Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAMPUS SEBAGAI BASIS PENGAWAL PANCASILA

Oleh :
Arisna Setya W
Dainty Harianja
Dody Sofyan
Frans Manurung
Nada Hasna
Ni Luh Kania Veren
Sarisa Putri
Syifa Tania Kh

Jurusan Manajemen Keuangan


Prodi Diploma I Kebenedaharaan Negara
Politeknik Keuangan Negara STAN
KATA PENGANTAR

Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar, terutama berkaitan dengan


gerakan reformasi serta perubahan Undang-Undang termasuk amandemen UUD 1945 serta
TAP MPR NO.XVIIJ/MPR/1998, yang menetapkan mengembalikan kedudukan pancasila
pada kedudukan semula, sebagai dasar filsafat negara. Hal ini menimbulkan penafsiran yang
bermacam-macam. Akibatnya, akhir-akhir ini bangsa Indonesia mengalami krisis ideologi.
Oleh karena itu, agar kalangan intelektual terutama mahasiswa sebagai calon penerus
pemimpin bangsa di masa mendatang memahami makna serta kedudukan pancasila yang
sebenarnya maka harus dilakukan suatu kajian yang bersifat ilmiah.
BAB I
PENDAHULUAN

Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukuan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan Batang
Tubuh UUD 1945.
A. Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk dalam suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak
Zaman kutai. Beratus – ratus tahun bangsa Indonesia berjuang menemukan jati dirinya
sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui
suatu proses yang panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati diri
yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa
lain.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi,
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang harus memiliki visi harus serta pandangan hidup yang
kuat agar tidak terombang – ambing ditengah – tengah masyrakat Internasional.
Jadi, secara historis bahwa nilai –nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila,
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sehingga asal nilai – nilai pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendir, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai
kuasa materialis pancasila.
2. Landasan Kultural
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsadan bernegara
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup. Filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak
terombang – ambing dalam pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri
khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan
liberalisme meletakan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu.
Berbeda dengan bangsa – bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan
hidupnya dalam masyarrakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas cultural yang dimiliki
dan melekat pada bangsa itu sendiri. Satu – satunya karya besar bangsa Indonesia yang
sejajar dengan karya besar bangsa lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan
Negara yang mendasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai yang terutang dalam sila – sila
pancasila.

3. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis perkuliahan pendidikan pancasila di pendidikan Tinggi tertuang
dalam undang – undang No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 29 telah
menetapkan bahwa ia isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan, wajib memuat
pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan konseptual
tersebut kemudian dikokohkan kembali oleh kehadiran dan undang – undang Nomor tahun 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional sebagai pengganti undang – undang no 2
tahun 1989.
4. Landasan Filosofis
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan Filosofis bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini berdasarkan pada kenyataan secara filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada nilai – nilai yang tertuang
dalam sila – sila pancasila yang secara filosofis merupakan filosofis bangsa Indonesia
sebelum mendirikan Negara
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual yang penuh
tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing –
masing. Sedangkan kompotensi lulusan pendidikan pancasila ditujukan untuk memahami
seperangkat tindakan intelektual, yang penuh tanggung jawab sebagai seorang warga Negara
dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai – nilai pancasila.
Pendidikan Pancasila juga bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan sikap dan perilaku:
a. memahami arti pancasila dan UUD 45 dalam kehidupan sehari hari dan mampu
melaksanakan sebagai warganegara indonesia.
b. mengetahui dan memahami tentang beranekaragamnya dasar kehidupan masyarakat
indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 45.
c. mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai nilai dan norma-norma pancasila
d. membantu mahasiswa dalam proses belajar memecahkan masalah terhadap nilai-nilai
pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Mata Kuliah Pancasila di Perguruan Tinggi


