Anda di halaman 1dari 12

METODOLOGI DAN KARAKTERISTIK TAFSIR INDONESIA

oleh
IDAYATUL FITRIANI ( 2016.119.34.0262)
A. PENDAHULUAN.
Al-Qur’an yang dalam pandangan kaum muslimin sepanjang abad
merupakan kalam Allah, yang menyebut dirinya sebagai “petunjuk bagi
manusia”.1 Dan Al-Qur’an pun menegaskan bahwa ia memberikan
“penjelasan atas segala sesuatu”.2 Karena fungsinya tersebut yang
merupakan petunjuk bagi manusia, maka dari generasi ke generasi, umat
Islam terus berusaha untuk memahami kandungan al-Qur’an dan
menyampaikan kembali hasil-hasil pemahaman tersebut dalam berbagai
karya tafsir dengan tujuan agar bisa dijadikan sebagai referensi bagi umat
Islam dalam upaya menjadikan Al-Qur‟an sebagai petunjuk dalam
kehidupannya.
Bila diasumsikan bahwa kandungan Al Qur’an bersifat universal,
berarti aktualitas makna tersebut pada tataran kesejarahan meniscayakan
dialog dengan pengalaman manusia dalam konteks waktu. Hal ini juga
berlaku dengan kajian tafsir yang ada di Indonesia. yang Sesuai dengan
kondisi sosio-historisnya, Indonesia juga mempunyai perkembangan
tersendiri dalam kaitannya dengan proses untuk memahami dan
menafsirkan Al Qur’an yang berbeda dengan negara-negara berpenduduk
muslim lainnya.
Memahami teks bukanlah sesuatu yang mudah, terlebih saat memahami
teks yang kehadirannya jauh sebelum kehadiran orang yang ingin
memahaminya. Di Indonesia, Penulisan Tafsir dapat dikategorisasi
berdasarkan tinjauan yang digunakan. penafsiran Al-Qur’an di Indonesia,
dibuat dalam rangka upaya untuk menjelaskan kandungan kitab suci Al-
Qur’an kepada bangsa Indonesia melalui bahasa yang beraneka ragam,
baik dalam bahasa Nasional (Bahasa Indonesia) maupun dalam bahasa
daerah, seperti Melayu, Jawa dan Sunda.

