PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Data World Health Organization (WHO), saat ini terdapat 366 juta jiwa
dengan DM di dunia, di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 8,4 juta jiwa dan akan
meningkat menjadi 21,8 juta pada tahun 2030, sehingga Indonesia menduduki
rangking keempat setelah Amerika Serikat, China dan India diantara negara-negara
yang memiliki penyandang diabetes terbanyak, dengan popilasi penduduk terbesar di
dunia.
Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup
termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita diabetes mellitus
ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh
status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit diabetes mellitus
belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun
diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi
kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan
ginjal.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar penyakit dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada diabetes mellitus.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
D. Metode penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, ketja insulin, atau keduanya. Tiga komplikasi
akut utama diabetes terkait ketidakseimbangan kadar glukosa yang
berlangsung dalam jangka waktu pendek ialah, hipoglikemia, ketoasidosis
diabetik dan sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik. Hiperglikemia
jangka panjang dapat berperan menyebabkan komplikasi mikrovaskular
kronik (penyakit ginjal dan mata) komplikasi neuropatik. Diabetes juga
dikaitkan dengan peningkatan insidensi penyakit makrovaskular, seperti
penyakit arteri koroner (infark miokard), penyakit serebrovaskular (stroke),
dan penyakit vaskular perifer (Brunner & Suddart, 2010).
2. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I (DMTI)
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Tipe ini ditandai
dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetis,
imunologis, dan mungkin juga lingkungan (misalnya virus). Injeksi
insulin diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah. Awitan
diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30
tahun (Brunner & Suddart, 2010).
b. Diabetes melitus tipe II (DMTTI)
Sekitar 90% sampai 95% pasien penyandang diabetes tipe 2. Tipe ini
disebabkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Paling
sering dialami oleh pasien diatas usia 30 tahun dan pasien yang obes
(Brunner & Suddart, 2010).
c. Diabetes melitus gestasional
Ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang muncul selama
kehamilan (trimester kedua atau ketiga). Resiko diabetes gestasional
mancakup obesitas, riwayat personal pernah mengalami diabetes
gestasional, glikosuria, atau riwayat kuat keluarga pernah mengalami
diabetes. Kelompok etnis yang berisiko tinggi mencakup penduduk
Amerika Hispanik, Amerika Asli, Amerika Asia, Amerika Afrika, dan
Kepulauan Pasifik. Diabetes gestasional meningkatkan risiko mereka
untuk mengalami gangguan hipertensif selama kehamilan (Brunner &
Suddart, 2010).
3. Etiologi
a. Diabetes melitus tipe 1 (DMTI)
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes melitus tipe 2 (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,
factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,2005).
Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan.
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan
berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain
yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka
tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang
kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang
berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir
selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes
tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Gejala klinis pada pasien diabetes berdasarkan klasifikasi (Brunner dan
Suddarth, 2010):
a. Diabetes tipe I atau IDDM
1) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda
(<30 tahun)
2) Biasanya bertubuh kurus pada saat di diagnosis; dengan
penurunan berat yang baru saja terjadi
3) Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau
lingkungan (misalnya virus)
4) Sering memiliki antibodi sel pulau Langarhans
5) Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum
pernah mendapatkan terapi insulin.
6) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen.
7) Memerlukan insulun untuk mempertahannkan
kelangsungan hidup.
8) Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
9) Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
b. Diabetes tipe II atau NIDDM
1) Awitan terjadi di segala usia , biasanya di atas 30 tahun
2) Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat di diagnosis
3) Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan
4) Tidak ada antibodi sel pulau Langarhans
5) Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan
resistensi insulin
6) Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar
glukosa darahnya melalui penurunan berat badan
7) Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa
darah bila modifikasi diet dan pelatihan tidak berhasil
8) Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek
atau panjang untutk mencegah hiperglikemia
9) Ketosis jarang terjadi kecuali bila dalam keadaan stress atau
menderita infeksi
10) Komplikasi akut: sindrom hiperosmoler non ketotik.
c. Gestasional diabetes
1) Awitan selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester
kedua atau ketiga.
