Anda di halaman 1dari 4

Ketumbar

Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, komoditas tersebut
dibudidayakan petani di Indonesia baru sebatas diambil daunnya yang masih muda untuk lalap,
sayuran. Biji ketumbar masih di impor dari India, Rusia, Bulgaria, Rumania, China, Emirat Arab dan
negara produsen lainnya rata-rata sekitar 19 ribuan ton. Kegunaan lain ketumbar cukup banyak dan
beragam mulai dari untuk bahan baku bermacam-macam obat, industri penyamak kulit, flavour,
fragrance dan bahan baku pembuatan minyak wangi.

Dalam rangka menciptakan nilai tambah (added value), telah banyak dilakukan diversifikasi produk
primer melalui ekstraksi atau penyulingan dari tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak ketumbar
(coriander oil) merupakan komoditas penghasil minyak atsiri yang diperkirakan berpotensi dan bernilai
komersial tinggi yang juga belum diusahakan di Indonesia serta belum diketahui layak tidaknya
diusahakan dan daya saingnya. Hasil analisis sementara dari produksi dan biaya produksi hasil
penelitian mengenai teknologi budidaya dan sosial ekonomi ketumbar dalam skala kecil dan ditambah
referensi-referensi yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa budidaya ketumbar dan upaya untuk
memperoleh nilai tambah dari diversifikasi produk primer dalam bentuk minyak ketumbar tidak layak
dilaksanakan di Indonesia dan tidak mempunyai daya saing dipasar internasional.

PENYULINGAN MINYAK KETUMBAR

Sebelum penyulingan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penghancuran ketumbar atau pengecilan
ukuran bahan, dengan tujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan. Selama proses
pengecilan ukuran bahan akan terjadi penguapan komponen minyak bertitik didih rendah dan jika
dibiarkan terlalu lama akan terjadi penyusutan bahan sekitar 0,5% akibatpenguapan minyak (Ketaren,
1985).

Oleh karena itu, hasil rajangan harus segera disuling. Adapun kelemahannya pengecilan ukuran bahan
menurut Ketaren (1985), adalah (1) jumlah minyak berkurang akibat penguapan selama pengecilan
ukuran bahan, (2) komposisi minyak akan berubah dan akan mempengaruhi aroma minyak yang
dihasilkan.

Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua
macam campuran atau lebih dan berdasarkan perbedaan titik uapnya. Pada awal penyulingan, hasil
sulingan sebagian besar terdiri dari komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul
dengan komponen yang bertitik didih lebih tinggi dan pada saat mendekati akhir penyulingan,
penambahan minyak yang tersuling akan berkurang (Ketaren, 1985; Guenther, 1987).

Jumlah minyak yang menguap bersama uap air ditentukan oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap
yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan keluarnya
minyak dari bahan yang disuling. Untuk memperoleh minyak yang bermutu tinggi, maka sebaiknya
selama proses penyulingan berlangsung menggunakan suhu rendah atau dapat juga pada suhu tinggi
tapi dalam waktu yang sesingkat mungkin. Namun cara penyulingan uap, besarnya suhu ditentukan
oleh tekanan uap yang dipergunakan, pada prinsipnya tekanan yang dipergunakan tidak boleh terlalu
tinggi (Guenther, 1987). Menurut Guenther (1987), penyulingan ketumbar sebaiknya menggunakan
penyulingan uap karena penyulingan dengan uap sangat baik untuk mengekstraksi minyak dari biji-
bijian yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan mempunyai sifat
kimia yang stabil.

Di sini terlihat bahwa salah satu rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh cara dan proses
penyulingannya sendiri, karena masing-masing jenis komoditi tergantung dari cara penyulingan yang
digunakan sebagai contoh daun nilam, kemangi dan sereh wangi sebaiknya disuling dengan cara
penyulingan dengan uap langsung. Hal ini dikarenakan pada penyulingan uap biasanya proses
penyulingan dimulai dari tekanan rendah sekitar 1 atmosfir dan akhirnya tekanan tinggi, sehingga
penetrasi uap ke dalam daun dapat berlangsung dengan sempurna. Komponen minyak nilam terdapat
dalam fraksi yang titik didihnya tinggi dan komponen tersebut hanya tersuling bila tekanan uap cukup
tinggi dan waktu penyulingan cukup lama. Tekanan uap yang dipakai biasanya sampai 2,5-3,0 atmosfir,
dan tekanan uap pada awal penyulingan sekitar 1 atmosfir (Ketaren, 1985).

