PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah Ta’ala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya harus
kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat
tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan kepada
kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara
memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya
anggota badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita gunakan
untuk ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan harta yang kita miliki di jalan
kebenaran, membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-
dzikir yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang
shahih, mengucapkan ucapan yang baik, beramar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang
akan dibahas pada makalah ini, yaitu :
1. Mentaati peraturan dan perilaku yang mencerminkan taat kepada peraturan
2. Kompetisi dalam kebaikan dan perilaku yang mencerminkan berkompetisi dalam
kebaikan
3. Etos kerja dan perilaku yang mencerminkan etos kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Berkompetisi
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas),
atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan
keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai
tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih
untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua
individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
B. Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang
ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang
pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan
akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia akan
hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara serampangan menjadi tujuan
hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras
dengan derajat manusia.Untuk setiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh
manusiamempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir
selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau
tidak.
Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke
arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan perbuatan manusiadapat dipandang melalui
beberapa cara, yaitu :
a) Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
b) Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.
c) Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)
d) Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik)Perbuatan yang sendirinya jahat
tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf
keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai
kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasandan keadaannya.
Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau
kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatanhanya akan dikurangi.Perbuatan netral memproleh
kesusilaannya, karena alasan dan keadaannya.Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan
itu sendiri ada baik atau netral dipergunakan.
C. Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT dalam Surat Al-
Baqarah:148 dan Hadist Nabi
Berlomba dalam menggapai dunia bukan hal yang asing lagi di tengah kita untuk masuk
perguruan tinggi terkemuka kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin
dapat yang terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia
kelak,namun amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.
Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Cobalah
saja perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai tembangan
‘nyanyian’ daripada menghafalkan Al Qur’an Al Karim. Bahkan lebih senang menjadi nomor
satu dalam hal tembangan, lagu apa saja yang dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam
menghafalkan Kalamullah.
Di dalam shalat jama’ah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai
menyerahkan shaf terdepan pada orang lain. “Silahkan, Bapak saja yang di depan”, ujar
seseorang. Akhirat diberikan pada orang lain. Padahal shaf terdepan adalah shaf utama
dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria.
Demikianlah karena tidak paham dalam hal menjadi nomor satu dalam kebaikan akhirat
sehingga rela jadi yang terbelakang.
Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman
Allah Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah 148 :
علَ ْي ِه
َ ى هللا َّ صلَ ِس ْو َل هللا ُ ع ْنهُ أَ َّن َر
َ ي هللا َ ضِ ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ َرَ : ُُُفاأل َ َّول
ْ طع اللَّ ْي ِل ْال ُم َّ "باَد ُِر ْوا ِباأل َ ْع َما ِل ال: سلَّم قَا َل
،ظ ِل ِم ِ َ ستَ ُك ْو ُن فِتَ ٌن َك ِق
َ َت ف
ِ صا ِل َحا َ و
يَ ِيبْي ُع،صبَ ُح َكافِ ًرا ْ َ َويَ ْمسِي ُمؤْ ِمنًا َوي،الر ُج ُل ُمؤْ ِمنًا َويَ ْمسِي َكافِ ًرا َّ صبَ ُح ْ َي
. َر َواهُ ُم ْس ِلم."ض ِمنَ الدُّ ْنيَا ٍ ِد ْينَهُ بِعَ َر
“Bersegeralah kalian untuk melakukan amal shaleh, karena akan terjadi
bencana yang menyerupai malam yan gelap gulita, yaitu seseorang di waktu
pagi dia beriman tetapi pada waktu sore dia kafir, atau pada waktu sore ia
beriman tetapi pada waktu paginya ia kafir, dia rela menukar agamanya
dengan sedikit keuntungan dunia.”[2]
KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
Akhir-akhir ini kemacetan dijalan semakin parah. Karena banyak hal yg menjadi pusat dari
kemacetan di jalan raya. Salah satu yang di cari untuk lebih cepat dalam perjalanan adalah
sepeda motor. Namun banyaknya sepeda motor juga yang tidak menaati peraturan. Ada yang
berjalan di jalan untuk orang pejalan kaki, karena si pengendara tersebut ingin cepat sampai
tujuan. Namun itu salah satu pengguna jalan bagi pengendara motor yang salah.
