Anda di halaman 1dari 4

TATA GUNA LAHAN

REVIEW

Karena tinggi nya permintaan lahan untuk non – agricultural, seperti untuk perumahan
dan permukiman dan juga industry. Selain itu, nilai tanah pertanian mempunyai nilai yang
lebih rendah dibandingan nilai tanah untuk non pertanian. Hal ini menyebabkan tingginya
konservasi lahan pertanian di Indonesia selama dua decade terakhir. Sebenarnya,
pemerintah telah menyebutkan di peraturan bahwa setiap wilayah di Indonesia harus
mempunyai dan menetapkan zona lahan pertanian untuk menjamin lahan pertanian
berkelanjuan yang ditulis dalam rencana penggunaan lahan regional dan rencana
pembangunan daerah. Walaupun lahan untuk pertanian berkelanjutan sudah ada selama 7
tahun, namun belum ada evaluasi secara formal oleh pemerintah. Disebutkan bahwa 150,000
hektar ahan pertanian dikonversi menjadi lahan komersial, dikarenakan system monitoring
lahan belum terdevelop dengan baik. Ini juga terjadi di Sumatra Barat. Agar terjadi lahan
prtanian berkelanjutan, dalam perencanannya dibutuhkan pemanfaatan sumber daya alam,
ekonomi, dan sosial. Pengelolaan dengan sinergitas dan teirntegrasi sangat dibutuhkan unuk
terjaminnya pemenuhan kebutuhan pangan bagi generasi selanjutnya. Tantangan dalam hal
ini adalah kemampuan sumber daya lahan untuk permintaan yang selalu meningkat.

Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan


lahan dan pertanian di Sumatera Barat. Penelitian berfokus ke kabupaten Tanah Datar dan
Limapuluh Kota, dan kota Padang dan Pariaman dengan dua tahap, yaitu dengan study
desk kebijakan lahan yang berhubungan dengan lahan pertanian berkelanjutan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis interpretative dan overlay pemetaan
penggunaan lahan untuk mengevaluasi rencana penggunaan lahan regional dimana lahan
dialokasikan untuk pertanian namun telah digunakan untuk perumahan dan permukiman
dengan analisa deskriptif kuantitaif. Selain kedua tahap tersebut, diadakan nya interview
oleh beberapa masyarakat yang mempunyai peran penting dalam hal ini untuk
mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam, wawancara ini menggunakan
metode snowball sampling. Menurut rencana penggunaan lahan provinsi no. 13 tahun 2012,
menyebutkan bahwa lahan yang ada di Tanah Datar dan Limapuluh Kota harus
menggambarkan daerah agropolitan, sedangkan di Kota Padang dan Pariaman lahanya
direncanakannya menjadi metropolitan.
Dari metode study desk didapatkan data bahwa Sektor pembangunan pertanian di
Indonesia tumbuh sekitar 3,4% dari Produk Domestik Bruto rata-rata, sedangkan
pertumbuhan 2% oleh sub sektor pertanian pangan. Namun dikarenakan aspek-aspek
pendudukung dari sector ini masih kurang memadai, sehingga banyak terjadinya konversi
lahan. Ditambah dengan penduduk yang semakin meningkat mnyebabkan pemerintah
mengeluarkan peraturan kebijakan untuk melindungi lahan untuk keperluan pertanian

TATA GUNA LAHAN


pangan sejak tahun 2009 untuk mendukung Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Berdasarkan analisis overlay pemetaan didapatkan data bahwa wilayah pertanian
pada Padang, Pariaman, Tanah Datar dan Limapuluh Kota telah digunakan untuk permukiman.

Dilihat dari table 2 menunjukkan jumlah daerah pemukiman dalam alokasi lahan pertanian,
dimana alokasi lahan pertanian semakin menurun. Sementara pada saat yang sama
menunjukkan adanya peningkatan lahan untuk pemukiman. Angka ini menunjukkan bahwa
Padang cenderung mengubah lahan pertanian lebih dari Pariaman sebagai kotamadya
karena Padang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Tanah Datar dan
Limapuluh Kota mengalami sedikit konversi lahan pertanian dalam persentase tanah, namun
jumlah yang lebih besar dalam jumlah tanah dibandingkan dengan Padang dan Pariaman.
Tanah Datar dan Limapuluh Kota diarahkan untuk mengembangkan kawasan agropolitan
yang menjamin lahan pertanian berkelanjutan.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pelaksanaan kebiijakan pertanian