Dari hasil penelitian Nurdjannah dan Hidayat (1994), bahwa penyulingan cara direbus menghasilkan
rendemen minyak bunga cengkeh yang lebih tinggi dari pada cara dikukus. Hal ini diduga dengan cara
direbus, kontak air dengan bahan lebih lama dibandingkan dengan kontak uap dengan bahan sehingga
lebih banyak minyak yang keluar. Minyak hanya akan menguap setelah terjadi difusi cairan minyak se-
jumlah air panas, dan akan berhenti sama sekali atau menurun aktivitasnya jika bahan tersebut menjadi
kering. Ampas sisa dari penyulingan ketumbar setelah dikeringkan dapat digunakan untuk makanan
ternak karena masih mengandung 11-17% protein dan 11-21% lemak (Ketaren, 1985).
Bittera dalam Guenther (1990) telah melakukan penyulingan buah ketumbar dengan cara penyulingan
uap selama 9 jam menghasilkan 0,92% minyak. Menurut Rusli et al., 1979 bahwa semakin lama
penyulingan akan semakin banyak uap air yang berhubungan dengan minyak yang terdapat pada
bahan, sehingga minyak yang tersuling semakin banyak. Sedangkan menurut Guenther (1949),
pengambilan minyak dari jaringan tanaman oleh uap air berlangsung melalui proses diffusi yang
berlangsung secara pelan-pelan. Oleh sebab itu semakin lama kontak bahan dengan uap air akan
semakin banyak minyak yang terkandung di dalam destilat. Beberapa dari hasil penelitian, seperti di
Eropa Tengah dengan cara penyulingan uap menghasilkan minyak atsiri 0,5%.

Rendemen minyak selain dipengaruhi lama penyulingan, faktor yang lainnya adalah penanganan bahan
sebelum penyulingan yaitu penghalusan bahan. Dari hasil penelitian, pengaruh kehalusan bahan
terhadap rendemen minyak, menunjukkan bahwa bahan yang dihaluskan dapat meningkatkan
rendemen minyak. Hal ini dikarenakan air dan bahan lebih mudah kontak sehingga memudahkan
minyak keluar dari bahan, penetrasi air atau uap ke dalam jaringan bahan akan lebih mudah akibatnya
minyak akan lebih mudah keluar dari dalam jaringan bahan. Berdasarkan dari literatur, buah ketumbar
dari Hongaria diperoleh rendemen minyak 1,1%. Buah ketumbar dari Jerman dan Cekoslovakia masing-
masing menghasilkan rendemen minyak 0,8 dan 1%. Buah ketumbar berasal dari Perancis rendemen
minyaknya sekitar 0,4%, buah ketumbar berasal dari Italia 0,35%, buah ketumbar dari Maroko
rendemen minyaknya sekitar 0,3% sedangkan buah ketumbar dari Indonesia menghasilkan rendemen
minyaknya antara 0,15-0,25% (Guenther, 1949). Hal ini menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri
dipengaruhi oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan ketinggian tempat.

Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atmosfir),
kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan secara bertahap sampai pada akhir proses
yaitu ketika minyak yang tertinggal dalam bahan relatif kecil dan hanya komponen minyak yang bertitik
didih tinggi saja yang masih tertinggal di dalam bahan. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada
tekanan tinggi, maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Jika minyak kimia
dalam bahan dianggap sudah habis tersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang bertujuan
untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi. Penyulingan pada tekanan dan suhu yang
terlalu tinggi akan menguraikan komponen kimia minyak dan dapat mengakibatkan proses resinifikasi
minyak.

Komposisi minyak ketumbar

Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen kimia yang terdapat
dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%, minyak
ketumbar termasuk senyawa hidrokarbon beroksigen, komponen utama minyak ketumbar adalah
linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-
2,6%), geranil asetat (2-3%) kamfor (2-4%) dan mengandung senyawa golongan hidrokarbon berjumlah
sekitar 20% (-pinen, -pinen, dipenten, p-simen, -terpinen dan -terpinen, terpinolen dan fellandren)
(Lawrence dan Reynolds, 1988; Guenther, 1990). Komposisi kimia minyak ketumbar dapat dilihat pada
Tabel 1.

Berdasarkan jenis unsur penyusun senyawa minyak atsiri, minyak ketumbar termasuk golongan
senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri,
serta lebih tahan dan stabil terhadap proses oksidasi dan resinifikasi. Tingkat kematangan ketumbar
akan mempengaruhi komposisi minyak ketumbar, komposisi minyak akan menentukan mutu minyak
ketumbar. Pada ketumbar yang belum masak, komponen minyaknya adalah golongan aldehid.
Sedangkan ketumbar yang masak, komponen minyaknya adalah golongan alkohol monoterpen dan
linalool. Persenyawaan linalool, jika dioksidasi akan menghasilkan sitral atau persenyawaan geraniol.

Sifat fisika kimia dan mutu minyak ketumbar

Setiap minyak atsiri mempunyai sifat-sifat yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Sifat khas
suatu minyak atsiri dibentuk oleh komposisi senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya dan biasanya
dinyatakan dalam sifat organoleptik dan sifat fisika kimia. Sifat organoleptik minyak atsiri dinyatakan
dengan warna dan aroma. Sedangkan sifat fisika kimia meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik,
bilangan asam dan kelarutan dalam etanol 70%, bilangan asam, bilangan ester, serta komposisi
senyawa kimia yang dikandungnya dapat dijadikan kriteria untuk menentukan tingkat mutu dari minyak
(Anonim, 2006).

Sifat kimia menyatakan jumlah atau besaran kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak
atsiri tersebut (Sulaswatty dan Salim, 2002). Nilai-nilai sifat fisika kimia minyak atsiri merupakan
gambaran umum minyak atsiri. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai patokan dalam perdagangan, baik
di dalam negeri (Standar Nasional Indonesia) maupun internasional (Standar Internasional).

Minyak atsiri merupakan hasil metabolisme sekunder di dalam tumbuhan. Karakteristik fisika kimia
minyak atsiri setiap tanaman berbeda. Mutu minyak atsiri pada tanaman dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya jenis atau varietas tanaman, iklim, bibit unggul, kondisi lingkungan tumbuh, umur dan
waktu panen, cara penanganan bahan, metode ekstraksi, penyulingan yang tepat, jenis logam alat
penyulingan, jenis kemasan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985; Rusli, 2002).

Sifat-sifat khas dan mutu minyak atsiri dapat berubah mulai dari minyak yang masih dalam bahan yang
mengandung minyak, selama proses ekstraksi, penyimpanan dan pemasaran. Untuk itu perlu
diperhatikan mulai dari teknik penanganan bahan baku sampai ke penyimpanan minyak atsiri. Kesulitan
lainnya dalam menganalisis minyak adalah karena sebagian besar komponen berupa cairan, sehingga
diperlukan teknik fraksinasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen minyak ketumbar dipengaruhi oleh (1) suhu pengeringan,
dikeringkan dengan alat pengering sebaiknya tidak lebih dari 40ºC, (2) tingkat kematangan buah
ketumbar, buah ketumbar yang belum matang akan menghasilkan mutu dan rendemen minyak yang
rendah. Ketumbar yang matang dan segera disuling, menghasilkan rendemen minyak sekitar 0,83%.
Matangnya buah tidak bersamaan tapi bertahap untuk itu dibutuhkan penilaian untuk menentukan waktu
optimal panen. Hasil penelitian Setyaningsih (1992), menunjukkan bahwa masak fisiologi tercapai pada
saat buah ketumbar berwarna kuning sampai coklat (sekitar 4-6 bulan setelah tanam) dimulai dengan
mengeringnya tangkai payung yang diikuti dengan mengerasnya pangkal perlekatan buah dengan
tangkai payungnya serta buah-buah pada payung telah berubah warna dari hijau menjadi kuning
kecoklatan, (3) tanah tempat tumbuh, tanaman ketumbar cocok di tanam pada tanah yang agak liat, (4)
iklim, (5) ukuran bentuk buah ketumbar, buah ketumbar berukuran kecil menghasilkan rendemen
minyak lebih tinggi dibandingkan buah berukuran besar dan (6) teknik penyulingan, pada penyulingan
uap, jumlah air yang kontak langsung dengan bahan yang disuling, diusahakan sedikit mungkin, tetapi
air harus ada untuk membantu kelancaran proses difusi, (7) varietas ketumbar, varietas Coriandrum
sativum var. microcarpum D.C diameter buahnya berkisar antara 1,5 – 3 mm lebih kecil kandungan
minyak atsirinya lebih tinggi dari pada Coriandrum sativum var. vulgare Alet diameter buahnya berkisar
antara 3-6 mm (Ketaren, 1985; Guenther, 1987; Purseglove et al., 1981; Hadipoentyanti dan Udarno,
2002).

