Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH LATIHAN FISIK SUBMAKSIMAL TERHADAP

PENINGKATAN JUMLAH SEL LIMFOSIT PADA


TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR)

ARTIKEL

OLEH
MUHAMMAD CHOLIF SHODIQ
NIM 120621403579

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN
MEI 2016
Scanned by CamScanner
PENGARUH LATIHAN FISIK SUBMAKSIMAL TERHADAP
PENINGKATAN JUMLAH SEL LIMFOSIT PADA TIKUS PUTIH
(RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR)

Muhammad Cholif Shodiq


Program Studi Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Malang

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini akan mengungkap latihan fisik berupa renang


dengan intensitas submaksimal terhadap sistem imun dengan indikator
peningkatan jumlah sel limfosit. Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian random control group posttest-only design dengan 2 kelompok
yaitu kelompok perlakuan latihan fisik berupa renang dengan intensitas
submaksimal yakni 80-90% dari waktu tercapainya exhausted. Kemudian
hasil laboratorium jumlah sel limfosit akan dianalisis dengan uji-t
berpasangan dengan taraf signifikansi 0.05. Hasil uji-t menunjukkan
bahwa Sig. < α, yakni 0.002 < 0.05 yang berarti H0 ditolak dengan
demikian data jumlah sel limfosit kelompok kontrol dan perlakuan
terdapat perbedaan yang signifikan. Nilai mean kelompok perlakuan lebih
tinggi dengan nilai 73.74% daripada kelompok kontrol dengan nilai
60.20%. Maka, jumlah sel limfosit pada kelompok perlakuan lebih baik
dari pada kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
latihan fisik submaksimal dapat meningkatkan jumlah sel limfosit pada
tikus percobaan.

Kata kunci: latihan fisik submaksimal, sistem imun, sel limfosit.

ABSTRACT

The purpose of this study will reveal physical exercise such as


swimming with submaximal intensity of the immune system with an
indicator of increased number of lymphocytes. This study design was
randomized control group posttest-only design with two groups: the
treatment of physical exercise such as swimming with submaximal
intensity which is 80-90% of the time achievement exhausted. And then,
laboratory results lymphocyte cell counts will be analyzed by paired t-test
at the 0.05 significance level. The results of t-test showed that Sig. < α
(0.002) <0.05 which means that H0 is rejected so that the data amount
lymphocyte cells control and treatment groups there are significant
differences. The mean value of the treatment group is higher by 73.74%
than the value of the control group with a value of 60.20%. Thus, the
number of lymphocytes in the treatment group is better than the control
group. It can be concluded that submaximal physical exercise can
increase the number of lymphocyte cells in rats.

Keyword: Physical exercise submaximal, immune system, lymphocyte


cell.

