Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

PSIKOSIS POSTPARTUM

Disusun oleh:

Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


Periode 13 Agustus 2018 – 16 September 2018

Monica Trifitriana, S.Ked 04084821719206


Ma’rifahtul Khasanah, S.Ked 04054821820074
Linda Angelia, S.Ked 04054821820081

Pembimbing: dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:

PSIKOSIS POSTPARTUM

Oleh:

Monica Trifitriana, S.Ked 04084821719206


Ma’rifahtul Khasanah, S.Ked 04054821820074
Linda Angelia, S.Ked 04054821820081

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang periode 13 Agustus 2018 – 16 September 2018.

Palembang, Agustus 2018

dr. Bintang Arroyantri, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas berkah
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“PSIKOSIS POSTPARTUM” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Bintang Arroyantri, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
bimbingan dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih


terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Agustus 2018

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 5

BAB II STATUS PENDERITA ..................................................................... 7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 30

BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................41

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Post Partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Pada ibu post partum dapat
mengalami perubahan-perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis. Pada
perubahan psikologis, ibu dapat mengalami adanya rasa ketakutan dan
kehawatiran. Perubahan yang mendadak pada ibu post partum dapat disebabkan
oleh beberapa faktor misalnya, kekecewaan emosional, rasa sakit pada masa nifas
awal, kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan kecemasan pada
kemampuannya untuk merawat bayinya, adanya kehamilan yang tidak diinginkan,
juga riwayat gangguan jiwa sebelumnya.1 Gangguan pada postpartum ini dapat
dikategorikan menjadi baby blues, post-natal depression dan psikosis post
partum.2
Psikosis adalah setiap kelainan jiwa berat yang disebabkan oleh faktor
organik atau kejiwaan, ditandai dengan gangguan kepribadian dan hilangnya
kemampuan mengenali kenyataan.3 Dimana pasa gangguan psikosis ini ibu akan
susah membedakan antara fakta/kenyataan dengan dunia fantasi/khayalannya.
Psikosis postpartum (atau psikosis puerperal) adalah episode berat penyakit jiwa
yang dimulai segera (dalam beberapa hari atau minggu) setelah melahirkan.4
Psikosis postpartum lebih jarang terjadi dibandingkan baby blues atau depresi
postnatal.
Psikosis postpartum terjadi pada sekitar 1 dalam setiap 1000 perempuan
(0,1%) yang melahirkan. Sekitar 50—60% perempuan yang terkena psikosis
tersebut baru saja melahirkan bayi pertama, dan sekitar 50% kasus melibatkan
kelahiran disertai komplikasi perinatal nonpsikiatri. Psikosis postpartum
merupakan munculnya gangguan psikotik, seperti skizofrenia, pada 3,4%
perempuan. Meskipun demikian, perempuan dengan skizofrenia yang diketahui
memiliki risiko eksaserbasi postpartum sebesar 25%.4 Psikosis postpartum
umumnya merupakan gangguan bipolar namun bisa merupakan perburukan dari

5
gangguan depresi mayor.5 Psikosis postpartum terjadi pada 20—30% perempuan
dengan gangguan bipolar. Perempuan dengan gangguan bipolar dan riwayat
keluarga (pada tingkat pertama) dengan psikosis postpartum, risiko psikosis
postpartum hampir dua kali lipat perempuan dengan gangguan bipolar tanpa
riwayat keluarga (74% vs 30%).6
Psikosis postpartum merupakan kegawatdaruratan psikiatri yang hampir
selalu memerlukan perawatan di RS. Psikosis postpartum merupakan bentuk
terburuk dari kelainan psikiatri pasca persalinan dan termasuk jarang terjadi
dengan gejala bervariasi dan dapat berubah dengan cepat.4 Gejala klinis psikosis
post partum terdiri dari kebingungan, mood swing, delusi, halusinasi, paranoid,
perilaku tidak terorganisir, gangguan penilaian dan gangguan fungsi.5 Terapi pada
psikosis postpartum ini selain obat-obatan juga diperlukan dukungan dan
keikutsertaan dari anggota keluarga beserta teman-teman penderita.

6
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Ny. L
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Sumatera Selatan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Sekip, Palembang
Datang ke RS : Senin, 30 Juli 2018
Cara ke RS : Diantar oleh keluarga
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Cempaka RS Ernaldi Bahar

2.2 ANAMNESIS
2.2.1 ALLOANAMNESIS
Diperoleh dari : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Suami Pasien

a. Sebab utama
Mencoba bunuh diri dengan meminum banyak obat-obatan (Overdosis)

b. Keluhan utama
Os tidak sadar

7
c. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, os melahirkan bayi
perempuan yang merupakan anak pertamanya dengan tindakan Sectio
Caesaria. Os tampak sangat mencintai anaknya dan masih dapat
mengurus dirinya sendiri.
Sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mulai sering
mencubit bayinya dengan alasan bahwa bayinya hanya merepotkan
dirinya dan bayinya juga yang menyebabkan keuangan keluarganya
menurun, sehingga os seringkali tidak memberi ASI pada bayinya dan
membiarkan bayinya menangis. Os juga tampak sering menangis,
gelisah, sulit tidur, dan mengaku melihat bayangan hitam yang selalu
mondar-mandir di hadapannya, kemudian os dibawa ke poliklinik RS
Ernaldi Bahar dan diberi obat antipsikotik.
Sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, Os mulai sering
berbicara ngawur dan sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Os
juga mengatakan ingin bunuh diri. Hampir tiap hari os mencoba bunuh
diri dengan menyayat tangannya dengan pisau dan terjun ke sumur. Os
juga berusaha untuk membunuh bayinya sehingga os dipisahkan dari
bayinya.
Sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, os masih mencoba
bunuh diri dengan meminum obat-obatan yang seharusnya dihabiskan
dalam waktu 1 bulan. Os ditemukan tidak sadar oleh keluarganya dan
dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar Palembang.

d. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
- Asthma disangkal
- Hipertensi disangkal
- Diabetes Mellitus disangkal

8
e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik

f. Riwayat pendidikan
SMA (tamat)

g. Riwayat pekerjaan
Penjual kue

h. Riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol


- Riwayat penggunaan NAPZA (-)
- Riwayat konsumsi alkohol (-)

i. Riwayat gaya hidup


Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alkohol

j. Riwayat perkawinan
Os sudah 1 kali menikah. Mempunyai 1 orang suami dan 1 orang anak
perempuan.

k. Riwayat kehamilan
- Riwayat demam saat kehamilan (-)
- Riwayat konsumsi obat-obatan saat kehamilan (-)
- Riwayat penyakit saat kehamilan (-)

9
l. Riwayat kelahiran
- Bayi lahir cukup bulan (38 minggu), Menangis, SC, letak lintang, BB
2800 gram.
- Riwayat pendarahan saat kehamilan (-)

m. Keadaan sosial ekonomi


Os tinggal bersama suami dan anak dengan sosial ekonomi menengah ke
bawah.

n. Riwayat keluarga
- Anggota keluarga dengan gangguan yang sama dengan pasien
disangkal.
- Pedigree:

Keterangan:
: Pasien

: Laki-laki
D
a
l : Perempuan
Pasien
a merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara
m

K
e
d
o
k
10
t
e
2.3 AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI
Wawancara dan observasi dilakukan pada Senin, 20 Juli 2018 pukul 10.00
WIB di Bangsal Cempaka Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Palembang. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Palembang. Pasien
memiliki tingkat kesadaran compos mentis sehingga dapat dianamnesis
(kooperatif). Pasien berperawakan sedang dan berpenampilan sesuai.

Tabel 1. Percakapan terhadap pasien dan dokter muda


INTERPRETASI
PEMERIKSA PASIEN
PSIKOPATOLOGI
“Selamat pagi, “Pagi dokter” (tersenyum Kontak fisik, mata, dan
perkenalkan saya dan membalas jabatan verbal baik.
Monic, dan ini teman tangan)
saya Linda, dan Ifa,
kami dokter muda
dari bagian jiwa.”
(tersenyum dan
mengulurkan tangan)

Sebelumnya, saya “Boleh” (dengan mimik Bicara jelas dan perhatian


izin mau tanya-tanya wajah datar) baik.
sedikit ya bu tentang Afek sempit.
keluhan ibu. Boleh
bu?

“Namanya siapa “Lismawati” (Tampak Perhatian baik, konsentrasi


bu?” pasien melihat wajah baik.
pemeriksa) Sikap kooperatif.
Personalisasi baik

“Ibu umurnya berapa “34 tahun” Daya ingat baik.

11
tahun sekarang?”

“Oh iya bu, ibu “Di Sekip” Daya ingat baik.


Tinggalnya dimana?”

“Ibu sudah “Sudah, saat umur saya 30 Daya ingat baik.


menikah?” tahun” (dengan mimik Afek sempit.
wajah tanpa ekspresi)

“Ibu sudah punya “Sudah, namanya Intan Orientasi personal baik.


anak?” Nuraini, umurnya 2 bulan Afek labil.
sekarang”(dengan mimik
wajah tersenyum)

“Ibu, sayang tidak Tiba-tiba pasien menangis, Afek serasi.


dengan anaknya?” “Sayang, aku nak balek Discriminative insight baik.
dok, nak ngurus anak aku.
Besok yo aku balek dok.”

Pasien melihat ifa “Itu punya aku yo dok, Distraktibilitas.


memegang status tadi aku jingok, aku balek
pasien katanya besok.”

“Ibu dibawa kesini “Saya dapat hadiah ga Distraktibilitas.


kemarena karena dok?”
apa?”

“Ibu, mau apa?” “Aku nak pempek, laper Afek sempit


aku” (dengan mimik wajah
datar)

12
“Ok nanti dibelikan “Aku minum obat banyak” Daya ingat baik
ya bu, tapi saya mau
tanya-tanya lagi ya
sama ibu. Ibu ingat
kemaren dibawa
kesini karena apa?”

“Kenapa ibu minum “Soalnya ak mau bunuh Ide bunuh diri


obat banyak?” diri dan ak sekarang nak Asosiasi longgar
pempek dok, mana
pempeknyo?”

“Iyo gek dikasih yo “Aku la capek dengan Putus asa.


pempeknyo. Kenapa dunia ni, mending ak mati
ibu mau bunuh diri? bae”

“Kalo ibu mati, ibu “Waktu itu aku dak sayang Daya pikir baik.
engga sayang sama dengan anak aku dok. Discriminative Judgement
anaknya yang masih Sekarang la sayang aku baik.
kecil bu?” dengan dio. Perbuatan aku Afek serasi.
kemaren emang dosa dok.
Janji aku dak nak nyubit
dio lagi” (sambil pasien
menangis)

“Ibu kenapa bisa dak “Dio tuh kemaren nyusahi Afek serasi
sayang dengan aku bae dok. Aku dak tidur
anaknya waktu itu?” karena ngurusi dio terus
aku juga jadi dak bisa
kerja karena dio makanya
makin miskin keluarga aku

13
dok.” (sambil menangis)

“Emang ibu kerja apa “Aku tu jualan kue di Orientasi tempat dan waktu
sebelum melahirkan pasar lemabang, biasanya baik
tuh?” aku jualan dari hari senin-
sabtu dok, rame dagangan
aku tu.”
“Jadi karena dak “Dok mano pempeknya.” Distraktibilitas.
kerja lagi jugo ya bu (dengan mimik wajah
yang bikin nak bunuh datar)
diri?”

