Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial sebagai penyedia
daging, karena pertumbuhan dan reproduksi yang cepat. Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat
memberikan 8–10 ekor anak pada umur 8 minggu, bobot badannya dapat mencapai 2 kg atau lebih.
Secara teoritis, seekor induk kelinci dengan berat 3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas
pertahun. Salah satu jenis kelinci tipe pedaging yaitu New Zealand White yang berasal dari New
Zealand memiliki ciri-ciri bulunya putih mulus, padat, tebal dan agak kasar jika diraba, serta
matanya merah. Bobot anak umur 58 hari sekitar 1,8 kg, bobot umur 4 bulan mencapai 2–3 kg,
dewasa rata-rata 3,6 kg. setelah lebih tua bobot maksimalnya mencapai 4,5–5 kg. Jumlah anak yang
dilahirkan rata-rata 50 ekor pertahun. Persentase karkasnya 50–60% dari bobot hidup, dan
menghasilkan daging ± 1–1,5 kg/ekor (Marhaeniyanto, dkk.2015).
Kelinci New Zealand White banyak diternakkan di Indonesia sebab memiliki pertumbuhan
yang tergolong cepat. Komoditas kelinci jenis ini juga banyak digunakan untuk kelinci percobaan
di laboratorium. Kelangsungan hidup kelinci sangat ditentukan oleh perhatian dan perawatan.
Jenis, jumlah dan mutu pakan yang diberikan sangat menentukan pertumbuhan, kesehatan dan
perkembangbiakan kelinci. Kemampuan kelinci menggunakan berbagai jenis pakan, memudahkan
kelinci untuk dipelihara di berbagai tempat dengan memanfaatkan potensi sumber daya pakan
lokal. Diharapkan dengan budidaya kelinci, petani peternak mampu meningkatkan pendapatan
selain itu juga akan meningkatkan asupan gizi keluarga atau masyarakat (Marhaeniyanto dan
Sri.2017).
Permasalahan yang sering terjadi pada jenis kelinci New Zealand White ini adalah
kurangnya pemaksimalan pemenuhan nutrisi pada ransum kelinci. Jika pemenuhan nutrisi pada
kelinci New Zealand White dapat terpenuhi sesuai syarat, maka dipastikan akan menimbulkan efek
produktivitas yang meningkat seperti pertambahan bobot badan yang maksimal. Terpenuhinya
nutrisi yang dibutuhkan untuk peningkatan atau pertambahan bobot badan pada kelinci akan
mempengarhui terhadap perawakan dan kualitas dari kelinci tersebut.
Pemberian daun kelor (Moringa oleifera) pada ransum kelinci dapat dijadikan alternatif
untuk pemenuhan nutrisi kelinci jenis New Zealand White. Pakan kelinci tidak hanya berupa
hijauan saja tetapi perlu ditambah konsentrat untuk menunjang produktivitas. Potensi tanaman
kelor merupakan tanaman tahunan yang memiliki kandungan asam amino esensial yang seimbang,
kelor dikenal sabagai jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak lama, daunnya
majemuk, menyirip ganda dan berpinak, daunnya membundar kecil-kecil. Daun kelor memiliki
keunikan yaitu kandungan asam aminonya seimbang serta meskipun mengandung senyawa anti
nutrisi. Pakan suplemen juga dapat meningkatkan kondisi palatabilitas, konsumsi dan daya cerna
hijauan pakan yang merupakan pakan dasar ternak ruminansia sesuai dengan pendapat
(Marhaeniyanto, dkk.2015). Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan
alasan untuk pemenuhan nutrisi pada kelinci jenis New Zealand White dengan menambahkan daun
kelor pada ransum kelinci yang nantinya akan mempengaruhi produktivitas kelinci tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh bobot badan yang diberi daun kelor pada kelinci New Zealand
White?
2. Bagimana littersize pada kelinci New Zealand White setelah di beri daun kelor?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian daun kelor pada pertambahan bobot badan
kelinci New Zealand White.
2. Untuk mengetahui littersize pada kelinci New Zealand White setelah diberi daun kelor.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Secara Praktis
Untuk Peternak, yaitu memberikan informasi dan pengetahuan mendalam tentang
pemanfaatan daun kelor yang diberikan untuk ternak kelinci.
Untuk Mahasiswa, yaitu menambah ilmu dalam bidang peternakan terutama untuk
komoditi kelinci serta pemanfaatan daun kelor untuk pakan kelinci.
1.4.2. Manfaat Secara Akademis
Memberikan kontribusi bagi pengembangan dalam bidang peternakan khususnya pada
komoditi kelinci jenis New Zealand White.

