Jagad internet, aplikasi digital dan sosial media memberikan ruang yang
sangat bebas dan terbuka sehingga mampu merubah segala sendi kehidupan manusia
hingga ke ruang yang paling privat sekalipun. Tiap orang bisa menjadi produsen dan
konsumen pada waktu yang bersamaan. Hal ini membuat pemerintah dan perusahaan
besar mulai mengontrol internet dengan ketat. Yusuf Ismail menciptakan sosok
Fluxcup, seorang pengguna internet yang dihadirkan untuk merepresentasikan hal-hal
yang terjadi di dunia maya yang kemudian mengacaukannya melalui pernyataan-
pernyataan kritis.
Yusuf Ismail lahir di Bogor, 1982. Ia belajar seni patung di Institut Teknologi
Bandung. Yusuf tertarik dengan wacana budaya media baru. Ia berusaha mengambil
jarak dengan arus besar kritik sosial yang menggunakan media baru, dengan cara
merekonstruksi budaya mental di sekitarnya. Kehadiran wacana yang spesifik ini
telah mendorongnya untuk mewujudkan strategi artistik dalam rangka menyampaikan
tawaran estetikanya, yang mampu mengakali batas-batas pengendalian yang
diharapkan. Pada tahun 2012 Yusuf meraih posisi pertama dalam Bandung
Contemporary Art Award. Ia sudah berpartisipasi di beberapa pameran, baik di
Indonesia dan di luar negeri. Ia menciptakan karakter fiksi bernama Fluxcup di dunia
maya dengan menyebarkan konten video secara masif melalui internet. Ia tinggal dan
bekerja di Bandung, Indonesia.
The Very Best of Fluxcup
21 November 2015
Namun, kalau kita perhatikan lebih jauh, ada yang ganjil dalam parodinya.
Yang ia hadirkan bukan sekadar lelucon yang bikin kita tersenyum atau tertawa lepas
begitu saja. Dalam beberapa karyanya, lelucon itu juga menyebabkan rasa pening di
kepala. Dalam hal ini, kita bisa memilah dua kategori parodi dalam karya-karya
Fluxcup. Yang pertama adalah karya-karya plesetan yang bisa dinikmati tanpa sakit
kepala—karya-karya yang tidak saya masukkan ke dalam mixtape The Very Best of
Fluxcup ini. Dalam kategori ini, terdapat berbagai karya hasil dubbing atas potongan
film atau klip lagu pembuka suatu film. Misalnya, Ksatria Batang Hitam yang
memparodikan klip lagu Ksatria Baja Hitam. Ini tak jauh beda dengan parodi-parodi
yang dibikin P Project dan Padhyangan 6 pada era ‘90-an. Intinya: bisa dinikmati
sambil lalu.