Di semua jenjang pendidikan di Indonesia implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia yakni Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
dan Pendidikan Kewarganegaraan
Guna menguatkan pancasila sebagai vision of state, paling tidak ada dua persoalan
yang penting menjadi agenda bersama. Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-
nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke
dalam hal-hal yang sifatnya dapat diimplementasikan. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua
Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh,
aparat penegak hukum harus tegas dan tanpa kompromi menindak pelaku kejahatan,
termasuk koruptor. Tanpa penegakan hukum yang tegas, Pancasila hanya rangkaian kata-kata
tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun
nonformal (masyarakat). Pada tataran pendidikan formal, perlu revitalisasi mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan (dulu pendidikan moral pancasila) di sekolah. Pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan selama ini dianggap banyak kalangan “gagal” sebagai media
penanaman nilai-nilai Pancasila. Pembelajaranpendidikan kewarganegaraan sekadar
menyampaikan sejumlah pengetahuan (ranah kognitif), sedangkan ranah afektif dan
psikomotorik masih kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran pendidikan kewargs
negaraan cenderung menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara
nilai positif di kelas yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari.
Perguruan tinggi adalah pusat pengembangan teknologi, pengetahuan, dan seni yang
bertujuan untuk menemukan dan menegakkan kebenaran juga memberikan manfaat yang
sebesarnya-besarnya bagi negara dan kemanusiaan.Komitmen membentuk mahasiswa yang
tidak radikal sekaligus berjiwa nasionalis bisa saja merupakan implementasi dari tujuan
pendidikan tinggi itu sendiri. Untuk itu, perguruan tinggi harus mengambil sikap jelas dan
tegas dalam mencegah dan melawan radikalisme serta mengambil peran nyata dalam
membela pancasila dan NKRI sebagai wujud kepedulian kepada bangsa dan negara
Indonesia.
B. Penyebaran Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi menjadi salah satu sarang paham radikal untuk tumbuh dan
berkembang. Radikalisme menyusup dengan cepat di antara dinding kampus. Menyasar
kalangan mahasiswa baru dan memengaruhi secara pikiran, sikap maupun tindakan. Saat ini
paham radikalisme sudah menjalar ke berbagai lini bahkan sampai ke institusi pendidikan.
Penyebaran mulai dari pendidikan tinggi hingga ke jenjang pendidikan anak usia dini.
Pengaruh paham dan ideologi radikal semakin merisaukan karena gerakan militan
marak berkembang di kalangan kelompok mahasiswa. Hal itu cukup mengkhawatirkan
karena bisa mengakibatkan disintegrasi bangsa dalam dua atau tiga dekade ke depan bila
tidak ada tindakan dari negara dan kalangan moderat.
Dibalik puluhan ribu mahasiswa dari beragam latar belakang sosial, ekonomi dan
budaya, paham radikal terdeteksi tumbuh subur di antara mereka sejak lama.
Faktor yang mempengaruhi penyebaran radikalisme:
1. Kondisinya labil yang sedang mencari jati diri.
Mereka yang haus masalah keagamaan, rentan salah cari teman dan guru untuk
menimba ilmu. Jika mendapat guru yang salah selama membimbingnya, itu bisa berbahaya
lantaran dari situlah doktrin radikalisme bersemai.
2. Pemahaman agama yang kurang.
Mahasiswa sebagai intelektual muda, juga memiliki potensi kecenderungan
keagamaan yang kompleks, dinamis, dan terkadang terjebak dalam ekstremintas kanan,
radikal. Studi ini memperlihatkan bahwa fenomena gaya beragama eksklusif dan potensi
