Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

EJAAN BAHASA INDONESIA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Disusun oleh :

Annisa Rahayu 0517104033


Bella Budiani 0517104045
Fajar Permana 0517104050
Mira Awaliya 0517104031
Muhammad Faizal N 0517104084

UNIVERSITAS WIDYATAMA
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK INDUSTRI
BANDUNG
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Serta kami juga berterima kasih
kepada bapak Idi Jahidi, DR., S.Pd., M.Si. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang sudah
memberi kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini.. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, September 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..…………………………………………………………............. 2


DAFTAR ISI..…………………...…………………………………………………...….. 3
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………….. 4
BAB I PENDAHULUAN …..………………………………………………………….. 5
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………….. 5
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….………... 5
1.3 Maksud dan Tujuan .………………………………………………………………… 5
BAB II MATERI EJAAN BAHASA INDONESIA………………………………….…. 6
2.1 Pengertian Ejaan……………………………………………………………………… 6
2.2 Perkembangan Ejaan…………………………………………………………………. 6
2.3 Ruang Lingkup ……………………….……………………………………………… 13
BAB III PENUTUP ……………………….…………………………………………….. 28
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………... 28
3.2 Saran …………………………………………………………………………………. 30
DAFTAR PUSTAKA…………………….……………………………………………… 31

3
DAFTAR TABEL
TABEL 1 (Huruf Abjad) …………………………………………………………………..13
TABEL 2 (Huruf Vokal)…………………………………………………………………...14
TABEL 3 (Huruf Konsonan) ………………………………………………………………15
TABEL 4 (Huruf Diftong)………………………………………………………………….16
TABEL 5(Gabungan Huruf Konsonan)…………………………………………………….16

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan,
penggabungan, dan penulisanya dalam suatu bahas. Batasan tersebut menunjukan
pengertian kata ejaan berbeda dengan katamengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalakan
huruf, suku kata, atau kata, sedangakan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih
luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa
dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan
dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan
adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi
mematuhi rambu itu, terciptalah lalu lintas yang tertib, teratur, dan tidak semrawut. Seperti
itulah kira – kira bentuk hubungan antara pemakai dengan ejaan.
Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terus
menyesuaikan perubahan. Kita tidak akan mungkin terpaku dengan aturan lama karena
bahasa terus berkembang sehingga aturan mengenai kebahasaan juga ikut menyesuaikan
seperti halnya perubahan-perubahan terhadap suatu ejaan, yang dimulai dari ejaan Van
Ophuijsen (1901-1947), hingga Pedoman Umum (PU) Ejaan Bahasa Indonesia (2015-
sekarang).

1.2 Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan ejaan ?
1.2.2 Bagaimana Perkembangan ejaan Bahasa Indonesia ?
1.2.3 Apa saja ruang lingkup ejaan Bahasa Indonesia ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa pengertian dari ejaan,
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan / sejarah ejaan Bahasa Indonesia,
1.3.3 Untuk mengetahui ruang lingkup ejaan Bahasa Indonesia.

5
BAB II
MATERI

2.1 Pengertian Ejaan


Menurut KBBI (2005: 285) ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan
tanda baca.
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan
pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan
huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih
luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan
dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan,
ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para
pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur.
Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan
Ejaan bisa kita anggap peraturannya tulis menulis. Maksudnya adalah sebuah
peraturan yang mana bunyi-bunyi yang diucapkan bagaimana bisa disimbolkan dalam
bentuk lambang bunyi tersebut beserta menentukan pemisahan dan penggabungan bahasa
tersebut. Ringkasnya adalah aturan tentang penulisan dan pemakaian huruf, kata, unsur
serapan, dan tanda baca.