1
Dalam Al-Qur’an Q.S.Al-Baqarah : 185.
2
Ibid 16 : 89.
1
1. Perkembangan penfsiran di Indonesia.
Perkembangan penafsiran Al- Qur’an di Indonesia agak berbeda
dengan perkembangan penafsiranj yang terjadi di dunia Arab yang
merupakan tempat turunnya Al- Qur’an dan sekaligus tempat kelahiran
tafsir al-Qur’an. Kajian tafsir di dunia Arab berkembang dengan cepat dan
pesat, karena bahasa Arab adalah bahasa mereka, sehingga mereka tidak
mengalami kesulitan dalam memahami Al-Qur’an dan jika mereka tidak
mengerti tentang yang disampaikan dalam suatu ayat ,hal itu langsung
dapat dipertanyakan kepada Nabi Muhammad yang pada waktu itu sebagai
penafsir pertama. Hal ini tentu berbeda dengan bangsa Indonesia yang
bahasa ibunya bukan bahasa Arab.
Proses pemahaman Al-Qur’an di Indonesia terlebih dahulu dimulai
dengan dilakukannya penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia
baru kemudian dilanjutkan dengan penafsiran yang lebih luas dan rinci
,maka dapat dipahami jika penafsiran Al Qur’an di Indonesia melalui
proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan di tempat asalnya.3
Dalam tradisi pemikiran Islam, Al-Qur’an telah melahirkan sederet teks
turunan yang demikian luas dan mengagumkan. Teks-teks turunan itu
merupakan teks kedua –bila Al-Qur’an dipandang sebagai teks pertama-
yang menjadi pengungkap dan penjelas makna-makna yang terkandung di
dalamnya. Teks kedua ini lalu dikenal sebagai literatur tafsir Al-Qur’an,
yang ditulis oleh para Mufassir dengan kecenderungan dan karakteristik
masing-masing, dengan corak dan model metode yang dipakainya
beragam dan berbeda-beda. sehingga melahirkan beragam kitab Tafsir.4
Dari segi generasi, Howard M. Federspiel pernah melakukan
pembagian kemunculan dan perkembangan terhadap tafsir Al-Qur’an di
Indonesia menjadi tiga generasi. Menurutnya,generasi pertama dimulai
sekitar awal abad ke-20 sampai dengan tahun 1960-an. Pada era ini
ditandai dengan adanya penerjemahan dan penafsiran yang didominasi
3
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), 31
4
M. Amin Abdullah, “Arah Baru Metode Penelitian Tafsir di Indonesia”,
dalam Pengantar Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia,., h. 17.
2
oleh model tafsir secarah terpisah-pisah dan dalam penafsirnnya cenderung
pada surat-surat tertentu untuk dijadikan obyek tafsir Al-Qur’an. Generasi
kedua, muncul pada pertengahan 1960-an, pada generasi ini merupakan
penyempurnaan dari generasi sebelumnya yang ditandai dengan adanya
penambahan dalam penafsiran yang berupa catatan kaki, terjemahan kata
per kata dan terkadang pula disertai dengan indeks sederhana. Tafsir
generasi ketiga, mulai tahun 1970-an, generasi yang dalam penafsiran
sudah lengkap dengan uraian yang jelas dengan komentar-komentar yang
luas terhadap teks Al-Qur’an yang ditafsirkan tersebut.5
Dari pemaparan diatas yang dikemukakan oleh Federspiel ini tidak
sepenuhnya benar. 6 Fakta menunjukkan bahwa pada periode pertama
sudah ada karya tafsir yang dalam penafsirannya sudah lengkap seperti
Tarjuman al Mustafid karya dari Abd al-Ra’uf as- Singkel dan kitab tafsir
Marah Labid karya Syaikh Muhammad Nawawî al Bantani. Demikian
juga pada periode kedua sudah terdapat tafsir lengkap 30 juz dengan
komentar yang luas seperti tafsir al Azhar karya Hamka.

