Anda di halaman 1dari 30

F.

Uraian Materi
1. Sistem Satuan dan Ukuran Dalam Pekerjaan Survey dan Pemetaan
a. Sistem Ukuran Jarak
Satuan unit yang paling dasar dalam sistem metrik adalah meter, dimana meter standar
disimpan di Paris yang diintroduuse tahun 1799 beruapa platinum yang mempunyai

panjang 10-7 panjang equator kekutub utara pada meredian Paris. Pada tahun1872
meteran standar yang disimpan di Sevres terbuat dari 90% platinum 10% iridium.
Ukuran standar yang disepakati secara International adalah SI (Systeme Internationale)
yang terdiri dari:
Ukuran Unit Symbol
Jarak Meter m
Luas Meterkuadrat m2
Volume Meterkubik m3
Masa Kilogram kg
Kapasitas Liter l

b. Satuan Sudut
Dalam Ilmu Ukur Tanah dikenal dua sistem satuan sudut yakni sistem sentisimal dan
sistem sexagesimal. Satu lingkaran penuh terdiri dari 0 sampai 359 derajat (sexagesimal)
atau 0 sampai 399 grade (sentisimal), tergantung jenis alat dan sistemnya.
Dalam sistem sexagesimal dikenal dengan derajat, menit dan detik dimana satu lingkaran
penuh bernlai 360; 1 (derajat) = 60’(menit) dan 1‘ (menit) = 60” (detik). Jadi satu derajat
= 3600 “. Sedangkan dalam sistem sentisimal dengan grade, sentigrade dan mili grade

dimana satu lingkaran penuh bernilai 400 grade (g) ; 1g (grade) = 100cg (sentigrade)

dan 1 sentigrade = 10mg (miligrade)

c. Dasar Matematika
Rumus-rumus trigonometri tentang perhitungan sudut merupakan landasan utama
diaplikasi di bidang surveying, seperti penjelasan pada gambar berikut ini.

3
Gambar 1.1. Aplikasi persamaan trigonometri pada segitiga siku-siku.

Dari gambar 1.2 dibawah ini, dapat diturunkan rumus Sinus dan Cosinus.

Gambar 1.2. Gambar segitiga sembarang.

Penggunaan Rumus sinus pada segitiga:

Penggunaan Rumus cosinus pada segitiga:


a2 = b2 + c2 – 2bc Cos A
b2 = a2 + c2 – 2ac Cos B
c2 = a2 + b2 – 2ab Cos C
dari persamaan di atas, untuk segitiga siku-siku dimana salah satu sudutnya 900, maka:
A = 900sehingga Cos 900 = 0 , maka a2 = b2 + c2
B= 900sehingga Cos 900 = 0, maka b2 = a2 + c2
C = 900sehingga Cos 900 = 0, maka c2 = a2 + b2
Perhitungan luas segitiga pada segitiga di atas dapat dilakukan sebagai berikut:
4
L = ½ b.c Sin A = ½ a.c Sin B = ½ a.c Sin B,
atau

2. Menghitung Jarak, Sudut dan Azimut


Komponen dalam penentuan posisi suatu titik antara lain jarak, sudut, dan azimut.
Jarak adalah rentangan terpendek antara dua titik. Jauh rentangan antara dua titik dinyatakan
dalam satuan ukuran panjang. Pada pengukuran dengan teodolit terdapat dua bacaan
lingkaran, yaitu:
1. Bacaan lingkaran vertikal
 Bacaan lingkaran vertikal menunjukkan sudut vertikal.
 Sudut vertikal digunakan untuk menghitung jarak datar.
2. Bacaan lingkaran horisontal
 Bacaan lingkaran horisontal menunjukkan arah horisontal teropong ke suatu target.
 Sudut horisontal adalah selisih antara dua arah horisontal yang berlainan (bacaan FS
– bacaan BS).
 Sudut horisontal selanjutnya digunakan untuk menghitung azimut poligon.
Sudut horisontal dibedakan menjadi:
1. Sudut dalam (interior angle) adalah sudut yang terletak di bagian dalam poligon
tertutup.
2. Sudut luar (eksterior angle) adalah pelingkar sudut dalam pada poligon tertutup.
3. Sudut ke kanan (angle to the right) adalah sudut menuju FS dengan putaran searah
jarum jam.
4. Sudut ke kiri (angle to the left) adalah sudut menuju FS dengan putaran berlawanan
jarum jam.
5. Sudut defleksi adalah sudut miring antara sebuah garis dan perpanjangan garis
sebelumnya.
o Sudut defleksi kiri = sudut defleksi yang belok ke kiri.
o Sudut defleksi kanan = sudut defleksi yang belok ke kanan.

5
Gambar 1.3. Macam-macam sudut horisontal

Azimuth adalah besar sudut antara utara magnetis dengan titik target. Jika azimut
awal diketahui dan sudut horisontal titik-titik poligon diukur, maka azimut sisi poligon yang
lain bisa dihitung dengan rumus berikut:
αn;n+1 = αn + βn – 180o jika βn adalah sudut kanan
αn;n+1 = αn – βn + 180o jika βn adalah sudut kiri

Jika diketahui koordinat A (XA,YA) dan koordinat B (XB,YB), maka azimut dari titik
A ke titik B adalah:
αAB = arc tg ((XB-XA)/(YB-YA))
Dasar untuk menentukan letak kuadran azimut:

6
Gambar 1.4. Pembagian Kuadran

Jika ∆X+/∆Y+, maka azimut (α) terletak di kuadran 1.


