Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini Pariwisata menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan karena berkaitan erat dengan kegiatan sosial dan ekonomi yang dapat
dinikmati serta menjadi salah satu cara manusia melakukan sosialisasi.
Pariwisata identik dengan kegiatan memberikan kesenangan dan kenikmatan,
karena kegiatannya bertujuan memberikan beragam aktifitas secara santai dan
menyenangkan tanpa harus menguras tenaga.
Besarnya potensi pariwisata mendorong pelaku usaha bidang ini berlomba-
lomba menyediakan tempat wisata dengan berbagai cara, baik mengandalkan
obyek buatan maupun obyek alam. Serta menawarkan beragam keunikan dan
karekteristik obyek unggulan untuk menarik minat pengunjung. Walaupun
pariwisata identik dengan kesenangan, namun kegiatan ini juga memiliki risiko.
Berbagai obyek wisata yang disediakan oleh pengelola tempat wisata tidak
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan pengunjung sepenuhnya. Hal
itu memungkinkan adanya kecelakaan yang menimpa pengunjung wisata yang
bisa menyebabkan cacat fisik hingga meninggal dunia. Penyebab kecelakaan
ini dapat terjadi karena berbagai hal seperti : bencana alam, pengelolaan tempat
wisata, pengunjung dan kejahatan pihak ketiga. Keempat hal ini dapat memiliki
hubungan secara langsung atas kecelakaan yang terjadi bagi pengunjung wisata.
Kecelakaan yang terjadi di tempat wisata menimbulkan kerugian bersifat materi
dan immateriil kepada pengelola dan pengunjung yang merupakan korban.
Pengelola mengalami dua kerugian sekaligus yaitu menganti kerugian kepada
korban dengan sejumlah uang yang sudah ditentukan, dan kerugian bersifat
immateriil yaitu reputasi. Kerugian immateril bersifat jangka panjang yaitu
kelangsungan tempat wisata untuk kembali memulihkan image positif sehingga
pengunjung akan melupakan kejadian tersebut. Perbedaan karakter wisata akan
membedakan potensi risiko antara satu tempat dengan tempat lain sehingga
menuntut pengelola wisata dapat melakukan estimasi risiko secara mendalam.
Manajemen risiko adalah salah satu cara meminimumkan kerugian yang
muncul di tempat wisata. Manajemen risiko menjadi alat untuk meminimalisir
1
kerugian bagi semua pihak yang terkait khususnya pengelola sehingga
memberikan dukungan pada organisasi dan pengendalian risiko internal
maupun eksternal yang lebih efektif. Saat ini pengelola wisata sudah
mengunakan pendekatan manajemen risiko dalam menyelenggarakan kegiatan
wisata meski skalapengunaannya masih jauh dibandingkan dengan industri
keuangan seperti perbankan dan asuransi.
1.3 Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar perawat dapat memahami
proses manajemen risiko bencana pariwisata
BAB II
2
PEMBAHASAN
3
2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat
sedang terjadi bencana.
3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.
4
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil
dari hadirnya risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari
berbagai jenis potensi kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namun
demikian, dengan pengetahuan tentang bahaya, pola populasi, dan
pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan,
setidaknya dalam arti luas.
Manajemen risiko bencana adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
pada saat sebelum terjadinya bencana.
Jadi kesimpulan dari manajemen risiko bencana adalah upaya untuk
mengurangi bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,
dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana
terjadi.
5
bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 dapat dikelompokkan menjadi tiga
sumber yaitu:
1. Bencana Alam
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir,
gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain.
2. Bencana Non Alam
Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
3. Bencana Sosisal
Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
6
perjalanan”. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata
yang sangat penting yaitu:
1. Attraction (daya tarik)
Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun
binatang, dan museum), event attraction(seperti festival, pameran atau
pertunjukkan kesenian daerah).
2. Facilities (fasilitas yang diperlukan).
Selama tinggal di tempat tujuan wisata,wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain
itu diperlukan pula industri penunjang seperti took sourvenir, jasa
laundry, dan jasa pemandu.
3. Infrastructure
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum
ada infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur
adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4. Transportations (transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata
5. Hospitality (keramahtamahan).
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan
keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta
keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan
wisata.
7
menghasilkan barang ataupun jasa yang diperlukan oleh wisatawan dimulai
dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke
daerah asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan
selama melakukan perjalanan.
Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana
tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen
bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana yaitu:
Selain dengan menerapkan kegiatan manajemen bencana, untuk
mengurangi kerugian yang mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula
beberapa upaya peningkatan keamanan sebagai berikut: menurut Pizam
(2010), untuk meningkatkan keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire
sprinklers, pendeteksi asap, dan pintu elektronik.
Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan
kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan.
Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk
menjaga keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan.
Human Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan
mempekerjakan personel keamanan yang professional, dengan pengalaman
yang baik terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan
personel keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan
dari pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan.
Bagaimanapun, mereka harus mendapatkan pelatihan pemadaman
kebakaran dan cara evakuasi apabila bencana terjadi.
Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah dengan memasang rambu -
rambu keselamatan. Menurut Occupational Health and Safety Assessment
Series (OHSAS) (2012) rambu - rambu keselamatan adalah peralatan yang
bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan
karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Adapun
jenis rambu dapat berupa: rambu dengan simbol, rambu dengan simbol dan
tulisan, dan rambu berupa pesan dalam bentuk tulisan.
8
2.4 Tujuan Manajemen Risiko Bencana Pariwisata
Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola
bencana dengan baik. Saah satu faktor adalah karena bencana belum pasti
tejadinya dan tidak diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya,
manusia sering kurang peduli, dan tidak melakukan langkah pengamanan
dan pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.
Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan untuk:
1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang
tidak diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak
suatu bencana atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau
organisasai tentang bencana sehingga terlibat dalam proses
penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana
sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.
5. Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana
6. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai
terhadap korban bencana
7. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.
9
Tim bencana merupakan orang. orang yang mengkoordinir atau memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana yang biasanya
digunakan dihotel biasanya adalah Emergency Responsible Team dan Fire
Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim
bencana adalah Publict Save Community (PSC), Barisan Relawan Bencana
(BALANA), dan Search and Rescue (SAR). Adapun jenis - jenis tim
bencana tersebut adalah sebagai berikut:
1. Emergency Responsible Team
Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh
Georgetown University (2014) sebagai berikut, ”The Emergency
Responsible Team (ERT) is responsible team for coordinating the
response to crises affecting the safety and operation of some
disaster. They will be called to assist inthe management of the
emergency situation”. Tim ini merupakan tim khusus yang
menangani masalah bencana, tim ini selain dibentuk oleh
Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi
termasuk hotel.
2. Fire Brigade
Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut “Fire Brigade is a private
or temporary organization of individual equipped to fight fires”.
Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas untuk
menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan dengan
kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga dibentuk
oleh hotel - hotel.
3. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community
merupakan petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan
kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang
dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap
pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil
pemadam pada saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat bertugas
mengevakuasi korban kecelakaan lalu lintas dan bencana lainya.
10
4. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun
2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan,
Searh and Rescue (SAR) memiliki pengertian yaitu badan yang
berfungsi melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan
pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan
SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan
hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau
penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam
penanggulangan bencana dan musibah lainnya sesuai dengan
peraturan SAR Nasional dan Internasional.
5. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut dari
pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan
Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.
11
2. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana.
Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system
peringatan.
3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh
bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat.
4. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh:
perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.
12
kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya
sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-
langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana.
Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang
menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona
bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan
untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan
melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
3. Response
Jenis aktivitas respon emergensi
a. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)
Melakukan evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
b. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR)
Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban
yang hilang.
c. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)
Melakukan penilaian terhadap bencana yang terjadi
d. Respon dan Pemulihan (Response and relief)
Memberikan respond an pemulihan terhadap korban bencana
e. Logistik dan suplai (Logistics and supply)
Manyalurkan bantuan logistik kepada korban bencana
f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management)
Memberikan informasi dan komunikasi kepada media massa
mengenai jumlah kerugian korban bencana
g. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
h. Keamanan (Security)
Mamberikan pelayanan keamanan terhadap korban jiwa, baik itu
harta benda dan yang lain.
13
i. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management)
Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat
terjadinya bencana
4. Recovery
Secara garis-besar, kegiatan-kegiatan utama pada tahap ini antara lain,
mencakup:
a. Pembangunan kembali perumahan dan lingkungan pemukiman
penduduk berbasis kebutuhan dan kemampuan mereka sendiri
dengan penekanan pada aspek sistem sanitasi lingkungan organik
daur-ulang.
b. Penataan kembali prasarana utama daerah yang tertimpa bencana,
khususnya yang berkaitan dengan sistem produksi pertanian.
c. Pembangunan basis-basis perekonomian desa dengan pendekatan
penghidupan berkelanjutan, terutama pada kedaulatan dan
keamanan pangan dan ketersediaan energi yang dapat diperbaharui
(renewable energy); serta perintisan model sistem kesehatan yang
terjangkau dan efektif.
d. Lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang
aktif dalam PB dan pada Fase mana perannya yang paling menonjol.