5
Imam Musbikin, mutiara Al-Qur’an ,khazanah ilmu Tafsir dan Al-Qur’an,(
Madiun : Jaya Star Nine,2014) Hal.185.
6
Beberapa kesalahan dalam karya Federspiel dala peridesasi perkembangan tafsir
di indonesia antara lain adalah. Pertama, ternyata pada periode pertama dan kedua
sudah ada beberapa karya tafsir yang sudah merupakan penafsiran lengkap seperti
kitab tafsir Marah Labid karya syaikh Muhammad Nawawi yang kitab tafsirnya
menggunakan bahasa Arab dan Tafsir al-Bayan karya Mahmud Yunus. Kedua, di
samping itu terdapat kesalahan penempatan beberapa karya tafsir yang ada misalnya
al-Furqan Tafsir al-Qur’an karya A. Hassan, Tafsir al-Qur’an Karya Zainuddin
Hamidy dan Fachruddin AS dan Tafsir Qur’an Karim karya H. Mahmud Yunus, ia
mengkategorikan sebagai karya tafsir dari generasi kedua, padahal ketiga karya
tersebut telah muncul pada pertengahan dan akhir tahun 1950-an yang berarti masuk
pada generasi pertama. Demikian juga ketika memasukkan Tafsir al-Bayan (1966)
karya TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Karim (1955) karya M. Halim
Hasan dkk, dan Tafsir al-Azhar (1967) karya Hamka, dalam generasi ketiga. Padahal
dari tahun penerbitannya jelas bahwa Tafsir al-Qur’anul Karim karya M Halim Hasan
dkk adalah karya tafsir generasi pertama sedangkan karya Tafsir al-Bayan karya TM
Hasbi AshShiideqy dan Tafsir al-Azhar karya Hamka termasuk karya tafsir generasi
kedua. Lihat Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermenutika hingga
Ideologi (Jakarta: Teraju, 2002), 65.
3
Dengan demikian,keberadaan kitab tafsir yang ditulis oleh para mufasir
Indonesia salah satunya untuk membangkitkan semangat bangsa walaupun
hanya dengan pernyataan yang samar-samar, juga merespon atau
menjawab tantangan zaman yang kala itu sedang dalam keadaan yang
sulit.
2. Ragam Bahasa dalam tafsir di Indonesia.
Usaha dalam memahami Teks Al-Qur’an yang merupakan petunjuk
dan pedoman bagi umat Islam dalam pemahamannya yang melahirkan
bergam karya teks Tafsir seolah menjadi fenomena yang umum bagi umat
islam karena Al-Qur’an sendiri diturunkan dengan menggunakan bahasa
Arab. Tradisi penulisan yang terjadi diIndonesia sendiri sebenarnya telah
bergeraka cukup lama,dengan keragaman tekhnis penulis,coraka dan
bahasa yang digunkan dalam penafsiran.
Sebenarnya, kta dapat mengetahui bahwa dinIndonesia pada aba 16
sudah terdapat penulisan kitab tafsir tentng surat Al-Kahfi yang tidak
diketahui penulisnya ,kemudian muncul pula karya tafsir tafsir Tarjuman
Al-Mustafid yang ditulis oleh ‘Abd Al-Ra’uf Al-Sinkel yang mrupakan
kitab tafsir lengkap 30 juz . Pada Abad 19 muncul pula kitab tafsir yang
menggunkan bahasa Melayu-Jawi dalam penulisannya yaitu kitab
Fara’idil Al-Qur’an. seiring perkembangan Zaman literaur kitab tafsir
diIndonesia yang pengantarnya menggunakan Bahasa Arab yaitu kitab
Tafsir yang ditulis oleh Imam Nawawi Al-Bantani.7
Semakin berkembang penulisan Tafsir diIndonesia ,yang dimana
fenomena tersebut dapat dilihat dengan beragamanya karya tafsir yang
ditulis oleh orang Indonesia. menurut Gusmian pada periode permulaan
paenulisan kitab tafsir sebagaian ditulis dengan menggunakan bahasa
Melayu-Jawi ( Arab pegon ),menurutnya hal ini bisa diketahui dari lacakan
Anthony H,Jhons, dimana pada Abad ke-16 terjadinya pembahasalokalan
Islam di pelbagai wilayah di Nusantara ,seperti pada penggunaan aksara
Arab yang kemudian disebut dengan Aksara Jawi dan pegon, serta

7
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermenutika hingga Ideologi
(Jakarta: Teraju, 2002), Hal 53-55.
4
banyaknya kata serapan dri bahasa Arab . Dengan dipakainya bahasa
Melayu-Jawi ini semakin menemukan kekuatannya karena bahasa ini
merupakan bahasa bahasa resmi yang dipakai dalam pemeintahan ,tetapi
dalam masyarakayyt yang bahasa daerah nya diluar melayu-Jawi tidak bisa
dikuasai . Kemudian penulisan dengan mengunakan bahasa Melayu-Jawi
menjadi kurang populer dengan diintroduksi bahasa roman atau rumi oleh
kolonial Belanda. Meskipun penggunaan bahasa Melayu tidak populer
dalam karya tafsir ,tetapi masih ditemukan kitab tafsir yang menggunakan
Aksara Jawi yaitu kitab yang ditulis oleh KH. Bisri Mustofa dalam kitab
yang bernama Al-Ibriz.
Proses sosialisai bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan pemersatu
bangsa berbarengan dengan sumpah pemuda ,yang menyebabkan
kejamkkan literatur kitab tafsi di Indonesia ditulis dengan menggunkan
bahasa Indonesia dan dengan aksara latin. Dengan model penulisan
menggunakan bahasa indonesia dan aksara latin menjadi populis ,sebab
secara umum karya tersebut bisa diakses oleh semua masyarakat
Indonesia.8
3. Metodologi penulisanTafsir.
kata metode berasal dari bahasa Inggris (method),sedangkan dalam
bahasa yunani metode berasal dari kata methodos yang berarti jalan,cara.
di dalam bahasa Indonesia kata metode berarti suatu cara yang teratur dan
yang terpikirkan dengan baik demi mencapai maksud dan tujuan dalam
ilmu pengetahuan dan sebagainya. Sedangkan kata metodologi merupakan
salah satu hal yang penting dalam menentukan bangunan ilmu, karena
suatu ilmu bisa dipahami dalam kerangka metodologi yang mendasari
suatu ilmu tersebut, 9
Metode berbeda dengan metodologi. Meskipun ada pakar yang
membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa metode adalah cara,
prosedur, atau proses melakukan atau dalam hal ini meneliti sesuatu,