Jika ∆X+/∆Y–, maka azimut (α) terletak di kuadran 2.
Jika ∆X–/∆Y–, maka azimut (α) terletak di kuadran 3.
Jika ∆X–/∆Y+, maka azimut (α) terletak di kuadran 4.
Catatan:
Jika hasil hitungan azimut αn;n+1> 3600 maka αn;n+1 – 3600
Jika hasil hitungan azimut αn;n+1< 00 maka αn;n+1 + 3600.

Sedangkan jarak AB adalah:


DAB= (XB-XA)/Sin αAB = (YB-YA)/Cos αAB

Berikut ini disajikan beberapa contoh perhitungan jarak, sudut, dan azimut.
Contoh 1.
Hitunglah azimut kaki-kaki poligon berikut ini:

Jawab:
α12 = 120o00’00” (diketahui)
α23= α12+β2– 180o = 120o00’00”+100000’00”-180o = 40o00’00”
α34= α23+β3– 180o = 40o00’00”+210000’00”-180o = 70o00’00”
7
α45= α34+β4– 180o = 70o00’00”+190000’00”-180o = 80o00’00”
Contoh 2.
Hitunglah azimut kaki-kaki poligon berikut ini:

Jawab:
αAB = 60o00’00” (diketahui)
αBC= αAB – βB + 180o = 60o00’00”- 95000’00” +180o = 145o00’00”
αCD= αBC – βC + 180o = 145o00’00”- 60000’00” +180o = 265o00’00”
αDA= αCD – βD + 180o = 265o00’00”- 85000’00” +180o = 360o00’00”
αAB= αDA – βA + 180o = 360o00’00”- 120000’00” +180o = 420o00’00” – 360o00’00” =
60o00’00”
(Hasil hitungan benar, karena αAB hitungan = αAB diketahui. Dengan kata lain azimut awal =
azimut akhir).

Contoh 3.
Hitunglah jarak, azimut, dan sudut dalam dari poligon berikut ini:

Jawab:
Jarak kaki-kaki poligon:

8
Azimut kaki-kaki poligon: (perhatikan letak kuadran)
αAB = tg-1 (XB-XA)/(YB-YA) = tg-1 (300-100)/(300-200)
= tg-1 (200)/(100) = 63026’06” (kuadran 1)
αBC = tg-1 (XC-XB)/(YC-YB) = tg-1 (500-300)/(200-300)
= tg-1 (200)/(-100) = 1800 – 63026’06” = 116033’54” (kuadran 2)
αCD = tg-1 (XD-XC)/(YD-YC) = tg-1 (300-500)/(100-200)
= tg-1 (-200)/(-100) =1800 + 63026’06” = 243026’06” (kuadran 3)
αDA = tg-1 (XA-XD)/(YA-YD) = tg-1 (100-300)/(200-100)
= tg-1 (-200)/(100) =3600 – 63026’06” = 296033’54” (kuadran 4)

Sudut dalam (interior angle) titik-titik poligon: (jika hasilnya negatif tambahkan 3600)
βA = αAD – αAB = (αDA-1800) – αAB = (296033’54”- 1800) – 63026’06” = 53007’48”
βB = αBA – αBC = (αAB-1800) – αBC = (63026’06”- 1800) – 116033’54” = -233007’48”+ 3600
= 126052’12”
βC = αCB – αCD = (αBC-1800) – αCD = (116033’54”- 1800) – 243026’06” = -306052’12”+ 3600
= 53007’48”
βD = αDC – αDA = (αCD-1800) – αDA = (243026’06”- 1800) – 296033’54” = -233007’48”+ 3600
= 126052’12”

3. Prinsip dan Metode Pengukuran Pada Pekerjaan Survey


Dalam pengertian praktis pengukuran disini dilakukan pada bidang datar atau dengan kata
lain proyeksi yang digunakan adalah proyeksi ortogonal murni. Dalam lain perkataan istilah
ini sering disebut sebagai“Plane Surveying”. Adanya kelengkungan bumi tidak dibahas
dalam surveying praktis, akan tetapi dibahas dalam Ilmu Geodesi.
9
Untuk menentukan posisi titik-titik dipermukaan bumi secara plani metrik dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara laian dengan pengkuran linear dan sistem koordinat kutub.

a. Metoda Pengkuran Jarak


(1). Trilaterasi

Gambar 1.5. Proses pengukuran Trilaterasi

Metoda trilaterasi untuk penentuan titik dilakukan dengan melakukan


pengkuran ketiga sisi dalam segitiga. Pada gambar 1.4. jika jarak XY diketahui
(diukur), maka titik potong antara XZ dan YZ dapat adukurani tentukan yakni
titik Z. Cara trilaterasi sisi-sisi segitiga langsung di ukur sehingga dengan di
ketahuinya sisi-sisi segitiga yang di tentukan dengan langsung di ukur,
bentuk semua segitiga telah tentu.

(2). Cara Offseting


Z Jika jarak OX dan OY diketahui
pada garis XY dan jarak OZ serta
sudut ZOX diketahui maka titik Z
dapatditentukan posisinya, cara ini
lazim disbeut offset
X Y
O
Gambar 1. 6. Metoda Offset

10
b. Metoda Pengkuran Jarak dan Sudut
(1). Metoda Triangulasi
Untuk daerah yang mempunyai ukuran panjang dan lebar sama, maka di buat
jaring segitiga dan untuk daerah yang satunya lebih besar daripada ukuran
lainnya, di buat rangkaian segitiga.

