Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan
dalam pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya
berkesinambungan, terpadu dan lintas sektor dalam rangka pelaksanaan
kebijakan pembangunan di bidang kesehatan. Banyak faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat, untuk itu Hendrik L. Blum menyatakan ada 4 faktor yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu faktor lingkungan, faktor
perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan
SDGs di Indonesia (Kemenkes RI, 2015). Menurut data SDKI, Angka
Kematian Ibu sudah mengalami penurunan pada periode tahun 1994-2012
yaitu pada tahun 1994 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 1997
sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2002 sebesar 307 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, namun
pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu meningkat kembali menjadi sebesar 359
per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2013). Tahun 2015 berdasarkan data
SUPAS baik AKI maupun AKB menunjukan penurunan yaitu AKI
305/100.000 kelahiran hidup dan AKB 22,23/1000 kelahiran hidup (SUPAS,
2016).
Upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap
merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai sasaran tersebut adalah
Program Keluarga Berencana. Program kontrasepsi yang digalakkan dan
efektif adalah metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) (BKKBN, 2012).
Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang
digunakan untuk menunda kehamilan serta menghentikan kesuburan dalam

1
waktu jangka panjang, yang meliputi IUD, implan dan kontrasepsi mantap.
Pemerintah Indonesia telah menggalakkan MKJP lebih dari 10 tahun yang lalu
dan Pemerintah berusaha meningkatkan pemakaian kontrasepsi jangka panjang
tetapi faktanya pemakaian non jangka panjang yang lebih banyak di
bandingkan pemakaian kontrasepsi jangka panjang (Pinen, S, 2009).
Menurut profil kesehatan Indonesia peserta KB di Indonesia tahun 2016
meliputi penggunaan KB suntikan (47,96%), Pil (22,81%), Implan (11,20%),
IUD (10,61%), Kondom (3,23%), MOW (3,54%), dan yang terendah MOP
(0,64 %) (Kemenkes RI, 2016). Menurut profil kesehatan indonesia peserta
KB di Aceh pada tahun 2016 (76,26%), meliputi kondom (8,32%), Pil
(35,70%), Suntik (47,03%), IUD (3,69%), Implan (3,91%), MOW (1,33%),
MOP ( 0,02 %) (Dinkes Aceh, 2016).

B. Tujuan
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan KB
MKJP di Puskesmas Darul Kamal.

C. Manfaat
Diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kurangnya penggunaan KB MKJP sehingga petugas kesehatan
lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang KB MKJP.

2
BAB II
TINJAUAN PUSKATA

A. Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan dan kualitas
smber daya manusia. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti
pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana, melainkan juga
dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan
faktor lainnya.
Menurut Hendrik L. Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat
kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti
perilaku, fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi,
umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan
dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan
aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan
sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar
manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya
2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada

3
perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh
kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan sosial
ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.
3. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat
yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi
oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang memerlukan.
4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit
keturunan seperti diabetes melitus dan asma bronehial.

B. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang


Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri
untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan,
mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri
serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah cara kontrasepsi berjangka
panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat
kelangsungan pemakaiannya yang tinggi dengan angka kegagalan yang rendah.
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah metode kontrasepsi
yang masa kerjanya lama dan mempunyai efektivitas tinggi terhadap