2.2 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


Kedudukan bahasa Indonesia yaitu sebagai bahasa Nasional seperti dalam ikrar
sumpah pemuda sebagai alat pemersatu bangsa dalam suku yang berbeda-beda, dan bahasa
negara yang tercantum dalam UUD 1945 terutama sebagai bahasa pengantar di dunia
pendidikan.
Namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, begitupun bahasa
yang terus mengalami perubahan dan perkembangan ragam dan variasi bahasa karena
fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda. Mulanya bahasa Indonesia ditulis
dengan tulisan latin-romawi mengikuti ejaan Belanda. Hingga sampai saat ini berlandaskan
Peraturan Menteri dan Kebudayaan RI Nomor 50 Tahun 2015, Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Indonesia menerapkan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).

Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara
sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja
aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara

6
Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak.
Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong
(incung).
Ejaan bahasa Indonesia sudah digunakan semenjak kerajaan Sriwijaya berdiri. Hal
ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya prasasti yang bertulisan bahasa Melayu kuno
dengan menggunakan huruf Pallawa yang sudah dipengaruhi bahasa Sansekerta.Di abad
itu juga sudah lahir bahasa Jawa namun belum menggunakan huruf latin dalam
penulisannnya.
Melayu kuno begitu cepatnya perkembangannya di sana, karena para pedagang
baik dari asing maupun lokal sama-sama menggunakan bahasa Melayu kuno dalam
bertransaksi.Seiring berjalannya waktu dan masuknya budaya asing yang dibawa oleh para
pedagang dari luar, bahasa Melayu juga mengalami perubahan dalam pengejaannya.
Bahasa melayu kemudian di tulis dengan menggunakan Arab sehingga lahirlah
huruf Arab-Melayu. Kemudian banyak karya sastra berhuruf Arab-Melayu yang secara
resmi digunakan untuk panduan ejaan dan penulisan sebelum digunakannya huruf latin.
Memasuki abad ke 20, masyarakat Indonesia mulai menaruh perhatian serius
terhadap ejaan tersebut, dari lahirnya ejaan Ophuijsen sampai PUEBI yang kita kenal
sampai sekarang, berikut perkembangannya:

2.2.1 Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)


Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang
pakar bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan
Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-teman
berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut
lazim disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”.
Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tahun
les van Ophuijsen 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih
lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun
Indonesia merdeka.
Pada tahun 1901, Charles Van Ophuijsen seorang ahli
dari Belanda berhasil mengumpulkan dan merevisi ejaan dari ejaan abad ke7,
kemudian dinamakan dengan Ejaan Van Ophuijsen sesuai dengan bukunya yang
berjudul kitab loegat Melayu.

7
Ciri-ciri Ejaan Van Ophuijsen
a. Modelnya hanya dimengerti oleh orang Belanda
b. Menggunakan huruf latin
c. Bunyi huruf dan kata mirip logat Belanda
d. .Masih menggunakan huruf/ j/ untuk bunyi huruf /y/ seperti contoh yang
atau Sayang ditulis dengan jang, sajang.
e. Masih menggunakan huruf /oe/ untuk untuk bunyi huruf /u/ seperti kata itu
dan guru ditulis dengan itoe dan guroe.
f. Masih Menggunakan Tanda diakritik, seperti koma ain /’/ seperti contoh
ma’moer, ‘akal, dan huruf /k/ ditulis dengan tanda /’/ pada akhir kata
misalnya bapa’,ta’
g. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf /a/ mendapat akhiran /i/, maka
di atas akhiran itu diberi tanda trema /’/ ta’, pa’, dinamai’
h. Huruf J ditulis dengan dj
Misalnya : Jakarta = Djakarta
Raja = Radja
i. Huruf c ditulis dengan tj
Misalnya : Pacar = Patjar
Cara = Tjara
j. Huruf hidupnya jika ada titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö menandakan
kala dibaca sebagai satu kata.
Misalnya: taät
k. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: jalan2 (jalan-jalan)
l. Gabungan Konsonan KH (ditulis dengan Ch)
Misalnya: Khawatir = Chawatir
Akhir = Achir
m. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
a. Dirangkai menjadi satu, misalnya /hoeloebalang, apabila/, dsb.
b. Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya /rumah-sakit/,dsb.
c. Dipisahkan, misalnya /anak-negeri/,dsb.