1
Latihan fisik dapat terhadap respon imun (Hassan dkk,
menampilkan efek imunomodulator 2013:166) dengan jalan yang
yang dapat mempengaruhi sistem bertugas memberikan “marker” atau
kekebalan tubuh dan melindungi ”penanda” ketika tubuh mengalami
penyakit dari kerusakan sel (Neil, stres (salah satunya kerusakan
2011:1). Stres akibat latihan fisik jaringan tubuh atau inflamasi)
dapat memicu perubahan sel pada (Turner dkk, 2012:2). Hal itu
sistem imun seperti limfosit yang dibuktikan dengan olahraga dengan
jika terdapat radikal bebas atau intensitas >75% VO2 maks terbukti
molekul-molekul asing sel limfosit menyebabkan stres yang terjadi
akan bertambah. Stres akibat fisik diperantarai dengan peningkatan
direspon oleh hypothalamus yang sitokin inflamasi seperti IL-6, TNFα,
dapat mensekresi corticotrophin IL-1β (Stenholm, 2011:33). Olahraga
realising hormone (CRH) yang dapat meningkatkan respon sistem
kemudian memberikan pesan pada imun dengna meningkatkan kadar
pituitari anterior. Pituitari akan NK (natural killer), neutrofil dan
mengeluarkan adreno corticotrophin antibodi limfosit) (Kader, 2010:271).
hormone (ACTH) yang berguna
Menurut Harahap (2008:1)
untuk mengaktifkan atau
bahwa latihan fisik dengan intensitas
mempengaruhi korteks adrenal
maksimal hingga kelelahan,
tempat hormon kortisol disekresi.
dilaporkan justru dapat menyebabkan
Menurut Kushartanti (2011:2) bahwa
gangguan imunitas. Pada penelitian
“hormon kortisol yang masuk ke
yang dilakukan oleh Irianti (2008:57)
dalam aliran darah dan berefek
dijelaskan bahwa latihan fisik dengan
meningkatkan metabolisme tubuh”.
intensitas sedang dapat
Kortisol juga dapat mempengaruhi
meningkatkan sistem imun,
beberapa organ lain termasuk thymus
menurunkan kerentanan terhadap
tempat menyekresi sel limfosit yang
penyakit yang dapat diamati dengan
berperan dalam pertahanan dan
bertambahnya jumlah sel limfosit di
penyerangan terhadap molekul-
dalam darah dalam batas normal.
molekul asing lainnya. Kortisol
Penelitian lain dilakukan oleh Park
memiliki pengaruh yang besar
dan Lee (2011:214) menyatakan

2
bahwa latihan dengan beban 60% hitung jenis limfosit. Sedangkan
dan 70% VO2 Maks dapat teknik pengambilan kelompok
meningkatkan kemampuan opoptosis dengan menggunakan teknik simple
pada sel limfosit. Berdasarkan uraian random sampling (Sugiyono,
yang telah dikemukakan, ada 2013:64). Peneliti menggunakan 20
indikasi bahwa latihan fisik ekor yag dibagi menjadi 2 kelompok,
submaksimal dapat mempengaruhi hal ini didukung oleh Sugiyono
peningkatan hitung jenis limfosit. (2013:74) bahwa “untuk penelitian
Sehingga penulis akan melakukan eksperimen yang sederhana, yang
penelitian dengan judul “Pengaruh menggunakan kelompok eksperimen
Latihan Fisik Submaksimal terhadap dan kelompok kontrol, maka jumlah
Peningkatan Jumlah Sel Limfosit anggota sampel masing-masing
pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus antara 10 sampai dengan 20”. Umur
Strain Wistar)”. tikus jenis wistar dalam penelitian
berkisar 60 hari atau 2 bulan
Adapun tujuan penelitian ini
(Guerreiro dkk, 2015:2). Latihan
adalah memberikan informasi
yang diberikan pada tikus penelitian
pentingnya olahraga/latihan fisik
yaitu latihan fisik berupa renang
untuk kesehatan yaitu untuk
dengan intensitas submaksimal.
mengetahui pengaruh latihan fisik
Menurut Jin dkk (2015:199)
submaksimal terhadap sistem
Intensitas yang akan diberikan pada
kekebalan tubuh (immunology
tikus penelitian ini yakni intensitas
system), khususnya terhadap
submaksimal berkisar 80-90% dari
peningkatan hitung jenis limfosit.
waktu tercapainya exhausted.

METODE Sedangkan waktu pelaksanaan


penelitian ini selama 2 bulan. Hasil
Metode penelitian ini adalah penelitian ini berupa hasil data dari
penelitian experimental laboratories laboratorium. kemudian hasil data
dengan rancangan yang digunakan laboratorium dianalisis menggunakan
adalah random control group uji t berpasangan (paired sampel t-
posttest-only design yaitu untuk test) dengan taraf signifikansi α =
mengetahui pengaruh latihan fisik 0.05. Namun sebelum dilakukan uji t,
submaksimal terhadap peningkatan