Gambar 1.7. Metoda Triangulasi


Untuk mementukan titik A dengan cara triangulasi minimum diperlukan jarak
AB yang diukur, sudut CAB dan sudut CBA.
Sesuai dengan cara trilaterasi maka jarak AC dan BC dapat diplot atau dapat
dihitung dengan pendekatan rumus trilaterasi. Cara triangulasi yang di ukur
adalah sudut-sudut, maka pada cara ini di perlukan dasar untuk menentukan
jarak. Dasar untuk penentuan jarak di namakan basis, ialah suatu jarak yang di
ukur langsung. Pada kedua cara triangulasi dan triaaleterasi di perlukan dasar
untuk penentuan x dan y titik-titik sudut segitiga dan arah sebagai nusurorientasi
letak segitiga- segitiga itu. Berlainan dengan pada cara trilaterasi bentuk
segitiga- segitiga data triangulasi belum tentu, karena yang diketahui semua
sudut di segitiga-segitiga.

(2). Metoda Koordinat Kutub


Cara koordinat kutub lazim digunakan untuk mementukan posisi titik,
ditentukan oleh jarak dan sudut yang terbentuk terhadap sumbu X+

11
Z

Gambar 1.8. Metoda Koordinat Kutub


Jika jarak jarak X diketahui dan sudut ZXY diketahui juga maka titik Z dapat ditentukan

4. Pengukuran Sipat Datar Memanjang (Berantai)


Bila dua buah titik A dan B mempunyai jarak yang cukup jauh dan juga mempunyai
kemiringan, maka untuk menentukan beda tingginya diperlukan lebih dari satu kali
pengukuran alat sipat datar.
Contoh
Pada gambar 1.1. titik A dan titik B kira-kira berjarak 250 m. Ketinggian titik A adalah
23,900 m dan ketinggian B akan ditentukan.

Gambar 1.9. Pengukuran Berantai


Alat dipasang kira-kira 40m dari A (kedudukan 1), dan bacaan pada rambu belakang
di titik A diperoleh 4,200 m. Rambu ukur dipindahkan ke titik berikutnya, X, yang
kira-kira berjarak 40 m dari alat dan bacaan ke rambu muka diperoleh 0,700 m.
Ketinggian titik X tersebut dapat dihitung dari:
Rumus : Beda Tinggi = Bacaan Belakang – Bacaan Muka
Bila hasilnya positif (+), artinya lahannya naik dan bila hasilnya negatif (-)
artinya lahannya turun.
Dari Gambar 1.8. bila dihitung beda tinggi lahan sebagai berikut:

12
Bacaan rambu belakang ke A = 4,200 m
Bacaan rambu muka ke X = 0,700 m –
Beda tinggi dari A ke X = +3,500 m (naik)
Tinggi titik A = 23,900 m
Beda tinggi dari A ke X = +3,500 m +
Elevasi titik X = 27,400 m

Tabel 1.1. memperlihatkan bagaimana cara pengisian dan perhitungan ketinggian


dari hasil pengukuran

Tabel 1.1. Pengukuran Elevasi Dengan Cara Berantai


Rambu Rambu Rambu Posisi Elevasi/
Keterangan
Belakang Tengah Muka Naik Turun Ketinggian
Baris 1 4,200 23,900 A. Perm. Tanah
Baris 2 0,700 3,500 27,400 X. titik Bantu
Baris 3
Baris 4

Tidak ada bacaan pada rambu yang dapat diambil diluar titik X sebab garis bidikan
akan terus berjalan sepanjang jalur pengukuran. Alat sipat datar dipindahkan ke
kedudukan 2. Kemudian dibaca lagi rambu di titik X sebagai rambu belakang. Hasil
pembacaan pada rambu belakang diperoleh 4,150 dan bacaan tersebut harus ditulis
dimulai pada baris 2, sebab baris ini menunjukkan jalur X (Tabel 1.1).

Rambu dipindahkan ke muka, ke titik Y dan diambil sebagai rambu muka. Hasil
bacaan diperoleh 0,550 dan ditulis pada tabel dibaris 3 pada kolom rambu muka.
Ketinggian titik Y dapat dihitung.
Bacaan rambu belakang ke X = 4,150
Bacaan rambu muka ke Y = 0,550 –
Beda tinggi dari X ke Y = +3,600 m (naik)
Tinggi titik X = 27,400 ,
Beda tinggi dari X ke Y = +3,600 +
Elevasi titik Y = 31,000m
13
Perlu diperhatikan bahwa pengisian tabel dan hitungan dari alat pada ke dudukan 2 sama
seperti pada pengaturan kedudukan pertama. Jika jalur pengukuran masih belum selesai,
maka pengukuran dilanjutkan dari Y dan alat dipindahkan pada posisi 3.

