Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 3

“HORMON DAN ANTAGONIS HORMON (HORMON HIPOFISIS,


HORMON TIROID, ANALOG ANTAGONIS HORMON, DAN HORMON
ANTI TIROD)”

Di Susun Oleh :
Kelompok VI

Andrini Kurnia Sari G 701 14 020


Andi Martini G 701 14 065
Agriawan Sudirman G 701 14 057
Andito Saputra G 701 14 140
Siti Atika G 701 14
Musdalifah Ilyas G 701 14 005
Hartanti Enteding G 701 14 220
Dini Aulia G 701 14

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan tuntunan-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
Makalah Farmakologi Toksikologi 3 ini.
Penulis menyadari bahwa, dalam proses pembuatan Makalah Farmakologi
Toksikologi 3 ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun dari segi
penulisannya, untuk itu penulis dengan hati tebuka menerima kritik, saran dan
masukan yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan Makalah Farmakologi Toksikologi 3 ini.
Semoga Makalah Farmakologi Toksikologi 3 ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

Palu, 21 Maret 2017

Penulis
Kelompok VI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Analog dan antagonis Hormon......................................................................
B. Hormon Hipofisis.......................................................................................
C. Hormon Tiroid...........................................................................................
D. Hormon Antitiroid.....................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau
kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai
saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti
peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target,
maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya
pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh
hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang.
Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang
terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika
melindungi hipofisa tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk
mengembang.
Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor
atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi
salah satu hormone hipofise atau lebih yang dikeluarkan oleh kelenjar
pituitari. Hormon–hormon hipofisis lainnya sering dikeluarkan dalam kadar
yang lebih rendah.
Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium.
Defisiensi hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang
spesifik. Cretinism, misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan
dibawah normal disertai dengan retardasi mental merupakan akibat dari
hormon tiroid yang inadekuat pada saat perkembangan janin. Kekurangan
asupan yodium yang biasanya terjadi pada daerah goiter (gondok) endemis
banyak terjadi karena defisiensi yodium menyebabkan hipotiroidisme
sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Hormon hipofisis, Hormon tiroid, Analog Antagonis
hormon, dan Hormon antitiroid?
2. Apa saja macam – macam obat Hormon hipofisis, Hormon tiroid, Analog
Antagonis hormon, dan Hormon antitiroid?
3. Bagaimana mekanisme kerja Hormon hipofisis, Hormon tiroid, Analog
Antagonis hormon, dan Hormon antitiroid?
4. Apa saja indikasi dan kontra indikasinya?
5. Apa saja efek samping yang di timbulkan hormon tersebut?
6. Bagaimana penanganan hormon tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analog dan Antagonis Hormon