8
2.2.2 Ejaan Swandi / Ejaan Republik (1947-1972)
Setelah 37 tahun kemudian tepatnya 1938
Masehi, diadakanlah kongres Bahasa Indonesia di Solo
membahas tentang rencana penyempurnaan ejaan Van
Ophuijsen. Penyempurnaan tersebut berhasil
diselesaikan dan dinamakan Ejaan Soewandi atau Ejaan
Republik.Ejaan tersebut diresmikan berdasarkan Putusan
Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan pada
15 April 1947 dalam penetapan perubahan ejaan baru dan
mulai berlaku semenjak penetapan tersebut.
Raden Soewandi
Ejaan Suwandi mempunyai ciri-ciri khusus diantaranya:
a. Penggunaan huruf /oe/ dalam ejaan Van Ophuijsen berubah menjadi /u/
seperti pada contoh guru, itu, umur.
b. Masih menggunakan huruf /dj/ djalan untuk kata jalan, /j/ pajung untuk
kata payung, /nj/ bunji untuk kata bunyi, /tj/ tjukup untuk kata cukup,
/ch/ tarich untuk kata tarikh.
c. Tanda Koma ain dan koma hamzah untuk bunyi sentak dihilangkan
ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, makmur, rakyat.
d. Kata ulang masih seperti ejaan Van Ophuijsen ditulis dengan angka 2,
seperti anak2, jalan2, ke-barat2-an.Awalan di- dan kata depan di kedua-
duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata
depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada
ditulis, dikarang.
e. Huruf /e/ keras dan /e/ lemah ditulis tidak menggunakan tanda, misalnya
ejaan, seekor, dsb.
f. Tanda trema pada huruf /a/ dan /i/ dihilangkan.dinamai’ menjadi
dinamai
g. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya:
Berlari-larian
Berlari2-an
h. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
Tata laksana
Tata-laksana
Tatalaksana
i. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan /e/ lemah
(pepet) dalam bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan /e/ lemah,
misalnya : /putra/ bukan /putera/, /praktek/ bukan /peraktek/, dsb.
j. Tanda trema dihilangkan. Misalnya: taät menjadi taat.

9
2.2.3 Ejaan Pembaharuan
Dengan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956 maka
dibentuk Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Akan tetapi hasilnya tidak
pernah diumumkan secara resmi. Beberapa hal yang penting adalah mereka
mencoba mengganti huruf rangkap: dj, tj, ng, nj dengan j, c, ng, nj yang dipakai aw,
ay, oy.

2.2.4 Ejaan Melindo (1959)


Tahun 1956 diadakan kembali kongres di Singapura dengan sebab penilaian
Ejaan Pembaharuan yang belum praktis. Mereka kemudian merevisi konsep ejaan
tersebut menjadi ejaan bahasa Indonesia di Indonesia. Akhirnya lahirlah konsep
Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia).
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan
yang terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu
penulisan karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf,
seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk
satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu
Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang
Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail,
masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa
dilambangkan dengan satu huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai
pengganti dj, huruf c sebagai pengganti huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan
huruf ή sebagai pengganti nj. Sebagai contoh :
Sedjadjar = sejajar
Mentjutji = mencuci
Menganga = meηaηa
Berjanji = berήaήi
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa
kesukaran teknis untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua
negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan
tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu
penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan.
Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang,
juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam
Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.

2.2.5 Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan

10
Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P dan K
pada bulan September 1967. Panitia ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan, dengan hasilnya antara lain:
a. Huruf tj diganti c, j diganti y, nj diganti ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi
kh.
b. Huruf asing: z, y, dan f disahkan menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan pemakaian yang sangat produktif.
c. Huruf e tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang
berpasangan variasi e yang menimbulkan salah pengertian.