1.5 Kerangka Pikir


Pertambahan bobot badan kelinci saat ini masih kurang maksimal karena kurangnya
pemenuhan nutrisi pada ransum yang diberikan oleh peternak. Hal ini menjadikan nutrisi yang
seharusnya terserap sepenuhnya menjadi hanya sedikit yang diubah menjadi daging yang dapat
mempengaruhi perawakan kelinci yang kurang diminati. Daun kelor memiliki protein dan asam
amino yang tinggi, serta mengandung banyak mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bobot
badan ternak. Mengandung vitamin seperti A,C, dan E yang baik untuk pemenuhan nutrisi pada
kelinci, sehingga diharapkannya setelah diberi perlakuan dengan pengulangan empat kali, maka
terjadi perubahan berupa kenaikan pada bobot badan kelinci serta mempengaruhi littersize atau
jumlah anak sekelahiran dengan menambahkan daun kelor yang telah dikeringkan ke ransum
kelinci New Zealand White.

2
Daun kelor mengandung protein dan
Pertambahan bobot badan kelinci asam amino yang tinggi, serta
kurang maksimal karena kurangnya mengandung banyak mineral yang
pemenuhan nutrisi pada ransum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bobot
diberikan. badan ternak. Mengandung vitamin
seperti A,C, dan E yang baik untuk
pemenuhan nutrisi pada kelinci.

Pemberian daun kelor pada


ransum/pakan kelinci guna mengetahui
pertambahan bobot badan dan littersize
pada kelinci New Zealand White.

P0 : 60 % hijauan + P1 : 60 % hijauan + P2 : 60 % hijauan + P3 : 60 % hijauan +


40% konsentrat + 0% 30% konsentrat + 20% konsentrat + 10% konsentrat +
kelor 10% kelor 20% kelor 30% kelor

Pengujian secara langsung pada


kelinci New Zealand White untuk
mengetahui pengaruh pemberian
daun kelor terhadap pertambahan
bobot badan dan littersize.

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian


1.6 Hipotesis
Penambahan daun kelor dapat mempengaruhi bobot badan kelinci New Zealand White tetapi
tidak pada Littersize.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan Marhaeniyanto dan Sri (2017) dengan Judul Penggunaan
Konsentrat Hijau Untuk Meningkatkan Produksi Ternak Kelinci New Zealand White didapatkan
hasil penggunaan tepung daun sebanyak 10 sampai 30% dalam pakan konsentrat hijau terbukti
menghasilkan PBB dan PBBH lebih tinggi dibandingkan pakan konsentrat tanpa penggunaan
tepung daun. Selama penelitian bobot badan kelinci meningkat hingga mencapai bobot badan 1,8
sampai dengan 2,3 kg/ekor. Suplementasi daun sampai dengan 30% pada pakan konsentrat kelinci
New Zealand White jantan dapat menghasilkan konsumsi pakan 4-5% BK dari bobot badan, dan
pertambahan bobot badan harian hingga 19,83±7,21 g/ekor/hari.
Penelitian yang dilakukan Bahar dan Neng (2017) yang berjudul Uji Kesukaan Pakan Kelor
(Moringa oleifera Lam.) Pada Ternak Kelinci menunjukkan bahwa kelinci lebih menyukai pakan
dari daun kelor dengan berupa daun kelor yang telah dikeringkan, adapun daun kelor dalam bentuk
tepung lebih baik jika dijadikan pakan dalam bentuk pellet, dari pakan yang diberikan tersebut,
mempengaruhi pada bobot badan kelinci yang cukup signifikan.
Penelitian yang dilakukan Brahmantiyo, dkk (2017) dengan judul Produktivitas Karkas
Kelinci Hyla, Hycole dan New Zealand White didapatkan bahwa bobot dan persentase kaki depan
kelinci CC (29,73±0,47 g dan 0,96±0,02%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci NN (New
Zealand White) (27,86±0,45 g dan 0,90±0,01%). Adapun kelinci NN memiliki bobot dan
persentase kepala (285,26±3,89 g dan 9,26±0,13%) serta kulit-rambut (369,66±4,48 g dan
11,99±0,14%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci CC (Hyla) (269,13±4,03 g dan
8,71±0,13% serta 351,85±4,64 g dan 11,41±0,14%). Perbedaan kelinci CC dan NN diduga tidak
dipengaruhi oleh bobot potongnya, tetapi dapat disebabkan oleh variasi genetik tiap individu
kelinci. Sedangkan kelinci PP memiliki karakteristik komponen non-karkas yang sama dengan
kelinci CC maupun NN.
Perbedaan penelitian ini dengan penilitian terdahulu adalah terfokus hanya pada perubahan
bobot badan yang terjadi dan pengaruh pada littersize kelinci New Zealand White yang telah
diberikan pakan atau ransum berupa daun kelor dengan perlakuan yang berbeda pada setiap kelinci
yang digunakan sehingga nantinya didapatkan data yang sesuai dan konkrit sesuai yang
diharapkan.