Analog hormon adalah zat sintetis yang berkaitan dengan reseptor
hormon. Analog hormon sangat mirip dengan hormon alami dan sering kali
fungsi klinisnya lebih baik dari pada hormon alaminya sebab mempunyai
beberapa sifat yang lebih menguntungkan.
Misalnya estradiol adalah hormon alami yang masa kerjanya sangat
pendek, sedangkan etinilestradiol adalah analog hormon yang masa kerjanya
lebih panjang. Juga ada beberapa obat atau zat kimia yang menghambat
sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada reseptornya disebut antagonis
hormon. Indikasi utama hormon adalah untuk terapi pengganti kekurangan
hormon misalnya pada hipotiroid.
Walaupun hormon merupakan zat yang disintesis oleh badan dalam
keadaan normal, tidak berarti hormon bebas dari efek toksis/racun.
Pemberian hormon eksogen atau dari luar yang tidak tepat dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal dengan segala akibatnya.
Terapi dengan hormon yang tepat hanya mungkin dilakukan bila dipahami
segala kemungkinan kaitan aksi hormon dalam tubuh penderita.
Contoh antagonis hormon pada penggunaan terapi
1. Tiourasil digunakan pada hipertiroidisme
2. Metirapon digunakan untuk membedakan hipofungsi korteks adrenal
primer atau sekunder
3. Dopamin : menekan sekresi hormon pertumbuhan yg berlebihan
4. Bromokriptin : menekan sekresi prolaktin yang berlebihan
5. Klomifen : meniadakan mekanisme umpan balik oleh estrogen sehingga
sekresi gonadotropin dari hipofisis tetap tinggi.
2.2 Hormon Hopifisis
Kelenjar Hipofisis (pituitari) merupakan kelenjar kecil, garis
tengahnya kurang dari 1 cm, dan berat sekitar 0,5 sampai 1 gram yang
terletak dalam sel latursica pada basis otak dan dihubungkan dengan
hipotalamus oleh tungkai pituitaria, atau infundibulum hipotalami. Kelenjar
hipofisis terletak di dasar tengkorak, di dalam fossa hipofisis tulang sfenoid.
Kelenjar ini terdiri dari dua lobus, yaitu anterior, posterior dan pars
intermedia (bagian di antara kedua lobus). Untuk memudahkan
mempelajarinya fungsinya maka hanya dilihat menjadi dua bagian, yaitu
lobus anterior dan posterior.
Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau
kelenjar pengendali karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang
mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Kelenjar ini berbentuk bulat dan
berukuran kecil, dengan diameter 1,3 cm. Hipofisis dibagi menjadi hipofisis
bagian anterior, bagian tengah (pars intermedia), dan bagian posterior.
 Jenis-jenis Kelenjar Hipofisis
1. Hipofisis anterior, juga dikenal sebagai Adehipofisis
Lobus anterior merupakan 80% dari berat kelenjar hipofisa. Jika
hormon yang dilepaskan terlalu banyak atau terlalu sedikit, maka
kelenjar endokrin lainnya juga akan melepaskan hormon yang terlalu
banyak atau terlalu sedikit.
Sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormon yang dinamakan
“releasing” dan “inhibitory hormones (faktor) hipotalamus” yang
disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan ke
hipofisis anterior pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh
portal hipotalamik-hipofisial kelenjar hipofisis anterior terdiri atas
beberapa jenis sel. Pada umumnya, terdapat satu jenis sel untuk setiap
jenis hormon yang dibentk pada kelenjar ini dengan teknik perawatan
khusus, berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu sama lain. Satu-satu
pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama mungkin mensekresi
hormon luteinisasi dan hormon perangsang folikel.
Kelenjar hipofisis menghasikan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi sekresi dari semua organ endoktrin
lain. Hormon pertumbuhan (Hormon Somatropik) mengendalikan
pertumbuhan tubuh. Hormon Tirotropik mengendalikan kegiatan
kelenjar tiroid dalam menghasilkan tiroksin. Hormon
Adrenokortikotropik (ACTH) mengendalikan kegiatan kelenjar
suprarenal dalam menghasikan kortisol yang berasal dari korteks
kelenjar suprarenal.
Hormon Gonadotropik berfungsi untuk merangsang folikel,
Follicle Stimulating Hormone (FSH), perkembangan folikel Graffdi
dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa di dalam testis.
Luteinising Hormon (LH) atau Interstitial Cell Stimulating Hormone
(ICSH) mengendalikan sekresi estrogen dan progesteron di dalam
ovarium serta testosteron di dalam testis. Hormon prolaktin (luteutrofin)
berfungsi mengendalikan sekresi air susu dan mempertahankan adanya
corpus luteum selama hamil.
2. Hipofisis Posterior, juga dikenal sebagai Neurohipofisis
Sekresi hipofisis posterior diatur oleh serabut saraf yang berasal
dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior, kelenjar
hipofisis posterior, juga dinamakan neurohipofisis, terutama terdiri atas
sel-sel seperti sel glia yang dinamakan pituisit. Akan tetapi, pituisi tidak
menyekresi hormon, pituisit bekerja sebagai penyokong untuk serabut
saraf terminal yang jumlahnya banyak dan ujung-ujung saraf terminal
dari traktus saraf yang berasal dari nuklei supraoptikus dan
paraventrikularis hipotalamus. Traktus-traktus ini berjalan ke
neurohipofisis melalui infundibulum hipotalami. Ujung-ujung saraf
merupakan tombol-tombol bulosa yang terletak pada permukaan
kapiler, Lobus posterior menghasilkan sekret dua jenis hormon, yaitu :
a. Hormon antidiuretik (ADH), juga dinamakan vasopresin yang
mengatur jumlah air dalam ginjal dan urin.
b. Oksitosin, merangsang kontraksi uterus saat melahirkan dan
mengeluarkan air susu selama menyusui.
Kedua hormon ini merupakan polipeptida kecil, masing-masing
mengandung sembilan asam amino. Mereka ide ntik satu sama lain
kecuali untuk dua asam amino.
 Hormon yang ada pada Hipofisis
Hormon yang dihasilkan Fungsi dan gangguannya
Hormon Somatotropin (STH), Adalah sejenis hormon protein yang
Hormon pertumbuhan (Growth mengendalikan pertumbuhan seluler
Hormone / GH) sel tubuh dengan merangsang
seluruh jaringan tubuh untuk
menambah ukuran sel dan
memperbanyak mitosis sehingga
jumlah sel bertambah.
Fungsinya,