Linaool merupakan penyusun utama minyak ketumbar, pada minyak ketumbar linalool yang terkandung
sekitar 60 – 70%, linalool termasuk senyawa terpenoid alkohol, berbentuk cair, tidak berwarna dan
beraroma wangi. Linalool mempunyai rumus empiris C H O rumus struktur 3,7 dimetil-10 181,6
oktadien-3-ol, linalool merupakan senyawa alcohol tidak siklik (lurus)
(http://chemicalland21.com/specialty-chem/perchem/linalool. htm).

Linalool dapat dibuat secara alami maupun sintesis, dari alami berasal dari bunga lavender, bergamot,
rose wood, sereh wangi, bunga dan daun jeruk. Sedangkan sintesis linalool diperoleh dari dan – pinen
dan diproses secara etimilasi dengan katalis asetilen menjadi dehidrolinalool, menghasilkan linalool
melalui proses hydrogenasi dari ikatan rangkap tiga dengan katalis lain karbon paladium. Senyawa
komponen linalool sintesis sama seperti linalool alami, aromanya wangi lembut seperti bergamot
(http://www.Leffing-well.com/bacis/bnb 99081. html).

Linalool mengandung 2 enansiomer atau lingkaran antipoda yang mempunyai nama (R) (-) linalool atau
likareol dan (S) (+) linalool atau koriandrol. Likareol terdapat pada bunga lavender sedangkan koriandrol
terdapat pada ketumbar yang menghasilkan aroma wangi. Senyawa linalool merupakan komponen yang
menentukan intensitas aroma harum, sehingga minyak ketumbar dapat dipergunakan sebagai bahan
baku parfum, aromanya seperti minyak lavender atau bergamot. Linalool banyak digunakan dalam
dalam industri farmasi sebagai obat analgesik (obat menekan rasa sakit), parfum, aroma makanan dan
minuman, sabun mandi, bahan dasar lilin, sabun cuci, sintesis vitamin E dan pestisida hama gudang
maupun insektida untuk basmi kecoa dan nyamuk. Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat antara lain
untuk diuretik (peluruh air kencing), antipiretik (penurun demam), stomatik (penguat lambung), stimulant
(perangsang), laxatif (pencahar perut), antelmintif (mengeluarkan cacing), menambah selera makan,
mengobati sakit empedu dan bronchitis (Wahab dan Hasanah, 1996).

Identifikasi linalool di dalam minyak dilakukan dengan metode kromatografi gas dan menggunakan
bahan standar otentik linalool. Analisis dengan metode kromatografi gas memberikan informasi kualitatif
dan kuantitatif tentang komponen utama dalam minyak. Disamping itu hasil kromatografi gas juga
merupakan sidik jari (fingger print) yang dapat menunjukkan secara cepat mutu dan kemurnian suatu
minyak atsiri.

Anda mungkin juga menyukai