4
pencegahan kehamilan, yang terdiri dari susuk/ implant, AKDR/IUD, MOP,
dan MOW (Pinem, S. 2009).
Menurut BKKBN (2011) alat kontrasepsi yang termasuk MKJP adalah :
1. Kontrasepsi Implant
Implan/susuk adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul kecil yang
ditanam di bawah kulit. Efektiv digunakan untuk mencegah kehamilan
sampai dengan 3 hingga 5 tahun, tergantung jenisnya. Aman bagi hampir
semua wanita yang menggunakan, namun hrus segera dilepas apabila
sudah habis batas waktu penggunaan. Implan sangat efektif untuk
digunakan pada umumnya, resiko kehamilan kurang dari 1 diantara 100
ibu dalam 1 tahun.
Cara kerja implan adalah sebagai berikut.
a. Mengganggu lendir servik menjadi kental,
b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi dan
c. Mengurangi transportasi sperma serta menekan ovulasi.
Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi implan yaitu daya gunanya
yang tinggi, memberikan perlindungan jangka panjang (5 tahun untuk
norplant dan 3 tahun untuk jadena). Pengembalian tingkat kesuburan yang
cepat setelah pencabutan. tidak memerlukan pemeriksaan dalam, Bebas
dari pengaruh estrogen, tidak menggangu ASI dan klien hanya perlu
kembali ke klinik bila ada keluhan serta dapat dapat dicabut setiapa saat
sesuai dengan kebutuhan (Kemenkes RI, 2015).
Keterbatasan dari penggunaan implan pada kebanyakan klien dapat
menyebabkan pola haid berupa pendarahan bercak (sporting),
hipermenorea, atau meningkatnya jumlah darah haid, serta amenore.
Efek samping dari pemakaian implan pada saat pemasangan akan
terasa nyeri kemuadian perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
perubahan suasana perasaan, perubahan berat badan, mual, dan nyeri pada
payudarah. Kemudian informasi yang harus diberikan yaitu efek samping
kontrasepsi timbul beberapa jam setelah insersi dan berlangsung hingga 5

5
tahun bagi norplant dan 3 tahun bagi jadena dan akan berakhir sesaat
setelah pengangkatan.sering ditemukan gangguan pola haid, terutama pada
6 sampai 12 bulan pertama, Beberapa perempuan mungkin akan
mengalami berhentinya haid sama sekali, obat-obat tuberkulosis ataupun
obat epilepsy tidak boleh dikonsumsi karena dapat menurunkan efektivitas
implan dan tidak melindungi klien dari infeksi menular seksual, termasuk
AIDS (Setiyaningrum, 2015).
2. Kontrasepsi AKDR
AKDR atau Intra Uterine Device aadalah alat kontrasepsi yang
dipasang di dalam rahim, sangat efektif dan aman. Memiliki aktifitas
penggunaanhingga 10 tahun, tergantung dengan jenisnya, mudah untuk
berhenti dan dapat dilepas kapan saja (BKKBN, 2012).
Alat kontrasepsi dalam rahim tersbuat dari plastik elastik, dililit
tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam
menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan dapat
mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja mencegah masuknya
spermatozoa/ sel mani ke dalam saluran tuba. Pemasangan dan pencabutan
alat kontrasepsi ini harus dilakukan oleh tenaga medis (Dokter atau bidan
terlatih), dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi namun
tidak boleh dipakai oleh perempuan yang tepapar infeksi menular seksual.
Ibu perlu ikut ber KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi
(minimal 3-5 tahun) dan punya waktu merawat diri sendiri, anak dan
keluarga.
Menurut Arum (2011) jenis – jenis IUD adalah sebagai berikut.
a. IUD Cu – T 380 A
IUD Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T
dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak,
dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagaian
tengahnya masing-masing menggandung 68,7 mg tembaga, dengan
luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagaian tegak 36 mm dan
bagaian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. Pada bagian ujung

6
bwah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan
untuk mengeluarkan IUD.
b. IUD Nova – T
IUD Nova – T mempunyai 200 𝑚𝑚2 kawat halus tembaga dengan
bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak
menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang
c. Mirena
Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut,
fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim.
Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T
yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena dapat
terdektesi dalam pemeriksaan rotogen. Mirena berisi sebuah reservoir
silindris, meliliti batang vertikal, berisi 52 mg levonogestrel (LNG).
Setelah penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil
(20g/ hari pada awalnya dan menurun menjadi sekitar 10g/ hari setelah
5 tahun) melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga
rahim. Pelepasan hormon yang rendah menyebabkan efek
sampingnya rendah. Keunggulan dari IUD ini adalah efektivitasnya
tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan lebih ringan.
Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita
yang tidak dapat mentoleransiestrogen untuk kontrasepsinya.
Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, D, 11). Cara kerja mirena yaitu
melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks menjadi lebih
kental sehingga menghambat perjalanan sperma untuk bertemu sel
telur. Menipiskan endometrium dapat mengurangi kemungkinan
implantasi embrio pada endometrium. Setelah mirena dipasang 3
sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur.
Mirean dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali dengan segera.
Efektivitas IUD pada umumnya yaitu resiko kehamilan kurang dari 1
di antara 100 ibu dalam 1 tahun. Efektivitas IUD dapat bertahan lama
hingga 12 tahun. Keuntungan penggunaaan alat Kontrasepsi IUD adalah