Ada juga ditempat yang sepi si pengendara motor mengendarai motornya secara ugal-ugalan
ataupun kebut-kebutan. Si pengendara tersebut tidalk pantas ubtuk seperti itum karena
membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sebaiknya si pengendara berjalan
sebagaimana yg di atur oleh lalu lintas, karna untuk kebaikan si pengendara itu sendiri.
Pentingnya menaati peraturan adalah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan , seperti
kecelakaan. Mungkin dengan menaati peraturan yang dihimbau oleh polisi bisa mengurangi
kecelakaan dijalan. Tidak sepatutnya pengendara sepeda motor seenaknya dijalan, ada pula
peraturan-peraturan yang harus dijalankan.
Peraturan yang buat bukan untuk dilanggar, namun kebanyakan orang menilai peraturan yang
dibuat itu untuk dilanggar.
CONTOH :
Menggunakan helm, membawa STNK, dan mempunyai SIM itu yang harus wajib dibawa
oleh pengendara sepeda motor. Bila si pengendara bermotor membawa boncengan itu pun
harus menggunakan helm. Jika tidak melakukan itu si pengendara akan ditindak oleh polisi,
yang sering disebut ditilang karena kesalahannya.
PRILAKU TAAT KEPADA ATURAN Kata taat berasal dari bahasa Arab Ta’at. Kata ini
memiliki makna mengikuti atau menuruti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan menuruti
keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain, taat artinya tunduk, patuh saat
kita mendapat perintah atau larangan untuk dihindari. Memiliki sifat taat akan memberikan
akibat yang baik bagi pemiliknya. Jika setiap orang telah memahami maksud sikap ini, ia
akan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat dipastikan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan berjalan dengan harmonis.
TIGA TINGKATAN OBJEK KETAATAN • Dalam Islam terdapat tiga tingkatan objek
ketaatan. Ketiganya adalah Allah Swt., Rasulullah saw., dan ulil amri. Hal ini tertera dalam
Al- Qur’an Surat an-Nisâ’ (4), Ayat: 59 اأمرمر ِ سو َل َو ُأو ِل َّ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ِطي ُعوا ال َّلَُ َُ ُ َوأ َ ِطيعُوا
ُ الر
ُ ُُارَُ ْرَُ ُُ ُْ َرَُ َرَُ ُُ ُّو ُ ؤمنُونَ بِالل ََُُِّ ُ َوارل ) ِم
َ َُ َُ َرنرُُ ُْ َرَُ ُِ ُِن ن ِ ُُنرُُ ُْ َر َ ُُسو ِل إِرن ُر َّ إِلَى الل ََُُِّ ُ َو
ُ الر
ْ َ )يَرو اآخ ِر ُِ ُِ ذَ ِل َر ُِي ر َوأ٥٩Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah
رسَُ نُ َرَُ ُْ ِويا
Allah dan taatilah Rasul . (Nya), dan Ulil Amri[1] di antara kamu. Kemudian jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al- Quran) dan
Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian[2];
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan jalan[3] terbaik.
1.KETAATAN KEPADA ALLAH SWT • Ketaatan kepada Allah menempati posisi
ketaatan tertinggi. Sebagai seorang muslim, tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat
mengalahkan ketaatan kita kepada Allah Swt. Saat Allah Swt. menginginkan sesuatu dari
kita, kita harus menaati-Nya. Inilah makna keislaman kita kepada Allah Swt. Menunaikan
perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya merupakan cara menunjukkan ketaatan
kepada Allah Swt. Misalnya, menunaikan salat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah
haji.
2.KETAATAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW • Ketaatan kepada rasul memiliki
posisi sejajar dengan ketaatan kepada Allah Swt. Mengapa demikian? Hal ini karena apa pun
yang disampaikan, dilakukan, serta diinginkan Rasulullah saw. merupakan wahyu dari Allah
Swt. Pada saat yang sama, Allah Swt. senantiasa menjaga kehidupan rasul berikut segala
gerak-gerik yang dilakukan beliau. Sedikit saja beliau bergeser dari kebenaran, Allah Swt.
segera mengingatkannya. Dengan adanya penjagaan Allah Swt. ini Rasulullah menjadi
seorang yang maksum atau terjaga dari kesalahan. Dengan kedudukannya yang sedemikian
istimewa, Allah Swt. menempatkan Rasulullah saw. dalam posisi yang terhormat dalam
ketaatan seorang muslim. Allah menyatakan bahwa menaati Rasulullah sama dengan menaati
Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Rasulullah saw. merupakan prioritas yang
sama dengan ketaatan kepada Allah Swt. Meskipun begitu, kita tidak boleh menganggap
Rasulullah saw. sejajar dengan kedudukan Allah Swt
3.KETAATAN KEPADA ULIL AMRI • Ketaatan tingkat ketiga adalah taat kepada ulil
amri. Sebagian ulama menafsirkan kata ulil amri di sini terbatas pada pemerintah di negara
kita berada. Oleh karena itu, kita juga harus taat pada berbagai peraturan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Semua peraturan itu disusun untuk menjaga keteraturan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sebagian ulama yang lain meluaskan makna ulil amri ini. Mereka tidak
membatasi makna ulil amri sebatas pemerintah saja, tetapi segala hal atau aturan atau sistem
yang ada di sekitar dan terkait dengan kita. Oleh karena itu, taat kepada ulil amri dapat
diartikan sebagai taat pada orang tua, taat pada aturan masyarakat, taat pada norma yang
berlaku hingga taat pada janji kita kepada teman. Ketaatan kepada ulil amri ini ada syarat-
syarat tertentu. Syarat tertentu itu adalah tidak boleh bertentangan dengan aturan Allah Swt.
dan rasul-Nya. Ketika bertentangan dengan aturan Allah Swt.
KEUTAMAAN TAAT 1. Mendapatkan puncak kenikmatan bersama para nabi. Firman
Allah: Artinya:” Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi,
para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya” (QS An-Nisaa’ 69) 2. Tidak terbuangnya kekayaan dunia dan
mendapat keberkahan hidup. Firman Allah: Artinya: ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya”(QS Al-A’raaf 96). 3. Mendapat tambahan hidayah. Firman Allah
SWT: Artinya: ”Dan orang-orang yang berupaya mendapat petunjuk, Allah menambah
petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya” (QS
Muhammad 17). 4. Mendapat keteguhan dalam taat. Firman Allah SWT. Artinya: ”Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad 7). 5. Mendapat pahala yang
besar berupa keridhan Allah dan surga-Nya. Firman Allah SWT. Artiny a: (Hukum-hukum
tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar” (QS
An-Nisaa’ 13).
BAHAYA BAGI ORANG YANG TIDAK TAAT 1. Rapuhnya barisan dan timbulnya
perselisihan. Artinya: ”Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Anfaal 46). 2.
Kehinaan dari Allah SWT. Firman Allah SWT, yang Artinya: ”Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul- Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan” (QS An-Nisaa’ 14). Artinya:”Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling
buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman” (QS Al-
Anfaal 55). 3. Bedosa dan bermaksiat kepada Allah. Firman Allah SWT: Artinya:”Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah,
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik” (QS Al-Maa-idah 49).
CONTOH PERILAKU TAAT Diantara contoh perilaku taat, baik kepada Allah Swt,
Rasulullah Saw, maupun ulil amri adalah sebagai berikut : 1. Melaksanakan rukun iman,
yaitu iman kepada Allah Swt, malaikat, rasul, kitab, qada dan qadar, serta hari akhir. 2.