radikalisme agama juga relatif akrab dengan kehidupan sosial-keagamaan mereka walaupun
dengan intensitas yang tidak dominan.
Tak semua pemahaman radikal bakal menjurus ke tindakan terorisme. Tetapi, para
pelaku aksi terorisme bermula dari radikalisme keagamaan yang terus dipupuk. Perlahan,
terjadi perubahan dari semula hanya di ranah pemikiran menjadi radikal pada sikap dan
tindakan.
Penyebaran radikalisme ini melibatkan mahasiswa senior yang sudah lebih dulu
menjadi bagian gerakan itu. Mereka menyasar mahasiswa baru, merekrutnya dengan berbagai
pendekatan. Mulai mencarikan kos, meminjami buku, hingga mengajaknya ke forum tertutup.
Perlu deradikalisasi secara halus lewat bahasa-bahasa agama yang relevan dan
sosialisasi pandangan tentang adanya nilai-nilai afinitas antara Islam dan Pancasila. Ini untuk
mengembalikan corak keagamaan yang jadi ciri khas Islam di Indonesia, yaitu moderai,
inklusif, dan toleran.
3. Kultural
Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi munculnya
radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, di dalam masyarakat selalu
diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang
dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti
tesa terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang
dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan daribumi. Sedangkan fakta sejarah
memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya.
4. Provokasi Barat melalui media
Tidak adanya batasan dan pembagian konten informasi, keterbukaan terhadap segala
hal, ide-ide, serta percakapan dan orang baru yang tergabung dalam obrolan yang tengah
tercipta dalam satu ruang tertentu, menyebabkan sosial media kerap menjadi pilihan untuk
menyalurkan aspirasi, minat serta ketertarikan untuk menemukan individu yang memiliki
ketertarikan serupa
Paham radikalisme tidak hanya disebar lewat kegiatan diskusi dan pertemuan namun
sudah melalui situs dan media sosial. potensi terjadinya tindak terorisme yang apabila
kemudian dikaitkan dengan pengaruh adanya sosial media dilihat dalam pendekatan psiko-
sosiologis, inti dasarnya terbentuk karena motivasi individu yang memiliki korelasi terhadap
pengaruh politik, sejarah, konteks budaya dan ideologi yang mempengaruhi. Didukung pula
dengan pendapat Crenshaw, memandang tindak terorisme harus memperhatikan faktor
lingkungan serta motivasi diri indivdu teroris.
5. Mahasiswa kekurangan wawasan kebangsaan.
Wawasan kebangsaan dan moderasi umat beragama seperti dua sisi mata uang yang
tidak bisa dipisahkan. Kuatnya wawasan kebangsaan yang dimiliki warga negara akan
berdampak positif pada moderasi beragama. Sebaliknya, lemahnya wawasan kebangsaan
dapat berdampak pada wawasan keagamaan yang radikal dan berujung pada terorisme
Dosen memiliki peran sentral untuk menangkal radikalisme. Karena itu, dia
mengimbau agar para dosen tidak melakukan kegiatan yang dilarang oleh negara. Menteri
pun mendorong dosen agar terus proaktif menyosialisasikan wawasan kebangsaan ketika
berinteraksi dengan mahasiswa, baik sosialisasi yang dilakukan ketika proses belajar
mengajar maupun melalui jalur lain.
6. Kebijakan pemerintah.
Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki
situasi atas berkembangnya frustasidan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi
ideologi,militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah
di negeri-negeri &muslim belum atau kurang dapat mencariakar yang menjadi penyebab
munculnya tindak kekerasan radikalisme sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial
yang dihadapi umat.