Rambu yang dipasang di Y digunakan sebagai rambu belakang. Hasil pembacaan diperoleh
2,500, dan rambu muka adalah B dan hasil bacaan diperoleh 3,700. Pada tabel 6
memperlihatkan bahwa hasil pembacaan ditulis pada baris 3 dan 4. Hitungan tinggi titik B
dapat dihitung dari:

Bacaan rambu belakang ke Y = 2,500


Bacaan rambu muka ke B = 3,700 –
Beda tinggi dari Y ke B = -1,200m (naik)
Tinggi titik Y = 31,000
Beda tinggi dari Y ke B = -1,200 +
Elevasi titik B = 29,800m

Titik-titik X dan Y adalah titik-titik dimana keduanya dapat bertindak sebagai rambu
belakang. Kedudukan alat dapat dirubah antara rambu muka dan rambu belakang dan titik-
titik tersebut disebut “titik-titik bantu”.
Ketinggian titik yang lengkap diperlihatkan pada tabel 1.2. Pada pelaksanaan pengukuran
perlu dilakukan pemeriksaan terutama dalam operasi hitungannya. Baris 5, 6, dan 7
merupakan baris-baris control hitungan. Akhirnya ketinggian titik akhir dapat dituliskan
sebagai berikut:

Tinggi titik akhir = tinggi titik awal + semua beda tinggi (naik) –
semua beda tinggi turun (-).
Atau
Tinggi titik akhir = tinggi titik awal + jumlah beda tinggi (naik) –
jumlah beda tinggi (turun).

Tetapi masing-masing beda tinggi, naik atau turun, adalah selisih antara masing-masing
bacaan rambu belakang dan rambu muka, atau jumlah beda tinggi naik dikurangi jumlah beda
14
tinggi turun harus sama dengan perjum-lahan bacaan rambu belakang dikurangi perjumlahan
bacaan rambu muka.

Tabel 1.2. Pengukuran Elevasi Untuk 4 Titik


Rambu Rambu Rambu Posisi Elevasi/
Keterangan
Belakang Tengah Muka Naik Turun Ketinggian
Baris 1 4,200 23,900 A. Perm. Tanah
Baris 2 0,700 3,500 27,400 X. titik Bantu
Baris 3
Baris 4

Pemeriksaan yang lengkap menjadi:


(tinggi akhir) – (tinggi awal) = (jumlah beda tinggi naik) – (jumlah beda tinggi turun) =
(jumlah bacaan rambu belakang) – (jumlah bacaan rambu muka), yaitu: (29,800 – 23,900) =
(7,100 – 1,200) = (10,850 – 4,950) = 5,900 m.
Untuk akurasi pengukuran dapat dilakukan pulang pergi, kemudian diambil rerata dari hasil
pengukuran elevasi.

5. Pengukuran Sipat Datar Tertutup


Bila titik BM2 diketahui tingginya, maka pengukuran sipat datar harus dilanjutkan
sampai kembali ke BM1. Cara ini disebut sebagai pengukuran sipat datar tertutup.

Contoh
Catatan lapangan seperti pada tabel 1.3. yang diambil dari pengukuran sipat datar untuk
mencari kemiringan suatu lapisan batuan pada tiga titik pengeboran (A, B, dan C). Titik-titik
bor tersebut berada pada satu garis dengan jarak masing-masing 50 m. Kedalaman titik-titik
tersebut adalah:

Titik Kedalaman

A 14.230 m
B 9.730 m
C 6.680 m

15
Tabel 1.3. Pengukuran Suft Datar Tertutup
Rambu Posisi
Elevasi/ Ketinggian Jarak Keterangan
Belakang Tengah Muka Naik Turun
3.260 134.510 Pilar 1
2.710 0.130 CP
0.920 Titik Bor A
3.420 Titik Bor B
1.900 4.470 Titik Bor C
3.270 134.510 Pilar 1

Jawab:
a. Kurangi ketinggian seperti yang terlihat pada Tabel 1.3. diatas

Tabel 1.4. Pengecheckan Hasil Pengukuran Elevasi Sipat Datar Tertutup


Rambu Posisi Elevasi/
Jarak Keterangan
Belakang Tengah Muka Naik Turun Ketinggian
3.260 134.510 Pilar 1
2.710 0.130 3.130 137.640 CP
0.920 1.790 139.430 Titik Bor A
3.420 -2.500 136.930 Titik Bor B
1.900 4.470 -1.050 135.880 Titik Bor C
3.270 -1.370 134.510 Pilar 1
7.870 7.870 4.920 -4.920 134.510
-
-7.870 4.920 -134.510
0.000 0.000 0.000

b. Ketinggian dari lapisan batu pada beberapa titik bor diperoleh dari pengurangan
kedalaman titik bor dan ketinggian permukaan

16
Titik Bor A Titik Bor B Titik Bor C
Ketinggian Permukaan 139.430 136.93 135.88
Kedalaman -14.230 -9.73 -6.68
Ketinggian Lapisan 125.200 127.2 129.2

c. Kemiringan lapisan antara titik A dan B adalah hasil pembagian antara beda tinggi
dengan jaraknya, yaitu 50m.
Ketinggian Lapisan di titik A = 125,200 m
Ketinggian Lapisan di titik B = 127,200 m
Beda tinggi A-B = +2,000 (naik)
Jarak A-B = 50 m
Kemiringan A-B = 2 m naik untuk 50m panjang atau 1m naik untuk 25m
panjang.
Dengan cara sama didapat pula untuk B dan C
Ketinggian Lapisan di titik B = 127,200m
Ketinggian Lapisan di titik C = 129,200m
Beda tinggi B-C = +2,000 (naik)
Jarak C-B = 50m
Kemiringan B-B = 2m naik untuk 50m panjang atau 1m naik untuk 25m
panjang.

6. Perhitungan Koordinat
a. Koordinat Peta
Kalau kita memperhatikan sebuah peta, kita akan melihat garis-garis membujur
(menurun) dan melintang (mendatar) yang akan membantu kita untuk menentukan
posisi suatu tempat di muka bumi.

