Anda di halaman 1dari 2

New Testament Theology: Basic Issues In The Current Debate–Gerard Hasel

Beginning and Development of NT Theology

Teologi Perjanjian Baru sebagai cabang dari teologi alkitab telah mengalami begitu banyak
proses dan perdebatan dalam pembentukannya. Bagian ini menjelaskan setiap proses yang
dimaksud secara kronologis berikut pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh para ahli.

A. Dari Era Reformasi Gereja ke Abad Pencerahan

Pada beberapa abad awal kekristenan, teologi alkitab belum dikembangkan dan masih
menjadi bagian dari dogma gereja. Seiring dengan terjadinya reformasi gereja, terjadi pula
kesadaran dalam aliran protestan terhadap prinsip sola scriptura, dari sini bisa dikatakan
mulai ada pengembangan teologi alkitab. Luther sebagai tokoh reformasi gereja saat itu turut
memperkenalkan hermeneutika baru yang kemudian memberikan prinsip sola scriptura dua
fungsi baru yaitu (1) distingsi antara Kristus dan Firman Tuhan, dan (2) distingsi antara
hukum dan injil. Istilah Teologi Alkitab sendiri baru mulai dikembangkan oleh kaum
reformis radikal setelahnya dan setelahnya oleh peran Abraham Calovius dengan pendekatan
eksegesis, teologi alkitab mulai bergerak mengambil tempat sebagai disiplin ilmu tersendiri
yang menyokong sistem doktrin ortodoks. Selanjutnya di tahun 1745, teologi alkitab akhirnya
benar-benar memisahkan diri dari dogma dan bahkan kemudian dapat dianggap sebagai dasar
dari dogma itu sendiri. Pada masa ini bisa dilihat bahwa teologi alkitab berkembang dari
sekadar penyokong dogma menjadi suatu disiplin tersendiri.

B. Abad Pencerahan

Pada masa ini, pendekatan-pendekatan baru mulai dilakukan dalam menelaah alkitab.
Pengembangan hermeneutika baru seperti metode sejarah-kritis, kritik radikal terhadap
literasi, dan terakhir rasionalisme, di mana akal manusia menjadi penentu dan sumber utama
dari pengetahuan. Pada masa ini alkitab dianggap sebagai semata-mata dokumen sejarah yang
kemudian juga ditelaah layaknya dokumen sejarah pada umumnya. Terobosan dilakukan oleh
G. T. Zacharia yang mengembangkan sistem teologia di mana dia menelaah setiap kitab
dalam konteks waktu, tempat, dan tujuan, namun tetap memasukkan elemen inspirasi atau
hikmat yang mendasari setiap firman. Ini mengikuti J. A. Ernesti yang menyatakan bahwa
sejarah adalah hal terpenting kedua dalam teologi.

Terobosan penting juga dilakukan oleh J. P. Gabler yang membuat perbedaan antara teologi
alkitab dan dogma menjadi semakin jelas. Dia menjelaskan bahwa teologi alkitab
menggunakan karakter historis, menyampaikan apa yang dipikirkan penulis tentang hal-hal
yang maha tinggi sedangkan dogma memiliki karakteristik mengajat dan tergantung
keterbatasan dari pengajar. Pendekatan Gabler diteruskan oleh G. L. Bauer dengan lebih jauh
menambahkan unsur filosofis. Gabler dan Bauer dengan pendekatan rasionalisme-sejarah-
kritis dianggap sebagai pelopor dalam menjadikan teologi alkitab dan teologi perjanjian baru
sebagai disiplin ilmu tersendiri. Selanjutnya J. J. Semler dengan pemisahan antara Firman
Tuhan dan kitab suci atau konteks hal-hal maha tinggi dan kemanusiaan sehingga bisa secara
jelas menempatkan ayat alkitab yang ditulis sebagai saksi sejarah tanpa bertujuan untuk
berbicara terhadap pembaca di masa kini. Konsep ini bertahan dalam sejarah-kritis dan
menjadikan Semler sebagai bapak teologi sejarah-kritis. Teologi alkitab kini menjadi ilmu
sejarah yang mengungkapkan apa yang dipikirkan penulis tiap-tiap kitabnya.

C. Dari Abad Pencerahan ke Teologi Dialektik

Pendekatan baru terus lahir di abad pencerahan, salah satunya adalah metode interpretasi
sejarah-gramatikal oleh G. P. C. Kaiser di mana dia menolak segala bentuk supernaturalisme,
dia juga yang pertama menerapkan sejarah agama dan meletakkan baik aspek alkitabiah dan
non-alkitabiah ke bawah prinsip agama universal. Selanjutnya ada juga W. M. L. De Wette
yang mencoba membuat sintesis antara iman dan perasaan bergerak menjadi “perkembangan
genetik” agama dari yahudi ke kristen. Sesuai nama tahap ini, dalam masa pesat
berkembangnya rasionalisme ada begitu banyak dialektika yang terjadi dan begitu sengit di
antara para ahli mulai dari pendekatan yang digunakan, penggunaan pendekatan filosofis
Hegel oleh Weilnel, sampai bagaimana teologia perjanjian baru berpusat. Di sini kemudian
lahir pendekatan baru di mana Yesus Kristus sebagai penjelmaan Tuhan yang menebus umat
manusia dijadikan pusat dari teologia perjanjian baru pendekatan ini dinamai teologia
sejarah-keselamatan oleh von-Hofman, juga orientasi terhadap khotbah Yesus yang oleh
Wrede dinamakan program sejarah-religius.

D. Dari Teologi Dialektik ke Sekarang

Salah satu tokoh penting dalam era teologi dialektik adalah R. Bultmann, ini tidak terlepas
dari program demitologinya yang berupaya mengurai dan mereinterpretasi mitos dalam
alkitab. Bultmann juga mengarahkan penelitiannya ke arah sejarah murni. Kiprah Bultmann
dalam era ini signifikan karena mengundang banyak respons baik yang setuju maupun yang
tidak setuju. Respons yang mencolok terhadap Bultmann datang dari muridnya sendiri, salah
satunya adalah E. Kaseman yang mengkritik pendapat Bultmann bahwa sejarah Yesus tidak
relevan dengan iman. Kritik lainnya menjadi terobosan, yaitu hermeneutika Bultmann bahwa
suatu teks harus diinterpretasi ditantang oleh ahli paska-Bultmann yang lain dengan
mengajukan hermeneutika yang lain bahwa individulah yang diinterpretasikan melalui teks
yang ada. Di era ini juga menjadi terobosan untuk gereja Katolik Roma yang mulai
melakukan pengembangan teologia perjanjian baru melalui A. Lemonyer. Masih ada begitu
banyak dialektika yang terjadi, terutama membahas pendekatan-pendekatan yang dilakukan
terdahulu. Dialektika yang terus berjalan sampai saat ini secara langsung mencerminkan apa
yang diungkapkan F. C. Grant bahwa teologia perjanjian baru adalah teologia dari
pertumbuhan gereja, seperti terlihat di perjanjian baru, bukanlah proses yang sudah selesai,
tapi teologia yang masih terus berproses.

Anda mungkin juga menyukai