8
Ibid, Hal. 61-63.
9
Mawardi Abdullah,Ulumul Qur’an,( Yogyakarta : Pustaka pelajar,2011)
,Hal. 165.
5
sedangkan metodologi adalah ilmu tentang metode-metode tersebut untuk
mempermudah suatu penelitian. Metode dan metodologi tafsir sifatnya
lebih aplikatif, karena terkait secara praktis penggunaannya dengan
penafsiran Al-Qur`an. Oleh karena itu, kedua istilah tersebut dibedakan
dari ulum Al-Qur’ann (ilmu ilmu tentang Al-Qur`an) yang memiliki
cakupan pembahasan lebih luas, juga dibedakan dari ‘ilm al-tafsir (ilmu
tafsir) yang, meski lebih sempit daripada ulum Al-Qur’ann, tidak sama
dengan metode atau metodologi tafsir.
Setidaknya, jika berbicara tentang metodologi tafsir ada empat hal yang
terkait dengn metodologi tafsir, yaitu sumber (bi al-ma`tsur atau bi al-
ra`yi), validitas sumber (ukuran keshahihan riwayat), teknik penafsiran
(seperti tafsîr tahlîlî), pendekatan, dan corak (seperti fiqhî dan ‘ilmi). Jadi,
yang dimaksud di sini adalah metodologi tafsir al-Qur`an dalam pengertian
luas dengan aspek aspek tersebut, meskipun dalam faktanya nanti, tidak
semua aspek tersebut ditemukan dalam pemikiran tokoh yang dikaji.
Sedangkan, metode sebagai teknik pengumpulan data hanya menjadi
bagian dari metodologi.
4. Aspek Metodologis penulisan
Aspek metodologis penulisan merupakan konstruksi dalam yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip metodologi yang dipakai dalam proses
penafsiran Al-Qur’an. 10Dalam kontek penggalian dimensi dari karya
kitab tafsir di Indonesia,setidaknya ada 3 variabel pokok dalam arah kajian
yaitu : metode tafsir ,nuansa penafsiran dan pendekatan tafsir .
a. Metode tafsir .
merupakan suatu perangkat dan tata kerja yang digunakan dalam
proses penafsiran. Dalam literatur kitab tafsir di Indonesia metode
yang digunakan pun beragam,tetapi secara metodologis dapat
dipetakan kepada tafsir riwayah, tafsir pemikiran dan penafsiran
interteks. Penggunan metode tafsir riwayah di Indonesia digunakan
secara sempurna pada peride kontemporer, salah satu kitab tafsir yang
menggunakan tefsir riwayah adalah kitab Tafsir bil-al-Matsur karya
10
Imam Musbikin,Mutiara Al-qur’an, hal 194.
6
Jalaluddin Rahmat.11 keunikan dari karya ini yaitu,mrtodenya yaitu
menngunakan dat riwayat sebagai variabel penting dalam
menguraikan suatu penjelasan ayat, dan data riwayat tersebut secara
umum merupakan gambaran tentang sebab turunnya suatu ayat atau
dalam bentuk baru dari Asbabun Nuzul.12
Sedangkan metode tafsir pemkiran didefinisikan sebagai suatu
penafsiran Al-Qur’an dengan didasari pada kesadaran bahwa Al-
Qur’an, dalam konteks bahasa ,tidak bisa lepas dari wilayah budaya
dan sejarah disamping bahasa tersebut. Dengan metode penafsiran
pemikiran dalam penafsirnnya berusaha untuk menjelaskan dan
maksud dari pengertian suatu ayat yang berdasarkan pada hasil dari
proses intekstualisasi dengfan melalui langakah epistemologi yang
dasarnya pada teks dan konteksnya. Dalam metode tafsir
pemikiran,terdapat dua variabel pokok yang dijadikan titik tolak
,pertama variabel sosio-kultural dimana teks Al-Qur’an muncul dan
diarahkan pertama kali dan kedua adalah struktur linguistik teks .13
Setiap metode memiliki target atau hasil yang harus dituju.
Respon terhadap realitas merupakan keniscayaan yang harus
ditemukan dalam produk tafsir. Adanya dikotonomi proses penafsiran
dari teks ke realitas dan dari realitas ke teks adalah sangat
berpengaruh pada produk tafsir yang dihasilkan.
b. Nuansa Tafsir.
Adalah ruang yang dominan yang dijadikan sudut pandang dari
suatu karya tafsir, misalnya memiliki nuansa
kebahasaan,sosial,kemasyarakatan dan lain-lain. Nuansa tafsir juga
disebut dengan corak tafsir,dengan corak tafsir inilah satu tafsir yang
satu dengan yang lain dapat dibedakan.
c. Pendekatan Tafsir.