2.2.6 Ejaan yang Disempurnakan (1972 – 2015)

Pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia (Bapak


Soeharto) meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang lazim disingkat dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan dasar itu, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat berbagai patokan
pemakaian ejaan yang baru. Buku yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan
tersebut direvisi dan dilengkapi oleh suatu badan yang berada di bawah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan
dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober
1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku
yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang
diberlakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi sebagai
pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang
bernama Pusat Bahasa.

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa


Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari
pemakaian dan penulisan huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur
serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan.Dalam
penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan
sebuah karya tulis.Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat
kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan
dengan cara yang baik dan benar. Justru itu untuk memahami EYD sangatlah
penting untuk mengetahui pembahasan berikut ini .

11
Hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan.
1. Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut:
a. /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b. /j/ pajung menjadi /y/ paying
c. /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d. /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e. /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f. /ch/ achir menjdi /kh/ akhir

2. Peresmian penggunaan huruf yang sebelumnya belum resmi adalah


sebagai berikut:
a. Pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b. Pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c. Pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni

3. Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut:
a. Pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b. Pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X

4. Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan


dilakukan seperti berikut :
a. Penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang
mengikutinya, seperti dimakan, dijumpai
b. penulisan kata depan di dipisahkan dengan kata yang mengikutinya,
seperti di muka, di pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat
pembicaraan yang lengkap, yaitu:
a. Pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf
b. Pembicaraan tentang pemakaian huruf
c. Pembicaraan tentang penulisan kata
d. Pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
e. Pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.

2.2.6 Pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)


Pada tanggal 30 November 2015, Permendiknas 46/2009 tentang Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku karena digantikan oleh Permendikbud 50/2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Ada tiga hal perubahan yang
terjadi pada PUEBI. Perubahan tersebut meliputi penambahan huruf diftong,
penggunaan huruf tebal, serta penggunaan huruf kapital.

12
2.3 Ruang lingkup ejaan Bahasa Indonesia

2.3.1 Pemakaian Huruf

2.3.1.1 Huruf Abjad

Abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26


huruf berikut.

Huruf Nama Pengucapan


Kapital Non capital
A a A A
B b Be Bé
C c Ce Cé
D d De Dé
E e E É
F f Ef Èf
G g Ge Gé
H h Ha Ha
I i I I
J j Je Jé
K k Ka Ka
L l El Èl
M m Em Èm
N n En Èn
O o O O
P p Pe Pé
Q q Ki Ki
R r Er Èr
S s Es Ès
T t Te Té
U u U U
V v Ve Vé
W w We Wé
X x Eks Èks
Y y Ye Yé
Z z Zet Zèt

Tabel 1 Huruf Abjad

13
2.3.1.2 Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdi-ri


atas lima huruf, yaitu a, e, i, o, dan u.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Vokal
A Api padi lusa
e* Enak petak sore
Ember pendek -
Emas kena tipe
I Itu simpan murni
O Oleh kota radio
U Ulang bumi ibu
Tabel 2 Huruf Vokal

Keterangan:
*Untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar, diakritik berikut ini dapat
digunakan jika ejaan kata itu dapat menim-bulkan keraguan.
a. Diakritik (é) dilafalkan [e].
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap).

b. Diakritik (è) dilafalkan [ɛ].


Misalnya:
Kami menonton film seri (sèri).
Pertahanan militer (militèr) Indonesia cukup kuat.

c. Diakritik (ê) dilafalkan [ə].


Misalnya:
Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
Upacara itu dihadiri pejabat teras (têras) Bank Indonesia.
Kecap (kêcap) dulu makanan itu.

14
2.3.1.3 Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa


Indonesia terdiri atas 21 huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t,
v, w, x, y, dan z.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
B Bahasa sebut adab
C Cakap kaca -
D Dua ada Abad
F Fakir kafan Maaf
G Guna tiga Gudeg
H Hari saham Tuah
J Jalan manja mikraj
K Kami paksa politik
L Lekas alas Akal
M Maka kami Diam
N Nama tanah Daun
P Pasang apa Siap
q* Qariah iqra -
R Raih bara Putar
S Sampai asli Tangkas
T Tali mata Rapat
V Variasi lava Molotov
W Wanita hawa Takraw
x* Xenon - -
Y Yakin payung -
Z Zeni lazim Juz
Tabel 3 Huruf Konsonan

15
Keterangan:
*Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keper-luan ilmu. Huruf
x pada posisi awal kata diucapkan [s].