a) Pertumbuhan pertumbuhan tulang


(terutama tulang pipa) dan otot dan
mempertahankan ukuran yang telah
dicapai.
b) Mampu meningkatkan metabolisme
lemak dapat meningkatkan aliran
gula ke otot dan lemak, merangsang
pembentukan protein di hati dan
otot serta memperlambat
pembentukan jaringan lemak, dan
mengaktifkan faktor pertumbuhan
yang menyerupai insulin.
E Efek jangka panjang dari hormon
pertumbuhan adalah menghambat
pengambilan dan pemakaian gula
sehingga kadar gula darah
meningkat dan meningkatkan
pembentukan lemak dan kadar
lemak dalam darah. Kedua efek
tersebut sangat penting karena
tubuh harus menyesuaikan diri
dengan kekurangan makanan ketika
berpuasa dan dapat digunakan
sebagai cadangan sumber energi.
Kekurangan hormon ini pada anak-
anak-anak menyebabkan
pertumbuhannya terhambat/kerdil
(kretinisme), jika kelebihan akan
menyebabkan pertumbuhan raksasa
(gigantisme). Jika kelebihan terjadi
pada saat dewasa, akan
menyebabkan pertumbuhan tidak
seimbang pada tulang jari tangan,
kaki, rahang, ataupun tulang hidung
yang disebut akromegali.
Hormon tirotropin atau Thyroid Pelepasan TSH dipengaruhi oleh
Stimulating Hormone (TSH) thyrotropin releasing hormon
(TRH) dari hipotalamus.
Berfungsi:
-Merangsang pertumbuhan
b) -Merangsang perkembangan
kelenjar gondok atau tiroid serta
merangsang sekresi tiroksin untuk
menghasilkan hormon tiroid.
Terletak tepat di bawah laring
sebelah kanan dan kiri depan trakea,
menyekresi tiroksin, triyodotironin,
yang mempunyai efek nyata pada
kecepatan metabolisme tubuh.
Kelenjar ini juga menyekresi
kalsitonin, suatu hormon yang
penting untuk metabolisme kalsium.

Adrenocorticotropic hormone Pelepasan ACTH dipengaruhi oleh


(ACTH) cortricotropin releasing hormone
dari hipotalamus. Berfungsi untuk :
a) merangsang pertumbuhan dan
fungsi korteks adrenal untuk
mensekresikan glukokortikoid
(hormon yang dihasilkan untuk
metabolisme karbohidrat). dan
mengatur produksi kortisol dan
beberapa steroid yang menyerupai
testosteron (androgenik). Tanpa
kortikotropin,kelenjar adrenal akan
mengkisut (atrofi) dan berhenti
menghasilkan kortisol, sehingga
terjadi kegagalan kelenjar adrenal.
Beberapa hormon lainnya
dihasilkan secara bersamaan dengan
kortikotropin, yaitu beta-
melanocyte stimulating hormone,
yang mengendalikan pigmentasi
kulit serta enkefalin dan endorfin,
yang mengendalikan persepsi nyeri,
suasana hati dan kesiagaan.
Prolaktin (PRL) atau Lactogenic Pelepasannya dipengaruhi oleh
hormone (LTH) prolactin releasing hormon/PRH.
Berfungsi :
Membantu kelahiran dan
mengendalikan sekresi air susu,
oleh kelenjar susu dan
memepertahankan adanya korpus
luteum selama hamil
Hormon gonadotropin pada Merangsang pematangan folikel
wanita : dalam ovarium dan menghasilkan
1. Follicle Stimulating Hormone estrogen.
(FSH) Merupakan gonadotropin, pada laki-
Luteinizing Hormone (LH) laki LH berfungsi merangsang
sekresi testosteron oleh sel leydig
(sel interstitial testis).
Pada wanita LH mengendalikan
sekresi estrogen dan progesteron
oleh korpus luteum dalam ovarium,
merangsang pelepasan sel telur
setiap bulannya dari indung telur &
untuk merangsang pembentukan
folikel de graff dalam ovarium.