“Iyo bu nanti dikasih “Aku la nyayat tangan aku Daya ingat baik.
ya, ibu udah nah bu” (sambil Perhatian dan konsentrasi
ngelakuin apa aja menunjukkan bekas luka baik.
sampe nak bunuh diri di pergelangan tangan) Bicara lancar dan jelas.
tuh?” “Aku juga la nyoba masuk
sumur sampe la minum
banyak obat juga dak mati
jugo”

“Ibu sebelumnya “Sebulan yang lalu, aku tu Daya ingat baik


sudah pernah dirawat kesini terus dikasih obat.
disini?” Terus aku minum galo
obatnyo “

“Apa yang ibu “Pokoknya aku nak tidur Perhatian dan konsentrasi
rasakan setelah dok terus dak jingok baik.
minum obat itu?” bayangan item lagi.”

“Ibu bisa melihat “Bisa dok, dari setelah Halusinasi visual

14
bayangan hitam? melahirkan itulah. Apolagi
Sejak kapan bu?” kalo aku melamun dateng
terus dio.”

“Bayangan hitamnya “Cak bukan manusia Halusinasi visual.


wujudnya bagaimana cuman warna hitam bae”
bu?”
“Bayangan hitam itu “Engga dok, dio dak Halusinasi visual
pernah ga bisikin ibu pernah ngapo-ngapoi aku
dan nyuruh ibu untuk cuman lewat mondar-
bunuh diri?” mandir bae bu”

“Ibu sering “Idak ado dok, dok mano Distraktibilitas.


mendengar suara hadiah pempek aku” Asosiasi longgar
bisik-bisikan ga?” (dengan mimik wajah Afek sempit
datar)

Ifa mencoba untuk “Dok nak kemano? Jadi Afek serasi.


berpindah posisi aku balek dak?” (dengan Distraktibilitas.
duduk mimik wajah sedih)

“Dokter masih disini “Enak dok, baik galo Discriminative Insight dan
kok, kenapa mau dengan aku. Tapi ini la nak judgement baik.
pulang dari sini? lebaran dok, kasian anak Afek serasi
Disini emangnya ga aku katek yang ngurusin
enak bu?” agek. Aku kan ibunyo
harusnyo aku yang ngurus
dio” (Sambil menangis)

“Tapi ibu masih nak “Idak dok sudah dak lagi, Asosiasi longgar
bunuh diri dak kasian aku samo anak aku Discriminative Insight baik.

15
sekarang?” kalo aku balek tapi aku
nak pempek dok laper.”

“Iyo ntar dokter “Idak ada dok, aku baru Bicara lancar dan jelas.
beliin ya, ibu nak bunuh diri pas
sebelum melahirkan melahirkan tula. Aku ni
pernah ada pikiran sering sedih semenjak
mau bunuh diri ga?” melahirkan tula tapi
sekarang sudah dak lagi.”

“Jadi sekarang ibu “Sedih kalo inget anak bae Discriminative judgement
sudah tidak sedih dok, banyak dosa aku dok baik.
lagi?” karena sering nyubit anak Afek serasi.
aku kemaren tu”(sambil
menangis)

“Makanya jadi ibu “Iya dok” Konsentrasi dan perhatian


mulai sekarang baik.
jangan ada pikiran
mau bunuh diri lagi
ya?”

“Ibu ingat ga “Di RS Ernaldi Bahar dok. Orientasi waktu dan tempat
sekarang dimana dan Sekarang ni hari senin, kan baik.
sekarang hari apa, la nak lebaran dok.”
bu?

“Di keluarga ada “Idak dok, aku ni punya Orientasi personal baik.
yang pernah sakit adek dok. Alhamdulillah Daya ingat baik.
seperti yang ibu sehat.”
alami?”

16
“Ibu pas muda dulu “Aku dulu dak pernah Daya ingat baik
gimana? Bole saya merasa sedih dok. Selalu
tau bu?” bahagia dok.”

“Kapan jadi ibu “Sejak punya anak itu bae Daya pikir baik
merasa berubah dok, aku merasa selalu Discriminative Insight baik
hidup ibu, jadi dak sedih tapi sekarang sudah
bahagia lagi?” dak lagi dok. Aku harus
bahagia supaya aku bisa
ngurus anak aku dok.”

“Iya bu bagus kalo “Tidak pernah dok. Ajaran Discriminative Insight baik
gitu, Ibu sebelumnya di keluarga itu dosa
pernah minum namanya.” (lalu pasien
alkohol atau makan tampak menguap)
obat-obatan
terlarang?”

