Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

ISOLASI DNA SECARA SEDERHANA PADA SAMPEL HEWAN DAN


TUMBUHAN

Anggota Kelompok :

1. Muftia Khoirunnisa 17030204052


2. Rizki Kurniawan 17030204059
3. Jihan Damayanti 17030204060
4. Okhtalia Varrel Anindhita 17030204071
5. Luspita Wahyuni 17030204079
6. Gita Saula Nurulia 17030204085

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian di bidang Genetika telah mengarah ke genetika molekuler. Salah


satu objek pada penelitian genetika molekuler adalah DNA. Deoxyribose Nucleid
Acid (DNA) merupakan materi genetic yang terdapat pada setiap makhluk hidup
dan merupakan blueprint informasi genetic yang dimiliki oleh suatu individu.
Molekul DNA tersusun atas sejumlah gula pentosa (deoxyribose), gugus fosfat,
dan basa nitrogen (Adenine, Guanine, Cytosine, dan Timine).

Molekul DNA dapat dianalisis jika diisolasi terlebih dahulu dari suatu
sampel. Setiap sampel memiliki struktur yang berbeda sehingga membutuhkan
teknik isolasi yang berbeda, misalnya jika sampel yang akan diisolasi DNA nya
adalah sampel tumbuhan maka harus diingat bahwa tumbuhan memiliki dinding
sel yang relatif lebih sulit untuk dihancurkan sehinga dibutuhkan penambahan
nitrogen cair pada tahap ekstraksi. Struktur dinding sel tersebut juga semakin sulit
dihancurkannseiring bertambahnya umur tumbuhan, sehingga pemilihan sampel
yang tepat juga dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimal.

Sampel yang berasal dari hewan juga perlu dicermati, jika sampel yang
digunakan adalah sampel organ maka harus dipilih organ yang mudah untuk
digerus. Hal lain yang harus dicermati adalah semua peralatan yang digunakan
harus terbebas dari sumber kontaminan seperti materi genetik organisme lain,
protein, lemak, dan sebagainya.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana teknik yang tepat untuk mengisolasi DNA?
1.2.2. Bagaimana tampilan fisik DNA setelah diisolasi?

1.3. Tujuan
1.3.1. Memahami prosedur isolasi DNA dengan menggunakan bahan-
bahan yang tersedia di sekitar
1.3.2. Mengetahui wujud DNA secara fisik.
1.4. Manfaat
1.4.1. Untuk mengetahui bagaimana teknik pengisolasian DNA secara
secara baik dan benar.
1.4.2. Untuk mengetahui wujud DNA yang telah diisolasi
1.4.3. Untuk mengembangkan pengetahuan di bidang biologi molekuler
khususnya materi DNA

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk
berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui
elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari
bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi
DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari
bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan
Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA
tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan
bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah
struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.

Isolasi DNA tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi
DNA hewan pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Prisnsip isolasi DNA
pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama
namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan
beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi
oleh suatu perusahaan sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada
tumbuhan seperti Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada
hewan digunakan GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-
tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang
disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan
manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki
kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya
membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis
sampel.

1. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal
isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998).
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara
fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam
nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi
(Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun
enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan
detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi
destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium
dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut
selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam
mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA
(Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan
membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007).
Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal.
Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya
kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka
penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan
konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung
CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA
bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan
kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan
dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB,
sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk
mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15°C.
Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak
digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida
seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas,
Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen
lain seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al.,
2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman
dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang
kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol
perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008).
Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat
dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi
DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997).
Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi
protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).

Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang
pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan
depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses
deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan
pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur
DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam
menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi
DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan
fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan
inhibitor DNAase dan detergen (Surzycki 2000).

2. Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim
DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi
enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang
dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley, 2008). DNA
yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan
komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang
didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai
pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein
kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat
dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008). Bettelheim dan
Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase
yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada
lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah
sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan
lipid akan berada pada fase organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran
fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk
mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi
oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara
pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark, 2010).

3. Tahapan Presipitasi DNA


Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi (pemisahan). Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam
tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk
pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga
menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-
residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama,
menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air
yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif
dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA.
Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat
bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol
tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga
isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan
isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA
akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan
aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA.

Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga
mengalami koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam
bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah
DNA pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum
pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Keller dan Mark (1989)
menerangkan bahwa pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol
dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam
yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat
kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh
sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan
isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Ausubel et al., 2003).

Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol,


maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan
residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap
(Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan
ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang
tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat
(Sambrook et al., 2001).

Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan


buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam
freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Verkuil et al. (2008) menyatakan bahwa buffer
TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah
diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Keller dan Mark
(1989) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat
memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah
dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh
RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada
suhu -20ºC.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


Alat :
- Mortar dan Alu - Plastik PP
- Gelas ukur - Tissue
- Tabung reaksi dan rak - Spatula
- Gelas beker - Timbangan
- Kertas saring - Corong
- Pipet tetes

Bahan :
- Daun Ficus tua - Garam
- Aquades - Deterjen
- Air kran - Alkohol
3.2. Prosedur
a. Detergen
1. Diambil secukupnya
2. Ditambahkan 60 ml aquades
3. Diaduk secara perlahan menggunakan spatula secara perlahan
selama 15 menit, usahakan jangan sampai berbusa

b. Daun tanaman fiscus tua


1. Ditimbang sebanyak 10 gram
2. Ditumbuk menggunakan mortar dan alu, ditambah dengan
10ml aquades
3. Ditambahkan garam dapur (NaCl) sebanyak ¼ spatula
4. Ditambah larutan deterjen sebanyak 15 ml
5. Dihogenkan selama 10 menit
6. Disaring menggunakan kertas saring dengan dua kali
pengulangan
7. Setelah didapatkan ekstrak, divorteks selama 30 menit dengan
kecepatan 2.5 rpm
8. Ambil bagian supernatat yang bening bagian atasnya kemudian
tambahkan 5 ml etanol dingin
9. Amati benang-benag DNA yang transparan/putih pada
permukaan suspense
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel Hasil Praktikum Isolasi DNA Sederhana Kelas PBB 2017


Bentuk Warna
t Fortex v Fortex Jumlah
No Sampel benang benang
(menit) (rpm) benang DNA
DNA DNA
 Benang
 Benang
panjang
panjang
utuh = 5
Kulit utuh
1. 30 2,5 Transparan  Benang
ayam  Benang
panjang
panjang
tidak utuh
tidak utuh
=∞
 Benang
Hati
2. 30 2,5 panjang Transparan 1
ayam
utuh
 Benang
Usus panjang
3. 30 2,5 Transparan 1
ayam utuh
berserabut
 Benang
 Benang-
Daun panjang =
benang
belimbin 1
4. 30 2,5 panjang Transparan
g wuluh  Benang
 Benang
muda tidak utuh
tidak utuh
=∞
 Benang
 Benang-
panjang =
benang
Daun 1
5. 30 2,5 panjang Transparan
Ficus tua  Benang
 Benang
tidak utuh
tidak utuh
=∞
 Benang
panjang =
Daun  Benang-
2
6. Ficus 30 2,5 benang Transparan
 Benang
muda panjang
tidak utuh
=∞

4.2. Pembahasan

Praktikum Isolasi DNA ini dilakukan pada tiap jenis sampel yang
berbeda untuk setiap kelompok, seperti sampel organ ayam dan daun pada
beberapa jenis tanaman. Namun pembahasan kali ini lebih berfokus pada
hasil Isolasi DNA pada daun tanaman fiscus tua. Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana proses pengisolasian DNA serta bagaimana
wujud DNA hasil isolasi.

Proses isolasi DNA pada daun tanaman fiscus tua ini dilakukan
dengan mengacu kepada tiga tahap pengisolasian DNA yakni lisis
(penghancuran), ekstraksi, dan presipitasi dengan beberapa modifikasi
seperti penggantian larutan buffer menggunakan larutan detergen dan
garam dapur (NaCl).

Pada tahap lisis dilakukan penghancuran sampel dengan


menggunakan mortar dan alu. Karena sampel yang digunakan merupakan
daun yang berusia tua, maka proses penghancuran dilakukan dengan lebih
ekstra sehingga daun dapat hancur dengan sempurna dan DNA dapat lebih
mudah keluar.