Melaksanakan rukun Islam, yaitu membaca kedua syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji(jika
mampu). 3. Menaati peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan pihak-pihak tertentu yang
memiliki kuasa, seperti tidak melanggar peraturan lalu lintas, tidak berbuat kekerasan, dan
turut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial.
BERKOMPETENSI DALAM KEBAIKAN A. Surat Al Baqarah ayat 148 َو ِلكُ ل ِوجْ َهةٌ ه َُو
ٌ ي ٍء قَد
﴿١٤٨﴾ ِير ْ ش ِ ْ ت أَيْنَ َما ت َ ُكو نُواْ يَأ
َ ت ِب ُك ُم ا ل ُّل َج ِميعا ِإ َّن ا لل َعلَى كُ ل ِ ُم َو ِل ي َها فَا ْستَ ِبقُواْ ْال َخي َْراArtinya : Dan
bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.( Q.S Al-Baqarah : 148 ) Ayat diatas mengandung makna bahwa kita harus
berlomba-lomba melakukan kebaikan, artinya masing-masing mempunyai keinginan untuk
melakukan kebaikan tersebut, seraya mengamalkannya sesuai dengan kemampuan masing-
masing.
HIKMAH PERILAKU BERKOMPETENSI DALAM KEBAIKAN • Setiap orang
mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah dan berbuat kebaikan kepada sesama. •
Terhadap kebaikan kita dapat berkompetisi atau bersaing dengan orang lain. • Memahami
bahwa perbuatan ibadah dan kebajikan sangat diperlukan bagi manusia. • Sebagai muslim
kita meyakini bahwa Allah mahakuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. •
Mempraktikan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti yang terkandung dalam Q.S. Al-
baqarah : 148. • Tanamkan keimanan yang kuat di dalam hati agar tidak mudah tergoda oleh
bujuk rayu setan yang hendak menjerumuskan manusia ke jurang kenistaan. • Pahami dengan
seksama, mana perilaku yang baik dan manapula yang buruk agar kita dapat memilih dan
menentukan perbuatan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. • Tanamkan keyakinan dalam
hati bahwa berkompetisi atau bersaing secara sehat untuk menjadi yang terbaik dan dalam hal
kebaikan sangat dianjurkan dalam agama islam. • Pandanglah semua orang sebagai
pesaingmu dalam berbuat kebaikan sehingga kamu mempunyai motivasi untuk berlomba
dalam hal kebaikan.
CONTOH PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN 1. Semangat berkompetisi
dalam melakukan dan meraih prestasi; 2. Dinamis, senantiasa semangat dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban; 3. Sportif, mengakui keunggulan orang lain. dan tidak malu untuk
menirunya; 4. Inovatif, Karya ide dan gagasan serta senantiasa melakukan pembaruan-
pembaruan; 5. Kreatif, penuh kreatifitas dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.
KERJA KERAS Kerja keras adalah usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di
dunia dan di akhirat disertai sikap optimis. Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk
memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani
maupun rohani harus terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa
tinggal sedangkan kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan
itu akan diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka Allah
pasti akan memberikan nikmat dan rizki-Nya. Firman Allah swt: رين يَ ُّرَُ ي ِه ِ َق ُُِبَا ت ِمرن ب ِ َلَهُ ُمع
ى ُْ ََُُ ُ ُيغَي ِ ُِ ُروا َم ا ِب َر ُْنفُ ِس ِهر
َ رو َ قب ا م ر ُي
ِ َ ُ ِِ ُ َ غي ال ُ َُ َّ
ل ال نَّ إ ُ َُّ
ِ َُ ِ ل ال رمر
ِ َ أ رن م
ِ ُ ه ن
َ وظُ رف ي ه فل ُ
َُ ْ َ ِ ِ ِ َر رن ِ َ ) َو ِإذَا
م و
ً
سو ا ٍُ اََُ َم َر لَهُ َو َما لَ ُهر ِمرن ُّوُُ نِ ِه ِمرن َوا ل َ
ُ )أ َرا ال َّلَُ ُ بِقَرو١١Artinya:“ Sesungguhnya Allah tidak
akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri” Q.S. (Ar-Ra’du[13]: 11) Merujuk pada aat al-Qur’an di atas, maka setiap
manusia haruslah mengusahakan untuk kehidupannya, tidak sekedar menunggu rizki dari
Allah dengan berpangku tangan saja. Adapun apabila manusia bekerja keras maka akan
memperoleh beberapa manfaat antara lain: mendatangkan pahala karena bekerja keras
merupakan ibadah kepada Allah swt, meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan cita-cita
atau tujuan hidup.
