Anda di halaman 1dari 21

Nama : Novita Wahyuni

NIM : 1611015111
Mata Kuliah : Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Program Gizi

1. Identifikasi Masalah
Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi
genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit. hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2013) menunjukkan adanya peningkatan prevalensi stunting sebesar
1,8% yaitu dari 35,6% pada tahun 2010 menjadi 37,2% pada tahun 2013. Menurut
WHO 2010 hal ini merupakan masalah yang berat karena prevalensi pendek berada
pada rentang 30- 39 %. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun
2010 dari 15.875 balita terdapat 669 balita stunting dengan prevalensi sebesar 421 per
10.000 balita. Pada tahun 2012 dari 18.300 balita terdapat 1662 balita stunting dengan
prevalensi sebesar 908 per 10.000 balita. Pada tahun 2014 dari 28.164 terdapat 2162
per 10.000 balita.
Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, atau 7 dari 10 wanita
hamil menderita anemia. kekurangan energi kronis (KEK) dijumpai pada wanita usia
subur 15-49 tahun yang ditandai dengan proporsi Lingkar Lengan Atas (LILA).
Pada penelitian Aerts, Drachler, & Giugliani (2004) pada balita di Brazil, yang
menunjukkan bahwa kecenderungan balita stunting lebih banyak pada balita dengan
berat lahir < 2500 gram (18,8%) dibandingkan dengan berat lahir ≥ 2500 gram (5,4%).
Berat lahir sangat tergantung pada status gizi ibu selama kehamilan dan sebelum
konsepsi. Berat lahir juga menjadi indikator tidak langsung untuk mengevaluasi gizi
ibu dan sampai titik tertentu, untuk memprediksi perkembangan masa depan anak.

2. Analisis Masalah
a. Stunting
9P 5M 5W
People Man Why
- Riwayat ibu pendek - Tenaga kesehatan - Tidak tercukupinya
- Tidak memberikan kurang memberikan asupan gizi pada
ASI eksklusif penyuluhan
- Tingkat mengenai masalah saat usia dibawah 2
pengetahuan ibu gizi khususnya tahun
dan keluarga masalah stunting - Status gizi
rendah - Lambatnya kurang/gizi buruk
- Asupan nutrisi penanganan Time
balita kurang masalah stunting di - MP-ASI diberikan
- Pekerjaan orang tua wilayah Puskesmas pada usia 3-4 bulsn
- Asupan nutrisi ibu Puuwatu Kendari harusnya diberikan
pada saat sebelum Method pada usia 6 bulan
kehamilan kurang - Metode pemberian keatas
- Tingkat MP-ASI yang tidak - Waktu tempuh
keterampilan ibu benar terjauh ke
untuk mengolah Material Puskesmas Puuwatu
MP-ASI kurang - Bakteri pada MP- Kendari sebesar 42
beragam ASI yang diberikan menit
pada bayi yang
belum cukup
umurnya
Money
- Pendapatan
perkapita keluarga

b. Anemia Ibu Hamil


9P 5M 5W + 1T
People Man Time
- Tingkat - Tenaga kesehatan - Waktu tempuh
pengetahuan kurang memberikan terjauh ke
keluarga rendah penyuluhan Puskesmas Puuwatu
- Asupan nutrisi mengenai masalah Kendari sebesar 42
kurang anemia pada ibu menit
- Tingkat pendidikan hamil - Jarak kehamilan ibu
ibu rendah Method What
- Ibu hamil kurang - Pemeriksaan ANC - Asupan zat besi
mengkonsumsi yang tidak teratur tidak terpenuhi
makanan beragam - Pembagian tabel Fe Why
- Pekerjaan ibu tidak merata - Kadar hemoglobin
- Material rendah
- Tidak mempunyai - Menipisnya
buku KIA simpanan zat besi
Money pada ibu hamil
- Pendapatan
perkapita keluarga

c. BBLR
9P 5M 5W + 1T
People Man Time
- Ibu mengalami - Tenaga kesehatan - Waktu tempuh
KEK kurang memberikan terjauh ke
- Terkena penyakit penyuluhan Puskesmas Puuwatu
infeksi pada saat mengenai masalah Kendari sebesar 42
hamil BBLR menit
- Status gizi ibu - Lambatnya - Waktu melahirkan
rendah penanganan BBLR tidak sesuai
- Asupan gizi ibu Method (prematur)
pada saat hamil - Pemeriksaan ANC Why
kurang yang tidak teratur - Terkena pajanan
- Tingkat - Pengawasan asap rokok
pengetahuan rendah antenatal tidak - Bayi kekurangan
- Penggunaan obat dilakukan oksigen
- Ibu merokok Material
- Ibu tidak memantau - Tidak mempunyai
berat badan saat buku KIA
hamil Money
Place
- Bertimpat tinggal di - Pendapatan
wilayah perkapita keluarga
pegunungan/dataran
tinggi
Policy
- Tidak ada kebijakan
bagi nakes wajib
memberikan
edukasi pada ibu
hamil

3. Kegiatan
a. Stunting
1) Tujuan : Menurunkan angka kejadian stunting pada balita dengan memperbaiki
asupan gizi pada bayi dan balita
2) Kegiatan yang akan dilakukan
a) Single Use
- Program : Menurunkan angka kejadian stunting pada balita dan
memperbaiki asupan gizi pada balita
- Proyek
- Penyuluhan tentang faktor resiko stunting
- Pemasangan poster cegah stunting di Puskesmas
- Pembagian leaflet tentang tata laksana MP-ASI yang baik dan benar
- Pemberian audio yang berisi pencegahan stunting
b) Standing Use
- Proyek MSM (Mother Smart Movement)
- Konseling gizi dengan pemantauan
- Pemberian biskuit sebagai makanan tambahan pada balita
3) Menentukan Prioritas Kegiatan

Kegiatan U S G Total
Penyuluhan tentang faktor resiko stunting
3 3 2 8

Pemasangan poster cegah stunting di


2 2 2 6
Puskesmas
Pembagian leaflet tentang tata laksana MP-
3 3 3 9
ASI yang baik dan benar
Pemberian audio yang berisi pencegahan
3 3 2 8
stunting
Proyek MSM (Mother Smart Movement) 5 4 3 12
Konseling gizi dengan pemantauan 4 4 3 11
Pemberian biskuit sebagai makanan
4 3 3 10
tambahan pada balita

Berdasarkan penentuan prioritas kegiatan menggunakan metode USG,


didapatkan prioritas kegiatan yaitu “Proyek MSM (Mother Smart Movement)”.