2) Disebabkan oleh hormon yan disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin.
3) Risiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal,
khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal
berukuran besar).
4) Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk
mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normal.
5) Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan.
6) Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi
dapat kambuh kembali: pada kehamilan berikutnya,
30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe
II) dalam waktu sepuluh tahun (jika obesitas).
7) Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun,
riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi
yang besar (lebih dari 4,5 kg)
8) Pemeriksaan skrining (tes toleransi) harus dilakukan pada
semua wanita hamil dengan usia kehamilan di antara 24-28
minggu.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnosis
1) Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih.
2) Aseton plasma (keton): positif secara mencolok.
3) Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolaritas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
5) Elektrolit:
a) Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
b) Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
6) Fosfor: lebih sering menurun.
7) Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden.
b. Pemeriksaan mikroalbumin
1) Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular.
2) Nefropati Diabetik
a) Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes
adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan
gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah
atau hemodialisis.
b) Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal
yang berfungsi sebagai alat penyaring.
c) Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya
protein albumin ke dalam urine.
d) Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi
terjadinya nefropati diabetic.
3) Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
a) Diagnosis dini nefropati diabetic
b) Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan mortalitas
pada pasien DM
4) Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
a) Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5
tahun didiagnosis DM
b) Untuk DM tipe 2, untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis
ditegakkan, secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk
dokter
c. Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
1) Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
2) HbA1c atau A1C
a) Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa
dengan hemoglobin (glycohemoglobin)
b) Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah
c) Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai
dengan sel darah merah)
d) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam
jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
3) Manfaat pemeriksaan A1C
a) Menilai kualitas pengendalian DM
b) Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu
dijalankan
4) Tujuan Pemeriksaan A1C
a) Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
- A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi
diabetes
- Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah
terus menerus tinggi dalam jangka panjang
- Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan)
dapat diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
5) Jadwal pemeriksaan A1C
a) Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
b) Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
- Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum
tercapai)
- Minimal 2 kali dalam setahun.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien (Brunner &
Suddart, 2010).
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1) Diet
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi (jika diperlukan)
5) Pendidikan
b. Penatalaksanaan nutrisi
1) Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar
glukosa darah dan tekanan darah dalam kisaran normal dan lipid
profil dan lipoprotein yang menurunkan risiko penyakit vaskular,
mencegah timbulnya komplikasi kronik, memenuhi kebutuhan
nutrisi individu, dan menjaga kepuasan untuk makan hanya pilihan
makanan ang terbatas ketika bukti ilmiah ang ada mengindikasikan
demikian.
2) Rencana makan harus mempertimbangkan pilihan makanan
pasien, gaa hidup, waktu biasanya pasien makan, dan latar
belakang etnis serta budaya pasien.
3) Bagi pasien yang membutuhkan insulinuntuk membantu
mengontrol kadar gula darah, diperlukan konsistensi dalam
mempertahankan jumlah kalori dan karbohidrat ang dikonsumsi
setiap makan.
4) Edukasi awal membahas pentingnya kebiasaan makan yang
konsisten, keterkaitan antara makanan dan insulin, dan penetapan
rencana makan individual. Selanjutnya, edukasi lanjutan berfokus
pada ketrampilan manajemen.
5) Tentukan kebutuhan kalori dasar dengan mempertimbangkan usia,
gender, dan tinggi badan pasien serta dengan melihat derajat
aktivitas pasien.
6) Penurunan berat badan dalam jangka waktu panjang dapat dicapai
dengan mengurangi asupan kalori dasar sebanyak 500 sampai 1000
kalori dari perhitungan kebutuhan kalori dasar.