“Udah ngantuk ya “Belum dok, kan aku nak Daya ingat baik
bu” dikasih pempek”

“Udah mulai siang ya “Iya dok, saya tunggu


bu. Kalo gitu ibu pempeknya” (Sambil
tidur siang saja bu berdiri dan menuju
nanti dibelikan bu ruangannya)
pempeknya, makasi
ya bu sudah mau
berbagi cerita dengan
kami”

17
2.4 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 20/08/2018 pukul 11.00 WIB)
2.4.1 STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 85 x/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36,60C
Frekuensi napas : 20 x/menit

2.4.2 STATUS NEUROLOGIKUS


1) Syaraf kepala (pancaindera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø 3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
4) Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan 5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleksfisiologis + + + +
Reflekspatologis - - - -
5) Sensibilitas : normal

18
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

2.5 STATUS PSIKIATRIKUS


KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi adekuat, mudah terganggu
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Adekuat
e. Tingkah laku motorik: Normal
f. Ekspresi fasial : Cenderung sedih
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : Adekuat
Kontak fisik : Adekuat
Kontak mata : Adekuat
Kontak verbal : Adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : Sesuai
Mood : hipotimik
b. Hidup emosi
Stabilitas : tidak stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : stabil

19
c. Keadaan dan fungsi intelektual
Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sulit dinilai
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : baik
Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada
d. Kelainan sensasi dan persepsi
Keadaan proses berpikir
Arus pikiran
- Flight of ideas : tidak ada
- Inkoherensi : tidak ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang (blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition) : tidak ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi : tidak ada

Isi Pikiran
- Waham : tidak ada
- Pola Sentral : tidak ada
- Fobia : tidak ada
- Konfabulasi : tidak ada
- Perasaan inferior : tidak ada
- Kecurigaan : tidak ada
- Rasa permusuhan : tidak ada
- Perasaan berdosa : tidak ada

20
- Hipokondria : tidak ada
- Ide bunuh diri : ada
- Ide melukai diri : ada
- Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
- Obsesi : tidak ada
- Aliensi : tidak ada

e. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


- Hipobulia : tidak ada
- Vagabondage : tidak ada
- Stupor : tidak ada
- Pyromania : tidak ada
- Raptus/Impulsivitas : tidak ada
- Mannerisme : tidak ada
- Kegaduhan umum : tidak ada
- Autisme : tidak ada
- Deviasi seksual : tidak ada
- Logore : tidak ada
- Ekopraksi : tidak ada
- Mutisme : tidak ada
- Ekolalia : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

f. Kecemasan : tidak ada

g. Dekorum
- Kebersihan : cukup
- Cara berpakaian : cukup

21
- Sopan santun : cukup

h. Reality testing ability


RTA terganggu

3. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin dll :
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 12,7 Lk: 13,5-18,0 gr%
Pr: 12,0-16,0 gr%
Leukosit 6.800 4000-11.000mm3
Hitung jenis
B/E/Nb/Ns/L/M 0/0/0/70/24/2 0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8
%
Hematokrit 39 Lk: 40-50
Pr: 38-47
Trombosit 273.000 150.000-450.000 mm3
Eritrosit 5,1 4,6-6,2 Juta/mm3

Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Glukosa sewaktu 122 <120 mg/dl
Ureum 24 15-39 mg/dl
Creatinin 0,9 Lk : < 1,3 mg/dl
Pr : < 1,1 mg/dl
SGOT 38 7-40 U/L
SGPT 40 7-41 /L

22
d. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

3. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F. 29 Gangguan Psikotik Non Organik YTT
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah ekonomi, pekerjaan, dan lingkungan social
Aksis V : GAF scale 80-71

4. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
-F29. Gangguan Psikotik Non Organik YTT
-F25.1 Gangguan Skizoafektif tipe depresif
-F23.8 Gangguan psikosis akut dan sementara lainnya

5. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Risperidone 2 x 2 mg
- Triheksifenidil 2 x ½ tab
- Clozapine 1 x 25 mg

b. Psikoterapi
Suportif
 Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi
penyakit.
 Memisahkan ibu dengan bayinya sampai gejala ibu untuk
membahayakan anaknya teratasi
 Dukungan yang bertambah dari suami dan orang lain dalam
lingkungan dapat membantu mengurangi stres ibu

23
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul
akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.

Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien.

Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima
waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan
berdoa kepada Allah SWT.

6. PROGNOSIS
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Follow Up tanggal 21 Agustus 2018


INTERPRETASI
PEMERIKSA PASIEN
PSIKOPATOLOGI
“Selamat pagi Ibu Lisma, “Oh iya, yang nak ngasih Kontak fisik, mata, verbal
masih ingat dengan kami?” aku pempek yo. Dokter baik.
(tersenyum dan Monic, Linda, dan Ifa Bicara lancar dan jelas.
mengulurkan tangan) (tersenyum dan membalas
jabatan tangan)

“Kita ngobrol-ngobrol lagi “Masih sama dok kayak Distraktibilitas

24
ya bu. Bagaimana sebelumnya. Pempek aku Asosiasi longgar
perasaannya akhir-akhir mana ya dok?”
ini?”

“Iya bu, ini pempeknya” “Terimakasih dokter, baik Perhatian dan konsentrasi
(sambil menyodorkan sekali” (sambil tersenyum baik.
pempek kepada ibu lisma) dan mengambil
makanannya)

“Sekarang sudah tampak “Iya dok karena aku tidur Halusinasi visual
lebih ceria ya bu, masih nyenyak. Masih dok
melihat bayangan hitam jingok bayangan itu”
bu?” (sambil memakan pempek)
“Sekarang jingok dak “Idak dok sekarang, kan
bayangan itemnya? aku lagi seneng dikasi Afek serasi
Enggak ganggu kan? pempek. Dak pernah kok
dok dio ganggui aku”
(sambil tersenyum)

“Masih ada ibu keinginan “Idak ada dok. Kan aku


mau bunuh diri?” janji nak berubah, nak Discriminative insight baik
ngerawat anak aku.”

“Kalo suara bisik-bisikan “Idak ada dok. Dok lemak Asosiasi longgar.
yang ngebisiki ibu ada ga pempeknyo beli dimano Afek serasi.
bu?" yo?” (sambil tersenyum)

“Beli di dekat rumah tadi” “Iyo lemak yo dok”

“Hari ini hari apa ya bu?” “Hari selasa dok, ngapo Orientasi waktu baik.
dok? Pulang ye aku?”

25
“Dokter cuman mau nanya “Aku dirawat disini karena Daya pikir baik
aja, masih inget ga kenapa sering nyakiti anak aku
dirawat disini?” terus aku nak bunuh diri
jugo dok, tapi sekarang
aku la berubah dak cak itu
lagi dok”

“Ibu kangen ga sama anak “Kangen nian aku dok, Discriminative insight baik
ibu?” selalu ngerasa bersalah aku Discriminative judgement
inget anak aku dok. Aku baik.
dak lagi nak cak itu dok. Afek serasi.
Aku nak bener-bener
ngurus anak aku dok,
makanya dok aku nak
balek yo sekarang” (sambil
pasien menangis)

“Iyo makanya ibu selalu “Iya dok, janji aku bakal Afek serasi
berpikir yang baik-baik bu, berubah”(sambil menagis)
jangan lagi ya kepikiran
mau bunuh diri dan di
sayang anaknya kalo nanti
pulang kerumah.”

Pasien berdiri, lalu berkata Orientasi waktu baik


“Dok sudah jam 9 pagi, Discriminative judgement
aku mau olahraga dulu baik.
dok, biar sehat“

“Baiklah bu, makasih ya “Iya sama-sama dokter. Daya ingat baik

26
bu sudah berbagi cerita. Lain kali dikasih pempek
Semoga sehat selalu” lagi ya dok”

27
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Psikosis postpartum (atau psikosis puerperal) adalah episode berat penyakit
jiwa yang dimulai segera (dalam beberapa hari atau minggu) setelah melahirkan.
Gejala bervariasi dan dapat berubah dengan cepat. Psikosis postpartum
merupakan kegawatdaruratan psikiatri yang hampir selalu memerlukan perawatan
di RS.4

3.2 Epidemiologi
Psikosis postpartum lebih jarang terjadi dibandingkan baby blues atau
depresi postnatal. Psikosis postpartum terjadi pada sekitar 1 dalam setiap 1000
perempuan (0,1%) yang melahirkan.Sekitar 50—60% perempuan yang terkena
psikosis tersebut baru saja melahirkan bayi pertama, dan sekitar 50% kasus
melibatkan kelahiran disertai komplikasi perinatal nonpsikiatri. Beberapa kasus
yang langka menyerang ayah. Dalam keadaan tersebut, seorang suami merasa
digantikan oleh anak dan dapat berkompetisi memperebutkan cinta dan perhatian
ibu. Namun, laki-laki tersebut mungkin telah mempunyai gangguan mental mayor
yang kemudian dieksaserbasi oleh stress karena menjadi ayah.7
Psikosis postpartum merupakan munculnya gangguan psikotik, seperti
skizofrenia, pada 3,4% perempuan. Meskipun demikian, perempuan dengan
skizofrenia yang diketahui memiliki risiko eksaserbasi postpartum sebesar 25%.
Psikosis postpartum terjadi pada 20—30% perempuan dengan gangguan bipolar.
Perempuan dengan gangguan bipolar dan riwayat keluarga (pada tingkat pertama)
dengan psikosis postpartum, risiko psikosis postpartum hampir dua kali lipat
perempuan dengan gangguan bipolar tanpa riwayat keluarga (74% vs 30%).6

3.3 Faktor Risiko6


 Primiparitas
 Penghentian mood stabilizer

28
 Komplikasi obstetrik
 Kematian bayi perinatal
 Pernah didiagnosis bipolar atau gangguan skizoafektif
 Pernah didiagnosis skizofrenia atau penyakit psikotik lainnya
 Pernah mengalami psikosis postpartum sebelumnya
 Memiliki ibu atau saudara perempuan yang pernah mengalami psikosis
postpartum (risiko sekitar 3%)
 Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar
 Kurang tidur
 Peningkatan stress lingkungan
 Kurangnya dukungan pasangan

3.4 Gejala
Gejala psikosis postpartum biasanya muncul dengan cepat, dalam 48—72
jam setelah melahirkan, dan menyerupai episode manik atau campuran.4
 Perasaan ‘high’, ‘manik’ atau ‘berada di puncak dunia’
 Mood rendah dan sering menangis
 Kecemasan atau iritabilitas
 Perubahan mood yang cepat
 Kebingungan yang berat
 Gelisah dan gaduh
 Pikiran berpacu
 Tingkah laku di luar karakter
 Banyak bicara, lebih aktif, dan lebih sosial dari biasanya
 Sangat pemalu dan tidak mau bicara dengan orang lain
 Susah tidur atau tidak mau tidur
 Merasa paranoid, curiga, dan ketakutan
 Merasa di dalam mimpi
 Delusi
 Halusinasi

29
3.5 Diagnosis Banding7
Psikosis Depresi
Karakteristik Baby Blues
Postpartum Postpartum
Prevalensi 0,2% 40—60% 10—15%
Onset dalam Puncaknya
Onset dalam 6
2—4 minggu 3—4 hari
Waktu bulan setelah
setelah setelah
melahirkan
melahirkan melahirkan
Beberapa jam
>4 hari >2 minggu
Durasi sampai
sampai bulan sampai bulan
beberapa hari
Gejala
 Merasa overwhelmed  
 Cemas  
 Mood labil   
 Mood depresi  
 Ketertarikan atau 
kepuasan berkurang
 Rasa bersalah yang tidak 
tepat
 Perubahan nafsu 
makan/BB
 Obsesi 
 Iritabilitas  
 Penurunan libido 
 Kesulitan tidur tapi  
merasa lelah
 Pikiran bunuh diri atau 
membunuh bayi
 Agitasi  

30
 Penurunan kebutuhan 
tidur
 Pikiran atau perilaku 
tidak biasa
 Halusinasi 
 Hiperseksualitas 
 Hiperaktivitas 
 Kebingungan/disorientasi 

3.6 Diagnosis
Kriteria diagnostik spesifik tidak dimasukkan dalam DSM-IV-TR.
Diagnosis dapat ditegakkan bila psikosis terjadi dalam waktu singkat dengan
kelahiran anak, meskipun diagnosis gangguan mood menurut DSM-IV-TR harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Gejala khas mencakup waham, deficit
kognitif, gangguan motilitas, kelainan mood, dan kadang-kadang halusinasi. Ide
psikotik berkisar mengenai kehamilan dan menjadi ibu. DSM-IV-TR juga
memperhitungkan diagnosis gangguan psikotik sementara dan gangguan mood
dengan awitan postpartum.

3.7 Tatalaksana4
Perubahan akut pada status mental perempuan postpartum memerlukan
pertimbangan hati-hati terhadap kemungkinan masalah medis yang mendasari.
Komplikasi dari melahirkan atau penyebab organik harus disingkirkan, meskipun
pasien memiliki riwayat gangguan bipolar, skizofrenia, atau psikosis postpartum.
Stroke, emboli paru, emboli cairan amnion, sindrom Sheehan, gangguan tiroid,
abnormalitas elektrolit, perdarahan akut, sepsis, dan keracunan obat merupakan
beberapa kondisi medis yang perlu dievaluasi ketika mengelola perubahan status
mental pasien.
Terapi sama dengan psikosis nonpostpartum. Antipsikotik, mood stabilizer,
dan benzodiazepine merupakan pilihan pengobatan. Pilihan pengobatan juga
ditentukan oleh kemungkinan komorbiditas, respon terhadap terapi sebelumnya,

31
toleransi obat, kemampuan pasien untuk bekerjasama, dan apakah pasien
menyusui. Meskipun monoterapi lebih baik, remisi gejala yang cepat merupakan
yang terpenting, sehingga ibu dapat melanjutkan merawat bayinya.
Lithium merupakan obat yang penting untuk menangani psikosis
postpartum. Pemantauan kadar lithium, fungsi tiroid dan ginjal, dan hidrasi yang
cukup merupakan perawatan standar ketika menggunakan lithium. Penggunaan
lithium untuk ibu menyusui telah dilarang oleh American Academy of Pediatrics
(AAP) karena kekhawatiran lewatnya obat melalui ASI. Kadar plasma pada bayi
dapat melebihi 10% kadar plasma ibu, menyebabkan toksisitas pada bayi,
terutama jika bayi dehidrasi.
Asam valproate atau carbamazepine mungkin digunakan dalam tatalaksana
psikosis postpartum. AAP melaporkan bahwa keduanya cocok untuk ibu
menyusui. Lamotrigine telah disetujui FDA untuk depresi bipolar, tetapi tidak ada
studi yang menguji kemanjurannya pada psikosis postpartum. Obat ini jarang
digunakan dalam terapi fase akut karena titrasinya memerlukan beberapa minggu,
tetapi mungkin memiliki peran dalam terapi pemeliharaan. Hati-hati dalam
menggunakan lamotrigine karena kadar obat dalam plasma yang tinggi telah
ditemukan pada bayi yang diberi ASI.
Antipsikotik atipikal sering dipilih sebagai lini pertama untuk psikosis dan
mania karena tolerabilitasnya. Tinjauan data baru-baru ini terhadap efek samping
pada bayi, olanzapine dan quetiapine merupakan yang paling diterima.
Chlorpromazine, haloperidol, dan risperidon diklasifikasikan bisa untuk ibu
menyusui dengan pengawasan medis yang termasuk follow-up, perhatian terhadap
kewaspadaan, kenaikan berat badan bayi, dan pemantauan.
Benzodiazepine mungkin memiliki peran dalam terapi psikosis postpartum
akut. Lorazepam intramuskular dan haloperidol dapat digunakan untuk mencapai
ketenangan cepat. Ketika pasien lebih stabil, agen oral dapat digunakan. Meskipun
demikian, benzodiazepine tidak direkomendasikan sebagai monoterapi untuk
psikosis postpartum. Pada sebuah studi terhadap 51 perempuan dengan onset
pertama psikosis postpartum, 67% mencapai remisi dengan kombinasi lithium,

