Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

LEGAL DAN ETIK TRANSCULTURAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Transcultural


Dosen Pengampu: Ns Leni Agustin, S.Kep, M.Kep.

Oleh:
Ayu Olyvia Farazilla

PROGRAM STUDY DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
2016/2017

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat serta hidayah-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Transcultural yang merupakan salah satu mata kuliah yang diberikan
dalam Program Study DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
Mata Kuliah Keperawatan Transcultural merupakan mata kuliah yang
mempelajari tentang etik , legal serta tanggung jawab perawat. Penulis yakin, tanpa
adanya bantuan dari semua pihak, makalah ini akan mengalami banyak hambatan.
Oleh karena itu, tidak berlebihan penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes, sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.
2. Ns Leni Agustin S.Kep, M.Kep. sebagai dosen pengampu penulisan
makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga segala sumbangsih yang diberikan kepada penulis mendapatkan
imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk perbaikan langkah penulis selanjutnya.

Bondowoso, Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
2.1 Sikap Ahli Madya ......................................................................................
2.2 Penguasaan Pengetahuan ...........................................................................
2.3 Lingkup/Wewenang Perawat .....................................................................
2.4 Wewenang dan Tanggung Jawab ..............................................................
2.5 Keterampilan yang Dimiliki ......................................................................
2.6 Rincian Kegiatan Ahli Madya ...................................................................
2.7 Unsur – Unsur Deskripsi ...........................................................................
BAB III PENUTUP .......................................................................................

2.4 Kesimpulan ...............................................................................................


2.5 Saran .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus


ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien.
Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah
globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan.
Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri
dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin
beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar
dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang
tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran
perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual
klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek
spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari
keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting
dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan
keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-
hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali
tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan
saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment
(gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup
gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset
Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness
Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian etika keperawatan ?


2. Bagaimana konsep moral dalam praktek keperawatan ?
3. Apakah pengertian isue legal ?
4. Bagaimana issue legal dalam keperawatan ?
5. Bagaimana proses legisalasi praktik keperawatan ?
6. Bagaimana perlindungan legal keperawatan ?
7. Bagaimana perspektif transkultural dalam keperawatan ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian etika keperawatan.
2. Mengetahui konsep moral dalam praktek keperawatan.
3. Mengetahui pengertian isue legal.
4. Mengetahui issue legal legal dalam keperawatan.
5. Mengetahui proses legislasi praktik keperawatan.
6. Mengetahui perlindungan legal keperawatan.
7. Mengetahui perspektif transkultural dalam keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian etika keperawatan.

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap


di kesejahteraan manusia, yaitu dengan memberikan bantuan pada individu yang
sehat maupun sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hari. Karena
bidang garap keperawatan adalah manusia, maka dibutuhkan suatu aturan guna
menata hubungan antara perawat dengan pasien, mulai dari tahap pengkajian
sampai evaluasi.

Salah satu aturan yang mengatur hubungan antara perawat-pasien adalah


etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Secara falsafah
etika dan moral ini tidak memiliki perbedaan (Ladd, 1978, lih, pada megan 1989).
Perbedaan antar etika dan moral hanya terletak pada dasar linguistiknya saja. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu ethikos-yang berarti adat-istiadat atau kebiasaan-,
sedangkan moralitas berasal dari dari bahasa latin yang juga berarti adat-istiadat
atau kebiasaan. Sumber lain menyatakan bahwa moral mempunyai arti tuntutan
prilaku dan keharusan masyarakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip
dibelakang keharusantersebut. (Thompson dan Thompson, 1981; lih Doheny, Cook,
Stoper, 1982).

Dalam oxford advance learner’s dictionary of current English, AS Hornby


mengartikan etika sebagai system dari prinsip-pronsip moral atau aturan-aturan
prilaku. Sedanghkan moral berarti prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan
baik dan buruk.

Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh Curtin, yaitu etika


merupakansuatu disiplin yang diawali dengan mengidentifikasi, mengorganisasi,
menganalisis dan memutuskan prilaku manusia dengan menerapkan prinsip-prinsip
untuk mendeterminasi prilaku yang baik terahdap terhadap situasi yang dihadapi
(MacPahil, 1988).
Berkaitan dengan etika dan moral, terdapat pula istilah etiket yang
merupakan cara atau aturan yang sopan dalam hubungan social. Sedangkan etiket
professional berarti prilaku yang diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk
bertindak dengan kapasitas profesionalnya (Tabbner 1981).

Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan


menjadi prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat
keputusan untuk menlindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh
semuaprofeso-termasuk keperawatan-, yang mendasari prinsip-prinsip suatuprofesi
dan tercermin dalam standar praktik profesi (Doheny, Cook, Stoper, 1982).

