Anda di halaman 1dari 8

MATERI AL-ISLAM

KEMUHAMMADIYAHAN
PENYELENGGARAAN JENAZAH

DISUSUN OLEH :
SITI SHAIHANY YUSTIKAWARI
70 2014 090

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2014/2015
PENYELENGGARAAN JENAZAH

Seorang muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk


menyongsong kematian dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan diri
dari perkara haram. Apabila seorang muslim telah dipastikan meninggal, maka
wajib bagi orang yang berada di dekatnya untuk melakukan beberapa hal:
Menutup kedua mata si mayit.
“Sesungguhnya pandangan mata akan mengikuti ruh saat keluar (dari
jasad).” (HR. Muslim)
Melemaskan seluruh persendian si mayit agar tidak mengeras, serta
meletakkan, sesuatu diatas perutnya agar tidak mengembung. Menutup sekujur
jasad si mayit dengan kain.
“Aisyah ra berkata, “Ketika Rasulullah saw wafat, jenazah beliau ditutupi
dengan kain yang bercorak.” (Muttafaqun „alaihi)
Menyegerakan penyelenggaraan jenazahnya, shalat dan penguburan. Islam
telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti
mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah di sempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” ( Q.S. Ali-‘Imran
:185)

A. TAJHIZUL JENAZAH (MERAWAT MAYIT)


Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah
meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya terdapat
satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain. Hal-hal yang harus dilakukan saat
merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal, yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Memakamkan
5. Takziah dan ziarah kubur
Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat
beberapa pemilahan sebagai berikut:
Orang Muslim
a. Muslim yang bukan syahid. Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
a) Memandikan.
b) Mengkafani.
c) Menshalati.
d) Memakamkan.

b. Muslim yang syahid dunia atau syahid dunia-akhirat, mayatnya haram


dimandikan dan di shalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:

a) Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak cukup


untuk menutup seluruh tubuhnya.
b) Memakamkan.

Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan ( S i q t u )


Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah
muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-
hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah muslim
dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada
kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus
dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam
keadaan hidup ataupunmati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.

Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a. Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus
dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan keduanya,
hanya sajadiperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.

1) Memandikan Jenazah
Memandikan mayat hukumnya adalah fardhu kifayah atas muslimin lain
yang masih hidup. Artinya, apabila diantara mereka ada yang mengerjakannya,
maka kewajiban itu sudah terbayar dan gugur bagi muslimin selebihnya. Karena
perintah memandikan mayat itu adalah kepada umumnya kaum muslimin.
Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan walau ia dalam keadaan
junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang baik untuk
kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari tuntunan
sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun juga. Dan
beliau menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud dikubukan dengan darah
mereka tanpa dimandikan dan disembahyangkan walau ia dalam keadaan junub
sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang baik untuk kain
kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari tuntunan sunnah,
lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun juga. Dan beliau
menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud dikubukan dengan darah mereka
tanpa dimandikan dan disembahyangkan.

a. Syarat Wajib Memandikan Jenazah :


1) Mayat orang Islam.
2) Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3) Mayat itu bukan mati syahid.
b. Tahap-tahap memandikan jenazah :
1) Letakkan mayat pada tempat yang tinggi, seperti bangku panjang, batang
pisang yang dijejerkan.
a. Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan
dari pandangan umum.
b. Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperi sarung agar
lebih mudah memandikannya, tetapi auratnya tetap ditutup.
c. Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran
di dalamnya keluar.
d. Basuhlah mulut, gigi, jari, kepala dan janggutnya.
e. Sisirlah rambutnya agar rapi.
f. Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.
g. Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis
dengan wudlunya oranghidup. Hanya saja, saat berkumur
disunahkan tidak membuka mulut mayit agar airnya tidakmasuk ke
dalam perut. Hal ini apabila tidak terdapat hajat untuk
membukanya.
c. Yang Berhak Memandikan Jenazah :
Jikalau mayitnya laki-laki yang memandikan harus laki-laki begitu pula
apabila mayitnya perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan mahrom, suami-
istri, atau mayit adalah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila tidak
ditemukan orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan
ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang
mentayamumi harus memakai alas tangan. Urutan orang yang lebih utama
memandikan mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki
yang lain, istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang dimaksud adalah:
a. Ayah
b. Kakek dan seatasnya
c. Anak laki-laki
d. Cucu laki-laki dan sebawahnya
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Anak dari saudara laki-laki kandung
h. Anak dari saudara laki-laki seayah
i. Saudara ayah kandung
j. Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling utama memandikannya adalah
perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan ikatan
mahram dengannya: seperti anak perempuan, ibu dan saudara perempuan. Bila
seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami atau
mahramnya, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja, tidak boleh
dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak,
maka laki-laki boleh memandikanya. Begitu juga kalau yang meninggal adalah
seorang laki-laki. Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang
lebih berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayit, dengan syarat ia
mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak
itu kepada keluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipecaya).
Rasulullah SAW bersabda :
”Dari Aisyah Rasul bersabda: “Barang siapa memandikan mayat dan
dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang
dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti keadaannya
sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi : “Yang memimpinnya
hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai memandikan
mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak karena
wara‟nya atau karena amanahnya.” (H.R Ahmad)

2) Mengkhafani

1. Kafanilah dengan kain yang baik ( putih).


Sebagimana sabda Nabi Saw :
“Dari Ibnu Abas, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Pakailah
pakaianmu yang putih, sebab itu sebaik-baik pakaianmu. Dan
kafanilah jenazah kalian dengan kain itu.” ( HR. Khamsah)
2. Hendaklah menutupi seluruh tubuh mayat.
3. Berilah wewangian, kecuali mayat yang sedang ihram.
4. Kain kafan mayat laki – laki tiga helai kain.
5. Kain kafan mayat perempuan dengan basahan, baju kurung, kudung dan
kain.
6. Jangan berlebihan dalam hal kafan.
Sebagiamana sabda Nabi Saw :
“Dari Ali, ia berkata :Janganlah kalian saling berlebih-lebihan
dalam kain kafan, karena itu pakaian yang akan cepat rusak.” (HR
Abu Daud)
7. Praktik menggunting kain kafan dan mengkafani mayat.
DAFTAR PUSTAKA

Al – Qur’an

Tim Penyusun AIK UMP. 2014. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Palembang:


Universitas Muhammadiyah Palembang.

Anda mungkin juga menyukai