Gambar 1.10. Peta Bumi


17
Garis-garis koordinat tersebut memiliki ukuran (dalam bentuk angka) yang dibuat
berdasarkan kesepakatan. Perpotongan antara garis bujur dan garis lintang tersebut
dinamakan Koordinat Peta.

b. Sistem Koordinat Peta


Tahukan Anda dimana garis koordinat pada permukaan bumi? Tentu saja garis tersebut
tidak terdapat pada permukaan bumi, hanya terdapat pada peta saja. Garis tersebut dibuat
berdasarkan kesepakatan para ahli pembuat peta tentang cara menentukan posisi suatu
tempat di permukaan bumi.
Jadi, Sistem Koordinat merupakan kesepakatan tata cara menentukan posisi
suatu tempat di muka bumi ini. Dengan adanya sistem koordinat, masyarakat menjadi
saling memehami posisi masing- masing di permukaan bumi. Dengan sistem koordinat
pula, pemetaan suatu wilayah menjadi lebih mudah.

c. Jenis Sistem Koordinat


Saat ini terdapat dua sistem koordinat yang biasa digunakan di Indonesia, yaitu
sistem koordinat Bujur-Lintang dan sistem koordinat UTM (Universal Transverse
Mercator). Sistem koordinat ini ada dua karena tidak semua sistem koordinat cocok untuk
dipakai di semua wilayah. Sistem koordinat bujur-lintang tidak cocok digunakan di
tempat-tempat yang berdekatan dengan kutub sebab garis bujur akan menjadi terlalu
pendek. Tetapi, kedua sistem koordinat tersebut cocok digunakan di Indonesia.

Gambar 1.11. Lingkaran Keliling Bumi


18
1) Sistem Koordinat Bujur-Lintang
Sistem koordinat bujur-lintang (atau dalam bahasa Inggris disebut Latitude-
Longitude), terdiri dari dua komponen yang menentukan, yaitu :
a) Garis dari atas ke bawah (vertikal) yang menghubungkan kutub utara dengan
kutub selatan bumi, disebut juga garis lintang (Latitude).
b) Garis mendatar (horizontal) yang sejajar dengan garis khatulistiwa, disebut juga
garis bujur (Longitude).

Prime Meridian  Untuk membagi wilayah dunia


menjadi bagian utara dan selatan,
Garis Lintang maka ditentukan sebuah garis yang

Garis Bujur tepat berada di tengah yaitu garis

Khatulistiwa khatulistiwa (ekuator).


 Untuk membagi wilayah timur dan
barat, ditentukan sebuah garis Prime
Meridian yang terletak di kota
Gambar 1.12. Garis Lintang dan Bujur Greenwich (Inggris).

a) Lokasi yang termasuk wilayah Barat, Timur, Utara, dan Selatan menurut
koordinat Bujur-Lintang

(1) Wilayah Utara - Selatan Sebagaimana


disebutkan, wilayah utara-selatan
dipisahkan oleh garis khatulistiwa yang
tepat memotong kota Pontianak di
Garis Khatulistiwa
Kalimantan Barat.

Gambar 1.13. Garis Khatulistiwa


 Garis khatulistiwa ini disebut dengan garis 0 (nol- derajat) dari garis tersebut
sampai Kutub Utara disebut belahan bumi utara. Wilayah yang termasuk pada
19
belahan bumi utara adalah Eropa, sebagian Afrika sebagian negara di lautan
Pasifik, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan sebagian besar Asia.
 Dari garis khatulistiwa sampai Kutub Selatan dinamakan belahan bumi selatan
dengan wilayah sebagian Afrika, sebagian Indonesia, Australia, sebagian negara
di lautan Pasifik, dan sebagian besar Amerika Selatan.
(2) Wilayah Timur-Barat
Wilayah timur dan barat ditentukan oleh garis prime meridian yang melalui
kota Greenwich di Inggris, perpotongannya bertemu d wilayah lautan Pasifik,
yak garis yang memotong kepulauan Fiji.

Bujur
Barat

Garis Prime Meridian

Bujur
Timur
Gambar 1.14. Garis Bujur

 Koordinat yang berada di sebelah timur Greenwich disebut dengan Bujur


Timur dengan wilayah yang tercakup antara lain sebagian besar Eropa,
sebagian besar Asia (termasuk Indonesia), Australia dan beberapa negara
di kepulauan Pasifik.
 Koordinat yang berada di sebelah barat Greenwich disebut dengan Bujur
Barat dengan wilayah yang tercakup antara lain sebagian Eropa, sebagian
Afrika, Amerika Utara, Amerika tengah, dan Amerika Selatan, dan
beberapa negara di lautan Pasifik.

b) Perhitungan Bujur-Lintang
Karena bentuk dunia seperti bola, maka ketentuan yang mengatur koordinat
bujur-lintang mirip dengan ketentuan matematika yang mengatur lingkaran.
Dengan demikian, cara menentukan koordinat bujur- lintang adalah sama dengan
perhitungan lingkaran yaitu : derajat (o), menit ('), dan detik (")
20
Contoh:
5 51' 30" LS
cara membacanya
5 derajat 51 menit 30 detik lintang selatan

Berapa jarak setiap garis tersebut?