2.3 Hormon Tiroid


Hormon tiroid (dalam bahasa inggris: thyroid hormone, TH) adalah
klasifikasi hormon yang mengacu pada turunan senyawa asam amino tirosina
yang disintesis oleh kelenjar tiroid dengan menggunakan yodium. Terdapat
dua jenis hormon dari klasifikasi ini yaitu tetra-iodotironina dan tri iodo-
tironina. Keduan jenis hormon ini mempunyai peran yang sangat vital
didalam metabolisme tubuh.
Istilah hormon tiroid juga sering digunakan untuk merujuk pada asupan
senyawa organik pada terapi hormonal berupa levotikroksin, atau isoform
terkait; meskipun terhadap dua hormon tiroid yang lain yaitu CT, dan PTH
Hormon tiroid merupakan pengendali utama metabolisme dan
pertumbuhan dengan, deiodinasi tetra-iodotironina yang memicu respirasi
pada kompleks I rantai pernapasan mitokondria, yang menjadi salah satu
faktor laju metabolisme basal; dan modulasi transkripsi genetik melalui
pencerap tri-iodotironina yang terdapat pada inti sel. Pentingnya peran TH
mulai dikenali pada abad ke 19 saat sebuah kasus pembesaran kelenjar tiroid
dengan simtoma hipertiroidisme mengakibatkan gagal jantung, exophthalmos
dan percepatan laju metabolisme basal. Studi lebih lanjut yang kemudian
dilakukan, memberikan pengetahuan bahwa kedua hormon tiroid T4 dan
molekulnya yang lebih reaktif, yaitu T3 mempunyai efek pleiotropik.
Konversi T4 menjadi T3, pada plasma darah disebut monodeiodinasi, terjadi
oleh enzim ID-I yang banyak terdapat pada hati dan ginjal, dan ID-2 yang
terdapat pada otak, hipofisis dan jaringan adiposa cokelat. Kedua jenis enzim
deiodinase tersebut mengandung senyawa selenium, dengan glukokortikoid
sebagai senyawa promoter.
Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui 2
cara :
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel
Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan yodium,
yaitu suatu elemen yang terdapat di dalam makanan dan air. Kelenjar tiroid
menangkap yodium dan mengolahnya menjadi hormon tiroid. Setelah
hormon tiroid digunakan, beberapa yodium di dalam hormon kembali ke
kelenjar tiroid dan didaur-ulang untuk kembali menghasilkan hormon tiroid.
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar
hormon tiroid. Hipotalamus (terletak tepat di atas kelenjar hipofisa di otak)
menghasilkan thyrotropin-releasing hormone, yang menyebabkan kelenjar
hipofisa mengeluarkan thyroid-stimulating hormone (TSH). Sesuai dengan
namanya, TSH ini merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid. Jika jumlah hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka
kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit; jika
kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa
mengeluarkan lebih banyak TSH. Hal ini disebut mekanisme umpan balik.
 Fungsi Hormon Tiroid
1. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan konsusmsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan
testis. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda
dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat
reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih
sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat diubah menjadi T3 setelah
dilepaskan darifolikel kelenjar.
2. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang.
3. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
4. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.
5. Merangsang penbentukan sel dalam darah.
6. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai komplensasi
tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
7. Bereaksi terhadap antagonis insulin.
Tirokalsitonin mempuyai jaringan sasaran tulang dengan fungsi utama
menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium I
tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar
kalsium serum. Kadar kalsium serum rendah akan menekan pengeluaran
tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang
pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tamabahan adalah diet kalsium dan sekresi
gastrin di lambung.
Agar kelenjar tiroid berfungsi secara normal, maka berbagai faktor harus
bekerjasama secara benar:
1) Hipotalamus
2) Kelenjar hipofisa
3) Hormon tiroid (ikatannya dengan protein dalam darah dan perubahan
T4 menjadi T3 di dalam hati serta organ lainnya).
Tiroid mengeluarkan tiga hormon penting, yaitu:
1) Triodotironin
2) Tiroksin
3) Kalsitonin
Triodotironin dan Tiroksin mengatur laju metabolisme dengan cara
mengalir bersama darah dan memicu sel untuk mengubah lebih banyak
glukosa.
Jika Tiroid mengeluarkan terlalu sedikit Triodotironin dan Tiroksin,
maka tubuh akan merasa kedinginan, letih, kulit mengering dan berat badan
bertambah. Sebaliknya jika terlalu banyak, tubuh akan berkeringat, merasa
gelisah, tidak bisa diam dan berat badan akan berkurang.