3
dilakukan langkah-langkah uji menyebutkan apabila nilai Sig. > α
persyaratan yaitu uji normalitas dan maka data berdistribusi normal dan
uji homogenitas. sebaliknya apabila Sig. < α maka
data tidak berdistribusi normal,
HASIL
dengan α = 0.05. Hasil uji
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data hasil
berupa data yang akan dianalisis penelitian memiliki nilai Sig. > α.
menggunakan analisis statistika Dengan demikian distribusi data sel
yaitu: uji statistik deskriptif, uji limfosit dinyatakan normal.
normalitas, uji homogenitas dan uji t
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas
berpasangan sebagai berikut. Data Sel Limfosit

Tabel 1. Uji Statistik Deskriptif Statistik


df1 df2 Sig.
Data Sel Limfosit Levene
Kelompok N Min. Max. Mean 6.408 1 18 0.21
Kontrol 10 45.90 74.70 60.20
Perlakuan 10 65.40 85.30 73.74 Tabel 3 menerangkan adanya
uji homogenitas data dengan
Tabel 1 menjelaskan bahwa menggunakan uji statistik levene.
jumlah sel limfosit pada kelompok Kriteria penguji menyebutkan
kontrol lebih rendah dengan nilai apabila nilai Sig. > α menunjukkan
mean 60.20 dari pada kelompok data yang homogen dan sebaliknya
perlakuan dengan nilai mean 73.74. apabila Sig. < α menunjukkan data
tidak homogen, dengan α = 0.05.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data
Sel Limfosit Hasil uji menunjukkan bahwa data
hasil penelitian memiliki nilai Sig. >
Kelompok Statistik df Sig. α. Dengan demikian data sel limfosit
Kontrol .152 10 .200 bersifat homogen.
Perlakuan .182 10 .200
Tabel 4. Hasil Uji t Berpasangan
Data Sel Limfosit
Tabel 2 menerangkan adanya
uji normalitas data dengan Mean t df Sig.
menggunakan rumus kolmogorov- 13.54000 4.404 9 .002
smirnov. Kriteria penguji

4
Dari hasil tabel 4 Sugiarto (2013:46) bahwa “nilai
menunjukkan bahwa Sig. < α, yakni normal dari jumlah limfosit pada
0.002 < 0.05 yang berarti H0 ditolak tikus rattus norvegicus adalah 68-
dengan demikian data jumlah sel 84%”. Dengan itu jumlah sel limfosit
limfosit kelompok kontrol dan antara kelompok kontrol dan
perlakuan terdapat perbedaan yang perlakuan tergolong normal, akan
signifikan. Perbedaan dapat dilihat tetapi jumlah limfosit pada kelompok
dengan nilai mean, yakni mean perlakuan lebih baik daripada
kelompok perlakuan lebih tinggi kelompok kontrol. Hal itu
dengan nilai 73.74% daripada dikarenakan latihan fisik
kelompok kontrol dengan nilai submaksimal secara teratur mampu
60.20%, yang berarti bahwa jumlah direspon oleh tubuh mencapai
sel limfosit pada kelompok perlakuan mekanisme coping. Menurut
lebih baik daripada kelompok Sugiarto (2013:55) bahwa “latihan
kontrol. Dengan demikian dapat teratur yang dilakukan mampu
diambil kesimpulan bahwa pengaruh mencapai mekanisme coping dari
latihan fisik submaksimal dapat limfosit”. Fauzi (2014:70)
meningkatkan jumlah sel limfosit. menjelaskan bahwa mekanisme
coping terbentuk terjadi jika stresor
PEMBAHASAN
yang diterima oleh tubuh mampu
Berdasarkan hasil analisis diubah menjadi stimulator yang
statistik data dengan uji beda menguntungkan. Hal itu didukung
menunjukkan hasil (0.002 < 0.05) oleh Khrone (2002) bahwa
yang berarti terdapat perbedaan yang mekanisme coping terjadi jika beban
signifikan antara kelompok kontrol atau dosis awal latihan yang semula
dan perlakuan. Nilai mean jumlah sel dianggap sebagai suatu stresor telah
limfosit pada kelompok perlakuan menjadi stimulator bagi tubuh,
lebih tinggi dengan nilai 73.74% sehingga mampu membawa
daripada kelompok kontrol 60.20%. perubahan pada kapasitas fungsional
Sehingga jumlah sel limfosit pada tubuh, dan dalam hal ini terjadi pada
kelompok perlakuan lebih bagus dari aspek imunitas, yakni limfosit.
pada kelompok kontrol. Menurut