berkelanjutan masih belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam tingkat lokal.
menunjukkan kecenderungan konversi lahan tersebut setelah bertahun-tahun. Beberapa
faktor sebagai alasan di balik konversi lahan telah terungkap antara lain populasi, ekonomi,
sosial dan budaya, dan kurangnya penegakan hukum. Untuk itu integrasi maslaah kebijakan
lokal, regional, dan nasional harus dibuat untuk mengatasi masalah berkelanjutan. Kurangnya
koordinasi antara petani dan pembuat kebijakan agar membuat hasil yang sejalan dan
mengurangi tingkat konversi lahan tersebut.

KELEBIHAN JURNAL

Kelebihan dari jurnal ini adalah dalam jurnal ini diberikan data-data yang cukup
lengkap dari penelitian yang dilakukan, khususnya untuk daerah studi kasus yaitu kabupaten
Tanah Datar dan Limapuluh Kota, dan Kota Padang dan Pariaman. Penulis menampilkan data
berupa table dari total lahan pertanian yang dikonversi. Selain itu juga penulis penampilkan
daa berupa peta delineasi lahan pertanian menurut rencana tata ruang Kota Padang. Selain
it, jurnal ini pun menjelaskan secara detail aspek-aspek serta alasannya yang menjadifaktor-
faktor terjadinya konversi lahan.

TATA GUNA LAHAN


KEKURANGAN JURNAL

Kekurangan dari jurnal ini adalah tidak dijelaskan dampak yang terjadi pada daerah
studi kasus yang lahan pertaniannya mengalami konversi lahan. Jika penulis menjelaskan
dampak yang benar-benar terjadi akan adanya konversi lahan tersebut bagi penduduk
wilayah studi kasus, bisa membuat pembaca lebih memahami dan mengerti tentang seberapa
penting lahan pertanian yang ada di sautu wilayah bagi penduduk dan bagaimana jika lahan
tersebut diubah alih fungsinya. Selain itu, kekurangan lain dari jurnal ini adalah penulis tidak
menampilkan data hasil wawancara dengan para penduduk setempat, jika hasil wawancara
itu dapat ditampilkan bisa membuat pembaca memahami masalah tersebut langsung dari sisi
penduduk setempat yang merasakan nya.

LESSON LEARNED

Dari jurnal yang berjudul “Land Policy for Sustainable Agricultural Land and its
Implementation: Experiences from West Sumatra” kita mengerahui bahwa terjadinya banyak
konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian disebabkan oleh beberapa hal seperti
rendahnya nilai tanah lahan pertanian dibandingkan dengan lahan non pertaian. Selain itu,
hal yang menyebabkan terjadinya konversi lahan ini adalah kurangnya integrasi kebijakan dan
peraturan yang telah diberikan oleh pemerintah. Pelaksanaan peraturan tersebut masih
terasa kurang efektif dan menyeluruh. Kurangnya koordinasi antara kebijakan dan para petani
juga menyebabkan banyaknya konversi lahan yang terjadi.

Sebagai perbandingan dengan tesis berjudul ” Implementasi Kebijakan Perlindungan


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Magelang’’ dijelaskan bahwa dalam
pengaturan kebijakan lahan pertanian berekelanjutan masih berada di posisi yang belum
sempurna dan pasti dikarenakan juga belum adanya peraturan daerah dan lokal yang
mengatur hal tersebut. Sehingga kebijakan tersebut belum bisa dijalankan dengan optimal
dan menyeluruh yang menyebabkan masih banyaknya konversi lahan pertanian
berkelanjutan yang terjadi.

Dari kedua hal tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya kebijakan dan peaturan
yang mengatur tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan agar terdapat kejelasan
mengenai lahan yang dilindungi, sanksi-sanksi untuk pelanggaran, serta intensif yang didapat
untuk petani yang menjaga lahan mereka tersebut dengan tidak mengkonversikan nya.
Semua hal tersebut bertujuan untuk terciptanya lahan pertanian yang berkelanjutan yang
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk keberlangsungan pangan bagi generasi sekarang maupun
generasi selanjutnya.

TATA GUNA LAHAN

Anda mungkin juga menyukai