2.2 Kelinci New Zealand White


Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dengan dunia Animalia, filum Chordata,
kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus.
Kelinci didomestikasi untuk tujuan penghasil daging, hias, fur dan pelts. Ras kelinci New Zealand
White merupakan kelinci albino, tidak mempunyai bulu yang mengandung pigmen. Bulunya putih
mulus, padat, tebal dan agak kasar kalau diraba, mata merah. Aslinya dari New Zealand sehingga
disebut New Zealand White. (Brahmantiyo dan Raharjo. 2008).

4
Gambar 2. Kelinci New Zealand White
Kelinci New Zealand umumnya bewarna putih, tetapi ada juga yang bewarna merah atau
hitam. Matanya bewarna merah, bulunya padat, pertumbuhannya cepat dan anak cepat disapih.
Kelinci New Zealand White termasuk kelinci tipe pedaging dengan berat dewasa mencapai 4-5 kg.
Kelinci ras New Zealand White ini pada jantan dan betina memiliki dewasa kelamin yang berbeda.
Kelinci betina mengalami lebih cepat dewasa kelamin dibandingkan dengan kelinci jantan. Dewasa
pada kelinci New Zealand White berkisar antara 5-6 bulan dan dapat dikawinkan untuk pertama
kali pada saat berumur 5,5 bulan. (Saputra.2016).
Kelinci merupakan ternak yang memiliki potensi tinggi sebagai hewan peliharaan atau hias,
penghasil daging maupun kulit-rambut. Peternakan kelinci di Indonesia sudah cukup
memasyarakat sebab pemeliharaannya mudah, relatif tidak membutuhkan modal besar, siklus
usaha relatif cepat, menghasilkan beragam produk, belum banyak pesaing, dapat memanfaatkan
lahan sempit serta dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. (Brahmantiyo, dkk.2017).
Breed kelinci dengan nama berbeda terkadang memiliki asal-usul yang sama, sementara
dalam kasus lain karena keunikannya telah hilang sedikit demi sedikit sebab perkawinan silang.
Breed kelinci serta semua hewan dicirikan oleh standar semua breed, dengan serangkaian
karakteristik atau parameter yang didefinisikan secara tepat yang dibuat berdasarkan penilaian
fenotipik. (Vašíčková, et al.2016).
2.3 Kelor
Daun kelor merupakan daun majemuk, menyirip ganda dan berpinak, daunnya membundar
kecil-kecil. Memiliki keunikan yaitu kandungan asam aminonya seimbang serta meskipun
mengandung senyawa anti nutrisi. Pakan suplemen juga dapat meningkatkan kondisi palatabilitas,
konsumsi dan daya cerna hijauan pakan yang merupakan pakan dasar ternak ruminansia sesuai
dengan pendapat (Marhaeniyanto, dkk.2015).