b. Anemia pada Ibu Hamil


1) Tujuan : Menurunkan angka kejadian anemia pada ibu hamil dan mengontrol
kadar hemoglobin pada ibu hamil
2) Kegiatan yang akan dilakukan
a) Single Use
- Program : Menurunkan angka kejadian anemia pada ibu hamil dengan
mengontrol kadar hemoglobin dan meningkatkan asupan nutrisi pada ibu
hamil
- Proyek
- Penyuluhan tentang faktor resiko anemia pada ibu hamil
- Pemasangan poster tentang pencegahan anemia di sekitar wilayah kerja
Puskesmas Puuwatu
b) Standing Use
- Program Keluarga Sehat Cegah Anemia (KECE)
- Konseling gizi pada ibu hamil dengan pemantauan
- Pemeriksaan kadar Hb secara berkala
- Pemberdayaan masyarakat dengan penanaman sayuran rumah tangga
seperti bayam
- Pemberian tablet fe

3) Menentukan Prioritas Kegiatan

Kegiatan U S G Total
Program Keluarga Sehat Cegah Anemia
5 4 3 12
(KECE)
Konseling gizi pada ibu hamil dengan
4 4 4 12
pemantauan
Pemeriksaan kadar Hb secara berkala 5 4 4 13
Pemberdayaan masyarakat dengan
penanaman sayuran rumah tangga seperti
4 3 3 10
bayam

Penyuluhan tentang faktor resiko anemia


3 3 3 9
pada ibu hamil
Pemasangan poster tentang pencegahan
anemia di sekitar wilayah kerja Puskesmas 3 3 2 8
Puuwatu
Pemberian tablet fe 4 3 3 10

Berdasarkan penentuan prioritas kegiatan menggunakan metode USG,


didapatkan prioritas kegiatan yaitu “Pemeriksaan kadar hb secara berkala”.
c. BBLR
1) Tujuan : Menurunkan angka kejadian BBLR dan memperbaiki status gizi ibu
hamil serta peningkatan pengetahuan.
2) Kegiatan yang akan dilakukan
a) Single Use
- Program : Menurunkan angka kejadian bblr dengan memperbaiki status
gizi ibu
- Proyek
- Penyuluhan tentang faktor resiko bblr pada ibu hamil
- Pembagian leaflet tentang pentingnya pemeriksaan antenatal care
- Kampanye program perencanaan persalinan dan pencegahan bblr
b) Standing Use
- Pemeriksaan berat badan ibu hamil secara berkala
- Pemantauan antenatal care pada ibu hamil
- Pelaksanaan pojok gizi

3) Menentukan Prioritas Kegiatan

Kegiatan U S G Total
Penyuluhan tentang faktor resiko bblr pada
3 3 2 8
ibu hamil
Pembagian leaflet tentang pentingnya
3 3 3 9
pemeriksaan antenatal care
Kampanye program perencanaan persalinan
4 3 3 10
dan pencegahan bblr
Pemeriksaan berat badan ibu hamil secara
4 4 4 12
berkala
Pemantauan antenatal care pada ibu hamil 5 4 3 12
Pelaksanaan pojok gizi 5 4 4 13

Berdasarkan penentuan prioritas kegiatan menggunakan metode USG,


didapatkan prioritas kegiatan yaitu “Pelaksanaan Pojok Gizi”.
4. Pelaksanaan Kegiatan
a. Stunting
1) Kegiatan : Proyek MSM (Mother Smart Movement)
2) SDM : 2 dokter, 1 tenaga kesehatan
3) Anggaran : Pemerintah
4) Biaya
a) Fixed Cost : Gaji SDM, Transportasi, Listrik, Alat untuk pendidikan kesehatan
b) Variable Cost : Alat tulis, Konsumsi
c) Operational Cost : Pemeliharaan AC, Pemeliharaan alat sound system,
Pemeliharaan Alat untuk Pendidikan Kesehatan
5) Waktu : Standing Use, dilakukan setiap 6 bulan sekali

b. Anemia pada Ibu Hamil


1) Kegiatan : Pemeriksaan kadar hb secara berkala
2) SDM : 1 dokter, 2 tenaga kesehatan
3) Anggaran : Pemerintah daerah
4) Biaya
a) Fixed Cost : Gaji SDM, Transportasi, Pembelian alat medis dan non medis,
listrik.
b) Variable Cost : Konsumsi, Alat Tulis
c) Operational Cost : Pemeliharaan alat medis dan non medis
5) Waktu : Standing Use dilaksanakan 1 bulan sekali

c. BBLR
1) Kegiatan : Pelaksanaan Pojok Gizi
2) SDM : 1 ahli gizi, 1 dokter, 1 tenaga kesehatan
3) Anggaran : Pemerintah daerah dan swasta
4) Biaya
a) Fixed Cost : Gaji SDM, Pembelian alat medis dan non medis, listrik, gedung,
transportasi
b) Variable Cost : Konsumsi
c) Operational Cost : Pemeliharaan gedung, Pemeliharaan alat medis dan non
medis, Pemeliharaan AC
5) Waktu : Standing Use, dilaksanakan setiap 4 kali dalam sebulan.

5. Pemantauan dan Evaluasi


a. Stunting
1) Input :
- SDM ( 2 dokter, 1 tenaga kesehatan)
- Sarana transportasi
- Alat dan bahan untuk pendidikan kesehatan
- Anggaran dari Pemerintah
- Biaya yang ditanggung biaya tetap, tidal tetap, dan biaya operasional
seperti yang tertera di bagian sebelumnya
2) Proses :
- Pemberian pendidikan kesehatan bagi ibu
- Pengkombinasian metode penyuluhan kesehatan menjadi satu paket
dengan upaya perbaikan gizi
- Pemantauan secara berkala pada balita
3) Output
- Menurunkan angka stunting
- Meningkatnya status gizi pada bayi dan balita

b. Anemia pada Ibu Hamil


1) Input :
- SDM ( 1 dokter, 2 tenaga kesehatan)
- Sarana transportasi
- Alat medis dan non medis
- Anggaran dari Pemerintah Daerah
- Biaya yang ditanggung biaya tetap, tidal tetap, dan biaya operasional
seperti yang tertera di bagian sebelumnya
2) Proses :
- Pengecekan kadar hb
- Konseling
- Pemantauan
3) Output
- Menurunkan angka anemia pada ibu hamil
- Mengontrol kadar hb pada ibu hamil
c. BBLR
1) Input
- SDM (1 ahli gizi, 1 dokter, 1 tenaga kesehatan)
- Sarana Transportasi
- Alat medis dan non medis
- Anggaran dari Pemerintah Daerah dan Swasta
- Biaya yang ditanggung biaya tetap, tidal tetap, dan biaya operasional
seperti yang tertera di bagian sebelumnya
2) Proses
- Konseling gizi
- Pemberian edukasi tentang asupan gizi yang baik pada ibu hamil
- Pemantauan pada ibu hamil terkhusus mengenai asupan gizinya
3) Output
- Menurunnya angka BBLR
- Meningkatnya pengetahuan gizi pada ibu hamil
- Meningkatnya asupan gizi yang baik pada ibu hamil