14
c. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif
masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat
terwujud koordinasi kerja yang baik;
d. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang
merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat
preventif kebencanaan;
e. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam
setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam
kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan
unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta
melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun
dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal
wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana
penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya.
15
4) Untuk pengungsi, segera diarahkan menuju titik-titik
pengungsian dan segera dibangun tenda-tenda atau shelter.
b. T N I
Keterlibatan TNI sesuai Pasal 25 ayat 1 “Pada saat keadaan
darurat bencana, kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang
mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dan
instansi lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap
darurat”
Keterlibatan TNI lebih menonjol pada fase respon dan
recovery. Seperti melakukan evakuasi, pencarian mayat, pendirian
shelter-shelter, jembatan bailey, menembus daerah isolasi,
manajemen logistik pada saat tanggap darurat.
16
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008,
mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Upaya
memperkecil dampak negative bencana. Upaya mitigasi dapat
dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi
untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun
struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan
lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam
bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang
dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta
dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.
Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan komprehensif
melalui berbagai upaya dan pendekatan antara lain:
1) Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya membuat material yang tahan
terhadap bencana, dan membuat rancanagan pengaman, misalnya
tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.
2) Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku
dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan
17
dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.
3) Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan
pendekatan administratif dalam manajemen bencana, khususnya
di tahap mitigasi sebagai contoh:
4) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan
bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang telah
mebudaya sejak lama.
2. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan
dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena
itu diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat
mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban
atau kerugian dapat diminimalkan.
a. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
18
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini
dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk
dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yang dilakukan dalam kondisi
tanggap darurat antara lain:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
dan sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan
magnitude bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
2) Penentuan status keadaan darurat bencana.
3) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika
tingkat bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin
bencana tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
4) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
b. Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan
adalah menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan
jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan
pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala
bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus
19
diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis
bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
1) Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration) Melakukan
evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
2) Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR)
Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban
yang hilang.
3) Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment) Melakukan
penilaian terhadap bencana yang terjadi
4) Respon dan Pemulihan (Response and relief) Memberikan
respond an pemulihan terhadap korban bencana
5) Logistik dan suplai (Logistics and supply) Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana
6) Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management) Memberikan informasi dan
komunikasi kepada media massa mengenai jumlah kerugian
korban bencana
7) Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik.
Ibu Hamil, anak-anak dan orang Manula
8) Keamanan (Security) Mamberikan pelayanan keamanan
terhadap korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
9) Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management) Melakukan manajemen pengoperasian emergenci
pada saat terjadinya bencana.
3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
20
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajarsemua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh
dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya,
tegaknya hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pasca bencana.
21
2. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
3. Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam
penyususnan analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang
serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
4. Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko
bencana.
5. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan
persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian
terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana.
6. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang
disahkan oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.
22
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
23
Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :
24
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman
bahaya yang perlu ditangani.
Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
25
kerentanan dan kemampuan menahan atau menanggung risiko.
Risiko tersebut di bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan,
misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
3. Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah,
namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
b Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan,
maka langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan
atau konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi
bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian
tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.
26
mencapai 529 km. Batas fisiknya adalah sebagai berikut, utara
berbatasan dengan Laut Bali, timur berbatasan dengan Selat Lombok
(Provinsi Nusa Tenggara Barat), selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia dan barat berbatasan dengan Selat Bali (Provinsi Jawa
Timur). Pulau Bali terdapat dua gunung api aktif yaitu Gunung Batur di
Kabupaten Bangli dan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem.
Gunung Agung merupakan gunung tertinggi di Pulau Bali (3.142 mdpl)
dan termasuk dalam jajaran gunung berapi yang berbentuk
stratovolcano, dengan kawah yang cukup besar yang masih
mengeluarkan asap dan uap air. Kondisi Bali bagian utara memiliki
dataran yang sempit. Hal ini berbeda dengan Bali bagian selatan.