2.4 Hormon Antihipertiroid


Antitiroid obat adalah sebuah obat diarahkan terhadap kelenjar tiroid .
Obat-obatan antitiroid termasuk golongan tionamida yaitu; carbimazole,
methimazole, dan propylthiouracil (PTU). Obat ini digunakan untuk
mengobati hipertiroidisme (overactivity dari kelenjar tiroid) untuk mengurangi
aktivitas tiroid yang berlebihan sebelum operasi dan untuk mengobati dan
menjaga pasien yang tidak menjalani operasi.
Ada 4 golongan penghambat sintesis hormon tiroid yaitu :
1. Antitiroid, yang menghambat sintesis hormon secara langsung
2. Penghambat ion, yang memblok mekanisme transport yodida
3. Yodium dengan konsentrasi tinggi, yang dapat mengurangi sintesis dan
pengeluaran hormon dari kelenjarnya
4. Yodium radioaktif, yang merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi.
Juga ada beberapa obat yang tidak berefek pada hormon di kelenjar,
tetapi digunakan sebagai terapi ajuvan, bermanfaat untuk mengatasi gejala
tirotoksikosis, misalnya antagonis reseptor-β dan penghambat kanal Ca++
 Jenis-jenis obat Antitiroid
a. PROPILTIOURASIL (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking
replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa
menyusui.
b. METHIMAZOLE
Nama generik : Methimazole
Nama dagang : Tapazole
Indikasi : agent antitiroid
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis
pelihara 0,2 mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40
mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri
lambung, edema.
Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa
meningkatkan myelosupression, kehamilan (Lacy, et al, 2006).
c. KARBIMAZOLE
Nama generik : Karbimazole
Nama dagang di Indonesia : Neo mecarzole (nicholas).
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan
pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu
dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18
bulan.
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60 mg
dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan
dengan respon.
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan,
sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena
PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinemia dan pendarahan,
kehamilan dan menyusui (Lacy, et al, 2006).
d. TIAMAZOLE
Nama generik : Tiamazole
Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck).
Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan
operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon
tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20
mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis
perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan
pada kelenjar ludah.
Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui,
hepatitis.
 Mekanisme Kerja
Antitiroid golongan tionamida, misalnya propiltiourasil,
menghambat proses inkorporasi yodium pada residu tirosil dari
tiroglobulin, dan juga menghambat penggabungan residu yodotirosil ini
untuk membentuk yodotironin. Kerjanya dengan menghambat enzim
peroksidase sehingga oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu.
Propiltiourasil juga menghambat deyodinasi tiroksin menjadi
triyodotironin di jaringan perifer, sedangkan metimazol tidak memiliki
efek ini.
 Efek Samping
Propiltiourasil dan metimazol jarang sekali menimbulkan efek
samping dan bila timbul biasanya mempunyai gambaran yang sama ;
frekuensinya kira-kira 3% untuk propiltiourasil dan 7% untuk metimazol.
Agranulositosis akibat propiltiourasil hanya timbul dengan frekuensi
0,44% dan dengan metimazol hanya 0,12%. Meski jarang, agranulositosis
merupakan efek samping serius, untuk metimazol efek samping ini bersifat
tergantung dosis (dose-dependent) sedang untuk propiltiourasil tidak
tergantung dosis. Reaksi yang paling sering timbul a.l. purpura dan
popular rash yang kadang-kadang hilang sendiri. Gejala lain yang jarang
sekali timbul a.l. nyeri dan kaku sendi, terutama pada tangan dan
pergelangan. Reaksi demam obat, hepatitis dan nefritis dapat terjadi pada
penggunaan propiltiourasil dosis tinggi.
 Indikasi
Antitiroid digunakan untuk terapi hipertiroidisme, untuk mengatasi
gejala klinik sambil menunggu remisi spontan, dan sebagai persiapan
