Anda di halaman 1dari 7

BAB 9

“BERDIKARI”
A. HUBUNGAN INTERNASIONAL
Istilah berdikari, berdiri di atas kaki sendiri pada umumnya
dihubungkan dengan dengan ajaran Trisakti yang dikemukakan Bung Karno
pada pidato kemerdekaan 17 Agustus 1964. Tetapi Bung Karno sendiri pada
pidato kenegaraan pada tanggal 17 Agustus 1965 ( diberi judul “ Takari”
atau Tahun berdikari) Menyatakan bahwa Berdikari merupakan ajaran yang
secara formulatif berada diurutan ke-5.
Gagasan berdikari yang diperuntukan bagi kerjasama internasional
Negara-negara “ New Emerging Forces (NEFO) “ yang berbasiskan negara-
negara dari Asia,Afrika,dan Amerika Latin mempertegas jalan pikiran bung
karno setelah keluarnya TRISAKTI. Dengan demikian gagasan berdikari
yang dikeluarkan tahun1965 ini dikibarkan dalam rangka menggalang
kerjasama kekuatan internasional untuk menghadapi “Neokolonialisme dan
Neo-Imprealisme (Neokolim)”.
Apa yang di tahun 1965 diangkat sebagai konsep berdikari itu,
esensinya ditahun 1949,. Ketika itu Indonesia masih berada dalam tahap
revolusi fisik(ditangkap) secara tepat oleh India yang ketika itu juga
mempertahankan kemerdekaannya. Ketika Bung Karno, Bung Hatta dan
Pemimpin lainnya ditahan Belanda, saat itu pula India menghimpun negara-
negara Asia untuk diajak berdialog dalam konferensi New Delhi untuk
membicarakan masalah Indonesia. Hasilnya, Indonesia dimasukan menjadi
agenda PBB. Respon India membuat rakyat Indonesia menyadari pentingnya
kerjasama Internasional. Itulah yang membuat BungKarno menegaskan,
digulirkannya konsep berdikari ke negara-negara “NEFO” bukan untik
mengurangi, justru untuk memperluas kerjasama Internasional.

B. PERANG DINGIN

Berakhirnya Perang Dunia II, praktis disususl oleh pembagian Eropa secara
signifikan menjadi 2 bagian. Bagian Barat berada dibawah hegemoni Amerika
Serikat dan sekutunya, dan bagian timur dibawah Uni Sovyet. Disisi lain, Apa
yang diistilahkan sebagai “Kemenangan gilang-gemilang komunisme di wilayah
Asia” menambah ke khawatiran Amerika Serikat terhadap makin meluasnya
ekspansi Komunis. Meluasnya komunisme di negara-negara Asia menyebabkan
Amerika Serikat menuduh mereka sebagai komperador Uni Sovyet, sebaliknya
negara-negara yang bersekutu dengan Uni Sovyet tentu tidak sekadar melawan
dominasi Amerika dengan cara memenangkan Komunisme setempat ( Oleh
Amerika Serikat disebut Ekspansi). Untuk menghadapi ekspansi Uni Sovyet,
Amerika Serikat melancarkan “starategi pembendungan” yang dilaksanakan di
Eropa diwujudkan dalam program “Marshal Plan”. Melalui politik ini, Washington
menjalin persekutuan dengan sejumlah negara, baik secara multi-lateral maupun
bilateral. Implikasinya, pangkalan pangkalalan militer didirikan dibeberapa tempat
pesisir Samudra Hindia sampai kepedalaman Jepang, serta bantuan ekonomi
disuguhkan kepada pemerintahan sekutu maupun sahabat Amerika Serikat.

Sebenarnya pertarungan dua kekuatan dunia tersebut merupakan bentuk


lanjut pertarungan dari dua pemikiran teoritis antara kubu liberal dan kubu marxis.
Kubu Liberal berpegang pada realisme politik,sedangkan kubu marxis menilai
politik luar negeri Amerika Serikat adalah Imperialis. Jadi, Imperialisme adalah
tahap monopoli dari kapitalisme. Ditengah situasi konfrontasi dua kekuatan itu,
tumbuhlah kekuatan baru yang dibawakan Bung Karno. Melalui mimbar PBB 30
September 1960, Bung Karno menolak pandangan Bertand russel yang membagi
dunia menjadi 2,yaitu antara penganut paham Declaration of indefendence dan
paham Manifesto komunis. Disatu sisi Manifesto Komunis tidak mengajarkan
adanya ketuhanan, sedangkan disisi lain Declaration of indefendence tidak
mengajarkan keadilan sosial. Di PBB itulah Bung Karno menawarkan Pancasila
sebagai piagam PBB dalam “ Membangun Tata Dunia Baru”. Sebab perdamaian
dunia tidak akan tercapai bila masih ada tirani kekuatan yang menghegemoni dunia
yang selama itu menyebabkan ketegangan-ketegangan sehingga praktis dunia
waktu itu berada dalam situasi PERANG DINGIN.