Kemudian hasil tumbukan ditambahi dengan garam dapur (NaCl)


dan larutan detergen. Tahap tersebut termasuk pemodofikasian dalam
tahap penghancuran menggunakan larutan kimia. Garam dapur berfungsi
untuk menghilangkan kandungan senyawa polisakarida dalam sel
tumbuhan sedangkan larutan detergen berfungsi untuk mendegradasi
protein serta mendenaturasi komponen polisakarida pada sel. Selain itu,
dilakukan proses penyaringan ekstrak daun fiscus yang telah ditambahkan
garam dan larutan detergen menggunakan kertas saring sebanyak 2 kali
untuk mendapatkan filtrat daun Fiscus tua. Hasil filtrasi kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex dengan kecepatan 2,5 rpm dalam
waktu 30 menit tanpa penambahan larutan fenol : kloroform :
Isoamyalkohol (P:C:I).
Tahap terakhir yang dilakukan yaitu Presipitasi. Pada tahap ini,
hasil filtrasi daun fiscus tua yang telah dipurifikasi ditambahkan dengan
ethanol 96% dengan suhu dingin. Penambahan ini bertujuan untuk
mempermudah terjadinya presipitasi pada benang-benang DNA. Ethanol
tersebut mampu membawa asam nukleat yang terdapat dalam campuran
naik ke permukaan, untuk kemudian diendapkan.Setelah ditambahkan
ethanol larutan kemudian kembali dihomogenkan pada mesin vortex.

Setelah diamati, terdapat benang benang transparan yang melayang


dalam hasil isolasi DNA tersebut. Terdapat satu buah benang panjang dan
benang pendek dalam jumlah yang banyak. Namun, tidak dapat dipastikan
apakah benang benang tersebut murni merupakan benang benang DNA
dikarenakan pada praktikum kali ini tidak dilakukan proses pengukuran
konsentrasi serta kemurnian DNA yang telah dihasilkan. Untuk
mengetahui kemurnian, konsentrasi, serta kualitas DNA dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bernama spektrofotometer. Namun kembali
kepada tujuan praktikum kali ini yakni hanya sebatas mengetahui
bagaimana proses pengisolasian DNA dan bagaimana wujud DNA yang
telah diisolasi. Sehingga, praktikan tidak mengetahui secara pasti apakah
hasil yang didapatkan tersebut merupakan DNA murni ataukah masih
tercampur dengan RNA dan senyawa kontaminan lainnya.
BAB 5
SIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui


bahwa terdapat tiga tahap utama dalam proses Isolasi DNA secara
sederhana, yakni tahap lisis (penghancuran), ekstraksi, serta purifikasi.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, proses pengisolasian DNA
hendaklah dilakukan berdasarkan ketiga prinsip tersebut secara sistematis
serta memperhatikan jenis sampel yang akan diisolasi sehingga nantinya
akan dilakukan proses isolasi yang tepat.

DNA yang telah berhasil diisolasi akan tampak seperti benang


benang transparan yang melayang pada filtrate daun tanaman fiscus tua.
Untuk mengetahui apakah DNA yang didapat tersebut murni atau tidak
tercampur RNA serta senyawa kontaminan lainnya, maka perlu dilakukan
pengujian menggunakan alat spektrofotometer.

5.2. Saran
Saran untuk praktikan
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum agar
kesalahan saat praktikum dapat diminimalisir
Saran untuk laboratorium
1. Sebaiknya alat alat laboratorium lebih diperhatikan kualitas serta
kelengkapannya agar praktikum dapat dilakukan dengan maksimal.
Saran untuk assisten /koas
1. Sebaiknya koas lebih bijaksana dalam me-manage waktu praktikum
dan dalam memutuskan setiap keputusan perihal praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Ausubel, F. M. et al. 2003. Current Protocols in Molecular Biology.

Bettelheim & Landesberg. 2007. Laboratory experiments for general organic and
biochemistry.

Clark, Melody S. 1997. Plant Molecular Biology : A laboratory manual.

Dolphin, W. D. 2008. Biological Investigations.

Hoelzel, A. R. 1992. Molecular Genetic Analysis of Populations.

Holme, D. J. & Hazel P. 1998. Analytical Biochemistry.

Karp, Gerald. 2008. Cell and Molecular Biology.

Keller, G. H. & Mark M. M. 1989. DNA probes.

Khosravinia, H. & Ramesha, K. P. 2007. Influence of EDTA and magnesium on


DNA extraction from blood samples and specificity of polymerase chain reaction.
African Journal of Biotechnology 6 (3), pp. 184-187

Surzycki, S. 2000. Basic techniques in molecular biology.

Switzer. 1999. Experimental biochemistry.

Verkuil, E. v. P., Alex van B., & John P. H. 2008. Principles and technical aspects
of PCR amplification.

Walker, J. M. & Ralph R. 2008. Molecular Biomethods Handbook.


LAMPIRAN
LEMBAR ACC

Anda mungkin juga menyukai