5
Gambar 3. Daun Kelor
Kandungan gizi kelor cukup tinggi, terutama pada kandungan proteinnya yaitu sebesar
26,89%. Hasil analisa proksimat disajikan pada tabel berikut :

KOMPONEN KANDUNGAN
Kadar Air 6,57 g/100 g
Protein 26,89 g/100 g
Lemak 5,76 g/100 g
Energi 4304 kcal/kg
Serat Kasar 13,24 g/100 g
Abu 9,69 g/100 g
Ca 1,55 g/100 g

Tabel 1. Analisa proksimat daun kelor (Bahar dan Neng.2017)


Pakan hijauan merupakan sumber serat bagi ternak kelinci, tetapi nutrient yang terkandung
dalam hijauan masih belum mencukupi. Pakan yang mengandung serat kasar dapat dicerna kelinci
walaupun tidak sebaik pada ternak ruminansia, yaitu dengan cara memfermentasikan di sekum.
(Saputra.2016).

2.4 Pertambahan Bobot Badan


Kebutuhan ransum kelinci dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, status fisiologis, umur,
lingkungan, jenis kelamin, dan tingkat produksi yang masing-masing atau secara kombinasi dapat
mempengaruhi bentuk dan komposisi tubuh atau pertambahan bobot badan. (Bahar dan
Neng.2017).
Produktivitas kelinci dapat diketahui dari pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot
badan erat hubungannya dengan konsumsi pakan. Faktor pakan sangat menentukan terhadap
tingkat pertumbuhan, apabila pakan kualitas baik dengan nutrisi yang seimbang dan diberikan
dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan akan menjadi cepat, sedangkan pakan yang

6
diberikan kualitas nutrisinya kurang baik maka akan menurunkan bobot badan. Pertambahan bobot
badan merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan
pakan ternak. (Saputra,dkk.2011).
Bobot badan kelinci perlakuan kontrol cenderung lebih rendah dibandingkan dengan rerata
bobot badan kelinci perlakuan ekstrak. Pertambahan bobot badan kelinci dapat disebabkan oleh
adanya minyak kelapa yang kaya asam lemak jenuh dalam pakan tinggi kolesterol. Asam lemak
jenuh akan menjadi prekursor pembentukan trigliserida. Trigliserida merupakan simpanan lipid
utama dalam jaringan adiposa, sehingga makin banyak kelinci mengkonsumsi lemak maka
semakin besar pula lipid dalam jaringan adiposa sehingga bobot badan kelinci tersebut akan
menjadi lebih besar. (Andriani.2005).
Pertumbuhan pada ternak dapat diketahui dengan mencatat pertambahan bobot badan
dengan penimbangan secara regular, sehingga dapat dihitung tiap hari, minggu, atau waktu tertentu.
Kenaikan bobot badan dalam pertumbuhan biasanya dinyatakan sebagai pertambahan bobot badan
harian. Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-
beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah
pertumbuhan jaringan lemak. (Marhaeniyanto, dkk.2015).

2.5 Littersize
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan salah satu ternak pseudoruminansia yang
cukup baik dalam produktivitasnya. Umumnya ternak kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan
lima kali (umur kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28–35 hari) dengan jumlah anak
perkelahiran (litter size) 5-6 ekor. (Saputra.2016).
Jumlah anak sekelahiran berkisar 46 ekor. Anak kelinci yang baru lahir hanya menyusu
pada induknya dan mulai diberi pakan pellet pada umur sekitar 3 minggu sebanyak 25 g pagi dan
25 g sore. (Bahar,dkk.2014).
Littersize kelinci New Zealand White yang tertinggi adalah dengan penambahan kacang
kedelai dalam pakan 30 g sebesar 6,5±1,291ekor, sedangkan yang paling rendah adalah
penambahan kedelai 60 g sebesar 5,75±0,957ekor. Efek pakan perlakuan kedelai sebagai pakan
tambahan sebelum dikawinkan tidak memberikan efek terhadap littersize disebabkan pada
kenaikan level protein pakan perlakuan yang tidak berbeda jauh antara 16–19%.
(Saputra,dkk.2011).