2.2 Konsep Moral Dalam Praktik Keperwatan.

Praktik keperawatan, termasuk etika keperawatan, mempunyai beberapa


dasar penting seperti advokasi, akuntabilitan , loyalitas, kepedulian, rasa haru dan
menghormati martabat manusia. Diantara berbagai pernyataan ini yang lazim
termaktub dalam standar praktik keperawatan dan telah menjadi bahan kajian
dalam waktu lama adalah advokasi, akuntabilitas dan loyalitas (fry, 1991; lih.
Creasia, 1991).

1. Advokasi
Istilah advokasi sering digunakan dalam konteks hokum yang
berkaitan dengan upaya melindungi hak-hak manusia bagi mereka yang
tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ikatan perawat
amerika/ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap
pelayanan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan
melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry (1987)
mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiaphal yang
memiliki penyebab/dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang
dinyatakan oleh Gadow (1983; lih. Megan, 1989); bahwa advokasi
merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan
bantuan poerawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas untuk
menentukan nasibnya sendiri.
Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 10 jam
memungkinkanya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan
hubungan baik dan mengetahui keunikan pasien sebagai manusia holistic
sehingga menempatkan perawat sebagai advokat pasien (curtin, 1986;
lih. Megan 1989).
Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah member
informasi dan member bantuan kepada pasien atas keputusan apa pun
yang dibuat pasien. Member informasi berarti menyediakan penjelasan
atau informasi sesuai dibutuhkan pasien. Memberi bantuan mengandung
dua peran, yaitu petan aksi dan petran nonaksi. Dalam menjalankan petan
aksi, perawat memberikan keyakinan kepada pasien bahwa merekan
mampunyai hak dan tanggungjawabdalam menentukan pilihan atau
keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain.
Sedangkan peran nonaksi mengandung arti pihak advokat seharusnya
menahan diri untuk tidak mempengaruhi keputusan pasien (Kohnke,
1982; lih. Megan 1991).
Dalam menjalankanperan sebagai advokat, perawat harus
menghargai pasien sebagai individu yang memiliki berbagai
karakteristik. Dalam hal ini perawat memberikan perlindungan terhadap
martabat dan nilai-nilai manusiawi pasien selama dalam keadaan sakit.
2. Akuntabilitas.
Akuntabilitas merupakan konsep yang sangat penting dalam
praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat
mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb 1991).
Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua
komponenutama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti
bahwa tindakan yang dilakukan dilihat dari praktik keperawatan, kode
etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau abash.
Akuntabilitas adapat dipandang dalam suatu kerangkaistem
hierarki, dimulai dari tingkat individu, tingkat intuisi/professional dan
tingkat social (Sullivian, Decker, 1988; lih. Kozier Erb, 1991). Pada
tingkat individu atautingkat pasien, akuntabilitas direfleksikan dalam
proses pembuatan keputusan tigkat perawat, kompetensi, komitmen dan
integritas. Pada tingkat intuisi, akuntabilitas direfleksikan dalam
pernyataan falsafah dan tujuan bidang keperawatanatau audit
keperawatan. Pada tingkat professional, akuntabilitas direfleksikan dalam
standar praktik keperawatan. Sedangkan pada tingkat soisal,
direfleksikan dalam undang-undang yng mengatur praktik keperawatan.
3. Loyalitas.

Loyalitas merupakan suatu konsep yang pelbagai segi, meliputi


simpati, pedulu dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara
profesional berhubungan dengan perawat.ini berarti ada pertimbangan
tentang nilai dan tujuan orang lain sebagai nilai dan tujuan
sendiri.hubungan profesional dipertahnkan dengan cara menyasun tujuan
bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas serta
mengupayakan pencapaian kepuasan bersama (Jameton, 1984; Fry, 1991;
lih. Creasia, 1991).

Loyalitas merupakan elemen pembentuk kombinasi manusia yang


memoertahankan dan memperkuat anggota masyarakat keperawatan
dalam mencapai tujuan. Dalam mempertahankan loyalitas, tidak berarti
tidak terjadi konflik. Loyalitas dapat mengancam asuhan keperawatan,
bila terhadap anggota profesi atau teman sejawat, loyalitas lebih penting
dari asuhan keperawatan.

Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan


hubungan dengan berbagai pihak yang harmonis, maka aspek loyalitas
harus dipertahankan oleh setiap perawat, baik loyalitas terhadap pasien,
teman sejawat, rumah sakit maupun profesi. Untuk mewujudkan ini, AR.
Tabbner (1981; lih. Creasia, 1991) mengajukan berbagai argumentasi.

a. Masalah pasien lain tidak boleh didiskusikan dengan


pasien lain dan perawata harus bijaksana bila informasi
dari pasien harus didiskusikan secara profesional.
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak
bermanfaat dan berbagai persoalan, yang berkaitan dengan
pasien, rumah sakit atau pekerja rumah sakit, harus
didiskusikan dengan umum (terbuka dengan masyarakat).
c. Perawat hatus menghargai dan memberi bantuan kepada
teman sejawat. Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat
menurunkan penghargaan dan kepercayaan masyarakat
terhadap tenaga kesehatan.
d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan
ditentukan oleh kelakuan anggota profesi (perawat).
Perawat harus menunjukan loyalitas terhadap profesi
dengan berprilaku secara tepat pada saat bertugas.

2.3 Pengertian Isue Legal


Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau
tidak terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, social, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun
tentang krisis.
Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang
(Kamus Besar Bahasa Indonesia).Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum
praktik keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara.
Hukum bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang keperawatan
bermaksud melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak perawatan.Praktik
keperawatan adalah Tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama
bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya.Dengan demikian seseorang perawat profesional yang dalam memberikan
praktik asuhan keperawatan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan/
hukum, maka dapat diartikan bahwa praktik asuhan keperawatan tersebut legal.
Jadi, Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau
kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan
Sah, sesuai dengan Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat
profesional melalui kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas
dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik
tanggung jawab medis/kesehatan maupun tanggung jawab hukum.
Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk:
1) Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang
dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum
2) Melindungi perawat dari liabilitas
1. Karakteristik praktik keperawatan professional
1) Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan
keahliannya yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran
professional.
2) Akuntabilitas (accountability), yakni tanggung gugat terhadap apa
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan
tanggung jawab kepada klien,diri sendiri, dan profesi, serta
mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan
3) Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision
,making), berarti sesuai dengan kewenangannya dengan dilandasi
oleh pengetahuan yang kokoh dan keputusan (judgment) pada tiap
tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah klien.
4) Kolaborasi, artinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun
lintas sector dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah klien
dan membantu klien menyelesaikannya.
5) Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hak
klien untuk mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan
intervensi untuk kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi
masalahnya, serta behadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas
(sistem at large).
6) Fasilitasi (Facilitation), artinya mampu memberdayakan klien dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan
potensi dari organisasi dan sistem klien keluarga dalam asuhan.
Untuk melindungi masyarakat dan perawat dalam praktik keperawatan,
perlu disusun peraturan perundang-undangan keperawatan sebagai aspek legal dari
profesi keperawatan.Perundang-undangan yang mengatur praktik keperawatn
disebut undang-undang atau peraturan praktik kepperawatan.Bentuk perundang-
undangan tersebut diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenjang peraturan
perundang-undangan.
2. Peran Keperawatan Berkaitan Dengan Praktik Legal
Perawat bekerja di berbagai tempat di luar lingkungan perawatan yang
melembaga termasuk dalam lingkungan komunitas adalah tempat kerja
okupasional atau industri di mana perawat memberikan perawatan primer
preventif dan terus menerus bagi pekerja, kesehatan publik atau komunitas,
dimana pelayanan preventif seperti imunisasi dan perawatan anak yang baik
diberikan di sekolah, rumah dan klinik dan perawatan kesehatan rumah, yang
memberikan pelayanan lanjutan setelah hospitalisasi. Klien juga dapat dirawat
dalam fasilitas perawatan jangka panjang.
Penting bahwa perawat, terutama mereka yang dipekerjakan dalam
lingkungan kesehatan komunitas, memahami hukum kesehatan
publik.Legislatur Negara membuat undang-undang dibawah kode kesehatan,
yang menjelaskan laporan hukum untuk penyakit menular, imunisasi sekolah,
dan hukum yang diharapkan untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi
resiko kesehatan di komunitas. The center for disease control and prevention
(CDC) the occupational health and safety act (DHSA) juga memberikan
pedoman pada tingkat nasional untuk lingkungan komunitas dan bekerja dengan
aman dan sehat. Kegunaan dari hukum kesehatan publik adalah perlindungan
kesehatan publik, advokasi untuk hak manusia, mengatur pelayanan kesehatan
dan keuangan pelayanan kesehatan dan untuk memastikan kesehatan public.