6. Kesimpulan
a. Stunting
Masalah gizi stunting salah satu faktor penyebabnya adalah asupan gizi yang
tidak baik pada balita. Untuk menurunkan angka stunting maka dibuat program
“Proyek MSM (Mother Smart Movement) yaitu program pemberian pendidikan
kesehatan pada ibu serta Pengkombinasian metode penyuluhan kesehatan menjadi
satu paket dengan upaya perbaikan gizi. Untuk melaksanakan program ini anggaran
berasal dari Pemerintah, karena stunting merupakan masalah gizi yang masih banyak
terjadi di Indonesia.

b. Anemia pada Ibu Hamil


Masalah gizi anemia pada ibu hamil salah satu faktor penyebabnya tidak
tekontrolnya kadar hb pada saat hamil karena pada saat hamil kebutuhan zat besi
meningkat karena bukan hanya untuk tubuh ibu hamil sendiri tetapi juga untuk bayi
yang dikandungnya. Untuk menurunkan angka anemia pada ibu hami maka dibuat
program “Pengecekan kadar hb secara berkala” Untuk melaksanakan program ini
anggaran berasal dari Pemerintah daerah.

c. BBLR
Masalah gizi Berat Badan Lahir Rendah salah satu faktor penyebabnya adalah
kurangnya asupan gizi yang baik pada saat kehamilan sehingga status gizi ibu rendah
yang bisa menyebabkan KEK pada ibu hamil. Untuk menurunkan angka BBLR
maka dibuat program “Pojok Gizi” yaitu program pemberian edukasi kepada ibu
hamil tentang asupan gizi yang baik, konseling gizi, dan pemantauan status gizi pada
ibu hamil. Untuk melaksanakan program ini anggaran berasal dari Pemerintah
Daerah dan Swasta.
ANALISIS DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-24 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

1 2 3
Janirah Jihad la Ode Ali Imran Ahmad Ainurafiq
123
Fakultas kesehatan masyarakat universitas halu oleo
1 2 3
irajanirah@yahoo.com imranoder@gmail.com izainurafiq@gmail.com

ABSTRAK

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam dan
diantara masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari
berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Banyak faktor yang dapat memicu seorang balita
dapat menjadi stunting yaitu BBLR, riwayat ASI Eksklusif, riwayat usia pemberian MP ASI, tinggi badan ibu dan
riwayat anemia ibu saat hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko faktor BBLR, riwayat ASI
Eksklusif, riwayat usia pemberian MP ASI, tinggi badan ibu dan riwayat anemia ibu saat hamil terhadap
kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja puskesmas puuwatu kota kendari 2016.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional menggunakan desain
case control dengan prosedur matching. Populasi dalam penelitian ini 582 dengan jumlah sampel sebanyak
41 kasus dan 41 kontrol, pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan pendekatan
fixed disease pada sampel kasus maupun kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan BBLR (OR= 5; 95%CI=
1,631 – 7,357), riwayat Asi Eksklusif da Riwayat usia pemberian Asi Eksklusif (OR= 4; 95%CI= 1,615-9,849) dan
tinggi badan ibu (OR= 3,2; 95%CI= 1,559-6,250). Sedangkan riwayat anemia pada ibu saat hamil (OR= 5;
95%CI= 0,696-35,622)bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting.

Kata kunci : Stunting, BBLR, Riwayat Asi Eksklusif, Riwayat Usia Pemberian Asi Eksklusif, Tinggi Badan Ibu Dan
Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil.

ABSTRACK

Stunting is a major nutritional problem which will have an impact on social and economic life within and
among communities.There is clear evidencethat theindividualswhostuntinghasa higher death ratefrom
allcauses andan increase indisease.Many factors can trigger a toddler can be stunting that LBW, exclusive
breastfeeding history, a history of giving complementary feeding age, mother's height and history of maternal
anemia during pregnancy.This study aims to determine the risk factors of LBW, exclusive breastfeeding
history, a history of giving complementary feeding age, mother's height and history of maternal anemia
during pregnancy on the incidence of stunting in children aged 12-24 months in the working area of the city
health center puuwatu kendari 2016. This study uses analytic observational epidemiological study design
using case control design with matching procedure.The population in this study 582 with a total sample of 41
cases and 41 controls, sampling using purposive sampling approach to fixed disease in a sample of cases and
controls.The results showed LBW (OR = 5; 95% CI = 1.631 to 7.357), history Exclusive Asi History Award
Exclusive age (OR = 4; 95% CI = 1.615 to 9.849) and height of mothers (OR = 3, 2; 95% CI = 1.559 to
6.250).While the history of maternal anemia during pregnancy (OR = 5; 95% CI = 0.696 to 35.622) is not a risk
factor for the incidence of stunting.

Keywords: Stunting, low birth weight, history Exclusive Asi, Asi Granting Exclusive Age History, Height Women
& Mothers During Pregnancy Anemia history.