11
Islah Gusmian ,khazanah tafsir Indonesia, hal 198.
12
Ibid. 199.
13
Ibid . 202.
7
Dimaknai juga sebagai titik pijak kberangkatan dari proses
tafsir, karena suatu pendekatan yang sama bisa melahirkan corak
tafsir yang berbeda-beda. terdapat dua pendekatan dalam penafsiran
tafsir yaitu yang berorientasi pada teks ( pendekatan tekstual) dan
berorientasi pada konteks ( pendekatan kontekstual).14
5. Karakteristik tafsir Indonesia.
Secara etimologi, istilah karakteristik tafsir tersusun dari
dua kata, yaitu kata “karakteristik dan tafsir”. Istilah
karakteristik terambil dari bahasa Inggris yakni characteristic,
yang maknanya mengandung sifat khas.
a. Tafsîr Munîr li Ma‘alim al-Tanzîl.
Tafsir al-Munir ditulis oleh Saykh Muhammad Nawawi.
Proses penulisan pertama kali dimulai pada tahun 1860-an dan
selesai pada hari Selasa malam Rabu 5 Râbi„ al-Awal 1305 H
(1884 M), yang berarti proses penggarapannya berlangsung
selama 15 tahunan. Sesuai dengan kebiasaannya dalam
menulis, Saykh Nawawi menyodorkan karya tafsirnya itu
kepada ulama-ulama Mekkah untuk diteliti terlebih dahulu
sebelum dicetak. Nama lain kitab ini yaitu yaitu Marah Labid,
Tafsir al Nawawi dan al-Tafsir al-Munir li Ma'alim al Tanzîl.
Tafsir ini dikategorikan sebagai tafsir ijmali, manhaj
tahlili (analisis). Dengan kata lain, dalam suatu kesempatan
Syaikh Nawawi terkadang memberikanpenjelasan terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara global, sedangkan dalam
kesempatan yang lain Syaikh Nawawi menafsirkan Al-Qur’an
dengan cara analisis. Hal ini dapat dipahamiberdasarkan contoh
penafsi ran dan langkah-langkah yang digunakan oleh Syaikh
Nawawi al Bantani dalam menafsirkan suatu ayat, dimana
terkadang sebelum menafsirkan sebuah ayat beliau terlebih
dahulu menjelaskan hal-hal yang melatar belakangi ayat
tersebut diturunkan (asbab al-nuzul). Karena penjelasannya
yang relatif singkat, ringkas dan terkesan tidak analitis, dan jika