2.3.1.4 Huruf Diftong


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang di-
lambangkan dengan gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi.
Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata
Diftong Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

Ai Aileron balairung pandai


Au autodidak taufik harimau
Ei eigendom geiser survei
Oi - boikot amboi
Tabel 4 Huruf Diftong

2.3.1.5 Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Gabungan
Huruf Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Konsonan
Kh khusus - tarikh
Ng ngarai bangun senang
Ny nyata banyak -
Sy syarat musyawarah arasy

Tabel 5 Gabungan Huruf Konsonan

16
2.3.2 Penulisan huruf

2.3.2.1 Penulisan Huruf Besar (Kapital)


Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal,
yaitu :
a. Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya :
Dia menulis surat di kamar.
Tugas bahasa Indonesiasudah dikerjakan.

b. Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.


Misalnya :
Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.
“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.

c. Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang


berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama
kitab suci.
Misalnya :
Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.
Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.

2.3.2.2 Penulisan Huruf Miring


Huruf miring digunakan untuk :
a. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip
dalam tulisan.
Misalnya :
Buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca.
Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.

b. Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan


kelompok kata.
Misalnya :
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.

17
c. Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
Misalnya :
Politik devideet et impera pernah merajalela di Indonesia.

2.3.2.3 Pemakain huruf tebal


Huruf tebal dipakai untuk :
a. Menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Misalnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam
Ejaan Bahasa Indonesia.
Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.
b. Menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab,
atau subbab.
Misalnya:

18
2.3.3 Penulisan kata

2.3.3.1 Kata Dasar


Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk,
yang ditulis sebagai suatu kesatuan.
Misalnya : Dia teman baik saya.

2.3.3.2 Kata Turunan (Kata berimbuhan)


Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
a. Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya : membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.

b. Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung


mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa
gabungan kata.
Misalnya : bertepuk tangan, sebar luaskan.

c. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus


mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : menandatangani, keanekaragaman.

d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam


kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.

2.3.3.3 Kata Ulang


Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-).
Jenis-jenis kata ulang yaitu :
a. Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.
Misalnya : laki lelaki

b. Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.


Misalnya : rumah rumah-rumah

c. Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.


Misalnya : sayur sayur-mayur

d. Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat


imbuhan.
Misalnya : main bermain-main

19
2.3.3.4 Gabungan kata
a. Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus.
Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.
Misalnya : mata kulihat, orang tua.

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan


kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan
pertalian di antara unsur bersangkutan.
Misalnya : ibu-bapak, pandang-dengar.

c. Gabungan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya : daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.

2.3.3.5 Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)


Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Sedangkan kata ganti ku, mu, nya ditulis serangkai dengan
kata yang mendahuluinya.
Misalnya : kubaca, kaupinjam, bukuku, tasmu, sepatunya.

2.3.3.6 Kata Depan (di, ke, dari)


a. Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu
sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya :
Jangan bermian di jalan
Saya pergi ke kampung halaman.
Dewi baru pulang dari kampus.
Kata Sandang (si dan sang)

b. Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.


Misalnya :
Nama si pengrimi surat tidak jelas.
Anjing bermusuhan dengan sang kucing.

20
2.3.4 Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu
sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah
penulisan partikel sebagai berikut :
a. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya :
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang dipelajari minggu lalu?
Apatah gerangan salahku?

b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang
dianggap sudah menyatu.
Misalnya :
Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.

c. Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah
dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Misalnya : Rapor siswa dilihat per semester.

2.3.5 Singkatan dan Akronim


a. Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau
lebih.
Misalnya :
dll = dan lain-lain
yth = yang terhormat
b. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
Misalnya :
SIM = Surat Izin Mengemudi
IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan

21
2.3.6 Penulisan lambang bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu :
(1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV,
V, VI, VII, VIII, IX, X.

Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :


a. Bilangan utuh.
Misalnya :
15 lima belas

b. Bilangan pecahan.
Misalnya :
3/4 tiga perempat

c. Bilangan tingkat.
Misalnya :
Abad II Abad ke-2

d. Kata bilangan yang mendapat akhiran –an.


Misalnya :
tahun 50-an lima puluhan

e. Angka yang menyatakan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian
supaya mudah dibaca.
Misalnya :
Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.

f. Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau
perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah
struktur kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya :
Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)
55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)

g. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam
perincian atau pemaparan.
Misalnya :
Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.

22
2.3.7 Penulisan unsur serapan Bahasa asing
Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli
bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian
karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa
memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya
menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah
diterapkan.

Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan,


sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa
Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang
layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai
dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur
yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu
diterima.

Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti


bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing
merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa
Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya.
Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang
lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut
akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak
mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing
(Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu”
dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris.

Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia


dikelompokkan dua bagian, yaitu :
a. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh,
baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang
tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.

b. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam
kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah
satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem,
atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

23
2.3.8 Penggunaan tanda baca
2.3.8.1 Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
a. Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
b. Akhir singkatan nama orang.
c. Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
d. Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu
terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
e. Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
f. Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
g. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
h. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
ilustrasi dan tabel.

2.3.8.2 Tanda koma (,)


Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
a. Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
b. Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
c. Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
d. Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk kata :
(1) Oleh karena itu,
(2) Jadi,
(3) lagi pula,
(4) meskipun begitu, dan
(5) akan tetapi.
e. Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan
kasihan.
f. Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
g. Dipakai diantara :
(1) nama dan alamat,
(2) bagian-bagian alamat,
(3) tempat dan tanggal,
(4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
h. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
i. Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
j. Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
k. Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.

24
l. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
m. Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau seru.

2.3.8.3 Tanda Tanya ( ? )


Tanda tanya dipakai pada :
a. Akhir kalimat tanya.
Misalnya :
Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati?

b. Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang


diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

2.3.8.4 Tanda Seru ( ! )


Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang
berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kseungguhan,
ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
Misalnya :
Bayarlah pajak tepat pada waktunya!

2.3.8.5 Tanda Titik Koma ( ; )


Tanda titik koma dipakai untuk:
a. Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
b. Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai
pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel,
dan jeruk

2.3.8.6 Tanda Titik Dua ( : )


Tanda titik dua dipakai untuk :
a. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
b. Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian.
c. Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
d. Di antara jilid atau nomor dan halaman.
e. Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
f. Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
g. Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

25
2.3.8.7 Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan
menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika
yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik
terakhir diberi jarak atau loncatan.
Misalnya :
“Menurut saya … seperti … bagaimana, Bu?” “Jadi, simpulannya …
oh, sudah saatnya istirahat.”

2.8.7.8 Tanda Garis Miring ( / )


Tanda garis miring ( / ) di pakai :
a. Dalam penomoran kode surat.
Misalnya :
Nomor: 7/PK/II/2013

b. Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.


Misalnya :
Jalan Kramat III/10

2.8.7.9 Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
Misalnya :
Dia ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Mereka sudah datang, ‘kan? (‘kan = bukan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
5-2-‘13 (’13 = 2013)

2.8.7.10 Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )


Tanda petik tunggal dipakai :
a. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
b. Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

26
2.8.7.11 Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik dipakai :
a. Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan
atau yang belum dikenal.
b. Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam
kalimat.
c. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain.
Misalnya :
Film “Ainun dan Habibie” merupakan kisah nyata yang diangkat dari
sebuah novel.

2.8.7.12 Tanda kurung {(…)}


Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterang-an atau
penjelasan.
Misalnya:
Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).