1
Pendahuluan sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku
mempengaruhi individu atau masyarakat dan hidup dan pola asuh/pemberian makan yang kurang
karenanya merupakan masalah issue fundamental baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan
5
dalam kesehatan masyarakat. Keadaan gizi anak mengalami stunting.
masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan Adanya 178 juta anak di dunia yang terlalu
dan umur harapan hidup yang merupakan salah pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan
satu unsur utama penentuan keberhasilan pertumbuhan standar WHO, stunting menjadi
pembangunan negara yang dikenal istilah Human indikator kunci dari kekurangan gizi kronis, seperti
2
Development Index (HDI). pertumbuhan yang melambat, perkembangan otak
Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada tertinggal dan sebagai hasilnya anak-anak stunting
setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya lebih mungkin mempunyai daya tangkap yang lebih
keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu rendah. Tingkat stunting antara anak-anak di Afrika
proses kurang asupan makanan ketika kebutuhan dan Asia sangat bervariasi di antara beberapa studi
7
normal terhadap satu atau beberapa zat gizi tidak yang dipublikasikan.
terpenuhi, atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan Perbaikan masalah gizi juga tertuang dalam
jumlah yang lebih besar daripada yang diperoleh. sasaran RPJMN 2015-2019 dengan target prevalensi
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek stunting adalah 28%.11 Namun pada kenyataannya
dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013)
3
di bawah median panjang atau tinggi badan. menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
Masalah gizi masih menjadi perhatian di stunting sebesar 1,8% yaitu dari 35,6% pada tahun
negara berkembang termasuk Indonesia. 2010 menjadi 37,2% pada tahun 2013. Menurut
Kekurangan gizi berupa energi protein dapat WHO 2010 hal ini merupakan masalah yang berat
bersifat akut (wasting), bersifat kronis (stunting) karena prevalensi pendek berada pada rentang 30-
dan bersifat akut dan kronis. Kurang gizi kronis 39 %.6
(stunting) dapat berisiko terhadap penyakit dan Kekurangan gizi di kalangan anak-anak masih
kematian, anak yang bertahan hidup cenderung umum di banyak bagian dunia. Di Afrika,
memiliki prestasi tidak baik di sekolah. Selain peningkatan prevalensi di tambah dengan
masalah kognitif dan prestasi sekolah, stunting pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan
juga mempengaruhi produktivitas ekonomi di jumlah anak kurus dari 24 juta di tahun 1990
10
masa dewasa dan hasil reproduksi ibu. menjadi 30 juta di 2010. Di Asia, jumlah anak kurus
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks diperkirakan akan lebih besar sekitar 71 juta pada
antropometrik tinggi badan menurut umur yang tahun 2010.7 Prevalensi stunting tahun 2007 di Asia
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai adalah 30.6 %. Dan juga didukung oleh penelitian
pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi yang dilakukan di Ludhiana, India, prevalensi
kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang stunting pada usia 12 – 59 bulan adalah 74.55%.
tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting Prevalensi stunting secara nasional tahun
merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk 2013 adalah 37,2 %, yang berarti terjadi
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan
makan yang buruk dan penyakit.1 Stunting adalah 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 %
masalah gizi utama yang akan berdampak pada terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 %
kehidupan sosial dan ekonomi dalam dan di antara pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek
masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang menunjukkan penurunan, dari 18,8 % tahun 2007
stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari dan 18,5 % tahun 2010. Prevalensi pendek
berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan meningkat dari 18,0 % pada tahun 2007 menjadi
8
penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja 19,2 % pada tahun 2013.
pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
4
akan terganggu. Hal ini juga didukung oleh Kendari pada tahun 2010 dari 15.875 balita
pnelitian yang mengatakan bahwa stunting terdapat 669 balita stunting dengan prevalensi
berhubungan dengan gangguan fungsi kekebalan sebesar 421 per 10.000 balita. Pada tahun 2012 dari
dan akan meningkatkan risiko kematian. World 18.300 balita terdapat 1662 balita stunting dengan
Health Organization (WHO) tahun 2005 prevalensi sebesar 908 per 10.000 balita. Pada
menyatakan, stunting adalah salah satu bentuk gizi tahun 2014 dari 28.164 terdapat 2162 per 10.000
9
kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut balita.
umur diukur dengan standar deviasi dengan Melihat cukup tingginya kasus stunting di
referensi. Indikator tinggi badan menurut umur Sulawesi Tenggara, terkhusus di wilayah Kota
(TB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang Kendari dari 15 puskesmas yang ada, semuanya
terdapat kasus stunting. Berdasarkan hal tersebut, laki-laki sebanyak 25 orang (30,5%), dan responden
maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan laki-laki sebanyak 14 orang (46,7%).
judul “Analisis Determinan Kejadian Stunting Pada Usia balita responden
Balita Usia 12 – 24 Bulan Di Wilayah Kerja Umur Jumlah
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016”. No.
(Bulan) n %
1 13 8 9,8
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan 2 14 8 9,8
penelitian epidemiologi analitik observasional 3 15 12 14,6
menggunakan desain case control dengan prosedur 4 16 6 7,3
matching. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 5 17 4 4,9
bulan Januari 2016 sampai Februari 2016 yang 6 18 8 9,8
bertempat di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu 7 19 6 7,3
Kendari.
8 20 12 14,6
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
9 21 8 9,8
balita usia 12- 24 bulan yang tercatat pada buku
registrasi di Puskesmas Puuwatu selama bulan 10 22 6 7,3
Januari hingga Desember pada tahun 2015 11 23 4 4,9
sebanyak 582 balita. Teknik pengambilan sampel Total 82 100
menggunakan teknik purposive sampling dengan Sumber : Data Primer Januari 2016
pendekatan fixed disease pada sampel kasus Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 82
maupun kontrol, pendekatan ini digunakan karena Responden kasus dan kontrol, berdasarkan usia
dalam penelitian ini sampel dipilih berdasarkan yang paling banyak yaitu balita usia 20 bulan dan 15
status penyakit dan status paparannya. Sampel bulan yang masing-masing berjumlah 12 balita
untuk setiap kasus dan kontrol sebanyak 41 orang, (14,6%), sedangkan yang paling sedikit adalah balita
sampel ini diperoleh dari perhitungan berdasarkan yang berumur 23 bulan dan 17 bulan masing-
rumus Lameshow. masing berjumlah 4 orang (4,9%).
Variabel terikat yaitu kejadian stunting pada Deskripsi variabel penelitian
balita usia 12- 24 bulan di layah kerja puskesmas BBLR
puuwatu tahun 2016 sedangkan Variabel bebas Berat Badan Lahir
yaitu BBLR, riwayat awal pemberian MP-ASI, No Rendah (n) (%)
riwayat pemberan asi eksklusif, dan tinggi badan (<2500 gr)
orang tua dan riwayat anemia ibu saat hamil. 1 Ya 20 24,4
Analisis data dilakukan menggunakan 2 Tidak 62 75,6
komputer dengan program Microsoft Excel dan Total 82 100
SPSS. Analisis univariat dilakukan untuk Sumber : Data Primer Januari 2016
mendeskripsikan distribusi frekuensi masing-masing Tabel 8 menunjukan bahwa dari 82
variabel penelitian. responden, jumlah responden yang memiliki
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat Balita dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
hubungan variabel penelitian dengan kejadian <2500 gr berdasarkan hasil wawancara dengan
stunting. Analisis yang digunakan adalah uji statistik ibu balita sebanyak 20 balita (24,4%).
MC Nemar. Sedangkan responden yang memiliki Berat
Badan Lahir Normal (BBLN) >2500 gr sebanyak
Hasil 62 orang (75,6%).
Jenis kelamin Riwayat ASI Eksklusif
Jenis Jumlah Riwayat
No No. Pemberian ASI (n) (%)
Kelamin n %
Ekslusif
1 Laki-laki 50 61 1 Tidak ASI eksklusif 29 35,4
2 Perempuan 32 39 2 ASI eksklusif 53 64,6
Total 82 100
Total 82 100 Sumber : Data Primer Januari 2016
Sumber : Data Primer Januari 2016 Tabel 9 menunjukan bahwa dari 82
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 82 responden, jumlah responden yang memiliki balita
Responden kasus dan kontrol, berdasarkan jenis tidak mendapatkan ASI ekslusif berdasarkan hasil
kelamin yang paling banyak yaitu berjenis kelamin wawancara dengan ibu balita yaitu sebanyak 29
balita (35,4%). Sedangkan responden yang kontrol Ibu dan Anak sebanyak 6 orang (7,3%) dan
mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 53 balita responden yang tidak memiliki riwayat anemia saat
(64,6%). hamil sebanyak 76 orang (92,7%).
Riwayat usia pemberian MP ASI Risiko Faktor Penelitian Terhadap Kejadian
Riwayat Usia Stunting
No. Pemberian MP- (n) (%) BBLR
ASI Kontrol Total
Diberi pada usia < Kasus
1 29 35,4 BBLR % Normal % n %
6 bulan
Tidak diberi pada BBLR 1 2,4 15 36,6 16 39
2 53 64,6
usia < 6 bulan
53,
Total 82 100 Normal 3 7,3 22 25 61
7
Sumber : Data Primer Januari 2016
90,
Tabel 10 menunjukan bahwa dari 82 Total 4 9,8 37 41 100
2
responden, jumlah responden yang mmiliki balita
diberi MP ASI pada usia < 6 bulan sebanyak 29 OR = 5; 95%CI = 1,631 – 15,179; P-value = 0,007
balita (35,4%) dan responden yang memiliki balita
tidak diberi MP ASI pada usia < 6 bulan sebanyak 53 Sumber : Data Primer Januari 2016
balita (64,6%). Berdasarkan tabel 13, diketahui bahwa dari
Tinggi badan ibu 41 pasang responden yang di matchingkan (100%),
pada kelompok kasus dan kelompok kontrol
No. Tinggi Badan Ibu (n) (%) terdapat 1 pasang responden (2,4%) yang balitanya
1 Pendek 27 32,9 memiliki berat badan lahir rendah, pada kelompok
2 Tinggi 55 67,1 kasus dan kontrol yang balitanya sama-sama
Total 82 100 memiliki berat badan lahir normal terdapat 22
Sumber : Data Primer Januari 2016 pasang responden (53,7%), sementara itu
Tabel 11 menunjukan bahwa dari 60 responden yang memiliki balita dengan berat bayi
responden, jumlah responden yang memiliki tinggi lahir rendah pada kelompok kasus tetapi pada
badan pendek berdasarkan pengukuran kelompok kontrol memiliki balita dengan berat
menggunakan microtois sebanyak 27 orang (32,1%) badan lahir normal terdapat 15 pasang responden
dan responden yang memiliki tinggi badan tinggi (36,6%), sedangkan responden yang balitanya
sebanyak 55 orang (67,1%). memiliki berat badan lahir rendah pada kelompok
Riwayat anemia pada ibu saat hamil kontrol tetapi pada kelompok kasus memiliki berat
Status Anemia badan lahir normal terdapat 3 pasang responden
No. (n) (%)
Ibu saat Hamil (7,3%).
1 Anemia 6 7,3 Karena rentang nilai pada tingkat kepercayaan
(CI) = 95% dengan lower limit (batas bawah) = 1,631
2 Tidak Anemia 76 92,7
dan upper limit (batas atas) = 15,179 tidak mencakup
Total 82 100 nilai satu, maka besar risiko tersebut bermakna.
Sumber : Data Primer Januari 2016 Dengan demikian berat badan lahir rendah
Tabel 12 menunjukan bahwa dari 82 merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
responden, jumlah reSSsponden yang memiliki balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja puskesmas
riwayat anemia saat hamil berdasarkan buku Puuwatu kota kendari tahun 2016.
Hasil analisis besar risiko berat badan lahir rendah
terhadap kejadian stunting, diperoleh OR sebesar
5 setelah mengontrol variabel umur dan jenis
kelamin. Artinya responden yang memiliki balita
dengan berat badan lahir rendah mempunyai
risiko mengalami stunting 5 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang memiliki
balita dengan berat badan lahir normal.
Riwayat Pemberian ASI Ekslusif
Kontrol Total
Kasus
Tidak ASI Eksklusif % ASI Eksklusif % n %
Tidak ASI
Eksklusif 2 4,9 20 48,8 22 53,7
ASI Eksklusif 5 12,2 14 34,1 19 46,3
Total 7 17,1 37 82,9 41 100
OR = 4; 95%CI = 1,615 – 9,849; P-value = 0,004
Sumber : Data Primer Januari 2016
Berdasarkan tabel 14, diketahui Hasil analisis besar risiko riwayat pemberian
bahwa dari 41 pasang responden yang di ASI Eksklusif terhadap kejadian stunting, diperoleh
matchingkan (100%), pada kelompok kasus OR sebesar 4 setelah mengontrol variabel umur dan
dan kelompok kontrol terdapat 2 pasang jenis kelamin. Artinya responden yang balitanya
responden (4,9%) yang balitanya tidak tidak mendapat ASI Eksklusif mempunyai risiko
mendapatkan ASI Eksklusif, pada kelompok mengalami stunting 4 kali lebih besar dibandingkan
kasus dan kontrol yang balitanya sama-sama dengan responden yang memiliki balita yang
mendapatkan ASI Eksklusif terdapat 14 pasang mendapatkan ASI Eksklusif. . Karena rentang nilai
responden (34,1%), sementara itu responden pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower
yang memiliki balita tidak mendapatkan ASI limit (batas bawah) = 1,615 dan upper limit (batas
Eksklusif pada kelompok kasus tetapi atas) = 9,849. Interpretasi nilai lower limit dan
mendapatkan ASI Eksklsif pada kelompok upper limit tidak mencakup nilai satu, maka besar
kontrol terdapat 20 pasang responden (48,8%), risiko tersebut bermakna. Dengan demikian riwayat
sedangkan responden yang balitanya pemberian ASI Eksklusif merupakan faktor risiko
mendapatkan ASI Eksklusif pada kelompok kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di
kasus tetapi tidak mendapat ASI Eksklusif pada wilayah kerja puskesmas Puuwatu kota kendari
kelompok kontrol terdapat 5 pasang tahun 2016.
responden (12,2%).

Riwayat Usia Pemberian MP ASI


Kontrol Total
Diberi pada usia Tidak diberi
Kasus %
< 6 bulan pada usia < 6 % n %
bulan
Diberi pada
2 4,9 20 48,8 22 53,7
usia < 6 bulan
Tidak diberi
pada usia < 6 5 12,2 14 34,1 19 46,3
bulan
Total 7 17,1 37 82,9 41 100
OR = 4; 95%CI = 1,615-9,849; P-value = 0,004
Sumber : Data Primer Januari 2016
Berdasarkan tabel 15, diketahui bahwa dari memiliki tinggi badan pendek pada kelompok
41 pasang responden yang di matchingkan (100%), kontrol terdapat 8 pasang responden (19,5%).
pada kelompok kasus dan kelompok terdapat 2 Hasil analisis besar risiko tinggi badan ibu
pasang responden (4,9%) yang balitanya diberi MP terhadap kejadian stunting , diperoleh OR sebesar
ASI pada usia < 6 bulan, pada kelompok kasus dan 3,2 setelah mengontrol variabel umur dan jenis
kontrol yang balitanya sama-sama mendapatkan kelamin. Artinya responden yang memiliki tinggi
tidak diberi MP ASI pada usia < 6 bulan terdapat 14 badan pendek mempunyai risiko memiliki balita
pasang responden (34,1%), sementara itu yang mengalami stunting 5 kali lebih besar
responden yang memiliki balita diberi MP ASI pada dibandingkan dengan responden yang memiliki
usia < 6 bulan pada kelompok kasus tetapi tidak tinggi badn yang tinggi. Karena rentang nilai pada
diberi MP ASI pada usia < 6 bulan pada kelompok tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit
kontrol terdapat 20 pasang responden (48,8%), (batas bawah) = 1,559 dan upper limit (batas atas) =
sedangkan responden yang balitanya tidak diberi 6,250 tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko
MP ASI pada usia < 6 bulan pada kelompok kasus tersebut bermakna. Dengan demikian inggi badan
tetapi diberi MP ASI pada usia < 6 bulan pada ibu merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
kelompok kontrol terdapat 5 pasang responden balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja puskesmas
(12,2%). Puuwatu kota kendari tahun 2016.
Hasil analisis besar risiko riwayat pemberian Riwayat Anemia Ibu saat Hamil
ASI Eksklusif terhadap kejadian stunting, diperoleh Kontrol Total
OR sebesar 4 setelah mengontrol variabel umur dan Kasus
jenis kelamin. Artinya responden yang balitanya Anemia % Tidak % n %
nemia
diberi MP ASI pada usia < 6 bulan mempunyai risiko
Anemia 0 0 5 12,2 5 12,2
mengalami stunting 4 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki balita tidak diberi Tidak
Anemia 1 2,4 35 85,4 36 87,8
MP ASI pada usia < 6 bulan. Karna rentang nilai
pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower Total 1 2,4 33 97,6 41 100
limit (batas bawah) = 1,615 dan upper limit (batas
atas) = 9,849 tidak mencakup nilai satu, maka besar OR= 5; 95%CI= 0,696-35,622; P-value= 0,219
risiko tersebut bermakna. Dengan demikian riwayat Sumber : Data Primer Januari 2016
usia pemberian MP ASI merupakan faktor risiko Berdasarkan tabel 17, diketahui bahwa dari
kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di 41 pasang responden yang di matchingkan (100%),
wilayah kerja puskesmas Puuwatu kota kendari pada kelompok kasus dan kelompok tidak terdapat
tahun 2016. responden (0%) yang memiliki riayat anemia saat
Tinggi badan Ibu hamil pada kelompok kasus dankelompok kontrol,
Kontrol Total pada kelompok kasus dan kontrol responden yang
Kasus sama-sama tidak memiliki riwayat anemia saat
Pendek % Tinggi % n % hamil terdapat 35 pasang responden (85,4%),
Pendek 3 7,3 16 39 19 46,3 sementara itu responden yang memiliki riwayat
Tinggi 5 12,2 17 41,5 22 53,7 anemia saat hamil pada kelompok kasus tetapi tidak
memiliki riwayat anemia saat hamil pada kelompok
Total 8 19,5 33 80,5 41 100 kontrol terdapat 5 pasang responden (12,2%),
sedangkan responden tidak memiliki riwayat anmia
OR= 3,2; 95%CI= 1,559-6,250; P-value= 0,027
saat hamil pada kelompok kasus tetapi mmiliki
Sumber : Data Primer Januari 2016 riwayat anemia saat hamil pada kelompok kontrol
Berdasarkan tabel 15, diketahui bahwa dari terdapat 1 pasang responden (2,4%).
41 pasang responden yang di matchingkan (100%), Hasil analisis besar risiko riwayat anemia saat
pada kelompok kasus dan kelompok pada kelompok hamil terhadap kejadian stunting, diperoleh OR
kasusdankmtrol terdapat 3 pasang responden sebesar 5 setelah mengontrol variabel umur dan
(7,3%) yang memiliki tinggi badan pendek, pada jenis kelamin. Artinya responden yang memiliki
kelompok kasus dan kontrol reponden yang sama- riwayat anemia saat hamil mempunyai risiko
sama memiliki tinggi badan tinggi terdapat 17 mengalami stunting 5 kali lebih besar dibandingkan
pasang responden (41,5%), sementara itu dengan responden yang tidak memiliki riwayat
responden yang memiliki tinggi badan pendek pada anemia saat hamil. Karena rentang nilai pada
kelompok kasus tetapi memiliki tinggi badan tinggi tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit
pada kelompok kontrol terdapat 16 pasang (batas bawah) = 0,696 dan upper limit (batas atas) =
responden (39%), sedangkan responden memiliki 35,622 mencakup nilai satu, maka besar risiko
tinggi badan tinggi pada kelompok kasus tetapi tersebut tidak bermakna. Dengan demikian riwayat
anemia saat hamil bukan merupakan faktor risiko Eksklusif merupakan faktor risiko kejadian stunting
kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di pada balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja
wilayah kerja puskesmas Puuwatu kota kendari puskesmas Puuwatu kota kendari tahun 2016.
tahun 2016. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
proporsi balita stunting lebih banyak pada balita
DISKUSI yang tidak mendapatkan ASI ekslusif dibandingkan
Hasil analisis besar risiko berat badan dengan balita yang mendapatkan ASI ekslusif.
lahir rendah terhadap kejadian stunting, diperoleh Penelitian ini sejalan dengan Hien dan Kam (2008)
OR sebesar 5 setelah mengontrol variabel umur yang menyatakan risiko menjadi stunting 3,7 kali
dan jenis kelamin. Artinya responden yang lebih tinggi pada balita yang tidak diberi ASI
memiliki balita dengan berat badan lahir rendah Eksklusif (ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan balita
mempunyai risiko mengalami stunting 5 kali lebih yang diberi ASI Eksklusif (≥ 6 bulan).
besar dibandingkan dengan responden yang Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
memiliki balita dengan berat badan lahir normal. responden mengatakan bahwa bayi diberikan
Karna rentang nilai pada tingkat kepercayaan (CI) = makanan tambahan dan susu formula sebelum
95% dengan lower limit (batas bawah) = 1,631 dan waktunya dikarenakan air susu sang ibu tidak
upper limit (batas atas) = 15,179 tidak mencakup keluar. Hal ini dikarenakan, pada masa kehamilan
nilai satu, maka besar risiko tersebut bermakna. ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi yang
Dengan demikian berat badan lahir rendah dapat merangsang keluarnya ASI. Makanan bayi
merupakan faktor risiko kejadian stunting pada dibawah usia enam bulan hanyalah makanan cair
balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja puskesmas yaitu ASI.
Puuwatu kota kendari tahun 2016. Selain itu juga terdapat responden yang
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, mendapatkan ASI ekslusif tetapi mengalami
proporsi balita stunting lebih banyak ditemukan stunting, berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
pada balita dengan berat badan lahir rendah responden bahwa beberapa ibu memberikan ASI
dibandingkan balita dengan berat badan lahir ekslusif kepada balita sampai umur 7-12 bulan.
normal. Hal serupa juga terdapat pada penelitian Pemberian ASI ekslusif terlalu lama (>6 bulan)
Aerts, Drachler, & Giugliani (2004) pada balita di dapat menyebabkan bayi kehilangan kesempatan
Brazil, yang menunjukkan bahwa kecenderungan untuk melatih kemampuan menerima makanan
balita stunting lebih banyak pada balita dengan lain sehingga susah menerima bentuk makanan
berat lahir < 2500 gram (18,8%) dibandingkan selain cair, hal tersebut dapat menyebabkan
dengan berat lahir ≥ 2500 gram (5,4%). Berat lahir growth faltering karena bayi mengalami defisiensi
sangat tergantung pada status gizi ibu selama zat gizi.
kehamilan dan sebelum konsepsi. Berat lahir juga Pada kelompok kontol, lebih banyak
menjadi indikator tidak langsung untuk responden mendapatkan ASI eksklusif. Namun,
mengevaluasi gizi ibu dan sampai titik tertentu, kenyataan di lapangan, terdapat responden
untuk memprediksi perkembangan masa depan dengan riwayat tidak mendapatkan ASI ekslusif
anak. tetapi tidak mengalami stunting.
Pada kelompok kontrol, lebih banyak ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI
responden memiliki berat badan lahir normal. saja bagi bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan.
Namun kenyataan, terdapat responden dengan Namun ada pengecualian, bayi diperbolehkan
berat badan lahir rendah tetapi tidak mengalami mengonsumsi obat-obatan, vitamin, dan mineral
stunting. tetes atas saran dokter. Selama 6 bulan pertama
Berdasarkan Hasil analisis besar risiko pemberian ASI eksklusif, bayi tidak diberikan
riwayat pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian makanan dan minuman lain.
stunting , diperoleh OR sebesar 4 setelah Berdasarkan hasil analisis besar risiko
mengontrol variabel umur dan jenis kelamin. riwayat pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian
Artinya responden yang balitanya tidak mendapat stunting , diperoleh OR sebesar 4 setelah
ASI Eksklusif mempunyai risiko mengalami stunting mengontrol variabel umur dan jenis kelamin.
4 kali lebih besar dibandingkan dengan responden Artinya responden yang balitanya diberi MP ASI
yang memiliki balita yang mendapatkan ASI pada usia < 6 bulan mempunyai risiko mengalami
Eksklusif. Karena rentang nilai pada tingkat stunting 4 kali lebih besar dibandingkan dengan
kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit (batas responden yang memiliki balita tidak diberi MP ASI
bawah) = 1,615 dan upper limit (batas atas) = 9,849. pada usia < 6 bulan. Karna rentang nilai pada
Interpretasi nilai lower limit dan upper limit tidak tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit
mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut (batas bawah) = 1,615 dan upper limit (batas atas)
bermakna. Dengan demikian riwayat pemberian ASI = 9,849 tidak mencakup nilai satu, maka besar
risiko tersebut bermakna. Dengan demikian maka besar risiko tersebut bermakna. Dengan
riwayat usia pemberian MP ASI merupakan faktor demikian inggi badan ibu merupakan faktor risiko
risiko kejadian stunting pada balita usia 12-24 kejadian stunting pada balita usia 12-24 bulan di
bulan di wilayah kerja puskesmas Puuwatu kota wilayah kerja puskesmas Puuwatu kota kendari
kendari tahun 2016. tahun 2016.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hasil penelitian ini menunjkkan bahwa
proporsi balita stunting lebih banyak disebabkan proporsi balita stunting lebih banyak disebabkan
oleh pemberian MP ASI pada usia < 6 bulan di oleh tinggi badan ibu yang pendek dibanding
bandingkan pada balita yang tidak diberi MP ASI dengan balita yang memiliki tinggi badan ibu yang
pada usia < 6 bulan. Penelitian ini sejalan dengan tinggi.
penelitian yang dilakukan kadek (2012) yang Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
menyatakan balita yang diberi MP ASI terlalu dini dilakukan Rahayu (2011) yang menyatakan bahwa
berisiko 6,3 kali menjadi stunting di bandingkan anak yang lahir dari ibu atau ayah yang pendek
balita yang diberi MP ASI tepat waktu. berisiko menjadi stunting. Hal serupa jga terdapat
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu dalam penelitian yang dilakkan oleh Yang XL (2010)
responden, beberapa ibu mulai memberikan mnyatakan baha tinggi badan ibu yang pendk
pisang, bubur tepung atau nasi yang dilumatkan berisiko 1,3 kali memiliki balita stunting
pada bayi berusia sekitar 3-4 bulan. Pada usia ini dibandingkan dengan dengan ibu yang memiliki
usus bayi belum cukup kuat dan belum siap untuk tinggi badan yang tinggi.
mencerna pisang, nasi atau zat tepung lain Bila orang tua pendek akibat kekurangan zat
sehingga makanan ini dapat menggumpal di usus gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat
dan membahayakan kehidupan bayi. Selain itu tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak
apabila bubur bayi dibuat lama sebelum bayi tidak terpapar faktor risiko lain.
memakannya, bakteri dapat tumbuh dalam Hasil analisis besar risiko riwayat anemia
makanan dan akan menyebabkan bayi terserang saat hamil terhadap kejadian stunting, diperoleh
diare. Oleh karena itu, pemberian makanan padat OR sebesar 5 setelah mengontrol variabel umur
sebelum enam bulan lebih membahayakan dan jenis kelamin. Artinya responden yang
daripada menguntungkan bayi. memiliki riwayat anemia saat hamil mempunyai
Pemberian MP-ASI terlalu dini risiko mengalami stunting 5 kali lebih besar
meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti dibandingkan dengan responden yang tidak
diare karena MP- ASI yang diberikan tidak memiliki riwayat anemia saat hamil. Karena
sebersih dan mudah dicerna seperti ASI. Selain rentang nilai pada tingkat kepercayaan (CI) = 95%
pemberian MP-ASI yang terlalu dini, terlambatnya dengan lower limit (batas bawah) = 0,696 dan
memberikan MP-ASI juga menyebabkan upper limit (batas atas) = 35,622 mencakup nilai
pertumbuhan dan perkembangan balita menjadi satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna.
terhambat karena kebutuhan gizi balita tidak Dengan demikian riwayat anemia saat hamil bukan
tercukupi. merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
Menginjak usia 6 bulan, pemberian ASI balita usia 12-24 bulan di wilayah kerja puskesmas
saja tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi Puuwatu kota kendari tahun 2016.
maka diperlukan sumber zat gizi tambahan dari Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi
makanan pendamping ASI. MP-ASI yang tepat balita stunting lebih banyak pada balita dengan ibu
dan baik merupakan makanan yang dapat yang tidak memiiki riwayat anemia saat hamil di
memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak bandingkan dengan balita stunting dengan ibu
dapat tumbuh kembang secara optimal. MP-ASI yang memiliki riwayat anemia saat hamil. Dengan
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia demikian riwayat anemia bukan sebagai salah satu
anak. indikator balita stunting di wilayah kerja
Berdasarkan Hasil analisis besar risiko tinggi puskesmas puuwatu kota kendari.
badan ibu terhadap kejadian stunting, diperoleh Kondisi kesehatan dan gizi ibu selama
OR sebesar 3,2 setelah mengontrol variabel umur kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan jenis kelamin. Artinya responden yang dan perkembangan janin. Ibu dengan status gizi
memiliki tinggi badan pendek mempunyai risiko rendah, mengalami anemia, atau terkena penyakit
memiliki balita yang mengalami stunting 3,2 kali infeksi selama kehamilan meningkatkan risiko
lebih besar dibandingkan dengan responden yang kelahiran BBLR yang meningkatkan risiko bayi
memiliki tinggi badn yang tinggi. Karena rentang tumbuh menjadi stunting.
nilai pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan SIMPULAN
lower limit (batas bawah) = 1,559 dan upper limit 1. Berat Badan Lahir Rendah merupakan faktor
(batas atas) = 6,250 tidak mencakup nilai satu, risiko kejadian Stunting pada Balita Usia 12-24
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu masalah pada pertumbuhan dan
Kecamatan Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016, perkembangan pada anak.
dengan nilai OR sebesar 5 dan p=0,007 < 0,05. 2. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan
Dengan demikian, responden dengan berat berat badan lahir rendah disarankan
badan lahir rendah mempunyai risiko kedepannya pada saat hamil lebih banyak
mengalami stunting 5 kali lebih besar mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga
dibandingkan dengan responden yang memiliki ibu tidak berisiko Kurang Energi Kronik (KEK),
berat badan lahir normal. dengan kondisi KEK tersebut ibu berisiko
2. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif merupakan melahirkan anak yang BBLR dengan
faktor risiko kejadian Stunting pada Balita Usia pertumbuhan yang terhambat. Cara mengatasi
12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas anak yang BBLR sehingga pertumbuhannya
Puuwatu Kecamatan Puuwatu Kota Kendari tidak terhambat adalah ibu memberikan ASI
Tahun 2016 dengan OR sebesar 4 dan p=0,04< ekslusif dan MP-ASI tepat pada waktunya.
0,05. Dengan demikian, responden yang tidak 3. Bagi ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif
mendapatkan ASI ekslusif mempunyai risiko kepada balita, disarankan kedepannya untuk
mengalami stunting 4 kali lebih besar memberikan makanan yang baik kepada
dibandingkan dengan responden yang bayinya sesuai dengan umurunya yakni
mendapatkan ASI ekslusif. makanan yang baik bagi bayi adalah ASI ekslusif
3. Riwayat Usia Pemberian MP ASI merupakan sehingga pertumbuhan dan perkembangan
faktor risiko kejadian Stunting pada Balita Usia bayi tidak terhambat sehingga bayi tidak
12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas berisiko stunting.
Puuwatu Kecamatan Puuwatu Kota Kendari 4. Bagi Dinas Kesehataan Pegelola Program Upaya
Tahun 2016 dengan OR sebesar 4 dan p=0,04< Kesehatan Masyarakat dan Gizi, untuk dapat
0,05. Dengan demikian, responden yang diberi memberikan penyuluhan tentang pentingnya
MP ASI pada usia < 6 Bulan mempunyai risiko status gizi dan tingkat asupan zat gizi pada
mengalami stunting 4 kali lebih besar balita.
dibandingkan dengan responden yang tidak 5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
diberi MP ASI pada Usia < 6 Bulan. menjadikan penelitian ini sebagai informasi
4. Tinggi badan Ibu merupakan faktor risiko tambahan tentang kejadian stunting. Serta
kejadian Stunting pada Balita Usia 12-24 Bulan diharapkan untuk dapat mengembangkan
di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu penelitian tentang faktor risiko dalam
Kecamatan Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016 penelitian ini dan memperluas jumlah populasi
dengan OR sebesar 3,2 dan p=0,027< 0,05. dan sampel, menjaring kasus baru, serta
Dengan demikian, responden yang memiliki ibu mengembangkan instrumen penelitian yang
dengan tinggi badan yang pendek mempunyai digunakan.
risiko mengalami stunting 3,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang memiliki DAFTAR PUSTAKA
ibu dengan tinggi badan yang tinggi. 1. ACC/SCN & International Food Policy Research
5. Riwayat Anemia Ibu saat Hamil bukan Institute (IFPRI). (2000). “4th Report on The
merupakan faktor risiko kejadian Stunting World Nutrition Situation Throughout The Life
pada Balita Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Cycle”. Geneva: ACC/SCN in Collaboration with
Puskesmas Puuwatu Kecamatan Puuwatu Kota IFPRI.
Kendari Tahun 2016 dengan OR sebesar 5 dan 2. Depkes RI. 2000. Gizi dan Kesehatan Saluran
p=0,219 > 0,05. Pencernaan pada Bayi dan Anak. Jakarta:
Nestle Nutrilon.
SARAN 3. Manary, M. J. & Solomons, N. W. (2009). Gizi
1. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan Kesehatan Masyarakat, Gizi dan
tubuh normal disarankan untuk Perkembangan Anak. Penerbit Buku
mempertahankan kondisi tubuh dengan cara Kedokteran EGC. Terjemahan Public.
selalu menerapkan pola hidup sehat. 4. Mann, J & Truswell, A. S. (2002). Essensial of
Sedangkan, b agi ibu yang memiliki anak balita Human Nutrition. Oxford University Press. p. 65
dengan tubuh pendek (stunting) dan berisiko 5. Anindita P. 2012. Hubungan Tingkat
kurang gizi kronik dianjurkan untuk Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
mengonsumsi makanan yang bergizi dan Kecukupan Protein dan Zinc Dengan Stunting
seimbang, serta segera dirujuk sedini mungkin pada Balita Usia 6-35 Bulan di Kecamatan
ke unit pelayanan kesehatan apabila terjadi Tembalang Kota Semarang, Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1(2):617-626.
6. Kemenkes, RI. 2011. Keputusan Menteri 9. Dinas Kesehatan Kota Kendari. 2010. Laporan
Kesehatan Republik Sumatera Nomor Kegiatan Pemantauan Status Gizi Tahun 2010.
:1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Kendari.
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 10. Dewey, K. G., & Mayers, D.R (2011). Early Child
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Growt : How Do Nutrition and infection
dan Anak, Direktorat Bina Gizi. interact?. Maternal and child nutrition, volume
7. World Health Organization. (2011). World 7 issue supplement s3.
Health Statistic 2011. Geneva. 11. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
8. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. (Bappenas). 2011. Rencana Aksi Nasional
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pangandan Gizi 2011-2015. Jakarta:
Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional.

Anda mungkin juga menyukai