7) American Diabetes Association merekomendasikan bahwa untuk
semua tingkatan asupan kalori, sebanyak 50% sampai 60% kalori
didapatkan dari karbohidrat, 20% sampai 30% dari lemak dan
sisanya 10% sampai 20% dari protein.
c. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk pasien penyandang diabetes dapat
mencangkup banyak macam gangguan fisiologis, bergantung pada kondisi
kesehatan pasien atau apakah pasien baru terdiagnosis diabetes atau
tengah mencari perawatan untuk masalah kesehatan lain ang tidak terkait.
Karena semua pasien penyandang diabetes harus menguasai konsep dan
ketrampilan yang diperlukan untuk penatalaksanaan jangka panjang serta
untuk menghindari kemungkinan komplikasi diabetes, landasan
pendidikan yang solid mutlak diperlukan dan menjadi fokus asuhan
keperawatan yang berkelanjutan.
1) Memberikan pendidikan kesehatan untuk pasien
a) Menyusun rencana penyuluhan tentang diabetes
b) Mengkai kesiapan untuk belajar
c) Menyuluh pasien yang berpengalaman
d) Menentukan metode penyuluhan
e) Menyuluh pasien cara memberikan insulin mandiri
2) Meningkatkan asuhan di rumah dan di komunitas
a) Meningkatkan perawatan diri
b) Melanjutkan asuhan
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 2001) :
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik
3) Nefropati diabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas : meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status,
pendidikan, pekerjaan,alamat klien.
b. Status kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : kaji keluhan utama saat ini, apakah
klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung, sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan
bingung, serta upaya apa saja yang sudah dilakukan untuk
mengatasinya.
2) Riwayat kesehatan lalu : kaji apakah klien mempunyai riwayat
diabetes, hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard,
pernah dirawat atau tidak,ada alergi atau tidak, serta kebiasaan
seperti merokok atau minum alkohol.
3) Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada keluarga dengan
riwayat diabetes melitus.
c. Pengkajian pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih
dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya
resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya
amputasi.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit
jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak
ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. DIAGNOSA
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data
subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow
yang terdiri dari :
a. Kebutuhan dasar atau fisiologis
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Adapun diagnosa yang muncul berdasarkan pathway diatas yaitu :
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar)
dengan sumber informasi.
f. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
g. Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
3. INTERVENSI
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
Nyeri akut NOC NIC
1. Pain Level, Pain Management
Definisi : 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
Pengalaman sensori dan 3. Comfort level nyeri secara
emosional yang tidak komprehensif
menyenangkan yang Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
muncul akibat a. Mampu mengontrol karakteristik, durasi
kerusakan jaringan yang nyeri (tahu frekuensi, kualitas
aktual atau potensial penyebab nyeri, dan faktor presipitasi
atau digambarkan dalam mampu 2. Observasi reaksi
hal kerusakan menggunakan nonverbal dan
sedemikian rupa tehnik ketidaknyamanan
(International nonfarmakologi 3. Gunakan teknik
Association for the untuk mengurangi komunikasi