C. Peran Pemerintah dalam Mencegah Tersebarnya Paham Radikalisme di Perguruan


Tinggi
1. Pembentukan UKP-PIP
Pemerintah telah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila
(UKP-PIP). Keputusan pembentukan unit ini diputuskan melalui Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2017.
UKP PIP dibentuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk merespon aksi-aksi
organisasi kemasyarakatan radikal dan anti-Pancasila di Indonesia. Lewat UKP PIP, Jokowi
berharap nilai-nilai Pancasila berada di dalam semua kebijakan pemerintah dan pendidikan di
Indonesia. Dengan begitu, masyarakat Indonesia tak lagi rentan terpengaruhi paham-paham
radikal.
Sebagai langkah strategis dalam rangka penguatan ideologi Pancasila di Perguruan
Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan bekerjasama dengan Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila (UKP-PIP) meluncurkan Program Penguatan Pendidikan Pancasila
bertema “Pancasila Dalam Perbuatan”. Peluncuran program ini dilaksanakan di IPB
International Convention Center (Jumat, 11/08/2017). Maksud dan tujuan dari acara ini
adalah memperkuat pemahaman berbangsa dan bernegara di kalangan mahasiswa Indonesia.
Untuk itu diperlukan internalisasi pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kampus.
2. Deklarasi Kebangsaan
Pemerintah ingin nilai-nilai kebangsaan ditanamkan kepada mahasiswa di seluruh
perguruan tinggi di Indonesia. Karena itu, pemerintah yang melibatkan rektor dari sejumlah
perguruan tinggi akan menggelar deklarasi kebangsaan di Pulau Bali, pada September 2017.
Ribuan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri dan swasta di Bali menyampaikan empat
butir "Deklarasi Merajut Kebangsaan" yang dihadiri oleh Menristekdikti Mohamad Nasir dan
sejumlah rektor di Pulau Dewata. Deklarasi Merajut Kebangsaan disampaikan oleh
perwakilan mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha didampingi perwakilan mahasiswa
dari berbagai kampus, yang selanjutnya diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi di Bali itu. Empat poin yang dideklarasikan itu yakni mahasiswa Bali
menyatakan bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia, selanjutnya mahasiswa Bali
juga menyatakan bahwa UUD 1945 adalah dasar negara Republik Indonesia. Poin ketiga,
yakni mahasiswa Bali menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adaah semboyan sebagai
bangsa Indonesia dan terakhir mahasiswa Bali menyatakan bahwa NKRI adalah harga mati
bangsa Indonesia.
Selain masalah nilai kebangsaan, deklarasi kebangsaan ini juga akan menanamkan
langkah-langkah menangkal paham radikalisme. Dengan begitu, mahasiswa bisa terhindar
dari kegiatan yang berujung pada aksi radikal. Menurut Menristekdikti, paham radikalisme
jangan sampai muncul di kalangan kampus dan khususnya mahasiswa. Jika sampai
ditemukan indikasi radikalisme dalam kampus, Nasir mengharapkan para mahasiswa jangan
segan untuk melaporkan kepada rektor dan jajaran kepolisian. Demikian juga kalau sampai
dosen yang terlibat radikalisme, dipersilakan untuk keluar dari posisi sebagai pendidik.
Pihaknya juga ingin terus memantapkan prinsip untuk meletakkan dasar pada mahasiswa
supaya siap tinggal landas untuk kelas dunia. Jangan malah hanya tinggal di landasan.
D. Kampus Sebagai Komponen Pendukung Program Penguatan Pancasila
Dewasa ini, pemikiran setiap orang pasti berkembang setiap waktu dibarengi dengan
penambahan usia. Pemahaman yang ada terus mengalami peningkatan signifikan dan sering
kali menyebabkan kegelisahan pada setiap orang yang mengalaminya. Kegelisahan tersebut
biasanya dialami kalangan mahasiswa yang sedang mencari jati diri dan terkadang
menyebabkan ia terjerumus pada paham radikalisme.
Kampus menjadi sarana penting dalam memutus tali radikalisme yang menyebar
seiring dengan berkembangnya pemikiran setiap orang khususnya kalangan mahasiswa.
Pancasila merupakan ideologi bangsa yang cocok untuk diterapkan dalam penanganan
beberapa paham yang menyimpang tidak terkecuali radikalisme.
Presiden Joko Widodo meminta perguruan tinggi menjadi institusi terdepan dalam
menjaga dan mendorong terus-menerus penguatan nilai-nilai Pancasila. Kampus diharapkan
menyiapkan sumber daya manusia yang cerdas secara intelektual, sosial, religius, dan
profesional yang memiliki karakter Pancasila untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial.
Perguruan tinggi memiliki sejumlah komponen yang berpotensi mendukung program
penguatan Pancasila, yakni sumber daya manusia yang siap menjadi narasumber, teknologi,
pusat kajian, serta jaringan kemitraan.
Aktualisasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan bangsa Indonesia di lingkungan
kampus akan terlaksana dengan baik jika semua komponen kampus dapat menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam setiap aspek kegiatan. Komponen itu meliputi mahasiswa, dosen,
karyawan, dan birokrat kampus. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan tak sebatas kegiatan
akademik, tetapi juga kegiatan non-akademik, termasuk penyelenggaraan seminar, pemilihan