7
dapat efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang (10
tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti), tidak
mempengaruhi hubungan seksual, sangat efektif karena tidak perlu lagi
mengingat- mengingat, meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak
perlu takut untuk hamil, tidak mempengahi kualitas volume ASI, dapat
dipasang segera setelah melahirkanatau abortus (apa bila tidak terjadi
infeksi), dan dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih
setelah haid terakhir) (Kemenkes RI, 2015).
Efek samping dari penggunaan IUD adalah terjadinya perubahan pola
haid terutama dalam 3-6 bulan pertama (haid memanjang dan banyak, haid
tidak teratur, dan nyeri haid). Kelemahan dari IUD sendiri yaitu
komplikasinya merasa sakit dan kenjang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan, perdarahan berat dalam waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang
apabila pemasangan benar), tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS,
tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering
berganti pasangan, terasa sedikit nyeri dan adanya perdarahan (spotting )
terjadi segera setelah pemasangan IUD biasanya menghilang dalam 1-2
hari. pencabutan IUD hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter
atau bidan ) yang terlatih, akseptor KB IUD harus memeriksakan posisi
benang IUD dari waktu ke waktu (Kemenkes RI, 2015).
3. MOW ( Medis Operasi Wanita)
MOW adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
kesuburan. Jenisnya yaitu ada Manilaparatomi dan Laparaskopi, cara
kerjanya dengan menutup atau okulasi tuba falopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga spermatozoa tidak dapat
bertemu dengan ovum. Keuntungan kontrasepsi ini yaitu sangat efektif,
permanen, tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui, tidak
dipengaruhi faktor sanggama, baik bagi klien dimana kehamilan menjadi
resiko yang serius, tidak ada efek samping dalam jangka panjang,
pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal, dan tidak

8
ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).
Keterbatasan dari alat kontrasepsi ini yaitu karena bersifat permanen
(tidak dapat dipulihkan kembali) kecuali dengan rekanalisasi, maka
sebelum tindakan perlu pertimbangan matang dari pasangan, adanya rasa
sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah tindakan, dan tidak
melindungi terhadap IMS (infeksi menular seksul) , termasuk HBV dan
HIV/ AIDS. Yang dapat menjalani tubektoi yaitu wanita usia > 26 tahun,
paritas >2, ibu yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya, dan memahami prosedur serta sukarela dan setuju
menjalaninya.
4. MOP ( medis operatif pria )
MOP adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusivasa defrensia sehingga
alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi ( penyatuan ovum
dengan sperma) tidak terjadi. Alat kontrasepsi ini permanen bagi pria yang
sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Klien harus
mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.
Operasi ini aman dan mudah hanya memerlukan beberapa menit di rumah
sakit untuk memelakukan pembedahan ringan. Kb ini baru efektif setelah
ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca operasi. Secara umum tidak ada efek
samping jangka panjang dan tidak mempengaruhi terhadap kemampuan
dan kepuasan seksual (Pinem, S, 2009).
Efektivitas dari kontrasepsi ini angka keberhasilan amat tinggi 99%,
angka kegagalan 0 - 2,2%, umumnya <1 %. Kerugian dari kontrasepsi
MOP yaitu diperlukan tindakan opratif, tidak seperti sterilisasi wanita
yang langsung menghasilkan steril permanen pada vasektomi beberapa
hari, minggu atau bulan sampai sel mani menjadi negatif (Pinem, S, 2009).

9
BAB III
PEMBAHASAN

Faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan KB MKJP di wilayah kerja