study of Pain): awitan nyeri, mencari terapeutik untuk
yang tiba-tiba atau bantuan) mengetahui
lambat dan intensitas b. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
ringan hingga berat nyeri berkurang pasien
dengan akhir yang dapat dengan 4. Kaji kultur yang
diantisipasi atau menggunakan mempengaruhi
diprediksi dan manajemen nyeri respon nyeri
berlangsung c. Mampu mengenali 5. Evaluasi pengalaman
nyeri (skala, nyeri masa lampau
Batasan Karakteristik intensitas, frekuensi 6. Evaluasi bersama
: dan tanda nyeri) pasien dan tim
- Perubahan selera d. Menyatakan rasa kesehatan lain
makan nyaman setelah tentang
- Perubahan tekanan nyeri berkurang ketidakefektifan
darah
- Perubahan kontrol nyeri masa
frekwensi jantung Iampau
- Perubahan 7. Bantu pasierl dan
frekwensi keluarga untuk
pernapasan mencari dan
- Laporan isyarat menemukan
- Diaforesis dukungan
- Perilaku distraksi 8. Kontrol lingkungan
(mis,berjaIan yang dapat
mondar-mandir mempengaruhi nyeri
mencari orang lain seperti suhu ruangan,
dan atau aktivitas pencahayaan dan
lain, aktivitas yang kebisingan
berulang) 9. Kurangi faktor
- Mengekspresikan presipitasi nyeri
perilaku (mis, 10. Pilih dan lakukan
gelisah, merengek, penanganan nyeri
menangis) (farmakologi, non
- Masker wajah (mis, farmakologi dan
mata kurang inter personal)
bercahaya, tampak 11. Kaji tipe dan sumber
kacau, gerakan mata nyeri untuk
berpencar atau tetap menentukan
pada satu fokus intervensi
meringis) 12. Ajarkan tentang
- Sikap melindungi teknik non
area nyeri farmakologi
- Fokus menyempit 13. Berikan anaIgetik
(mis, gangguan untuk mengurangi
persepsi nyeri, nyeri
hambatan proses 14. Evaluasi keefektifan
berfikir, penurunan kontrol nyeri
interaksi dengan 15. Tingkatkan istirahat
orang dan 16. Kolaborasikan
lingkungan) dengan dokter jika
- Indikasi nyeri yang ada keluhan dan
dapat diamati tindakan nyeri tidak
- Perubahan posisi berhasil
untuk menghindari 17. Monitor penerimaan
nyeri pasien tentang
- Sikap tubuh manajemen nyeri
melindungi
- Dilatasi pupil Analgesic
- Melaporkan nyeri Administration
secara verbal 1. Tentukan lokasi,
- Gangguan tidur karakteristik,
kualitas, dan derajat
Faktor Yang nyeri sebelum
Berhubungan : pemberian obat
- Agen cedera (mis, 2. Cek instruksi dokter
biologis, zat kimia, tentang jenis obat,
fisik, psikologis) dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : 1. Kaji adanya alergi
food and Fluid makanan
Definisi : Intake 2. Kolaborasi dengan
3. Nutritional Status: ahli gizi untuk
nutrient Intake menentukan jumlah
Asupan nutrisi tidak 4. Weight control kalori dan nutrisi
cukup untuk memenuhi yang dibutuhkan
kebutuhan metabolik Kriteria Hasil : pasien.
a. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien
Batasan Karakteristik berat badan sesuai untuk meningkatkan
: dengan tujuan intake Fe
- Kram abdomen b. Berat badan ideal 4. Anjurkan pasien
- Nyeri abdomen sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
- Menghindari badan protein dan vitamin
makanan c. Mampu C
- Berat badan 20% mengidentifikasi 5. Berikan substansi
atau lebih dibawah kebutuhan nutrisi gula
berat badan ideal d. Tidak ada 6. Yakinkan diet yang
- Kerapuhan kapiler tanda-tanda dimakan
- Diare malnutrisi mengandung tinggi
- Kehilangan rambut e. Menunjukkan serat untuk
berlebihan peningkatan fungsi mencegah konstipasi
- Bising usus pengecapan dan 7. Berikan makanan
hiperaktif menelan yang terpilih (sudah
- Kurang makanan f. Tidak terjadi dikonsultasikan
- Kurang informasi penurunan berat dengan ahli gizi)
- Kurang minat pada badan yang berarti 8. Ajarkan pasien
makanan bagaimana membuat
- Penurunan berat catatan makanan
badan dengan harian.
