Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu bersamaan, gerakan PKI
dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun
Presiden Soekarno dan perdana menteri M.Hatta mengutuk keras pemberontakan PKI di
Madiun. Pemerintah segera melancarkan operasi penumpasan dengan GOM (Gerakan
Operasi Militer). Panglima Jendral Soedirman kemudian mengeluarkan perintah harian
yang isinya antara lain menunjuk Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Jawa Tengah
dan Kolonel Sungkono Gubernur Militer Jawa Timur diperintahkan untuk memimpin dan
menggerakkan pasukan untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun dan
sekitarnya.
Pasukan Siliwangi digerakkan dari Jawa Tengah. Brigade mobil dan Gabungan Divisi
Jawa Timur digerakkan dari Jawa Timur. Pada tanggal 10 September 1948 keadaan
Madiun segera dapat dikendalikan oleh pemerintah Indonesia. Muso tewas diponorogo,
Amir Syarifuddin tertangkap di Purwodadi
Penolakan pemerintah RIS atas tuntutan Andi Azis yang menginginkan agar APRIS dari
unsur KNIL di Ujung pandang saja yang bertanggung jawab atas keamanan NIT.
Penolakan terhadap kehadiran TNI ke Sulawesi Selatan
Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung
jawab bekas KNIL saja
Pada tanggal 5 April 1950, pasukan Andi Azis menduduki obyek-obyek penting seperti
lapangan terbang dan kantor Telkom.
Menawan pejabat panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur, Letkol
A.Y.Mokoginta.
Menggunakan jalan damai dengan mengirimkan utusan dr. Leimena, namun mengalami
kegagalan.
Menggelar operasi dan ekspedisi militer yaitu Gerakan Operasi Militer yang dipimpin
Kolonel Alex Kawilarang.
Dalam perebutan Benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi gugur.
Pada tanggal 2 Desember 1963, Dr. Soumokil berhasil ditangkap dan diadili
Akhirnya pada tahun 1962 gerakan DI/TII di Jawa Barat berhasil ditumpas oleh
pemerintah. Tokoh dan sebagai pemimpin dalam pemberontakan ini bernama SM
Kartowuwiryo, ia berhasil ditangkap di Gunung Geber di daerah Malaya oleh Pasukan
Siliwangi. Namun sebelumnya (pada tahun 1952, 1953 dan 1954), pemerintah telah
berhasil terlebih dahulu menumpas gerakan pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan,
Aceh dan Jawa Tengah.
Pada tahun 1952 di Sulawesi Selatan pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar
Muzakar mengawali
Gerakan DI/TII yang mendukung SM Kartosuwiryo di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir
Fatah. Geran ini sempat menjadi kuat karena mendapat dukungan dari batalyon 426
yang ikut bergabung bersama gerakan tersebut. Pada tahuin 1954 gerakan DI/TII di
Jawa Tengah dapat ditumpas oleh pemerintah melalui operasi militer.
Pemberontakan PRRI
Pemberontakan ini disebabkan karena ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatra dan
Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat. Ketidakpuasan
tersebut didukung oleh beberapa panglima militer. Mereka kemudian membentuk dewan-
dewan antara lain:
Aksi yang dilakukan adalah dengan mendirikan Kabinet PRRI, yakni: Mr. Syarifudin
Prawiranegara yang menjabat sebagai Menteri Keuangan. Mr. Assaat Dt. Mudo yang
menjabat sebagai Menteri Dalam negeri. Dahlan Djambek sempat memegang jabatan itu
sebelum Mr. Assaat tiba di Padang. Mauludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri. Prof.
Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjaba sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran.
Moh Syafei menjabat sebagai Menteri PKK dan Kesehatan. J.F Warouw menjabat sebagai
Menteri Pembangunan. Saladin Sarumpet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan
Pemburuhan. Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama. Saleh Lahade menjabat
sebagai Menteri Penerangan. Ayah Gani Usman Menjabat Sebagai Menteri Sosial. Dahlan
Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.
Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain
untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah
agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau,
dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan
mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen
Djatikusumo.
Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra
Selatan.
Pemberontakan Permesta
Pemberontakan ini didorong ketidakpuasan masyarakat manado dengan keadaan
pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka
juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan
sejumlah persetujuan dekolonisasi.
Pada 17 Februari 1958 Kolonel D.J. Somba mengeluarkan pernyataan bahwa wilayah
Sulawesi Utara dan Tengah memutuskan hubungan dengan Pemerintah Pusat dan
mendukung PRRI
Pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, Letkol Ventje Samuel memproklamirkan
berdirinya Piagam Perjuangan Semesta. Gerakan meliputi hampir seluruh wilayah
Indonesia Timur serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur. Ketika itu
keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil
oleh militer.
Selain itu mereka juga membekukan segala Aktivitas PKI (Partai Komunis Indonesia),
serta menangkap kader-kader PKI.
Melakukan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat.
Akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan Timbuleng
(Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak
lainnya, kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin
Daan Karamoy. Serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komandan
pasukan, menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP).
serta mereka Pula melakukan rencana untuk menyerang Jakarta.
Upaya Penumpasan :
Pada tahun 1960 Pihak Permesta Menyatakan kesediaanya untuk berunding dengan
Pemerintah Pusat. Perundingan pun dilangsungkan Permesta diwakili oleh Panglima Besar
Angkatan Perang Permesta, Mayor Jenderal Alex Evert Kawilarang. serta Pemerintah Pusat
diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat Nicolas Bondan. dari perundingan tersebut tercapai
sebuah kesepakatan yaitu: bahwa pasukan Permesta akan membantu pihak TNI untuk
bersama-sama menghadapi pihak Komunis di Jawa. Pada tahun 1961 Pemerintah Pusat
melalui Keppres 322/1961. memberi Amnesti dan Abolisi Bagi siapa saja yang terlibat PRRI
dan Permesta. tapi bukan untuk itu saja bagi anggota DI/TII baik, di Jawa Barat, Aceh,
Jawa Tengah, Kalimntan Selatan dan Sulawesi Selatan Juga berhak Menerimanya. Sesudah
keluar keputusan itu, be ramai-ramai banyak anggota Permesta yang keluar dari hutan-
hutan Untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi. Seperti Kolonel D.J. Somba, Mayor Jenderal
A.E. Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel
Ventje Sumual beserta pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan
hutan. untuk mendapatkan Amnesti dan Abolisi. dan pada tahun itu pula permesta
dinyatakan bubar.
Pemberontakan G30S/PKI
Di masa demokrasi terpimpin, PKI memperoleh kesempatan yang besar untuk meraih cita-
citanya. PKI bercita-cita mengubah negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila dengan
negara yang berideologi komunis. D.N. Aidit sebagai pimpinan PKI mendukung konsep
demokrasi terpimpin yang berporoskan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom). Untuk
mewujudkan Cita-cita PKI yaitu mengubah ideologi Indonesia, PKI melancarkan upaya
tersebut.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30, Letkol Inf. Untung memberikan
perintah pelaksanakan gerakan. Sasaran gerakan adalah pada perwira tinggi Angkatan
Darat. Kesatuan-kesatuan bersenjata yang bertugas dibagi menjadi 3 pasukan, yaitu :
Pasukan Pasopati dipimpin oleh Lettu Inf. Dul Arief dengan tugas menculik tujuh
perwira tinggi Angkatan Darat.
Pasukan Bimasakti dipimpin oleh Kapten Suradi yang bertugas menguasai kota Jakarta.
Pasukan Gatotkaca dipimpin oleh Mayor Udara Gatot Sukasno berfungsi sebagai
pasukan cadangan yang berkedudukan di Lubang Buaya.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00 dini hari, PKI menculik dan
membunuh perwira-perwira tinggi Angkatan Darat, mereka adalah :
1) Letjen Ahmad Yani (Menteri/panglima Angkatan Darat)
2) Mayjen S. Parman (Asisten I Men/pangad)
3) Mayjen R. Suprapto (Deputi II Men/pangad)
4) Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Men/pangad)
5) Brigjen DI. Panjaitan (Asisten IV Men/pangad)
6) Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal TNI-AD)
7) Letnan Satu Piere Andreas Tendean (Ajudan Menjo Hankam/Kepala Staf Angkatan
Bersenjata)
8) Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun (Pengawal rumah wakil PM II Dr. J. Leimena)
Menguasai dua buah sarana komunikasi yaitu studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat
dengan Kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan.