2.4 Berbagai Issue Legal Dalam Keperawatan


Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan
kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan
di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing
dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap
resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna
menghindari malpraktek perawat antarnegara bagian.Isu legal aspek seperti
akontabilitas dan malprakatek, dan sebagainya dalam kaitan telenursing masih dalam
perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan
kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar
operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan
jaminan informasi yang diberikan.Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan
strategi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan
asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang
menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan
privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait
dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi
dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:
1) Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang
diberikan harus tetap terjaga
2) Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan
potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui
internet atau telepon) dan keuntungannya
3) Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat
dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat
email
4) Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan
penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek
1. Isu Legal Dalam Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan
dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan
adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman,
efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka
masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan
pelayanan yang aman dan kompeten.Perhatian terhadap legal dan etik yang
dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan
kesehatan.Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang
tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan
yang dilaksanakan.Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk
meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien
terancam.Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga
pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab
terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Tipe Tindakan Legal
Terdapat dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi, dan tindakan
kriminal.
a. Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu.
Contohnya: seorang pria dapat mengajukan tuntutan terhadap
seseorang yang diyakininya telah menipunya.
b. Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan
masyarakat secara keseluruhan. Contohnya: jika seorang pria
menembak seseorang, masyarakat akan membawanya ke
persidangan.
3. Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga
negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum
untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu
dihindari seorang perawat :
1) Pelanggaran adalah perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang
lain berupa harta atau milik lainnya secara di sengaja atau tidak disengaja.
Jika ada tuntutan hukum, biasanya diselesaikan secara perdata dengan
mengganti kerugia tersebut.
Contoh : menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik
klien.
2) Kejahatan adalah suatu perlakuan merugikan publik. Karena terlalu
parah, kejahatan yang dianggap tindakan perdata (tort) dapat digolongkan
sebagai tindakan kriminal (tindakan pidana). Tindak kriminal atau pidana
ini dapat dijatuhi hukuman denda atau penjara, atau kedua-duanya.
Contoh :
a. Kecerobohan luar biasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak
mengindahkan sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan
ini dapat dikenakan tindak perdata maupun pidana.
b. Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang
mengakibatkan tewasnya orang lain atau mengonsi/mengedarkan
obat-obatan terlarang. Kejahatan ini dapat dianggap sebagai
tindakan kriminal (lepas dari kenyataan disengaja atau tidak).
3) Kecerobohan dan praktik sesat.
Kecorobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh
seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama. Dengan kata
lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan yang
telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian.
Apabila hal tersebut terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya
menggunakan saksi ahli (orang yang ahli di bidang tersebut).
Contoh:
a. Sembarangan menguras barang pribadi klien (pakaian, uang,
kacamata, dll) sehingga rusak atau hilang.
b. Tidak menjawab tanda panggilan klien yang di rawat sehingga
klien mencoba mengatasinya sendiri dan terjadi cedera.
c. Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang
mengakibatkan klien cedera, misalnya tidak mengambilkan air
panas dari dekat klien yang mengakibatkan air tersebut tumpah
kena klien dan klien mengalami luka bakar.
d. Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat
secara tepat atau melaporkan tanda dan gejala yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak menyelidiki perintah yang meragukan
sebelumnya sehingga dengan kelalaian/kegagalan tersebut
menimbulkan cedera.
Selanjutnya, secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan
sama dengan pelaksanaan praktik buruk, praktik sesat, atau
malpraktik.
4) Pelanggaran penghinaan, yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak
benar mengenai seseorang sehingga orang tersebut merasa terhina dan
dicemooh. Jika pernyataan tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander
dan jika berbentuk tulisan, disebut libel.
Contoh :
a. Pernyataan palsu
b. Menuduh orang secara keliru
c. Memberi keterangan palsu kepada klien.
Orang yang di dakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat
diancam hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataan
(lisan/tulisan). Tuduhan ini dapat dibela dengan komunikasi yang
didasarkan pada anggapan bahwa petugas profesional tidak dapat
memberi pelayanan yang baik tanpa pembeberan fakta secara lengkap
mengenai masalah yang di hadapinya.Jadi, informasi berprivilese
merupakan informasi rahasia antarpetugas profesional dengan kliennya,
misalnya antara perawat/dokter dengan kliennya, antara pngacara dengan
kliennya, antara kiai dengan pemeluk agamanya.
5) Penahanan yang keliru adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau
pencegahan gerak seseorang tanpa persetjuannya, misalnya menahan klien
pulang dari rumah sakit guna mendapat perawatan tambahan tanpa
persetujuan klien yang bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami
gangguan jiwa atau penyakit menular yang apabila di pulangkan dari rumah
sakit akan membahayakan masyarakat. Untuk itu, rumah sakit mempunyai
formulir khusus yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa
rumah sakit yang bersanguktan tidak bertanggung jawab apabila klien cedera
karena meninggalkan rumah sakit tersebut.
6) Pelanggaran privasi, yaitu tindakan mengekspos/ memamerkan/
menyampaikan seseorang (klien) kepada publik, baik orangnya langsung,
gambar ataupun rekaman, tanpa persetujuan orang/klien yang bersangkutan,
kecuali ekspos klien tersebut memang diperlukan menurut prosuder
perawatannya.
Contoh:
a. Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang
tidak berhak memperoleh informasi itu.
b. Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu
klien di lihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
7) Ancaman dan pemukulan. Ancaman (assault) adalah suatu
percobaan/ancaman, melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa
persetujuannya. Pemukulan (batter) adalah ancaman yang dilaksanakan.
Setiap orang diberi kebebasan dari kontak badan dari orang lain, keculi jika ia
telah menyatakan perseujuannya.
Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang
bersangkutan/keluarganya, dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara
hukum.
8) Penipuan adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat
mengakibatkan atau telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada
seseorang atau hartanya..
Contoh : memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan.
Tanggung jawab professional untuk pelayanan yang diberikan. Perawat
kesehatan komunitas memiliki tanggung jawab legal untuk menjalankan
hukum yang diberikan untuk melindungi kesehatan public. Hukum ini dapat
mencakup pelaporan kecurigaan adanya penyalahgunaan dan pengabaian,
laporan penyakit menular, memastikan bahwa imunisasi yang diperlukan
telah diterima oleh klien komunitas dan laporan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan lain diberikan untuk melindungi kesehatan public.
2.5 Proses Legalisasi Praktik Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan
kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
Legislasi praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang mengatur
hak dan kewajiban seorang perawat dalam melakukan praktek keperawatan.
Legislasi praktek keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan tentang registrasi dan praktek perawat.
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri
Kesehatan No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga
profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai
dengan kewenangannya.Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan
kewajiban seseorang untuk terkait dengan pekerjaan/profesi.”
Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap, antara lain :
1. Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan kepada perawat
setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktek keperawatan.
Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus (wajib)
mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi
untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan
menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi.
Sasarannya adalah semua perawat.Sedangkan yang berwenang
mengeluarkannya adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
institusi perawat itu berasal. Bagi perawat yang sudah bekerja sebelum
ditetapkan keputusan ini memperolah SIP dari pejabat kantor kesehatan
kabupaten/kota diwilayah tempat kerja perawat yang bersangkutan.
Jenis dan waktu registrasi :
a. Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus
pendidikan keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak
peraturan ini di keluarkan.
b. Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak tanggal
registrasi sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya
SIP.
2. Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada perawat untuk
melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.SIK
hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat
yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas kabupaten / kota
dimana yang bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
3. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
Surat ini merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada perawat
untuk menjalankan praktek keperawatan secara perorangan atau
kelompok.SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktek perorangan
atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin untuk
melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIPP
adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan
melaksanakan praktek keperawatan.