1 (derajat) bujur / lintang = 111,322 km = 111.322 meter
1 (derajat) bujur / lintang = 60' (menit) = 3600" (detik)
1' (menit) bujur / lintang = 60" (detik)
1' (menit) bujur / lintang = 1.885,37 meter
1" (detik) bujur / lintang = 30,9227 meter

Contoh:
Berapa jarak antara 7o10’30” sampai 8o15’40”
Jarak antara kedua titik tersebut adalah 1o 5’10”
1o x 111.322 m = 111.322 m
5’ x 1.885,37 m = 9.426,85
10” x 30,9227 m = 309,227 m
= 121.058,007 m
= 121,058 km
Catatan: Lintang Utara disimbolkan positif (+) dan Lintang Selatan
disimbolkan negatif (-)

c) Mencari Koordinat Suatu Tempat di Peta Dasar Berdasarkan Sistem Bujur-


Lintang
Untuk memudahkan, berikut ini adalah langkah-langkah termudah dalam melihat
koordinat bujur lintang suatu tempat di dalam peta.
1) Perhatikan dan catat skala peta yang digunakan
2) Menggunakan peta yang ada, lakukan perhitungan sederhana untuk
menentukan : 1' = berapa cm? ; 1" = berapa cm?
3) Pastikan letak tempat yang akan ditentukan koordinatnya di dalam peta
4) Periksa garis bantu bujur dan lintang terdekat dengan tempat tersebut
21
5) Gunakan bantuan penggaris untuk memastikan pertemuan garis bujur dan
lintang (koordinat) di tempat tersebut
6) Dengan bantuan perhitungan pada poin (2), tentukan koordinat bujur dan
lintang tempat tersebut

d) Memasukkan Suatu Koordinat ke dalam Peta


Jika kampung kota tidak terdapat dalam peta, kita dapat memasukkan posisi
kota/kampong kita ke dalam peta. Tentunya kita harus memiliki koordinat
kota/kampung kita misalnya (dapat diukur dengan menggunakan GPS).
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) Perhatikan dan catat skala peta yang digunakan
2) Menggunakan peta yang ada, lakukan perhitungan sederhana untuk
menentukan : 1' = berapa cm? ; 1"= berapa cm?
3) Perhatikan sumber peta, tentang garis-garis bantu koordinat Bujur-lintang.
4) Pastikan bahwa titik koordinat yang kita punya menjadi Bagian peta.
5) Tetapkan garis bantu bujur-lintang yang terdekat dengan koordinat Yang kita
punya.
6) Dengan bantuan penggaris dan garis bantu bujut-lintang, pastikan letak
koordinat yang Kita punya dalam peta.

2) Sistem Koordinat UTM (Universal Transverse Mercator)


Koordinat Universal Transverse Mercator atau biasa disebut dengan UTM, memang
tidak terlalu dikenal di Indonesia, karena lebih sering menggunakan koordinat bujur-
lintang. Dalam pemetaan partisipatif, agar masyarakat memahaminya disarankan
menggunakan dua koordinat; Bujur – Lintang dan UTM.
a) Pembagian Zona Dalam Koordinat UTM

22
Gambar 1.15. Pembagian Zona Dalam Koordinat UTM

(1) Seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi dibagi menjadi 60 zona bujur
(2) Zona 1 dimulai dari lautan teduh (pertemuan antara garis 180 Bujur Barat dan
180 Bujur Timur), menu ke timur dan berakhir di tempat berawalnya zona 1.
(3) Masing-masing zona bujur memiliki lebar 6 (derajat) atau sekitar 667
kilometer.
(4) Garis lintang UTM dibagi menjadi 20 zona lintang dengan panjang
masing-masing zona adalah 8 (derajat) atau sekitar 890 km
(5) Zona lintang dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi nama zona C dan berakhir
pada zona X yang terletak pada koordinat 72 LU – 84 LU.
(6) Huruf (I) dan (O) tidak dipergunakan dalam penamaan zona lintang.
(7) Dengan demikian penamaan setiap zona UTM adalah koordinasi antara kode
angka (garis bujur) dan kode huruf (garis lintang).
(8) Dalam koordinat UTM, setiap zona memiliki sumbu-sumbu tersendiri,
berbeda dengan koordinat bujur-lintang yang menggunakan satu sumbu yang
berpusat pada Kutub Utara dan Kutub Selatan

b) Menuliskan Koordinat UTM


Berbeda dengan koordinat bujur-lintang yang menggunakan perhitungan
lingkaran (derajat, menit, dan detik). Koordinat UTM menggunakan perhitungan
jarak. Jadi, angka-angka yang tertera dalam peta dengan koordinat UTM
menunjukkan jarak sebenarnya di lapangan (dalam satuan meter).

Dalam sistem koordinat UTM garis bujurnya hanya menggunakan arah timur,
dalam bahasa Inggris ditulis East dan dalam peta disingkat (E) atau dalam bahasa
Indonesia ditulis Timur dan disingkat (T).

Cara menulis koordinat UTM


48 M 0817750 mT
UTM 9070450 mU
Artinya
 Letak koordinat UTM itu berada berada di zona 48M UTM.
23
 Memiliki koordinat bujur 0817750 mT (terletak 817 km dari sebelah Timur
awal zona 48).
 Memiliki koordinat Lintang 9070450 (terletak 950 km ke arah selatan garis
khatulistiwa

3) Koordinat Rectangular (Cartesian)


Bila kita akan menentukan posisi beberapa buah titik yang terletak pada suatu
garis lurus, maka titik-titik tersebut dapat ditentukan melalui jarak dari suatu titik, yang
biasa disebut titik nol.