C. POLITIK BEBAS AKTIF


Persaingan antara blok barat dan blok timur sangat berpengaruh
terhadap strategi politik luar negeri Indonesia. Selama Perang Dingin, posisi
strategis Indonesia menjadi ajang perebutan pengaruh antara kekuatan dua
blok yang bersaing. Agar tidak terseret ke dua kutub yang selalu bertarung,
Indonesia menjalankan politik luar negeri bebas aktif. Bangsa Indonesia
mendapat pelajaran yang berharga dari dalam negeri, dengan adanya
peristiwa madiun 1948 dan konferensi antar Asia di New Delhi. Dari dua
pengalaman itu Bung Karno menggariskan politik bebas aktif sebagai politik
luar negeri Indonesia, Politik bebas aktif bukanlah politik netral.
Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia tidak akan memilih politik
(luar negeri) netral, karena netralitas dalam politik akan menjauhkan diri
berbagai pertentangan maupun konflik-konflik internasional. Pilihan politik
bebas aktif ini sebenernya telah sesuai dengan jalannya sejarah dan sesuai
dengan Amanat Penderitaan Rakyat. Namun pihak lawan (NEKOLIM)
punya pendapat lain tentang politik bebas aktif, menurut menlu AS JF Allen
Dulles “Politik netral adalah tak bermoral”. Bung Karno mengoreksi bahwa :
Justru politik bebas aktif bukanlah politik netral, tetapi politik memilih untuk
aktif tetapi bebas (dari dua blok yang bersitegang kala itu).

D. MENGGALANG KEKUATAN MENGHANTAM NEO-


KOLONIALISME
Neo-kolonialisme adalah tahapan lanjut dari Imperialisme sebagai
akibat perkembangan kapitalisme hegemoni. Di dalam neo-kapitalisme
terkandung proses verelendung(penyengsaraan) yang meniadakan nilai-nilai
kemanusiaan,proses penindasan dan penghisapan manusia oleh manusia,
bangs oleh bangsa. Untuk menghimpun kekuatan dalam rangka
melenyapakan Imperialisme, Indonesia membangun hubungan internasional
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tujuan Bung Karno adalah perdamaian
dunia yang adil tanpa pengisapan. Pada tahun 1955 Indonesia
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA), Konferensi terbesar di
dunia yang mempertemukan negara-negara nasional yang baru saja
melepaskan belenggu penjajahan, untuk dijadikan pijakan baru dalam
menentukan kedaulatan.
Konferensi Asia Afrika diharapkan menjadi tenaga baru dalam
mengubah polarisasi kekuatan dunia, Uni sovyet dan Amerika, masih ada
lagi kekuatan lain, yaitu negara-negara nasional baru yang tumbuh di
kawasan Asia-Afrika. Dengan demikian, sebenernya kemerdekaan nasional
menempati posisi utama dalam pergaulan internasional. Persengketaan
ideologi dalam bangsa sendiri akan merupakan proses dialektis petumbuhan
bangsa itudalam rangka menggapai kemajuannya. Apabila sengketa ideologi
suatu bangsa masih dicampuri kekuatan asing, bukan sintesisnya yang
tercapai,malah akan membawa kekacauan dan pergolakan.
Pada tahun 1960 dalam pidatonya di depan sidang umum ke-15 PPB,
menurut Bung Karno bahwa bertrand russel lupa bahwa ada golongan lain
yang lebih banyak yang tidak termasuk kedalam pengelompokannya. Itulah
kelompok yang akhirnya dinamakan NEFO oleh Bung Karno. NEFO adalah
kekuatan raksasa baru yang tumbuh sebagai suatu proses dialektika sejarah
yang tidak bisa dielakkan. Bung Karno menyatakan NEFO sebagai kekuatan
raksasa yang terdiri dari bangsa-bangsa dan golongan-golongan progresif
yang hendak membangun suatu dunia baru. Dengan keterangannya itu Bung
Karno antara lain ingin menjelaskan bahwa bukan bangsa Amerika atau
bangsa Eropa saja yang berhak menggerakkan dunia, bangsa yang baru
merdekapun dengan sendirinya mempunyai hak untuk mengolah dunia.
Setelah KAA I dibandung 1955, KTT non blok I di beograd 1961 dan
KTT II dikairo 1964, Bung Karno ingin menyelenggarakan konferensi
negara-negara nefo. Konferensi NEFO, dimaksudkan untuk mengadakan
“samenbundelling van alle internationale revolutionnaire
krachten”(Nasakom Internasional) . Tugasnya adalah untuk melaksanakan
tugas revolusi Indonesia yang multi-kompleks yaitu melumpuhkan kekuatan
neokolim, sekaligus diatasnya dibangun suatu tatanan baru, yaitu dunia baru
tanpa Imprealisme dan tanpa eksploitasi.
E. KESIMPULAN

Indonesia melakukan hubungan kerjasama dengan negara lain untuk


mempersatukan negara-negara yang baru saja merdeka dan melakukan politik luar
negeri Republik Indonesia di sebut ‘politik bebas aktif’. Bebas, artinya bahwa
bangsa kita bebas menjalin hubungan dengan negara-negara lain tanpa harus
terikat dengan blok barat maupun blok timur dan dapat menentukan jalan sendiri,
tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga; Aktif, artinya menuju perdamaian
dunia dan bersahabat dengan seluruh bangsa. Politik luar negeri Bebas Aktif
menjadi jawaban atas tuntutan gejolak politik Global paska perang dunia II yang
terpolarisasi dalam pertarungan dua Blok besar dunia atas nama perbedaan
ideology, yang mengharuskan Negara-negara dunia paska kolonial harus
menentukan pilihan politik luar negerinya.
MAKALAH ABK III
“BERDIKARI”

Nama Kelompok : 1. Pipih Paujiah (3201170040)


2. Diah Agustini (3201170044)
3. Apensili Gwijangge (3201170041)
4. Muhamad Rian (3201150002)
5. Didimus Meo (3201170045)

Kelas : 3 AK P 1
Fakultas / Prodi : Ekonomi / Akuntansi
Dosen : Utami Yastihasana Untoro, SH.,MH

Universitas Bung Karno


Tahun Ajaran 2018 / 2019

Anda mungkin juga menyukai