32
antipsikotik, dan benzodiazepine; 18% dengan antipsikotik dan benzodiazepine,
dan 6% dengan hanya benzodiazepine.
Electroconvulsive therapy (ECT) dapat menghasilkan perbaikan
simptomatik cepar pada ibu dengan psikosis postpartum atau depresi postpartum
berat, tetapi terapi ini mungkin menantang untuk perempuan yang sebelumnya
tidak pernah menerima terapi psikiatrik apapun. Risiko ECT untuk bayi yang
mendapat ASI adalah obat yang diberikan untuk anestesi dan relaksasi otot, tetapi
karena obat ini bekerja cepat, diharapkan hanya terjadi perpindahan yang minimal
ke bayi.
Menetapkan pola tidur yang regular penting untuk mencapai tujuan
perbaikan gejala psikosis postpartum. Hal ini dapat dicapai ketika pasien
dirawatinap, karena orang lain akan merawat bayinya. Ketika pasien pulang ke
rumah, dukungan pasangan, anggota keluarga, dan perawat merupakan kunci
untuk merawat bayi dan membiarkan ibunya tidur. Jika ibu menyusui bayinya,
kombinasi ASI dan susu formula pada malam hari dapat mengurangi frekuensi
gangguan di malam hari.
Mengikutsertakan anggota keluarga penting dalam rencana terapi untuk
setiap perempuan yang menferita psikosis postpartum. Merawat ibu yang sakit
dan bayinya bisa memberatkan pasangan dan anggota keluarga. Penjelasan yang
hati-hati mengenai diagnosis, terapi, dan prognosis dengan sistem pendukung
pasien dapat membantu pelaksanaan rencana terapi dan kelanjutan terapi ketika
pasien pulang ke rumah.
Pemisahan dari bayinya mungkin diperlukan awalnya. Anggota keluarga
dapat menjadi sumber terbaik penentraman hati untuk pasien ketika status mental
mereka membaik. Banyak pasien yang tidak mengingat detil apa yang terjadi
selama psikosis akut. Pemeliharaan sikap mental terhadap ibu dapat membantunya
mengembangkan kepercayaan diri dalam kemampuannya pulih dan mengasuh.
anaknya sewajarnya. Dukungan dari teman dan akses terhadap informasi
mengenai psikosis postpartum penting selama pemulihan berlangsung.

33
3.8 Prognosis
Awitan gejala psikotik postpartum biasanya didahului gejala prodromal
seperti insomnia, gelisah, agitasi, labilitas mood, dan defisit kognitif ringan.
Begitu terjadi psikosis, pasien dapat membahayakan diri sendiri dan bayi yang
baru dilahirkan. Pada suatu studi, 5% pasien melakukan bunuh diri dan 4%
melakukan pembunuhan bayi.
Banyak perempuan yang mengalami psikosis postpartum tetap memiliki
lebih dari 1 anak. Terdapat risiko tinggi untuk mengalami episode lagi. Sekitar 1
dari 2 (50%) perempuan yang pernah mengalami psikosis postpartum akan
mengalaminya lagi setelah melahirkan bayi lainnya. Dengan perawatan yang
tepat, jika terjadi episode lainnya, perempuan harus bisa mencari bantuan
secepatnya.2

3.9 Pencegahan
Perempuan dengan gangguan bipolar dan memiliki riwayat psikosis
postpartum sebelumnya atau pada keluarganya harus diberikan informasi
mengenai gejala psikosis postpartum yaitu, perubahan mood, kebingungan,
kepercayaan aneh, dan halusinasi, terutama dalam 2—4 minggu setelah
melahirkan, dan harus menghubungi dokter jika gejala tersebut muncul.8
Bahkan sebelum persalinan, pasien yang berisiko harus didorong untuk
berkonsultasi dengan psikiatris untuk membantu menentukan pilihan terapi atau
terapi profilaksis pada saat persalinan untuk mencegah penyakit. Dokter didesak
untuk menanyakan mengenai gejala psikosis postpartum pada pasien berisiko
tinggi pada kunjungan ulang obstetrik minggu ke-6.8
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) dan Mood Disorder
Questionnaire (MDQ) merupakan alat yang berguna untuk menyaring depresi dan
mania/hipomania. EPDS merupakan instrumen untuk menilai diri sendiri yang
dapat mengungkapkan adanya mood rendah persisten, anhedonia, rasa bersalah,
kecemasan, dan pikiran untuk melukai diri sendiri. MDQ dapat mengungkapkan
gejala dulu dan sekarang berupa mood hiper atau iritabilitas, energy berlebihan,
pikiran berpacu, dan gejala yang dihubungkan dengan mania/hipomania. Ketika

34
pasien melaporkan kebingungan, ancaman untuk melukai diri sendiri atau orang
lain, kesulitan merawat anaknya, atau perawatan diri yang kurang, dokter harus
mempertimbangkan ini sebagai bendera merah dan merujuknya ke psikiatri
segera.8
Memperhatikan faktor lain yang diketahui dapat meningkatkan risiko
penyakit juga penting. Hal ini termasuk mencoba mengurangi hal-hal yang
membuat stress. Mencoba untuk tidur dan istirahat sebanyak mungkin di akhir
kehamilan dan setelah melahirkan dapat membantu. Meminta bantuan pasangan
atau keluarga untuk membantu mengurus bayi di malam hari jika mungkin.4

35
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. L, perempuan, 34 tahun, agama islam, sudah menikah, bekerja


sebagai penjual kue datang ke IGD RS Ernaldi Bahar Palembang pada tanggal 20
Agustus 2018. Pasien datang dibawa keluarganya karena adanya usaha bunuh diri
dengan meminum obat-obatan dalam jumlah banyak (overdosis) sehingga pasien
tidak sadar. Wawancara dan observasi dilakukan pada hari Senin, 20 Agustus
2018 pukul 10.00 WIB di Bangsal Cempaka RS Ernaldi Bahar Palembang.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Palembang. Pasien memiliki tingkat kesadaran compos mentis sehingga dapat
dianamnesis (kooperatif). Pasien berperawakan sedang dan berpenampilan sesuai.
Melalui hasil wawancara, pada pasien ditemukan adanya gangguan
psikotik dan depresif yang muncul pertama kali 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Berdasakan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala psikotik seperti
halusinasi visual yang telah terjadi selama 1 bulan. Halusinasi visual yang di
alami adalah pasien melihat bayangan hitam yang selalu ada di hadapannya disaat
pasien sedang melamun ataupun kondisi yang sedih. Bayangan hitam tersebut
tidak mengganggu pasien dan muncul pertama kali dalam beberapa waktu setelah
pasien melahirkan. Pasien mengatakan tidak pernah melihat bayangan hitam
sebelum melahirkan. halusinasi menetap dan tidak berubah ketika dilakukan
follow up pasien masih menceritakan halusinasi yang sama. Ditemukan juga dari
hasil autoanamnesis, gejala-gejala depresif seperti sulit tidur, konsentrasi dan
perhatian terganggu, gagasan tentang dirinya yang tidak berguna, dan pandangan
tentang masa depan yang suram telah dirasakan 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Gejala depresif semakin berat, yang dirasakan 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit yang ditandai gagasan pasien untuk bunuh diri. Keluhan dari gejala
depresif sudah berkurang saat dilakukan follow up yang ditandai pasien tidak
ingin melakukan bunuh diri lagi.
Pada pemeriksaan ditemukan atensi yang adekuat namun mudah terganggu
jika ada hal yang diinginkan, mood hipotimik, dan ekspresi facial cenderung