Dari gambar di atas, dapat diperoleh bahwa jarak A ke B adalah 6 satuan, yaitu
(9) – (3) = 6
Untuk menentukan titik-titik yang tidak terletak pada satu garis lurus, maka
cara yang kita gunakan yaitu melalui pertolongan dua buah garis lurus yang saling tegak
lurus, yang biasa disebut salib sumbu.
Y+
D
A
4 1
X- X+
2
3 B

C
Y-
Gambar 1.16. Salib Sumbu

Garis yang mendatar dinamakan absis atau sumbu X, sedangkan garis yang
vertikal dinamakan ordinat atau sumbu Y.
Di dalam Ilmu Ukur Tanah digunakan perjanjian sebagai berikut :
1) Sumbu Y positif dihitung ke arah utara
2) Sumbu X positif dihitung ke arah timur
3) Kuadran 1 terletak antara Y+ dan X+
4) Kuadran 2 terletak antara Y- dan X+
5) Kuadran 3 terletak antara Y- dan X-

24
6) Kuadran 4 terletak antara Y+ dan X-

Y+

IV I
270° 90°
X- 0
X+
III II

180°
Y-

Gambar 1.17. Sistem Kuadran


Posisi obyek ditentukan dengan duagaris yang saling tegak lurus.

Gambar 1.18. Koordinat Cartesian

Koordinat A (Xa,Ya), koordinat B(Xb,Yb), dan koordinat C (Xc,Yc).

Jarak antar titik bisa dihitung:

DAB = ( Xb  Xa ) 2  (Yb  Ya ) 2

DAC = ( Xc  Xa ) 2  (Yc  Ya ) 2

25
DBC = ( Xc  Xb ) 2  (Yc  Yb ) 2

4) Koordinat Polar (Vektor)


Posisi obyek ditentukan berdasarkan jarak vektor dari titik origin (d) dan arah
garis/sudut dari sumbu tertentu ().
Koordinat titik A (d, ) berarti jarak titik Ada ke titik O adalah d,dengan arah : dari
sumbu Y.

Gambar 1.19. Koordinat Polar

5) Koordinat Tiga Dimensi (3D)


Posisi obyek didasarkan pada tiga garis yang terletak saling tegak lurus, dimana titik
nol ketiga garis tersebut saling berimpit.

Gambar 1.20. Koordinat 3 dimensi

Koordinat A sistem cartesian: A(XA,YA,ZA).


Koordinat A sistem polar: A(Jv,β,m).
Jv=jarak vektor titik A terhadap origin O(0,0,0)
D=jarak titik A pada bidang datar XOY
β= sudut horisontal (pada bidang XOY)

26
m=sudut vertikal (tegak lurus bidang XOY)

Hubungan koordinat cartesian dan koordinat polar sebagai berikut:


1) Jika diketahui koordinat A (XA,YA), maka jarak vektortitik A (Jv) terhadap origin.
O (0,0) dan arah A (α) dari sumbu X bisa dihitung.
Jv² = XA² + YA²
Tan = (XA/YA) sehingga = Arc Tan (XA/YA)

Gambar 1.21. Hubungan jarak, sudut dan koordinat

2) Jika diketahui jarak vektor titik A dari origin O (0,0) sebesar, dan sudut dari sumbu
Y sebesar , maka koordinat titik A bisa dihitung.
Sin=XA/Jv sehingga XA=Jv Sin
Cos=YA/Jv sehinggaYA=Jv Cos
3) Jika diketahui koordinat A (XA,YA) dan koordinat B (XB,YB), maka jarak AB
(DAB) dan sudut jurusan dari titik A ke titik B (AB) bisa dihitung.
DAB=(XB-XA)/SinAB=(YB-YA)/CosAB
(X B  X A) (X  X A)
TanAB= sehinggaAB=ArcTan B
(YB  YA ) (YB  YA )

4) Sebaliknya jika diketahui koordinat A (XA,YA), jarak AB (DAB), dan sudut


jurusan dari titik A ke titik B (AB), maka koordinat B (XB,YB) bisa dihitung

SinAB=(XB-XA)/DAB sehinggaXB =XA+DABSin αAB

Konversi sudut
1. Radian (misal di A1) ke Derajat = DEGREES(A1)
2. Derajat (misal di B1) ke Radian = RADIANS(B1)
3. Derajat (misal di C8) ke Derajat-Menit-Detik
27
Derajat =TRUNC(C8)
Menit =TRUNC((C8-TRUNC(C8))*60)
Detik =3600*(C8-TRUNC(C8))-60*TRUNC((C8-TRUNC(C8))*60)
4. Derajat-Menit-Detik ke Desimal
Misal nilai derajat, menit dan detik disimpan masing-masing di A1, B1, dan C1
dan hasil konversi ke decimal adalah di D1, maka rumus konevrsinya adalah
D1=A1+B1/60+B1/3600 atau D1=SUMPRODUCT(A1:C1/{1,60,3600})
5. Derajat (misal di B1) ke Derajat-Menit-Detik dengan ‘Format Cell’
Misal hasilnya akan ditampilkan di C1, maka di C1=B1/24
1. Di cell C1, tekan CTRL+1
2. Pada ‘Format Cells’, pilih ‘Custom’
3. Ketik ‘Custom Type’ [h]-m-s.000
4. Hasil sudut ditampilkan dalam format derajat-menit-detik. Angka untuk detik
ditampilkan dalam 3 (tiga) desimal
6. Konversi format derajat, menit dan detik ke sudut ddmmss
Salah satu format sudut yang didapat hasil download Total Station adalah format
d.mmss. Format sudut ini juga dipakai di Autodesk Civil 3D Survey pada saat
proses perhitungan least square atau perhitungan hasil pengukuran.
Contoh:
sudut 30 derajat, 1 menit, 1 detik, dalam format d.mmss akan ditulis: 30.0101
sudut 333 derajat, 0 menit, 2.34 detik, dalam format d.mmss akan ditulis :
333.00234
Misal kolom sudut derajat, menit dan detik ada di A1, B1 dan C1, maka rumus
sudut dalam format d.mmss adalah
D1=(A1 & "." & TEXT(B1,"00") & TEXT(C1*100,"00"))