14
Imam Musbikin,hal . 196.
8
dipandang dari sumber penafsirannya, merupakan tafsir bi al
ra'y, dikarenakan sedikitnya periwayatan yang digunakan
dibandingkan dengan dominasi penafsiran dari hasil ijtihad
Syeikh Nawawi sendiri.
Dalam penjelasannya, tafsir ini lebih mudah dipahami
daripada kitab tafsir yang lain, pembahasannya sederhana dan
pembahasannya tidak terlalu jauh dari konteks ayat, atau bisa
disebut juga dengan metode penafsiran secara ijmaly (global)
dan berkarakteristik kebahasaan ( Lughawi ).
Adapun kecenderungan corak penafsirannya adalah
termasuk penganut ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dalam bidang
teologi dan dalam bidang fiqh mengikuti madzhab Syafi‟i.
Dalam bidang fiqh, syaikh Nawawi terlihat lebih detail dalam
penafsirannya, namun ia tidak terlibat dalam diskusi panjang
masalah furu’ dan tidak melakukan istidlal. Hal yang menarik
juga dari kitab ini adalah adanya nuansa sufistik. Di beberapa
tempat terlihat sejumlh ayat yang ditafsirkan mirip dengan
penafsiran yang dilakukan ahli tasawuf.
b. Tarjuman Al-Mustafid.
Tafsir ini disusun oleh Abd al-Ra’uf al-Singkel. Ia lahir di
Singkel pada tahun 1035 H/1615 M dan wafat di Banda Aceh
pada tahun 1105 H/1693 M. Nama aslinya adalah Abd al-Ra’uf
al-Fansuri. Ia adalah seorang ulama dan tokoh dari Aceh yang
pertama kali membawa ajaran tarekat Sattariyah di Indonesia.
Kitab Tarjumân al-Mustafîd ini ditulis dengan bahasa Melayu
dan lengkap 30 juz sampai surat al-Nas. Kitab ini bukanlah
murni karya Shaikh ‘Abd al-Ra’ûf Singkel, tetapi sudah
ditambah oleh muridnya yang bernama Dawud Rumi berupa
kisah-kisah dan perbedaan qira’att dengan persetujuan ‘Abd al-
Ra’uff Singkel selaku gurunya. Banyak pengamat menyatakan
bahwa kitab ini merupakan terjemah Tafsîr al-Bayd’awi.

9
Tarjumân al-Mustafîd juga merupakan kitab tafsir bi al-
ra’y, dengan metode tahlili (analitis), meskipun belum
mencakup semua aspek yang terkandung dalam suatu ayat.
Dilihat dari corak (lawn)nya, tafsir ini menggunakan corak
umum, karena ia mencakup berbagai masalah bahasa, fikih,
tasawuf, filsafat, dan adab ijtima’i. 15
c. Tafsir An-Nur.
Penulis tafsir ini adalah Teungku Muhammad Hasbi bin
Muhammad husein bin Muhammad Mas’ud bin ‘Abd al-
Rahaman Ash Shiddieqy. Dilahirkan pada bulan Jumadil Akhîr
1321H/10 Maret 1907 M sebelah timur Banda Aceh.
Dalam Karya tafsirnya ,Hasbi Metode penafsiran yang
digunakan adalah metode ijmali dengan pendekatan bi al-
ma’tsur. Tafsiran ayat-ayat al-Qur’an biasanya dimulai dengan
kata “ya’ni”. Dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an, Hasbi
banyak melakukan penafsiran ayat dengan ayat yaitu dengan
menerangkan ayat-ayat lain yang semakna. Ayat-ayat yang
sebanding atau semakna ini biasanya dinyatakan dengan
menyebut nomor surat dan nomor ayat.
Dalam karya ini hasbi menampilkan corak yang lain,
dimana corak hukum islam menjadi warna yang cukup jelas.
Disamping beliau menguasai bidang keilmuan dalam ilmu fiqh.
sehingga dalam menjelaskan ayat hukum beliau jelaskan secar
detail. Corak tafsir yang terdapat tafsir An-Nura memiliki
banyak cakupan, yaitu bercorak Adabi Ijtima’i karena latar
belakang penyusunan tafsir ini yaitu hasbi ingin mencoba
menjawab permasalan-permasalahan sosial yang ada di
Indonesia,16