operasi. Juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan yodium radioaktif
untuk mempercepat perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi
yodium radioaktif.
Selain itu, antitiroid dapat digunakan untuk hipertiroidisme yang
disertai dengan pembesaran kelenjar tiroid bentuk difus maupun noduler.
Efek terapi umumnya tampak setelah 3-6 minggu terapi. Besarnya efek
hambatan fungsi tiroid tergantung dari berat ringannya gangguan fungsi
sebelum pemberian obat, jumlah hormone yang tersedia dan besarnya
dosis yang diberikan. Dosis terapi biasanya tidak sampai menghambat
fungsi tiroid secara total. Waktu yang diperlukan untuk menyembuhkan
setiap pasien juga berlainan.
Apabila obat yang diberikan sudah melebihi kebutuhan, maka pada
pasien tampak gejala hipotiroidisme, misalnya lemah, kantuk serta nyeri
otot dan sendi. Kadang-kadang gejala hipotiroidisme yang timbul begitu
hebat hingga pasien perlu mendapat sediaan tiroid. Dalam keadaan ini
hendaknya pemberian antitiroid diteruskan dengan dosis yang lebih kecil.
Jadi selama pengobatan dengan antitiroid harus diperhatikan ada tidaknya
gejala hipotiroidisme secara klinis maupun laboratories. Perubahan fungsi
tiroid menuju normal umumnya disertai pengecilan goiter. Goiter yang
membesar selama pengobatan inidisebabkan oleh hipotiroidisme yang
timbul karena terapi berlebihan.
Sebagian kecil pasien dengan hipertiroidisme dapat mengalami
remisi spontan setelah menjalani terapi antitiroid selama 1 tahun.
Keuntungan penggunaan antitiroid a.l. mengurangi tindakan
operatif dan segala komplikasi yang mungkin timbul dan juga mengurangi
terjadinya miksedema yang menetap karena penggunaan yodium
radioaktif. Selain itu semua kelainan yang ditimbulkan oleh antitiroid
umumnya reversible, sehingga obat ini bisa diberikan sebagai terapi
sementara sambil menunggu tindakan yang lebih tepat. Pada ibu hamil dan
hipertiroidisme, antitiroid merupakan obat terpilih (propiltiourasil) karena
tiroidektomi sering menimbulkan abortus. Yodium radioaktif tidak dapat
diberikan terutama setelah trimester pertama kehamilan, karena merusak
kelenjar tiroid fetus.
Antitiroid pada umumnya tidak berefek buruk pada kehamilan
tetapi sebaiknya dosis obat ini dikurangi terutama pada trimester ketiga
kehamilan untuk menghindari terjadinya goiter pada fetus.
Sediaan antitiroid ssering digunakan bersama-sama yodium untuk
persiapan operasi tiroid pada pasien hipertiroidisme. Bila hanya antitiroid
saja yang diberikan, maka vaskularisasi tiroid akan bertambah dan kelenjar
jadi lebih rapuh sehingga menyulitkan jalannya operasi. Dengan
pemberian yodium, vaskularisasi dan kerapuhan tersebut akan berkurang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau
kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai
saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti
peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target,
maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya
pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh
hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang.
Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
Analog hormon adalah zat sintetis yang berkaitan dengan reseptor
hormon. Contoh antagonis hormone pada penggunaan terapi salah satunya
yaitu Dopamin : menekan sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan
Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan)
dan lobus posterior (belakang). Hipotalamus mengendalikan lobus anterior
(adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai
hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan
keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui
impuls saraf.
3.1 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Boughman, Diane C, JoAnn c Hackley.2000. Keperawatan Medical Bedah : Buku


Saku Untuk Perawat Brunner & Sudarth, Jakarta : EGC.
Elisabeth, Endah P. 2000. Buku Saku Patofisiologis, Jakarta : EGC.
Doengoes, Marlyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta : EGC.
Harvey A. Richard. 1995.Farmakologi,Widya Medika : Jakarta.

Mardjono Mahar. 1995.Farmakologi dan Terapi, Gaya Baru : Jakarta.

Rumahoro, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Endokrin, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai