Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Kecelakaan Kerja Pada Perawat” tepat pada waktunya. Tak lupa solawat dan salam
kita curahkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dosen K3 Keperawatan
serta dukungan dari orang tua kami dan teman-teman yang telah meluangkan
waktunya untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Maka dari itu
untuk pembaca saran dan kritik sangat kami harapan untuk perbaikan tugas-tugas
selanjutnya.

Bandung, September 2017

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................
2.1 Pengertian K3 Keperawatan .............................................................................
2.2 Masalah K3 ......................................................................................................
2.3 Pengertian Kecelakaan Kerja ...........................................................................
2.4 Penyebab Kecelakaan Kerja .............................................................................
2.5 Cidera Akibat Kecelakaan Kerja ......................................................................
2.6 Klasifikasi Cidera Akibat Kecelakaan Kerja ...................................................
2.7 Bahaya Di Tempat Kerja ..................................................................................
2.8 Pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja ...........................
BAB III PENUTUP ...............................................................................................
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................
3.2 Saran .................................................................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan kerja 88% disebabkan akibat perilaku kerja yang tidak aman (Unsafe
Act), seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti
peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-hati (Heinrich, 1980). Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang
memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan, sehingga cara
yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari
terjadinya perilaku tidak aman (Biro Pelatihan Tenaga Kerja dalam Budiono, 2003).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1998 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain (KEPMENKES RI Nomor.
432/MENKES/SK/IV/2007). Di Indonesia, penelitian dari Joseph tahun 2005-2007
mencatat bahwa angka kecelakaan Needle Stick Injury atau tertusuk jarum mencapai
38-73% dari total petugas kesehatan, dan salah satu penyebabnya ditemukan bahwa
pada saat bekerja mereka tidak memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan
(Idayanti, 2008).
Selain itu juga didapatkan dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit,
sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan
muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah
tulang punggung dan pinggang. Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi
cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri
lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain dan di AS,
insiden cedera muskuloskeletal 4.62/100 perawat per tahun (KEPMENKES RI
Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007).
Gangguan musculoskeletal pada perawat ini berhubungan dengan cara atau posisi
kerja yang tidak aman saat menangani pasien contohnya seperti cara mengangkat
yang salah (Carayon, 2008).

3
Dari beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah salah
satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang intensitasnya
paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Perawat sebagai anggota inti
tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar 40 –60%) dan
dimana pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam mewujudkan keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit (Depkes, 2003).
Setiap hari perawat tidak pernah jauh dan selalu berinteraksi dengan pasien. Hal
tersebut yang membuat perawat selalu berhadapan langsung dengan bahaya dan dapat
mengancam kesehatan dan keselamatan kerja perawat itu sendiri maupun orang-orang
yang berada disekitarnya. Karena keberadaan dan kepentingan perawat yang tidak
hanya berada di rumah sakit tetapi juga terhadap lingkungan diluar rumah sakit, maka
dikhawatirkan jika seorang perawat secara tidak langsung dapat menjadi penyebab
sumber penyakit maupun sumber dari efek negatif dari resiko profesi mereka menjadi
perawat (Fatmawati, 2010).
Di Rumah Sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain
yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi,
gangguan psikososial dan ergonomic.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian K3 ?
2. Apa saja yang masalah kesehatan dan keselamatan kerja?
3. Apa itu pengertian kecelakaan kerja?
4. Apa saja penyebab kecelakaan kerja?
5. Apa itu cidera akibat kecelakaan kerja?
6. Apa saja klasifikasi cidera akibat kecelakaan kerja?
7. Apa saja bahaya di tempat kerja?
8. Bagaimana pengendalian Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 Keperawatan
2. Untuk lebih memahami mengenai kecelakaan kerja khususnya pada perawat

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan
kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat
adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah
merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap
cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi
umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan
Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis
tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan.

6
2.2 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30–
40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi
dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan
kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non
kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan
pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam.
Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang
meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor
lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan
sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja
terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini
dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

7
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational
Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(Occupational Disease & Work Related Diseases).
2.3 Pengertian Kecelakaan Akibat Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan
kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja menurut beberapa sumber, diantaranya:
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban manusia dan atau harta benda.
b. OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan
sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat
menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian
kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.
c. Kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang
berpontensi menyebabkan merusak lingkungan. Selain itu, kecelakaan kerja
atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan
tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan,
orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat
lainnya (Heinrich et al., 1980).
d. Menurut AS/NZS 4801: 2001, kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera,
kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya
e. Kecelakaan yang terjadi ditempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan
industri kerja. Kecelakaan industri ini dapat diartikan suatu kejadian yang
tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang
diatur dari suatu aktifitas (Husni, 2003).
f. Menurut Pemerintah c/q Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan

8
tidak terjadi dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya. Sesuatu yang
tidak terencana, tidak terkendali, dan tidak diinginkan yang mengacaukan
fungsi fungsi normal dari seseorang dan dapat mengakibatkan luka pada pada
seseorang (Hinze, 1997)
Jadi dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecelakaan
kerja merupakan suatu kejadian yang tidak terencana, dan terkontrol yang dapat
menyebabkan atau mengakibatkan luka-luka pekerja, kerusakan pada peralatan dan
kerugian lainya