Puskesmas Darul Kamal adalah sebagai berikut.
1. Faktor Internal
Perilaku seseorang memiliki peranan penting dalam menjaga status
kesehatan. Kurangnya pengetahuan ibu tentang KB MKJP membuat ibu takut
untuk menggunakannya. Ibu mengatakan tidak ingin menggunakan KB MKJP
karena takut terjadi perdarahan, kurang nyaman dalam hubungan suami istri,
malu diketahui orang lain dan biaya yang mahal.
Terdapat juga ibu tidak ingin menggunakan MKJP dikarenakan karena alat
kontrasepsi merupakan benda asing yang dimasukkan kedalam tubuh sehingga
dapat membahayakan kesehatan ibu. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan ibu. Selain itu, jumlah anak juga mempengaruhi perilaku ibu
untuk mengikuti program KB MKJP.
2. Faktor Eksternal
Rata-rata pendidikan masyarakat di wilayah kerja puskesmas Darul Kamal
adalah SMA. Rendahnya pendidikan masyarakat menyebabkan kurangnya
pengetahuan ibu tentang pengunaan KB MKJP. Ibu dengan pendidikan yang
rendah, tidak mudah untuk memahami apa yang disampaikan oleh petugas
kesehatan. Selain itu, pekerjaan mereka yang sebagai petani memiliki
penghasilan yang tidak tetap dan rendah. Penghasilan yang berkecukupan
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, membuat penggunaan KB MKJP
tidaklah penting. Ibu-ibu dengan ekonomi yang rendah tidak dapat mengakses
ke tempat fasilitas kesehatan dan tidak memiliki dana untuk pemasangan KB
MKJP. Sehingga banyak ibu-ibu yang menggunakan KB suntik karena gratis
dapat dilakukan di puskesmas.
3. Faktor Lingkungan
Rendah penggunaan KB MKJP juga disebabkan karena kurangnya
dukungan dari pelayana kesehatan. Terkadang dukungan dari petugas

10
kesehatan tidak diterima oleh pengguna MKJP dikarenakan lebih menerima
dukungan dari keluarga ataupun teman yang pernah menggunakan MKJP.
Sebagian ibu merasa malu untuk diketahui orang lain menggunakan MKJP.
Selain itu, ada terdapat sebagian petugas kesehatan mengganjurkan ibu untuk
menggunakan MKJP, tetapi petugas kesehatan tersebut tidak
menggunakannya. Petugas kesehatan tidak bersungguh menganjurkan ibu
untuk menggunkan MKJP, hanya sekedar memberitahukan saja. Dalam
memberikan pelayanan terkadang petugas tidak memberikan konseling secara
menyeluruh kepada ibu karena waktu yang singkat. Selain itu, dalam
memberikan penyuluhan dilakukan secara berkelompok, sehingga petugas
kesehatan tidak mengetahui apakah semua ibu telah memahami tentang
penggunaan KB MKJP.
Selain itu, jarak puskesmas yang terlalu jauh dan lingkungan tempat
tinggal ibu yang tidak mendukung menjadi alasan ibu tidak menggunakan KB
MKJP.
4. Faktor Sosial Budaya
Rendahnya penggunaan KB MKJP di Puskesmas Darul Kamal juga
disebabkan karena mitos yang mengatakan banyak anak banyak rezeki. Selain
itu, larangan dalam agama, kurangnya dukungan dari keluarga dan suami juga
membuat ibu tidak ingin menggunakan MKJP. Rasa malu dan takut diketahui
orang lain, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ibu tidak
menggunakan KB MKJP.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Derajat kesehatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan dan kualitas
sumber daya manusia. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai
sasaran tersebut adalah Program Keluarga Berencana. Program kontrasepsi
yang digalakkan dan efektif adalah metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP).
Rendah penggunaan KB MKJP di puskesmas Darul Kamal disebabkan
karena faktor internal, eksternal, lingkungan, dan sosial budaya. Dukungan
petugas kesehatan dan dukungan keluarga, serta pengetahuan ibu adalah faktor
yang sangat mempengaruhi ibu untuk mengunakan KB MKJP.

B. Saran
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya yaitu
dengan meningkatkan penggunaan MKJP untuk mencegah AKI dan AKB.
Petugas kesehatan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara maksimal dengan bekerja sama dengan lintas sektor.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Pinem, S. Kesehatan Reproduksi dan kontrasepsi.Jakarta: KDT, 2009


2. BKKBN. Profil Hasil Pendataan keluarga tahun 2011.Jakarta: Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Direktorat Pelapor dan
statistik.
3. KEMENKES RI dan WHO. Pelayanan kesehata ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan,2015
4. Setiyaningrum, E. Pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
edisi revisi. Jakarta: TIM, 2015
5. Rosa, D, Sujiyatini. Paduan lengkap pelayanan KB terkini. Jogyakarta: Muha
Medika, 2011

13

Anda mungkin juga menyukai