asupan makanan 9. Monitor jumlah
adekuat nutrisi dan
- Kesalahan konsepsi kandungan kalori
- Kesalahan informasi 10. Berikan informasi
- Mambran mukosa tentang kebutuhan
pucat nutrisi
- Ketidakmampuan 11. Kaji kemampuan
memakan makanan pasien untuk
- Tonus otot menurun mendapatkan nutrisi
- Mengeluh gangguan yang dibutuhkan
sensasi rasa Nutrition Monitoring
- Mengeluh asupan 1. BB pasien dalam
makanan kurang batas normal
dan RDA 2. Monitor adanya
(recommended daily penurunan berat
allowance) badan
- Cepat kenyang 3. Monitor tipe dan
setelah makan jumlah aktivitas yang
- Sariawan rongga biasa dilakukan
mulut 4. Monitor interaksi
- Steatorea anak atau orangtua
- Kelemahan otot selama makan
pengunyah
- Kelemahan otot 5. Monitor lingkungan
untuk menelan selama makan
6. Jadwalkan
Faktor Yang pengobatan dan
Berhubungan : perubahan
- Faktor biologis pigmentasi
- Faktor ekonomi 7. Monitor turgor kulit
- Ketidakmampuan 8. Monitor kekeringan,
untuk mengabsorbsi rambut kusam, dan
nutrien mudah patah
- Ketidakmampuan 9. Monitor mual dan
untuk mencerna muntah
makanan 10. Monitor kadar
- Ketidakmampuan albumin, total
menelan makanan protein, Hb, dan
- Faktor psikologis kadar Ht
11. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan
intake nutrisi
14. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
15. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan 1. Tissue integrity : Pressure ulcer
skin and mucous prevention wound care
Definisi : 2. Wound healing : 1. Anjurkan pasien
Kerusakan jaringan primary and untuk menggunakan
membran mukosa, secondary intention pakaian yang
kornea, integumen, atau Ionggar
subkutan
Kriteria Hasil :
Batas Karakteristik : a. Perfusi jaringan 2. Jaga kulit agar tetap
- Kerusakan jaringan normal bersih dan kering
(mis., kornea, b. Tidak ada 3. Mobilisasi pasien
membran mukosa, tanda-tanda infeksi (ubah posisi pasien)
kornea, integumen, setiap dua jam sekali
atau subkutan) c. Ketebalan dan
tekstur jaringan 4. Monitor kulit akan
- Kerusakan jaringan normal adanya kemerahan
d. Menunjukkan 5. Oleskan lotion atau
Faktor Yang pemahaman dalam minyak/baby oil
Berhubungan : proses perbaikan pada daerah yang
- Gangguan sirkulasi kulit dan mencegah tertekan
- Iritan zat kimia terjadinya cidera 6. Monitor aktivitas
- Defisit cairan berulang dan mobilisasi
- Kelebihan cairan e. Menujukkan pasien
terjadinya proses 7. Monitor status
- Hambatan mobilitas penyembuhan luka
fisik nutrisi pasien
Faktor Yang
Berhubungan :
- Intoleransi aktivitas
- Perubahan
metabolisme selular
- Ansietas
- Indeks masa tubuh
diatas perentil ke 75
sesuai usia
- Gangguan kognitif
- Konstraktur
- Kepercayaan
budaya tentang
aktivitas sesuai usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan
ketahanan tubuh
- Penurunan kendali
otot
- Penurunan massa
otot
- Malnutrisi
- Gangguan
muskuloskeletal
- Gangguan
neuromuskular,
Nyeri
- Agens obat
- Penurunan kekuatan
otot
- Kurang
pengetahuan tentang
aktvitas fisik
- Keadaan mood
depresif
- Keterlambatan
perkembangan
- Ketidaknyamanan
- Disuse, Kaku sendi
- Kurang dukungan
Iingkungan (mis,
fisik atau sosiaI)
- Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
- Kerusakan integritas
struktur tulang
- Program
pembatasan gerak
- Keengganan
memulai pergerakan
- Gaya hidup
monoton
- Gangguan sensori