CONTOH PERILAKU KERJA KERAS, TEKUN, ULET DAN TELITI Sikap kerja keras,
tekun, ulet dan teliti sangat berkaitan erat. Maksudnya sebuah usaha yang dilakukan dengan
giat atau keras maka akan lebih maksimal apabila diiringi dengan ketekunan , keuletan dan
ketelitian. Berikut ini contoh yang menunjukkan perilaku kerja keras, tekun, ulet dan teliti. 1.
Bersungguh-sungguh mencari rizki yang halal, sebab Allah tidak akan memberi rizki pada
orang yang malas. 2. Tidak mudah putus asa bila dalam bekerja atau belajar menemui
hambatan, tetap berusaha mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. 3. Segera
menyelesaikan pekerjaan tidak menunda-nundanya. 4. Apabila telah berhasil memperoleh
apa yang direncanakan, tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus terpacu untuk lebih kreatif.
5. Apabila menghadapi pekerjaan yang tidak disukai, maka tetap tekun menyelesaikan
pekerjaan tersebut dengan hati sabar. 6. Senantiasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan
yang dilakukan.
MEMBIASAKAN DIRI BERPERILAKU KERJA KERAS Untuk dapat memilki sikap
kerja keras, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Selalu menyadari bahwa hasil yang
diperoleh dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia daripada menerima pemberian
orang lain. 2. Islam memuji sikap kerja keras dan mencela meminta-minta (kecuali jika
terpaksa). 3. Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain dengan mengharapkan
bantuannya. 4. Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada meminta.[1]
Hikmah Bekerja Keras Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja
keras karena banyak himah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera
keras maupun terhadap lingkungannya. Di antara hikmah bekerja keras
tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan potensi diri, baik
berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun keterampilan. 2. Membentuk
pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin. 3. Mengangkat harkat
martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota
masyarakat. 4. Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta
meningkatkan kesejahteraan. 5. Kebutuhan hidup diri dan keluarga
terpenuhi. 6. Mampu hidup layak. 7. Sukses meraih cita-cita 8. Mendapat
pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian
dari ibadah.
ETOS KERJA'
Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, khususnya guru
akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatan dan hasil akhir yang akan dicapainya, yang
tahun ke depan. Dan kita adalah contoh produk dari hasil pendidikan sepuluh-duapuluh
Etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, dalam situasi
kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka yang harus ditumbuhkan adalah
membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk bekerja keras dan sungguh-
sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap
mutu atau kualitas yang apa adanya. Indikasi turun atau rendahnya semangat dan kegairahan
kerja antara lain disebabkan oleh turun atau rendahnya produktivitas, tingkat absensi yang
didedikasikan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran Surat An-Nahl:
97 yaitu:
من عمل صالحا من ذكر اوانثى وهو مؤمن فلنحيينه حيوة طيبة ولنجزينهم اجرهم باحسن ماكانوا يعملون
Artinya “Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga
oleh kelompok bahkan masyarakat 1[1] Pernyataan etos sering dihubungkan dengan moral,
Dan Sewel Ward dalam artikelnya yang berjudul Work Ethic menyatakan bahwa etos
menurut definisi diartikan sebagai prinsip moral.2[2] Istilah ethos diartikan sebagai watak
Kerja menurut kamus W.J.S Purwadaminta, berarti melakukan sesuatu; sesuatu yang
dilakukan. Kerja memiliki arti luas dan sempit, dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk
usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat
intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat, sedangkan dalam arti sempit,
kerja berkonotasi ekonomi yang bertujuan mendapatkan materi. Kerja dibagi ke dalam
Kata etos kerja merupakan gabungan dari dua kata yaitu etos dan kerja. Dengan
menggabungkannya dengan kata ‘kerja’ , maka ‘etos kerja’ dapat diartikan sebagai
pekerjaan.