7. Rumus untuk merubah type sudut d.mmss ke derajat, menit dan detik adalah:
jika E1, F1 dan G1 adalah derajat, menit dan detik hasil konversi, maka rumusnya
adalah:
E1=–LEFT(TEXT(D1,"000.000000"),3)
F1=–MID(TEXT(D1,"000.000000"),5,2)
G1=–RIGHT(TEXT(D1,"000.000000"),4)/100
8. Rumus untuk merubah sudut d.mmss ke desimal
28
Jika A1 adalah sudut dalam format d.mmss dan B1 adalah hasil konversi sudut
dalam desimal:
B1=SUMPRODUCT(MID(TEXT(A1,"000.000000"),{1,5,7},{3,2,4})/{1,60,3600
00})
Hitung azimuth dari dua koordinat
Jika Koordinat (X1,Y1) titik 1 adalah D19,E19
dan Koordinat (X2,Y2) titik 2 adalah D21,E21
Maka rumus azimuth diexcel dalam satuan derajat adalah
=DEGREES(ATAN2((E21-E19),(D21-D19)))+IF(ATAN2((E21-E19),(D21-
D19))<0,360)
Pengurangan Sudut
Misal bacaan sudut ke titik#1 adalah A1, dan bacaan sudut ke titik#2 adalah B1, maka
besar sudut dari A1 ke B1 adalah
=B1-A1+IF(A1>B1,360)
Penambahan Sudut
=A1+B1-IF(A1+B1>360,360)
Perhitungan Poligon dengan menggunakan Solver
Program solver harus sudah terinstall, jika akan menggunkan metode ini.
Pada excel 2003, menu ‘Tool’ kemudianpilih ‘Add-Ins’

Pastikan bahwa ‘Solver Add-in’ terpilih (checked)

Misal jalur pengukuran polygon adalah :

29
Berdasarkan data di atas, kemudian disusun atau ditabulasi di excel sebagai berikut:

E5=B5+C5/60+D5/3600, kemudian dicopy ke E7 dan E9.

E13=SUM(E3:E11)
F5=$F$13, kemudian dicopy ke F7 dan F9
F5 adalah koreksi sudut dalam satuan derajat yang akan dicari dengan menggunakan
solver
G4=R4
G4 adalah azimuth awal dari Q ke R yang dihitung berdasarkan koordinat Q dan R
R4=DEGREES(ATAN2((Q5-Q3),(P5-P3)))+IF(ATAN2((Q5-Q3),(P5-P3))<0,360)
G6=G4+E5+F5-180+IF(G4+E5+F5-180<0,360,IF(G4+E5+F5-180>360,-360)),
kemudian dicopy ke G8 dan G10
G6, G8 dan G10 adalah azimuth yang dihitung berdasarkan sudut horizontal dan
koreksi sudut

30
Hasil azimuth di G10, seharusnyaadalahsamadengan azimuth di R10. R10 adalah
azimuth darititiktetap S ke T.
Dalam perhitungan solver kondisi G10=R10 akan dipakai sebagai constraint nomer
#1.
Solver akan merubah nilai di F13 sampai diperoleh nilai G10=R10.
H13=SUM(H3:H11)
I6=H6*SIN(RADIANS(G6)), kemudian dicopy ke I8
J6=(H6/$H$13)*$J$13, kemudian dicopy ke J8
K6=H6*COS(RADIANS(G6)), kemudian dicopy ke K8
L6=(H6/$H$13)*$L$13, kemudian dicopy ke L8
J13 dan L13 adalah koreksi absis dan ordinat yang akan dicari dengan menggunakan
solver.
M7=M5+I6+J6, kemudian dicopy ke M9
N7=N5+K6+L6, kemudain dicopy ke N9
Hasil koordinat di M9, N9 harusnya sama dengan nilai koordinat di P9, Q9.
P9,Q9 adalah koordinat titik fix (tetap) dari titik S.
Kondisi M9=P9 dan N9=Q9 adalah constraint nomer #2 dan #3.
Solver akan merubah nilai di J13 dan L13 sampai diperoleh nilai M9=P9 dan N9=Q9.
S9=–AND(P9=M9,Q9=N9)
nilai S9=1, jika koordinat koordinat di M9,N9 sama dengan P9,Q9.
Pada menu excel (excel-2003), pilih ‘Tool’ kemudian ‘Solver’.
Set solver sepertigambar di bawah:

Perhatikan nilai atau cell di ‘Set Target’, ‘Changing Cells’ dan ‘Constraint’
Jika setting sudah sesuai di atas, click tombol ‘Solve’
31
Hasilnya adalah hitungan poligon yang sudah terkoreksi, sudut, absis dan ordinatnya

32

Anda mungkin juga menyukai