perseptual
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
ue NOC NIC :
si : kelimpahan yang
1. Activity Tolerance Energy Enhancement
mendukung perasaan
lelah dan penurunan Respon fisiologis Mengatur penggunaaan
kapasitas kerja fisik dan
mental pada tingkat penggunaan energi enrgi untuk penanganan
biasanya. untuk pergerakan atau pencegahan
an karakteristik :
- Peningkatan dalam aktivitas sehari-hari kelelahan dan
keluhan fisik Kriteria Hasil : mengoptimalkan fungsi
Aktivitas :
- Peningkatan a. Klien mampu 1. Tentukan penyebab
keperluan untuk
mempertahankan kelelahan misalnya
istirahat
- Penerimaan tekanan sistolik nyeri
kebutuhan energi
tambahan untuk dan diastolik 2. Tentukan apa saja
mengerjakan tugas yang normal dan berapa banyak
rutin
selama aktivitas yang
Faktor yang
beraktivitas dibutuhkan untuk
berhubungan :
b. Klien mampu membangun
- Psychological :
mengurangi ketahanan
Stress
kegiatan 3. Batasi aktivitas
- Physiological :
aktivitas yang berlebih
Peningkatan
sehari-hari 4. Dukung alternatif
penggunaaan
2. Energy periode istirahat dan
aktifitas fisik
Conservation aktivitas
- Situasional :
Tindakan individu untuk 5. Instruksikan pasien
Pekerjaan
mengatur energi atau orang lain yang
selama memulai dan penting untu
mempertahankan mengenalai tanda
aktivitas dan gejala dari
Kriteria Hasil : kelelahan yang
a. Klien mampu membutuhkan
menyeimbangkan pengurangan
antara aktivitas aktivitas
dan istirahat 6. Bantu klien untuk
b. Klien mampu mengidentifikasi
menggunakan tugas-tugas yang
waktu istirahat dapat dilakukan
untuk keluarga di rumah
memulihkan untuk mencegah
kembali energi atau mengurangi
c. Klien mampu kelelahan
mengenali
keterbatasan 7. Ajarkan pengaturan
energi yang aktivitas dan teknik
dimiliki manajemen waktu
d. Klien mampu untuk mencegah
menggunakan kelelahan
teknik 8. Bantu klien dalam
penyimpanan menentukan
energi (Energy prioritas aktivitas
Conservation) untuk menyimpan
e. Klien mampu energi yang dimiliki
mengatur Sleep Enhancement
memlaporkan Enhancement
tidak adakanya
peningkatan Fasilitasi dukungan
stress pada klien oleh
d. Klien mampu keluarga, teman dan
meningkatkan komunitas
kualitas tidur dan Aktivitas :
istirahatnya 1. Kaji respon
e. Klien mampu psikologis terhadap
menyeimbangkan situasi dan
antara aktivitas ketersediaan support
dan istirahat system
4. Rest 2. Identifikasi tingkat
Kuantitas dan pola dukungan keluarga
pengurangan 3. Tentukan support
aktivitas untuk system yang
pemulihan fisik dan digunakan sekarang
mental 4. Monitor situasi
Kriteria hasil : keluarga saat ini
a. Klien mampu 5. Jelaskan bagaimana
meningkatkan orang lain dapat
jumlah istirahat membantu klien
b. Klien mampu
meningkatkan
kualitas istirahat
c. Klien mampu
meningkatkan
istirahat fisik
d. Klien mampu
memulihkan
energy setelah
istirahat
5. Stress Level
Manisfestasi keparahan
tekanan fisik dan
mental hasil dari
faktor yang
mengubah kondisi
yang ada.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak
mengeluhkan
kurangnya
istirahat
b. Klien melaporkan
tidak adanya
peningkatan
tekanan otot pada
leher, bahu dan
punggung
b. \
Rencana perawatan
iagnosa keperawatan
juan dan Kriteria hasil Intervensi
t perawatan diri
4. EVALUASI
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa : Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.