…. (an ethic, by definition, is asset of moral principles. The word derives from the greek
ethos – which in turn is ‘the spirit or attitudes of community, people, or system. Applying
work as a modifier, suggests that the work ethic is a characteristic attitude of group toward
what constitutes the morality of work.)3[3]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia4[4] etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi
ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. Dari uraian tersebut dapat
dipahami bahwa etos kerja berhubungan dengan pribadi dalam hal ini kinerja masing–masing
pekerja sesuai dengan kewajiban dan spesifikasi pekerjaannya serta system kerja secara
… ( the work ethic has been deeply challengefd by two trends-the division of labour and
the destruction of continuity in employment. Work has been fractured in task and sub divided
into specialized substasks or branches in to kind of work all together).5[5]
Fischili dan Weis seperti dikutip oleh Helen Anne Moksworth dkk6[6] menyimpulkan
… (1) do one thing at a time, (2) know the problem, (3) learn to listen, (4) learn to ask
question, (5) distinguish sense from nonsense, (6) accept change as inevitable, (7) admit
mistakes, (8) say it simple, (9) be calm, (10) smile.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa etos kerja berhubungan dengan
kinerja pribadi sesuai dengan kewajiban dan spesifikasi pekerjaannya serta sistem kerja
secara menyeluruh dalam rangka mencapai tujuan bersama yang sudah ditetapkan yang
ditunjukkan dalam bentuk kepercayaan, kebiasaan, atau perilaku suatu kelompok.
b. Etos Kerja Islami
Bekerja menurut Moh. As’ad7[7] adalah melaksanakan suatu tugas dan diakhiri dengan
buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia bersangkutan. Sedangkan menurut Toto
Tasmara 8[8] kerja adalah segala aktifitas dinamis yang mempunyai tujuan untuk kebutuhan
tertentu (jasmani dan rohani) dan berupaya untuk mewujudkan tujuan tersebut serta
melahirkan prestasi yang bermanfaat bagi lingkungannya, sebagai salah satu bukti
bagian dari ibadah yang diikat dengan aturan akhlak atau etika, biasa disebut etika profesi,
mengandung lima komponen yaitu SIFAT adalah kepanjangan dari Shiddiq, Istiqomah,
Fathonah, Amanah dan Tabligh . Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan
bekerja secara islami adalah segala aktifitas dinamis yang diikat dengan aturan akhlak atau
etika yang dapat dinikmati sebagai bagian dari ibadah dan bukti pengabdiannya terhadap
Allah SWT.
Etos kerja pada hakikatnya merupakan bagian dari konsep Islam tentang manusia
karena etos kerja adalah bagian dari proses eksistensi manusia dalam lapangan kehidupan
yang amat luas dan komplek10[10]. Pandangan Islam mengenai etos kerja, di mulai dari
bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung pada niat pelakunya (inna a’malu bil niat), jika
tujuannya tinggi mencari keridhaan Allah maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang
tinggi, dan jika tujuannya rendah seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati
sesama manusia belaka maka setingkat pula nilai kerjanya. Akhlak atau etos dalam
terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin11[11] adalah membiasakan kehendak. Etos kerja adalah
refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan
cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai yang berdimensi
transenden.
Menurut K.H. Toto Tasmara12[12] etos kerja adalah totalitas kepribadian diri serta
caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna, ada sesuatu yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal atau high Performance.