Menyiarkan pengumuman lewat RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 tentang :
Adanya Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan.
Dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah serta
pendomisioneran Kabinet Dwikora.
Dua buah keputusan Dewan Revolusi, yaitu :
Susunan Dewan Revolusi yang beranggotakan 45 orang dengan ketuanya Letkol Untung
Sutopo.
Penghapusan pangkat jenderal. Pangkat tertinggi dalam TNI adalah Letnan Kolonel.
Penculikan dan pembunuhan oleh G30S/PKI juga dilakukan di Yogyakarta. Korbannya
adalah Komandan Korem 072/Pamungkas, Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Kepala
Stafnya Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto. Para korban ini dibawa ke desa
Kentungan, Yogyakarta.
Upaya Penumpasan
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dilancarkan pada tanggal 1 Oktober 1965. Mayor Jenderal
Soeharto yang menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mengambil
alih komando Angkatan Darat karena Menteri Panglima Angkatan Darat (Letjend Ahmad
Yani) belum diketahui nasibnya. Panglima Kostrad memimpin operasi penumpasan terhadap
G 30 S/PKI dengan menghimpun pasukan lain, termasuk Divisi Siliwangi, Kavaleri, dan
RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi
Wibowo. Studio RRI pusat, gedung besar telekomunikasi dapat direbut kembali.
Operasi diarahkan ke Halim Perdana Kusuma. Halim Perdana Kusuma dapat dikuasai
pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo pada tanggal 2 Oktober 1965.
Karena tidak ada dukungan dari masyarakat dan anggota angkatan bersenjata lainnya, para
pemimpin dan tokoh pendukung G 30 S/PKI termasuk pemimpin PKI D.N. Aidit melarikan
diri. Atas petunjuk Sukitman (seorang polisi), diketahui bahwa perwira-perwira Angkatan
Darat yang diculik dan dibunuh telah dikuburkan/ditanam di Lubang Buaya. Pada tanggal 3
Oktober 1965, ditemukan tempat kuburan para jenderal itu. Pengambilan jenazah dilakukan
pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh RPKAD dan Marinir. Seluruh jenderal korban G 30 S/PKI
dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto untuk dibersihkan dan
disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Keesokan harinya bertepatan dengan hari
ulang tahun ABRI, 5 Oktober 1965 para jenasah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata. Mereka diberi gelar Pahlawan Revolusi.
Untuk menumpas kekuatan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Setelah berhasil
menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi dan Kaveleri, Resimen Para Komando
Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Panglima Kostrad,
mulai memimpin operasi penumpasan.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting seperti RRI dan Telkom telah dapat
diambil alih oleh pasukan RPKAD tanpa pertumpahan darah. Pada hari yang sama, Mayjen
Soeharto mengumumkan beberapa hal penting berikut melalui RRI.
Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menguasai kembali Bandara Halim
Perdana kusuma.
Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi yang bernama Sukitman berhasil
ditemukan sumur tua yang digunakan untuk menguburkan jenazah para perwira AD.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD dimakamkan dan mendapat
penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi militer yang dipimpin oleh
Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu yang
lama karena daerah ini merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit mengidentifikasi
antara lawan dan kawan. Untuk mengikis sisa-sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan
operasi-operasi militer berikut:
Operasi Merapi di Jawa Tengah dilakukan RPKAD dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi
Wibowo.
Operasi Trisula di Blitar Selatan dilakukan Kodam VIII/Brawijaya yang dipimpin Mayjen
M. Yasin dan Kolonel Witarmin.
Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N. Aidit dapat ditembak mati di
Boyolali danLetkol Untung Sutopo ditangkap di Tegal.