi yang
diperlukan sudah ada,” sebut dia.

Selain perdagangan, Zulficar mengungkapkan, untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai


negara produsen ikan hias nomor satu di dunia pada 2019, diperlukan adanya reviu atas
regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini. Jika memang regulasi yang sekarang ada dinilai
menghambat, maka sebaiknya ada deregulasi agar lebih efisien.

Yang dimaksud dengan reviu regulasi, menurut Zulficar, karena saat ini ada sekitar 26 aturan
yang harus dijalankan oleh para pelaku bisnis ikan hias. Aturan tersebut, mencakup untuk
perdagangan di dalam dan luar negeri (ekspor).

“Kendala berikutnya yang harus segera diperbaiki, adalah tentang strategi, Untuk itu, harus
ada rencana aksi, peta jalan (roadmap), rencana bisnis (businessplan). Jika tidak, maka itu
sama saja dengan bicara wacana saja,” jelas dia.

Anda mungkin juga menyukai