5
Pada studi yang dilakukan puitutary–adrenal axis (HPA),
oleh Sugiarto (2013:63) bahwa menimbulkan conditioning stimuli
“peningkatan kadar limfosit pada alur limbic–hipotalamus–
dihasilkan dari kerusakan otot akibat puitutary-adrenal Axis (LHPA axis),
olahraga dan kerusakan lebih tinggi kemudian merangsang hipotalamus
untuk latihan dengan beban dan menyebabkan disekresinya
maksimal”. Oleh karena itu pada hormon corticotrophin relesing
penelitian ini lebih memfokuskan hormone (CRH), merangsang
pada intensitas submaksimal yang hipotalamus untuk sekresi ACTH.
merupakan puncak pada pemberian Peningkatan sekresi ACTH,
intensitas saat latihan, sedangkan menyebabkan meningkatnya sekresi
tubuh akan selalu merespon dosis kortisol (Usui dkk, 2012:295). HPA
latihan yang diberikan. Neil Axis akan mempengaruhi sistem
(2011:121) menjelaskan bahwa neuroendokrin dan berdampak
respon tubuh terhadap dosis latihan langsung terhadap sistem imun
yang diberikan juga ditanggapi (Malik, 2013:28). Senada dengan
secara berbeda oleh tiap individu. ungkapan Sugiharto (2012:60)
Sebagai regulasi atas respon tubuh bahwa stres akibat fisik dapat
terhadap dosis latihan yakni mempengaruhi hipotalamus yang
mekanisme homeostatis, di mana dapat mengaktifkan HPA axis dan
tubuh akan selalu mempertahankan SAM axis yang menyebabkan
keadaan homeostatis tersebut terganggunya sistem kekebalan
meskipun dosis latihan yang tubuh. Terganggunya sistem imun
diberikan menimbulkan stressor ditandai dengan adanya kadar sitokin
yang tinggi bagi tubuh. IL-6 (interleukin-6), IL-1β, dan
TNFα (Tumor Necrosis Factor-α)
Stres akibat latihan direspon
menandakan telah terjadi inflamasi
oleh tubuh dengan mengaktifkan
pada jaringan sehingga terjadi
sistem kardiorespirasi, system locus
sekresei hormon kortisol. Kortisol
ceruleus (LC) atau norepinephrine
mengirimkan negatif feedback untuk
(NE), sistem metabolisme dan HPA
menurunkan aktivitas inflamasi
axis (Mastorakas & Pavlatou,
(Kraemer & Rogol, 2005:352) salah
2005:85). Aktifnya hipotalamus–

6
satunya dengan menstimulasi Selain itu, stres akibat fisik
produksi IL-1 reseptor agoins dan dapat mempengaruhi hipotalamus
IL-10 yang berperan menghambat yang dapat mengaktifkan HPA axis
produksi cylo-oxygenase-2 dan nitric dan SAM axis (Sugiharto, 2012:60)
oxide syntase yang merupakan enzim yang menyebabkan terganggunya
kunci terjadinya inflamasi (Ho, sistem kekebalan tubuh. Adapun
2007:23). Jadi stres akibat olahraga penjelasan respon HPA axis dan
atau stres olahraga dapat SAM axis terhadap sistem imun
menyebabkan perubahan fungsional dapat dilihat pada gambar 2 sebagai
fisiologis, karena olahraga dianggap berikut.
sebagai stimulus yang diterima oleh
hipotalamus, kemudian hipotalamus
memberikan signal ke HPA axis, lalu
HPA axis merespon dan memberikan
respon yang positif dan negatif bagi
tubuh. Respon HPA axis akan lebih
jelas dapat dilihat pada gambar 1
sebagai berikut.