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u “ulumuddin” yang dikutip Ali Sumanto Al-
Khindi dalam bukunya Bekerja Sebagai Ibadah,13[13] menjelaskan pengertian etos (khuluk)
adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang menyebabkan munculnya kemudahan dalam
waatho’na). Dengan demikian etos kerja Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan
nilai-nilai Islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu lagi dipikir-pikir karena
Menurut Dr. Musa Asy’arie14[14] etos kerja Islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah
dan hamba (abd) yang membentuk kepribadian muslim dalam bekerja. Nilai-nilai khalifah
masyarakat. Toto Tasmara15[15] mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya
dengan niat semata-mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka
menggapai ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah. Ciri-ciri orang yang
memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya,
diantaranya:
Dari berbagai pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa etos kerja Islami
berarti watak atau karakter seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak,
semangat dan tanggung jawab yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita
Etos kerja professional menurut Jansen. H. Sinamo adalah seperangkat perilaku kerja
positif yang berakar pada kesadaran , keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang
total pada paradigma kerja yang integral.6 Selain itu etos kerja suatu organisasi profesi harus
memiliki cara pandang ke depan yang baik dan dikembangkan oleh professional sendiri.
Lebih lanjut Jansen Sinamo merumuskan delapan etos kerja professional antara lain:
Dari delapan etos kerja professional tersebut dapat mencerminkan sifat-sifat etos kerja
yang baik yaitu : Aktif, ceria, dinamis, disiplin, efektif, efisien, energik, fokus, gesit, ikhlas,
interaktif, jeli, jujur, kerja keras kerja tim, konsisten, kreatif, lapang dada, membagi,
menghargai, menghibur, optimis, peka, rajin ,ramah, sabar, semangat, tanggung jawab, tekun,
teliti, tepat waktu, teratur, terkendali, toleran, total, ulet, sehingga kita perlu mencermati dan
tujuh mentalitas professional yang dibutuhkan untuk menghadapi era globalisasi. Tujuh
pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting,
misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi
Jepang di kancah dunia. Etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:
1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika
harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah
kematian yang terhormat.
2. Yu - berani dan bersikap kesatria.
3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama.
4. Re - bersikap santun, bertindak benar.
5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-
sungguhnya dan tanpa pamrih.
6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta
7. Chugo - mengabdi dan loyal.18[18]
Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan
etos kerja Protestan (puritan) merupakan mekanisme yang bersifat batin, yang akan
menggerakkan ruh untuk rela bekerja keras dan pantang menyerah bersumber pada keimanan.
Tanpa pencerahan iman, etos kerja akan mendorong manusia pada perbuatan-perbuatan yang
Protestan19[19], yang menganggap kerja adalah panggilan suci, yang mengedepankan enam
prinsip :
1. Bertindak rasional,
2. Berdisiplin tinggi,
3. Bekerja keras,
4. Berorientasi pada kekayaan material,
5. Menabung dan berinvestasi, serta
6. Hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.
Etika Protestan merupakan hasil penelitian yang dilakukan Max Weber terhadap
sekelompok penganut sekte Protestan Calvinist. Hasil penelitian Max Weber dibukukan
dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirit Capitalsm Etika Protestan
terbukti bisa memberikan spirit bagi orang-orang Protestan untuk selalu bekerja keras,
spiritual.20[20]
Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang
yang berakar pada kesadaran, keyakinan yang fundamental, kehendak atau kemauan yang
disertai semangat yang tinggi dan tanggung jawab, disertai komitmen yang total pada
semoga semua guru-guru di negara yang kita cintai ini memiliki etos kerja yang tinggi
TUGAS AGAMA
KOMPETISI DALAM KEBAIKAN
D
OLEH :
KELOMPOK 2 IKHWAN
M ARKAN HAFID
M FARHAN ARIANSYAH
M ILHAM MUSLIMIN
M RADEN KUSUMA
KELOMPOK 2 AKHWAT