2.4 Penyebab kecelakaan kerja


Menurut (Suma’mur, 1981: 9) dapat dibagi dalam kelompok :
1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
 Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
 Lingkungan kerja
 Proses kerja
 Sifat pekerjaan
 Cara kerja
2) Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,
yang dapat terjadi antara lain karena:
 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
 Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
 Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
 Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
 Ringan misalnya memar
 Berat misalnya fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

9
Pencegahan :
 Pakai sepatu anti slip
 Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
 Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin)
atau tidak rata konstruksinya.
 Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
 Beban jangan terlalu berat
 Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
 Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
 Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
Faktor yang merupakan penyebab terjadinya kecelakaan pada umumnya dapat
diakibatkan oleh 4 faktor penyebab utama (Husni:2003) yaitu :
a. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap.
b. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan
atau keselamatan pekerja.
c. Faktor sumber bahaya yaitu:
- Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena metode
kerja yang salah, keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak
sesuai dan sebagainya;
- Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari
keberadaan mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat
pekerjaan

10
d. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna

2.5 Cidera Akibat Kecelakaan Kerja


Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera
dan sakit terbagi menjadi:
a. Kepala; mata
b. Leher.
c. Batang tubuh; bahu, punggung.
d. Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, jari
tangan.
e. Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jari kaki
f. Sistem tubuh.
g. Banyak bagian
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh yang
spesifik adalah untuk membantu dalam mengembangkan program untuk mencegah
terjadinya cidera karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan penggunaan
kaca mata pelindung. Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis penyebab
alami terjadinya cidera karena kecelakaan kerja.

2.6 Klasifikasi Jenis Cidera Akibat Kecelakaan Kerja


Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan
membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik
kecelakaan kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan berbagai oleh
perusahaan, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 (1990)
Berikut adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya :

11
a. Cidera fatal (fatality) adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit
akibat kerja
b. Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury) adalah suatu
kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan hari kerja
selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan kerja tersebut terjadi
tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
c. Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day) adalah semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cidera,
tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja
karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga
termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera
fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada
saat kejadian tersebut terjadi.
d. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty) adalah
jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang sudah di
modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja pola atau
jadwal kerja.
e. Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury) Kecelakaan kerja ini
tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan kerja yang ditangani
oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertolongan pada kecelakaan.
f. Cidera ringan (first aid injury) adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat,
contoh luka lecet, mata kemasukan debu, dan lain-lain.
g. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident) adalah suatu
kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.

12
2.7 Bahaya di tempat Kerja
Perawat dapat terpapar bermacam risiko cidera dan penyakit saat bekerja. Risiko
bahaya di rumah sakit mencakup bahaya biologik, fisik, kimia, ergonomik dan
psikososial (Ramsay, 2005; Kepmenkes No. 1078/2010). Kategori bahaya yang
dihadapi perawat di lingkungan rumah sakit diuraikan sebagai berikut.
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan
darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja
hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau
tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi
nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter
di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada
dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang
tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
 Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
 Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk
bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
 Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
 Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
 Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
 Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

13
 Kebersihan diri dari petugas.
2) Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent
yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal
sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat
memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan
yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
 ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga
kesehatan laboratorium.
 Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga
kesehatan laboratorium.
 Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
 Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
 Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan
batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang

14
sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua
pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the
Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga
operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada
umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan
mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi:
 Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan
stress dan ketulian
 Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan
dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
 Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
 Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena
radiasi
 Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
 Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
 Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
 Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

15
 Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
 Pelindung mata untuk sinar laser
 Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
5) Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat
menyebabkan stress :
 Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
 Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
 Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra
kerja di sektor formal ataupun informal.
2.8 Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain:
 UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas
kesehatan dan non kesehatan
 UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
 Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
 Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan
pembuangan limbah dll.
B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control)
antara lain :
Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis
yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
 Pengaturan jam kerja, lembur dan shift

16
 Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaannya
 Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama
untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar
prosedur tersebut dilaksanakan
 Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja
dan mengupayakan pencegahannya.
C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :
 Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
 Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
 Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
13 dan penyakit akibat kerja yang dapat
mengenal (Recognition) kecelakaan
tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu
sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka
penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.
Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder
ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1. Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon
/ pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon

17
pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan
yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
 Anamnese umum
 Anamnese pekerjaan
 Penyakit yang pernah diderita
 Alrergi
 Imunisasi yang pernah didapat
 Pemeriksaan badan
 Pemeriksaan laboratorium rutin
 Pemeriksaan tertentu:
 Tuberkulin test
 Psikotest
2. Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan
yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan
awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai
dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di
sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat
Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus
merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya,
utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau

18
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali
unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.
Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas,
masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat,
nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut,
perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-
jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai
peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin
kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat
kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian
pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran
program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi
juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di
tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai
pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik
fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan
masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur masalah kesehatan
dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya
kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan
kerja.

3.2 Saran
Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan
bagian dari pekerjaan, untuk itu sebuah instansi hendaknya mencegah dalam hal
ini melakukan proteksi atau perlindungan berupa kompensasi yang tidak dalam
bentuk imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, yang diterapkan oleh
perusahaan kepada pekrja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan
keharusan bagi sebuah perusahaan

20
DAFTAR PUSTAKA
- Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
- Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf)
- Latiffianti Effi. 2012. Analisa Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dalam
Meningkatkan Produktivtas Kerja (Studi Kasus: Pabrik The Wonosari PTPN XII).
Jurnal Teknik Pomits. Vol 1:1-6

21

Anda mungkin juga menyukai