Dataran rendah di Bali selatan menghampar dari Kabupaten Jembrana
di barat sampai Kabupaten Karang Asem di timur. Di bagian ujung
selatan terdapat semenanjung yaitu Benoa. Di Bali terdapat beberapa
sungai, yang sebagian besar mengalir ke arah selatan dengan sungai
terpanjangnya yaitu sungai Ayung. Selain sungai, di Bali juga terdapat
danau yaitu danau Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan. Secara
administratif, Provinsi Bali terbagi atas sembilan kabupaten/kota, 57
kecamatan dan 716 desa/kelurahan. Kabupaten dan kota yang termasuk
dalam Provinsi Bali mencakup Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung,
Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng,dan Kota Denpasar
yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi
Balijuga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida,
Nusa Lembongan, danNusa Ceningan di wilayah Kabupaten
Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau
Menjangan di Kabupaten Buleleng. Provinsi Bali terletak di antara
Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Dengan beragamnya kondisi geografis,
Pulau bali memiliki potensi bencana alam yang sangat besar. Sektor
pariwisata menjadi andalan utama penghidupan masyarakat Bali. Sektor
pariwisata menjadi lapangan usaha yang mendominasi kegiatan
ekonomi di Pulau ini, hal ini dapat dilihat pada gambar 1. Dari tahun
2010 hinggal tahun 2013, sub lapangan usaha perdagangan, hotel dan
27
restoran menjadi sektor utama lokomotif bagi ekonomi masyarakat
Pulau Bali. Sektor kedua yang unggul adalah pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan. Di Pulau Bali terdapat sekitar 54 lokasi
destinasi wisata yang tersebar di delapan kabupatennya. Di Kabupaten
Buleleng terdapat Pantai Lovina, makam Jayaprana, air
panasBanyuwedang, lingkungan Pura Pulaki, Pantai Kalibukbuk,
pemandian Air Saneh dan Pantai Ponjok Batu. Di Kabupaten Jembrana
terdapat Kebun Raya Bedugul, Danau Beratan, Tanah lot, air panas
Penatahan, Alas Kedaton, Musium Subak Bal dan Jati Luh. Di
kabupaten Badung terdapat Pura Uluwatu, Pura Taman Ayun, Alas Pala
Sangeh, Pantai Sanur, Pantai Kuta, Legian, Seminyak, Pantai Suluban,
Pantai Nusa Dua, Taman Penyu Pulau Serangan, Pantai Gangga,
Museum Bali, Museum Le Mayeur, Werdi Budaya (Art Center),
Mandala Wisata, Lila Ulangun, Oo-ngan dan monument Padang Galak.
Di kabupaten Klungkung terdapat Goa Lawah dan Taman Gili
Kertagosa. Di Kabupaten Karang Asem terdapat Pura Besakih, Bukit
Putung, Desa Tenganan, Candi Desa, Taman Ujung, Tirta Gangga, Puri
Maskerdam, Pantai Tulamben dan Bukit Jambul. Di Kabupaten Gianyar
terdapat Istana tampak siring, Museum Ratna Warta, Danau Kawi,
Gunung Kawi Sebatu, Taman Kemuda Saraswati, Wanara Wana Ubud
dan Museum Purbakala. Di kabupaten Bangli terdapat panomara
Gunung Batur dan Danau Batur, Desa Trunyan dan Sasana Budaya. Tak
terkecuali di Kota Denpasar memilik bangunan kuno dengan arsitektur
Bali yang menarik wisatawan.(Sumber: BPS Bali, 2015)
28
tahun 2001 – 2003 yang mengakibatkan penuruna wisatwan hingga 1
juta pengunjung. Hal ini terkait dengan kejadian terorisme di Indonesia
yang kala itu menyasar Bali sebagai target operasi.
29
3. Sertifikasi Kesiapsiagaan Bencana bagi Penyedia Jasa Industri
Pariwisata
Dalam upaya menanggulangi dan meningkatan kesiapsiagaan di
bidang pariwisata, pemerintah mencanangkan program sertifikasi
kesiapsiagaan bencana bagi penyedia jasa industri pariwisata dan jasa
lainya. Sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2014, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali telah
melaksanakan Verifikasi Kesiapsiagaan Bencana di beberapa hotel
berbintang (bintang 4 & 5) di Bali. Sebelumnya BPBD telah melakukan
sosialisasi kepada 130 hotel yang ingin mendapat sertifikasi. Namun
hasilnya hanya 15 hotel yang lolos uji sertifikasi untuk tahun 2014.