presiden mahasiswa, dan lain-lain.
Kebebasan mimbar akademik di Kampus dapat menjadi tempat pengembangan tradisi
Pancasila, seiring dengan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Pengembangan kegiatan
mahasiswa tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, dan sebisa mungkin harus
dilaksanakan berdasarkan Pancasila, sebagai paradigma bangsa Indonesia di lingkungan
kampus.
E. Penerapan Pancasila di Kehidupan Kampus
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia menjadi pilar dalam kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat. Implementasi sila-sila dalam Pancasila merupakan hal yang
wajib dilakukan bagi tiap-tiap warga negara.. Mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan
suatu cara untuk meningkatkan wawasan mengenai pemahaman bagaimana nilai-nilai
Pancasila diterapkan oleh para mahasiwa. Sejauh ini, implementasi Pancasila sudah menjadi
teori di sekolah, kampus, atau lembaga pendidikan lainnya.
Sebenarnya implementasi Pancasila dapat kita lakukan kapan saja dan dimana saja
terlebih lagi bagi para mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan agen of change yang
seharusnya menggerakkan implementasi pancasila tentunya memiliki lingkungan yang tepat
untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Implementasi Pancasila sebagai paradigma
kehidupan kampus tidak berbeda jauh dengan kehidupan bernegara. Jadi kampus itu memiliki
tatanan pembangunan seperti tatanan negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum, dan
kehidupan beragama.
Implementasi nilai-nilai Pancasila di kehidupan kampus :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
a. Di dalam kampus jam-jam untuk kuliah sudah diatur sedemikian rupa sehingga, jam
kuliah tidak mengganggu jam untuk beribadah.
b. Mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti ospek/pengenalan kampus
c. Selain itu terdapat UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menjadi wadah
berkumpulnya mahasiswa yang berbeda agama. Misalnya saja perkumpulan mahasiswa
Islam, Budha, Kristen, Katolik, Protestan, dan Hindhu.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mahasiswa terdiri dari berbagai macam latar belakang budaya agama, ras dan suku
bangsa, tetapi dalam perbedaan itu, mereka bersatu dalam kebersamaan. Tidak ada suatu
pembedaan antara orang per orang, yang dalam penerimaan mahasiswa suatu kampus
diperlakukan sama.
3. Persatuan Indonesia
Makna persatuan yang artinya tidak terpecah atau bisa juga disebut nasionalisme. Melalui
organisasi kemahasiswaan dapat terbentuk suatu jaringan perkumpulan mahasiswa dari
berbagai kampus. Hal tersebut merupakan salah satu bukti ada sikap dan upaya untuk
menjalin rasa kebersamaan diantara para mahasiswa sebagai bagian dari pemuda
Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijakanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan secara bulat. Apabila
pengambilan keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai, dapat diadakan pemungutan
suara. Kebijakan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang
bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Penerapan suatu kebiasaan untuk melakukan
musyawarah dan diskusi bersama terkait dengan berbagai hal.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi sesuatu
dapat dikataakan adil apabila orang memberikan sesuatu ke orang lain sesuai dengan
haknya, misalnya setiap mahasiswa yang. telah memenuhi syarat berhak untuk mengikuti
ujian akhir semester dan berhak memperoleh nilai sesuai dengan kemampuannya.
Sebagai mahasiswa, kita dapat mengimplementasikan sikap-sikap, seperti, kritis,
kreatif, objektif, dinamis, menerima kritik, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari
prasangka buruk, menghargai waktu, memiliki dan berorientasi ke masa depan,
BAB III
PENUTUP
Kampus menjadi sarana penting dalam memutus tali radikalisme yang menyebar
seiring dengan berkembangnya pemikiran setiap orang khususnya kalangan mahasiswa.
Pancasila merupakan ideologi bangsa yang cocok untuk diterapkan dalam penanganan
beberapa paham yang menyimpang tidak terkecuali radikalisme.
Aktualisasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan bangsa Indonesia di lingkungan
kampus akan terlaksana dengan baik jika semua komponen kampus dapat menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam setiap aspek kegiatan. Komponen itu meliputi mahasiswa, dosen,
karyawan, dan birokrat kampus. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan tak sebatas kegiatan
akademik, tetapi juga kegiatan non-akademik, termasuk penyelenggaraan seminar, pemilihan
presiden mahasiswa, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/abida/aktualisasi-pancasila-di-kampus

https://www.pikiranrakyat.com/nasional/2018/02/13/deklarasi-kebangsaan-melawan-
radikalisme-419438

https://landasanpendidikanpancasila.blogspot.com

https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2017/08/11/ukp-pip-launching-program-penguatan-
pendidikan-pancasila

Anda mungkin juga menyukai