2.5 Undang-undang Praktik Keperawatan


Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan.
1. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum (WHO,
2002).
2. Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal
32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya
dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat.
3. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena
adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari
model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit
dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
(Cohen, 1996).
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960.UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga sarjana
meliputi dokter, doter gigi dan apoteker.Tenaga perawat termasuk dalam
tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,
termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas
dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.Pada keadaan tertentu
kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan terbats untuk
menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung
3. UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib kerja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah
selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada
pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki
kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai
negeri juga diberlakukan terhadapnya.UU ini untuk saat ini sudah tidak
sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri.
Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai
contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu
diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga
kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga
dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan
tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic
keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non keperawata.Dari aspek
hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi
terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawatan dan bidan.Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan
praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi
tidak diizinkan.Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati
orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan
KB.Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi propesi
keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka praktik
swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau
mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam
dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah.Bila
memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan
dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing
care.
6. SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/
1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga
keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah :
penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/
Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I
Keperawatan.
7. UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan
termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan
tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam


memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur
dalam undang-undang keperawatan. Praktik keperawatan yang aman memerlukan
pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan
semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung
pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak
kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi
lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat
harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional

3.2 Saran

Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan


suatu tindakan agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian yang
fatal akibatnya. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif
dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran
Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu. Perlu adanya
peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh
tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat
menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan
praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya
bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jaka
Salemba Medika.
Prasetyo, Agus. 2013. Aspek Hukum dalam Praktek Keperawatan.
Kozier, Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Krista. 2011.
Praktek Keperawatan Profesional

Anda mungkin juga menyukai