Khusus di kawasan Pantai Kuta, hanya tiga saja yang menerima piagam
sertifikasi. Ketiga hotel tersebut adalah Patra Jasa Bali Resort, Hard
Rock Hotel dan Discovery Kartika Plaza. Acara penyerahan sertifikat
“Kesiapsiagaan Bencana” tersebut diserahkan langsung oleh Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali. Hotel-
hotel tersebut dinyatakan aman dan nyaman dengan segala sarana dan
prasarana yang dimiliki. Pada saat acara penyerahan sertifikat
kesiapsiagaan bencana, dihadiri oleh beberapa asosiasi pariwisata
seperti PHRI Bali, BHA, dan beberapa perwakilan hotel penerima
sertifikat. Adapun hotel-hotel yang menerima Sertifikat Kesiapsiagaan
Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali
untuk tahun 2014, sebanyak 15 hotel, sebagai berikut :
a. The Patra Jasa Bali Resort & Villas (Kategori Utama/Gold)
b. Hard Rock Hotel (Kategori Utama/Gold)
c. Nusa Dua Beach Hotel & Spa (Kategori Utama/Gold)
d. Novotel Bali Nusa Dua Hotel & Residences (Kategori
Utama/Gold)
e. Intercontinental Bali Resort (Kategori Utama/Gold)
f. The Westin Resort Nusa Dua Bali (Kategori Utama/Gold)
g. Conrad Bali (Kategori Utama/Gold)
30
h. Four Seasons Resort Bali at Jimbaran Bay (Kategori
Utama/Gold)
i. Melia Bali Villas & Spa Resort Nusa Dua (Kategori
Utama/Gold)
j. Sanur Paradise Plaza Hotel (Kategori Utama/Gold)
k. The Laguna Resort & Spa (Kategori Utama/Gold)
l. Le Meridien Bali Jimbaran (Kategori Utama/Gold)
m. Discovery Kartika Plaza (Kategori Utama/Gold)
n. Ayodya Resort Bali (Kategori Utama/Gold)
o. The St. Regis Bali Resort (Kategori Utama/Gold)
31
Selain Undang-Undang kebencanaan, dalam Rencana
Pennggulangan Bencana Provinsi Bali juga sangat jelas mengisyaratkan
bahwa peningkatan kapasitas menjadi prioritas program yang harus
dilaksanakan. Dilatar belakangi pemikiran tersebut, Gubernur propinsi
Bali menurunkan Surat Keputusan Nomor: 1849/04-1/HK/2013 yang
isinya adalah pembentukan dan susunan keanggotaan tim verifikasi
kesiapsiagaan bencana. Tim verifikasi ini dibentuk untuk melaksanaan
pembinaan dan penilaian kesiapsiagaan sesuai dengan standard dan
kritaria penanggulangan bencana. Tim ini juga mempuyai tugas sebagai
berikut :
a. Menyusun indikator atau parameter kesiapsiagaan menghadapi
bencana;
b. Menyusun standar operating procedure (SOP) pelaksanaan
pembinaan dan penilaian;
c. Melaksanakan proses identifikasi risiko bencana;
d. Melaksanakan penilaian kesiapsiagaan sesuai dengan indikator atau
parameter yangtelah ditentukan;
e. Merekomendasikan hasil penilaian kepada Kepala Pelaksanan
Badan
f. Penanggulangan Bencana Provinsi Bali;
g. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur melalui
Kepala Pelaksana
32
Kantor SAR Denpasar, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PMI Provinsi
Bali, Sekretaris BPBD provinsi Bali, Bidang Kedaruratan dan logistik
BPBD Provinsi Bali, Bidang rehabilitasi dan Rekonsyruksi BPBD
Provinsi Bali, Bidang Kesiapsiagaan Bencana BPBD Provinsi Bali, staf
Pusdalops BPBD Provinsi Bali. Tugas tim ini adalah menyusun
petunjuk pelaksaan teknis yang akan digunakan oleh tim perusahaan
swasta, bisnis dan sektor swasta dan penyedia jasa lainnya mencakup
perencanaan kegiatan, aspek/parameter penilaian kesiapsiagaan
bencana, mekanisme kerja, dan metode sesuai dengan kaidah majamen
bencana, siklus bencana dan bagaimana mekanisme pembuatan
proposal sertifikasi kepada BPBD Provinsi Bali. Petunjuk teknis ini
berisi hal-hal sebagai berikut: Pendahuluan, Pengertian dan Prinsip,
Aspek-aspek penilaian, Persiapan dan Pengorganisasian, Kelengkapan
Administrasi, Kelengkapan piranti keras, Mekanisme pengajuan
sertifikasi, Dana/Pembiayaan. Aspek penilaian meliputi komponen
penilaian, tingkat penilaian, Pembobotan nilai dan tingkat sertifikasi.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen risiko bencana adalah upaya untuk mengurangi bahaya
atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis dengan
cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi, dukungan, dan
membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi.
3.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga,
maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan
sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan
yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi
efisiensi. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan manajemen logistik
dan peralatan dapat berjalan secara efektif dan efisien dan terkoordinasi
dengan baik.
34