7
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada 15 Februari sampai 16 April
2019 yang berlokasi di peternakan kelinci daerah Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Analisis
pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Brawijaya Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Ternak
Ternak kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci New Zealand White
jantan dan betina sebanyak 16 ekor dengan umur rata-rata dua bulan dan bobot badan rata-
rata 851,5±92,39 gram per ekor.
3.2.2 Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrat ( 32% bekatul, 32% jagung
giling, 32% BR1, 2% tepung ikan, 2% premix), hijauan (rumput lapang) dan daun kelor
yang telah dikeringkan. Air minum diberikan secara ad libitum. Kebutuhan nutrien kelinci
masa pertumbuhan,, dapat dilihat pada Tabel 2.

Nutrien Kebutuhan

DE (MJ/Kg) 11-13

Protein Kasar (%) 12-15

Lemak (%) 2-3,5

Serat Kasar (%) 20-27

Tabel 2. Kebutuhan nutrient kelinci masa pertumbuhan (Bahar dan Neng.2017)

3.2.3 Kandang dan Peralatan


Penelitian ini menggunakan kandang battery 16 buah dengan ukuran p x l x t = (0,5 x 0,5
x 0,5) m, dan setiap kandang berisi satu ekor kelinci. Bahan yang digunakan untuk membuat
kandang adalah bambu, kayu dan kawat kasa. Peralatan kandang meliputi:
a. Tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari plastik masingmasing sebanyak
16 buah, dimana pada setiap kandang ditempatkan masing-masing satu buah tempat pakan
dan tempat minum.
b. Termometer ruang untuk mengukur suhu dalam dan luar ruangan.

8
c. Timbangan digital merek Idealife kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 gram untuk
menimbang pakan konsentrat dan kepekaan 0.01 gram untuk sisa pakan konsentrat.

3.3 Pelaksanaan Penelitian


3.3.1 Metode Penelitian
Penelitian tentang penggunaan daun kelor (Moringa oleifera) terhadap perubahan bobot
badan dan littersize kelinci New Zealand White baik jantan maupun betina yang dilakukan
secara eksperimental.
3.3.2 Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan perlakuan
(P1,P2 dan P3) dan P0 sebagai kontrol, masing-masing perlakuan diulang empat kali dan setiap
ulangan terdiri dari satu ekor kelinci. Perlakuan yang diberikan adalah mengganti sebagian
konsentrat dengan daun kelor masing-masing adalah sebagai berikut :
P0 = 60 % Hijauan + 40 % Konsentrat + 0 % daun kelor
P1 = 60 % Hijauan + 30 % Konsentrat + 10 % daun kelor
P2 = 60 % Hijauan + 20 % Konsentrat + 20 % daun kelor
P3 = 60 % Hijauan + 10 % Konsentrat + 30 % daun kelor
3.3.3 Peubah Penelitian
a. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan diperoleh dengan menghitung selisih jumlah pakan yang diberikan
dengan jumlah pakan sisa yang dinyatakan dalam dasar bahan kering (gram/ekor/hari)
Konsumsi Pakan = (pemberian x % BK pemberian) – (sisa x % BK sisa )

b. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)


Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menghitung selisih antara bobot akhir
dengan bobot awal yang dinyatakan dalam gram/ekor/hari.

PBBH = bobot akhir – bobot awal (g/ekor)


Waktu (hari)

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pengambilan Data
Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap
pengumpulan data. Tahap pendahuluan dilakukan selama dua minggu untuk adaptasi
terhadap perlakuan pakan yang diberikan dan lingkungan kandang. Tahap pengumpulan
data dilakukan selama enam minggu, pemberian pakan dilakukan sesuai perlakuan
penelitian. Pada tahap pengumpulan data dilakukan penimbangan bobot badan kelinci, yang
dilakukan setiap satu minggu sekali, mencatat konsumsi pakan dan menimbang sisa pakan
yang dilakukan pada pagi hari.