Gambar 2 Respon HPA Axis dan


SAM Axis terhadap
Sistem Imun
(Sumber: Thornton dan
Andersen, 2006:1747)

Dengan demikian, latihan


fisik submaksimal yang dilakukan
secara berkelanjutan akan mampu
direspon tubuh agar mencapai
Gambar 1. Respon HPA Axis
(Sumber: Guilliam & mekanisme coping yang merubah
Edward, 2010:3)
stresor menjadi stimulator yang
menguntungkan, karena adaptasi

7
tubuh dengan dosis latihan sudah nilai mean 60.20%. Dengan
baik dan dapat mengurangi tekanan demikian dapat disimpulkan bahwa
di tingkat neuroendokrin yang pengaruh latihan fisik submaksimal
mampu mengurangi sekresi hormon berupa renang dapat meningkatkan
kortisol. Rendahnya hormon kortisol jumlah sel limfosit.
tidak akan mempengaruhi
SARAN
pembakaran energi menggunakan
glikogen otot dan tidak merubah Perlu diperhatikan adanya
komposisi protein tubuh yang sangat faktor lingkungan. Faktor lingkungan
penting bagi pembangunan jaringan harus menjadi perhatian khusus
tubuh. Menurut Sugiarto (2013:56) dalam proses aklimatisasi dan
bahwa kadar protein yang normal perlakuan, karena lingkungan juga
dan tidak terpengaruh oleh tekanan dapat dianggap sebagai faktor
kortisol menyebabkan kinerja sel-sel pemicu stres pada tubuh, sehingga
dalam tubuh tetap berjalan dengan dapat mempengaruhi sistem imun.
baik terutama pada produksi sel-sel Adanya pengukuran variabel lain
imun yang komposisi utamanya seperti sel neutrofil, basofil, monisit,
adalah protein. Maka produksi sel-sel dan eosinofil yang merupakan jenis
imun menjadi fokus dan tidak dari sel darah putih. Dan dilakukan
berkurang jumlahnya. penelitian lanjutan dengan mengukur
variabel yang berbasis pada biologi
KESIMPULAN
molekuler.
Jadi dapat disimpulkan
DAFTAR PUSTAKA
bahwa latihan fisik submaksimal
Fauzi, M.S. 2014. Pengaruh
yang dilakukan secara berkelanjutan Olahraga Moderat dan
dapat meningkatkan jumlah limfosit Exhaust terhadap Ekspresi
Hormon Kortisol. (Skripsi),
dalam kadar normal, dengan Malang: Program Studi Ilmu
demikian penelitian ini secara Keolahragaan, Universitas
Negeri Malang.
signifikan terjadi peningkatan jumlah Guerreiro, L.F., Pereira, A.A.,
sel limfosit dalam batas normal yang Martins, C.N., Wally, C. &
Goncalves, C.A.N. 2015.
lebih baik dengan nilai mean 73.74% Swimming Physical Training
daripada sebelum latihan dengan in Rats: Cardiovascular
Adaptation to Exercise