15
Taufiqurrahman,Kajian Tafsir Indonesia,Madura,dalam jurnal keilmuan
tafsir hadis,Vol. 2.No.1 ,2012. Hal 9-16.
16
Muhammd Nursalim, Keautentikan Tafsir An-Nur karya Muhammad Hasbi
Ash-Shiddiqy,Skripsi Fakultas Ushuluddin,IAIN Raden Intan,Lampung ,2017. hal
47-49.
10
d. Tafsir Faidh Ar Rahman.
Penulis tafsir ini adalah Muhammad Shaleh b. „Umar al-
Samarani. Lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan
Mayong Kab. Jepara Jawa Tengah sekitar tahun 1235 H/1820
M. Menurut keterangan Kiai Shaleh Darat, penulisan Faidh al-
Rahman fî Tarjamah Tafsir Kalam Malik al-Dayyan ini dilatar
belakangi oleh keinginan dirinya untuk menerjemahkan al-
Qur’an ke dalam bahasa Jawa sehingga orang-orang awam
pada masa itu bisa mempelajari Al-Quraan, karena saat itu
orang-orang tidak bisa bahasa Arab. Selain itu, sebagai jawaban
atas kegelisahan RA Kartini, karena pada waktu itu, tidak ada
ulama yang berani menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa
Jawa karena al-Quran dianggap terlalu suci, tidak boleh
diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun termasuk
penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa.
Kiai Shaleh Darat terlebih dahulu mengalih bahasa,
menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa (Arab Pegon),
berdasarkan pemahamannya dengan berpedoman pada Tafsir
Jalalaain karya Jalal al-Din al-Mahallîdan Jalal al-Dîn al-
Suyuthi, al-Tafsir al-Kabir karya al-Razi, Lubab al-Ta’wil
karya al-Khazin, dan Tafsîr Imam al-Ghazali. Tafsîr Faidh al-
Rahman, merupakan tafsir ishari yang bercorak tasawwuf dan
fiqh. Dalam penulisan kitab tafsir ini beliau cenderung
menggunakan metode Ijmali. Ciri khusus yang terdapat dalam
kitab Faidh ar-Rahman yaitu penerjemahan yang dilakukan
kedalam bahasa jawa dengan menggunakan Arab pegon yaitu
a. sususnan bahasa sama dengan susunan bahasaArab,b. gaya
bahasa dalam penerjemahannya memiliki perbedaanyang
sedikit dengan terjeman tafsir sekarang,c. menggunakan bahasa
jawa yang masih bercampur antar pesisir dan pedalaman
dengan bahasa Arab, c. menggunakan makna Isyari, d. dalam

11
memahami bahasa yang digunakan dalam penulis perlu
bimbingan. 17
6. Kesimpulan.
Tafsir di Indonesia sebetulnya mengalami kemajuan yang cukup
pesat. Hanya saja sesuai kondisi sosio-historis bangsa Indonesia, maka
metode penafsiran tidak terlepas dari metode terjemah dalam rangka
memudahkan pemahaman umat Islam di Indonesia. Dalam
penerjemahan dan penafsiran banyak juga yang menggunakan bahasa
daerah untuk mempermudah kepahaman masyarakat dimana tafsir itu
muncul. Metode yang digunakan dalam tafsir walaupun menggunakan
metode yang sama tetapi dapat melahirkan tafsir yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Gusmian, Islah ,Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermenutika hingga
Ideologi (Jakarta: Teraju, 2002),
Siregar,MHD .Ikhsan Kolba, Metode Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam
menafsirkan Al-Qur’an ( sebuah tinjauan terhadap tafsir marah labid)
dalam skripsi, Fakultas Ushuluddin ,Uin Sulthan Syarif Kasim
Riau,pekanbaru,2011. Diakses pada 19-03-2019.
Musbikin, Imam. mutiara Al-Qur’an ,khazanah ilmu Tafsir dan Al-
Qur’an,( Madiun : Jaya Star Nine,2014)
Nursalim, Muhammad ,Keautentikan Tafsir An-Nur karya Muhammad
Hasbi Ash-Shiddiqy,Skripsi Fakultas Ushuluddin,IAIN Raden
Intan,Lampung ,2017. Akses pada 03-02-2019.
Taufiqurrahman,Kajian Tafsir Indonesia,Madura,dalam jurnal keilmuan
tafsir hadis,Vol. 2.No.1 ,2012. Diakses pada 23-03-2019.

17
Imam Musbikin, mutiara Al-Qur’an ,khazanah ilmu Tafsir dan Al-Qur’an,(
Madiun : Jaya Star Nine,2014) Hal.201-209.
12

Anda mungkin juga menyukai