2.8.7.13 Tanda kurung siku { […] }


Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan atas kesalahan atau
kekurangan di dalam naskah asli yang di-tulis orang lain.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
Penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus sesuai [dengan] kaidah
bahasa Indonesia.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan
huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.EYD (Ejaan yang Disempurnakan) merupakan tata
bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai
dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan.
Perkembangan ejaan di Indonesia telah mengalami beberapa pergantian, mulai dari ejaan
Van Ophuijsen, ejaan Soewandi (republik), ejaan yang di sempurnakan ( EYD) , hingga Pedoman
Umum Ejaan Indonesia ( PUEDI) . Bahkan terdapat ejaan yang dirundingkan bersama antara
Indonesia dan Malaysia, yakni ejaan Melindo.Namun, karena faktor-faktor tertentu ejaan tersebut
tidak dapat diresmikan.
Secara garis besar, ruang lingkup ejaan terdiri dari :
a. Pemakaian Huruf
yaitu huruf abjad, huruf &okal, huruf konsonan, huruf diftong, dan pemenggalan kata.

b. Penulisan Huruf
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu:
 Penulisan Huruf kapital
1) Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat
2) Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
3) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.

 Penulisan Huruf Miring


1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
3) Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing

 Pemakain huruf tebal


1) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring
2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul
buku, bab, atau subbab.

c. Penulisan Kata
Penulisan kata sesuai dengan pedoman EYD meliputi kata dasar, kata turunan,
bentuk ulang, kata ganti, kata depan, partikel, singkatan, angka dan lambang bilangan.

28
d. Penulisan Lambang Bilangan
Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50),
Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :
 Bilangan utuh.
Misalnya :
15 lima belas

 Bilangan pecahan.
Misalnya :
3/4 tiga perempat

 Bilangan tingkat.
Misalnya :
Abad II Abad ke-2

 Kata bilangan yang mendapat akhiran –an.


Misalnya :
tahun 50-an lima puluhan

 Angka yang menyatakan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah
dibaca.
Misalnya :
Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.

 Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu
diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur
kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya :
Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)
siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)

 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau
pemaparan.
Misalnya :
Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.

e. Penulisan Unsur Serapan Bahasa Asing


Bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa , baik itu bahasa daerah atau
bahasa Asing
Dalam hal ini, penyerapan diusa-hakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indone-sianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

29
f. Pemakaian Tanda Baca
Pemakain tanda baca dalam bahasa indonesia meliputi tanda titik(.) , tanda koma ( , ) ,
tanda titik koma (;) , tanda titik dua (: ) , tanda hubung ( - ) , tanda tanya ( ?) , tanda seru
(!) , tanda elipsis ( ... ) , Tanda Petik (“…”) , Tanda Petik Tunggal (‘…’) , Tanda Kurung
((…)) , Tanda Kurung Siku ([…]) , Tanda Garis Miring (/) , Tanda Penyingkat atau
Apostrof (‘)

3.2 Saran
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum pelajar untuk selalu mengingatkan kepada
masyarakat guna dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan
benar.Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses pembangunan
karakter masyarakat dalam bangsa ini.Dengan mempelajari ejaan yang disempurnakan maka
proses pembelajaran, pemahaman, dan penulisan bahasa Indonesia akan menjadi lebih
mudah. Untuk itu pelajarilah ejaan yang disempurnakan dengan sungguh agar dapat
dimengerti.

30
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Dhiqin, Ahmed (2016) “Pengertian Ejaan (Bahasa Indonesia)”


http://duniakampus7.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-ejaan-bahasa-indonesia.html
(diakses tanggal 26 september 2017)

Padamu , Negeri (28 Juni 2018 ) “ Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia ”


https://www.padamu.net/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia (diakses tanggal 26 September
2017)

Fuji , (13 Agustus 2015 ) “Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia ”


http://www.trigonalmedia.com/2015/08/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia.html
(diakses tanggal 26 September 2017)

Sriye , (13 November 2013 ) “Ruang Lingkup EYD”


https://sriye.wordpress.com/2013/11/13/ruang-lingkup-eyd/ (diakses tanggal 26 September 2017)

Republik Indonesia. 26 November 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedomona Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Edisi ke 4. Sekretariat Negara. Jakarta

31

Anda mungkin juga menyukai