9
Pada saat pemeliharaan, pemberian pakan berupa konsentrat diberikan pada pukul
07.00 WIB dan pakan hijauan yang berupa rumput lapang diberikan pada pukul 09.00 WIB
dan pukul 16.00 WIB. Pakan yang diberikan untuk kelinci adalah 8 % dari bobot badan
(berdasar BK), sedangkan untuk air minum diberikan secara ad libitum.
Konsentrat yang dipakai selama penelitian hanya dibuat dalam satu kali
pencampuran, kemudian diambil sampel untuk keperluan analisis proksimat sebanyak 50
gram. Sampel hijauan diambil dua kali dalam seminggu dan dikeringkan, kemudian
dilakukan dekomposit selama pengambilan data (6 minggu). Sampel hijauan diambil
sebanyak 10%, kemudian dilakukan analisis bahan keringnya. Sampel sisa pakan diambil
10% dari total sisa pakan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari secara langsung dan
setelah kering ditimbang kemudian dianalisis kandungan bahan keringnya.
3.4.2 Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini yang meliputi konsumsi pakan dan
konversi pakan dianalisis menggunakan analisis variansi berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola searah. Pertambahan bobot badan harian dianalisis menggunakan
analisis kovariansi dan dilaporkan secara deskriptif untuk mengetahui adanya pengaruh
perlakuan terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah
sebagai berikut :

Yij = µ + ti + €ij

Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai tengah perlakuan ke-i
ti = pengaruh perlakuan ke-i
€ij = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

10
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Y.2005. Pengaruh Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia Lamk.) Terhadap
Bobot Badan Kelinci Yang Diberi Pakan Berlemak. GRADIEN: Jurnal Ilmiah
MIPA, 1(2), 74-76.

Bahar, S., & Sudolar, N. R. 2017. Uji Kesukaan Pakan Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Pada Ternak
Kelinci.Buletin Pertanian Perkotaan.7(1),1-5

Bahar, S., Bakrie, B., Sente, U., Andayani, D., & Lotulung, B. V.2014. Potensi Dan Peluang
Pengembangan Ternak Kelinci Di Wilayah Perkotaan DKI Jakarta. Buletin Pertanian
Perkotaan, 4, 1-6.

Brahmantiyo, B., & Rahardjo, Y. C.2014. Pengembangan Pembibitan Kelinci di Pedesaan dalam
Menunjang Potensi dan Prospek Agribisnis kelinci. JITV, 19(3).

Brahmantiyo, B., Nuraini, H., & Rahmadiansyah, D.2017. Produktivitas Karkas Kelinci Hyla,
Hycole dan New Zealand White. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner.616-626.

Marhaeniyanto, E., & Susanti, S.2017. Penggunaan Konsentrat Hijau Untuk Meningkatkan
Produksi Ternak Kelinci New Zealand White. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
Universitas Brawijaya, 27(1), 28-39.

Marhaeniyanto, E., Murti, A. T., & Susanti, S.2017. Pembuatan Pakan Konsentrat Di Kelompok
Peternak Kelinci Mandiri Desa Ngijo Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang. Peduli, 1(2), 1-10.

Marhaeniyanto, E., Rusmiwari, S., & Susanti, S.2017. Pemanfaatan Daun Kelor Untuk
Meningkatkan Produksi Ternak Kelinci New Zealand White. Buana Sains, 15(2),
119-126.
Raharjo, Y. C., & Brahmantiyo, B. (2014). Plasma Nutfah Kelinci Sebagai Sumber Pangan Hewani
Dan Produk Lain Bermutu Tinggi. JITV, 19(3).

Saputra, D. I.2016. Pengaruh Penambahan Jenis Pakan Sumber Protein pada Ransum Berbasis
Limbah dan Hijauan Kelapa Sawit terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot, dan
Efisiensi Kelinci Lokal Jantan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 4(2).

Saputra, S. H., Minarti, S., & Junus, M.2012. Pengaruh Penambahan Kacang Kedelai (Glycine
Max) dalam Pakan Terhadap Potensi Reproduksi Kelinci Betina New Zealand White
Menjelang Dikawinkan. Ternak Tropika Journal of Tropical Animal
Production, 12(1), 72-75.

11
Vašíčková, K., Ondruška, Ľ., Baláži, A., Parkányi, V., & Vašíček, D.2016. Genetic
Characterization Of Nitra Rabbits and Zobor Rabbit. Slovak Journal of Animal
Science, 49(3), 104-111.

12

Anda mungkin juga menyukai