36
sedih. Status internus dan neurologikus dalam batas normal. Reality Testing
Ability pasien terganggu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan mengacu pada buku PPDGJ III
keadaan pasien ini memenuhi kriteria diagnosis untuk diagnosis F29 Gangguan
Psikotik Non Organik Yang Tidak Tergolongkan.
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut DSM V, yaitu:
Berdasarkan buku PPDGJ III keadaan pasien ini memenuhi kriteria
diagnosis untuk diagnosis F29 Gangguan Psikotik Non Organik Yang Tidak
Tergolongkan yaitu suatu gangguan psikotik yang digunakan untuk pasien yang
mempunyai gejala psikotik (seperti waham, halusinasi, dan perilaku serta bicara
kacau) tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik gangguan psikotik lain yang
mempunya definisi spesifik.
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut DSM V, yaitu:
I. Pada aksis I, dari autoanamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan psikotik non organik yang tidak tergolongkan karena psikosis
postpartus tidak memenuhi kriteria gangguan mood dengan gambaran psikotik,
gangguan psikotik singkat, gangguan psikotik karena penggunaan zat, dan
gangguan psikotik karena kondisi medis umum. Pada pasien termasuk dalam
kondisi psikosis postpartum atau yang dikenal juga dengan psikosis puerperal,
yaitu suatu keadaan gangguan psikotik yang tidak tergolongkan yang terjadi
pada:
i. perempuan yang baru saja melahirkan bayinya
Pasien baru sajak melahirkan anak pertamanya.
ii. adanya gejala depresi pada ibu
Pada pasien didapatkan gejala depresi (yang telah dirasakan 1 bulan
Sebelum masuk rumah sakit) seperti:
 Sulit tidur
 Konsentrasi dan perhatian terganggu
 Gagasan tentang dirinya yang tidak berguna
 Pandangan tentang masa depan yang suram
 Gagasan pasien untuk bunuh diri.

37
iii. Disertai juga dengan adanya pikiran untuk membahayakan dirinya
Pasien juga memiliki ide untuk bunuh diri dan telah melakukan upaya
bunuh diri seperti menyayat pergelangan tangen dengan pisau dan ingin
terjun ke dalam sumur.
Maka dari itu, pada pasien termasuk kedalam F29 Gangguan Psikotik
Non Organik Yang Tidak Tergolongkan yaitu psikosis postpartum.
II. Pada aksis II, Tidak ada diagnosis karena tidak ditemukan adanya gangguan
kepribadian pada pasien.
III. Aksis III, Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada gangguan medis lain
pada pasien.
IV. Aksis IV, Masalah ekonomi, pekerjaan dan masalah berkaitan dengan
lingkungan sosial.
V. Aksis V, Pasien mengalami gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam social, pekerjaan, sekolah, dll.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Kirana, Yuke. 2015. Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum dengan


Kejadian Post Partum Blues di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 1 (3): 25-37.
2. Wardhani, D.P. dan Kayika, I.P.G. 2014. Kapita Selekta Kedokteran:
Postpartum Blues. Jakarta: Media Aesculapius. Hal.457
3. Dorlan, W.A.N, 2011. Kamus Saku Dorlan. Jakarta: EGC. Hal. 898.
4. Royal College of Psychiatrists. Postpartum Psychosis: Severe mental illness
after childbirth. 2015. Available from: https://www.rcpsych.ac.uk/
healthadvice/problemsanddisorders/postpartumpsychosis.aspx, diakses pada
20 Agustus 2018.
5. Gondo, H.K. Skrining Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) pada
Post Partum Blues. Available from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=490129&val=10001&title
=SKRINING%20EDINBURGH%20POSTNATAL%20DEPRESSION%20SC
ALE%20(EPDS)%20PADA%20POST%20PARTUM%20BLUES diakses 22
Agustus 2018
6. Monzon C, Lanza T, Pearlstein T. Postpartum Psychosis: Updates and Clinical
Issues. Psychiatric Times. 2014; 31 (4). Available from:
http://www.psychiatrictimes.com/special-reports/postpartum-psychosis-
updates-and-clinical-issues/page/0/2.
7. Epperson CN, Ballew J. Postpartum Depression: A Common Complication of
Childbirth in Psychiatric Disorders in Pregnancy and the Postpartum:
Principles and Treatment. Totowa: Humana Press; 2006; hal. 44.
8. Sit D, Rothschild AJ, Wisner KL. A Review of Postpartum Psychosis. Journal
of Women’s Health. 2006; 15(4): 352–368. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109493/.

39

Anda mungkin juga menyukai