8
Training Protocols at Rehabilitation, 11(4):198-
Different Intensities. Journal 203.
of Physiology, 8 (1):1-12. Kader, S.M. 2010. Moderat Versus
Guilliams, T., & Edwards, L. 2010. High Intensity Exercise
Chronic Stres and The HPA Training on Leptin and
Axis. The Standard Poin Selected Immune System
Institute, 9 (2) :1-12. Response in Obese Subjects.
Harahap, N.S. 2008. Pengaruh European Journal of General
Latihan Fisik Maksimal Medicine, 8 (4):268-272.
terhadap Jumlah Leukosit Khrohne. 2002. Stress and Coping
dan Hitung Jenis Leukosit Theories. Mainz: University
pada Mencit (Mus Musculus Mainz Germany.
L) Jantan. (Tesis), Medan: Kraemer,W.J., & Rogol, L.D. 2005.
Sekolah Pascasarjana, The Endocrine System In
Universitas Sumatera Utara. Sports and Exercise. Victoria:
Hassan, T., Asghar, T., & Bakhtiar, Blackwell Publishing.
T. 2013. The Effects Of 12 Kushartanti, Wara. 2011. Kesehatan
Weeks Circuit-Resistance Olahraga Rehabilitas.
Training On Cortisol, Body Fakultas Negeri Yogyakarta,
Composition and Muscular diakses pada tanggal 10
Strength In Overwight Young September 2012.
Males. International Malik, M.S. 2013. Pengaruh Latihan
Research Journal of Applied Teratur dan Tidak Teratur
and Basic Sciences, 5 terhadap Neutrofil pada
(2):166-170. Tikus Putih Jenis Wistar.
Ho, J.T. 2007. Cortisol Pertuebation (Skripsi), Malang: Fakultas
in The Pathophysiology of Ilmu Keolahragaan,
Septicaemia, Complicated Universitas Negeri Malang.
Pregnancy and Weight Mastorakos, G., Pavlatou, M.,
Loss/Obesity. Adelaide: Kandarakis, D.E, & Chousos,
Departement of Medicine, G.P. 2005. Exercise and the
University Of Adelaide. Stress System. Hormones, 4
Irianti, E. 2008. Pengaruh Latihan (2):73-89.
Fisik Sedang terhadap Hitung Neil A. Kelly Jr. 2011. The Effect of
Leukosit dan Hitung Jenis Sel Total Work Performed
Leukosit pada Orang Tidak During Acute Heavy
Terlatih. (Tesis), Medan: Resistance Exercise on
Sekolah Pascasarjana, Circulating Lymphocytes in
Universitas Sumatera Utara. Untrained Men. Hartford:
Jin, Chan H., Paik, I.Y., Kwak, Y.S., Univercity of Connecticut.
Jee, Y.S., & Kim, J.Y. 2015. Park, K., & Lee, Y. 2011.
Exhaustive Submaximal Lymphocyte Apoptosis in
Endurance and Resistance Smokers and Non-Smokers
Exercises Induce Temporary Following Different Intensity
Immunosuppression Via of Exercises and Relation
Physical and Oxidative with Lactate. International
Stress. Journal of Exercise Journal of Exercise Science,
4 (3):204-216.

9
Sugiarto, D. 2013. Pengaruh Immunity Cancer Projects.
Latihan Teratur dan Tidak Cell Science Reviews, 2
Teratur Terhadap Limfosit (4):66-91.
pada Tikus Putih Jenis
Wistar. (Skripsi), Malang:
Program Studi Ilmu
Keolahragaan, Universitas
Negeri Malang.
Sugiharto. 2012. Fisioneurohormonal
pada Stressor Olahraga.
Jurnal Sains Psikologi, 2
(2):54-66.
Sugiyono. 2013. Statistik untuk
Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Stenholm, J. 2011. Immune System
Adaptations During
Competition Period In
Female Cross-Country
Skiers. Jyvaskyla:
Departement of Biology of
Physycal Acivity University
of Jyvaskyla.
Usui, T, Yoshikawa, T., Ueda, S.Y.,
Katsura, Y. Orita, K.
Fujimoto, S. 2012. Effects of
Acute Prolonged Strenuous
Exercise on The Salivary
Stress Markers and
Inflammatory Cytokines.
Journal of Physical Fitness
and Sports Medicine, 60
(3):295-304.
Turner-cobb, J.M., Palmer, J.,
Aronson, D., Russell, L.,
Purnell, S., Osborn, M., &
Jessop, D.S. 2012. Diurnal
cortisol and coping responses
in close relatives Of Respons
With Acquired Brain Injury.
University of Bath Online
Publication Store, 24
(6):893-203.
Thornton, M.L. & Andersen, L.
2006.
Psychoneuroimmunology
Examined: The Role of
Subjective Stress, Stress and

10

Anda mungkin juga menyukai