Anda di halaman 1dari 21

ACARA 1

KARBOHIDRAT

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara 1 “Karbohidrat” adalah :
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
2. Mengetahui pengaruh alkali dan asam terhadap glukosa.
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap gelatinasi pati tapioka dan
maizena

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Tepung maizena adalah tepung yang berasal dari jagung yang telah
dicuci dengan larutan alkali sehingga hampir seluruhnya terdiri dari zat
pati yang bersifat mengikat air.Oleh karena itu tepung maizena sering
dipakai sebagai bahan pengental.Tepung maizena memiliki karakter
dapat larut dalam air, tetapi kurang mampu menahan air (Suryani dkk,
2006).
Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang
banyak digunakan di Indonesia.Tepung ini diproduksi dari umbi
tanaman singkong, mengandung 90% pati berbasis berat
kering.Tepung tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan
tradisional, seperti ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan.Pati
serealia memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan
dengan pati umbi-umbian, sehingga suhu terjadinya gelatinisasi tepung
tapioka lebih rendah dibandingkan dengan tepung serealia.Tepung
tapioka tergelatinisasi pada suhu 52-650C.Tepung-tepungan dengan
kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung beras dan tepung
terigu, memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar patinya
tergelatinisasi (Imanningsih, 2012).
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang
dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung
pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah
daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan
buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan
pektin. Penambahan tepung tapioka sebagai substitusi tepung beras
ketan sangatlah penting karena sifatnya sebagai bahan pengikat
(binding agent) terhadap bahan-bahan lain yang dapat menghasilkan
tekstur dodol susu yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi,
sehingga dapat mengurangi kerapuhan dan harga lebih murah daripada
tepung beras ketan (Lestari, 2004).
Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan
air murni atau H2O, karena H2O hampir tidak mengandung mineral.
Aqudest sering kali digunakan sebagai pelarut polar yang dapat
melarutkan glukosa, pati, fenol, dan senyawa-senyawa lain. Ekstraksi
di aquadest memiliki metabolit yang alkaloid, saponin, dan kuinon
(Mangunwardoyo dkk, 2012).
Aquades merupakan air murni, dengan asumsi hanya berisi
molekul – molekul H2O tanpa adanya penambahan unsur lain seperti
ion. Jadi, disini yang mendapat pengaruh medan listrik luar hanya
molekul – molekul H2O sebagai dipol – dipol listrik. Selain itu,
Aquades merupakan pelarut yang baik (Sukarsono, 2008).
Pati terdiri dari granula pati, pati memiliki sifat termal yang unik
dan fungsionalitas yang diizinkan digunakan secara luas dalam
produk-produk makanan dan aplikasi industri.Ketika dipanaskan
dalam air, pati mengalami proses transisi, di mana butiran terurai
menjadi campuran polimer-in-solusi, yang dikenal sebagai gelatinisasi.
Gelatinisasi pati adalah proses memecah yang obligasi antar molekul-
molekul pati dengan adanya air dan panas, yang memungkinkan situs
ikatan hidrogen (hidrogen hidroksil dan oksigen) untuk terikat dengan
lebih banyak air. Suhu gelatinisasi pati tergantung pada jenis bahan
pati itu sendiri maupun asalnya dan jumlah air yang ada, pH, jenis dan
konsentrasi garam, gula, lemak dan protein dalam resep, tingkat silang
amilopektin tersebut, jumlah granula pati yang rusak serta teknologi
derivatisasi digunakan (Ubwa, 2012).
Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83%
amilopektin.Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu
bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5- 35 μm.Suhu
gelatinisasinya berkisar antara 52-64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan
mengembang 42, dan kelarutan 31%.Kekuatan mengembang dan
kelarutan tapioka lebih kecil dibanding pati kentang, tetapi lebih besar
dari pati jagung. Menurut Wurzburg (1989), suhu gelatinisasi tapioka
berkisar antara 58,5-70oC, bergantung pada varietas ubi kayu yang
digunakan untuk memproduksi tapioka (Herawati, 2012).
Selama proses pengolahan, pati banyak mengalami perubahan yang
terjadi pada komponen fisikokimianya. Salah satu yang paling penting
yang perlu dipertimbangkan adalah gelatinisasi.Granula pati tidak larut
dalam air dingin, tapi granula-granula pati tersebut menyerap air dari
cairan yang encer.Ketika granula pati dipanaskan pada air yang
jumlahnya cukup banyak, pada suhu tertentu, terjadi pembengkakan
yang tidak dapat balik ke keadaan semula dan struktur granula berubah
secara signifikan. Proses ini disebut gelatinisasi dan beberapa teori
mengemukakan mekanisme proses ini, tapi definisinya masih belum
diterima secara universal (Kibar, 2010).
Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman
terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, ubi akar, dan padi atau
gandum.Glukosa adalah monosakarida dengan rumus kima C6H12O6
terdapat sebagai glikosida di dalam tubuh binatang, sebagai disakarida-
disakarida dan polisakaridapolisakarida di dalam tubuh tumbuh-
tumbuhan.Glukosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis polisakarida
atau disakarida, baik dengan asam maupun dengan enzim. Glukosa
dapat dibuat dari pati-patian, dan proses pembuatannya dapat
dihidrolisa dengan asam maupun enzim. Glukosa adalah suatu
karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi
hewan dan tumbuhan.Analisa kualitatif glukosa dengan uji molisch, uji
barfoed, uji benedict, uji seliwanoff dan uji Iodin (Yusrin dan
Mukaromah, 2010).
Glukosa adalah sakarida yang termasuk golongan
monosakarida.Glukosa merupakan salah satu bahan bakar penting
untuk otak.Kegiatan otak bergantung pada berat glukosa karena
sebagai sumber energi.Metabolisme glukosa dari aliran darah yang
lancar memungkinkan setiap wilayah otak untuk melaksanakan
fungsinya (Gailliot dkk, 2007).
Sukrosa atau gula tebu (gula bit) termasuk disakarida yang terdiri
dari glukosa dan fruktosa.Sukrosa merupakan satu-satunya disakarida
yang tidak termasuk gula pereduksi.Sukrosa banyak terdapat pada gula
aren, madu, dan gula kelapa (Fachruddin, 2002).
Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu
sampel, biasanya menggunakan reagen benedict. Karbohidrat yang
mengandung gula pereduksi memberikan uji positif dengan reagen
benedict. Mekanisme terbentuknya endapan Cu2O yaitu reagen
benedict yang mengandung Cu2+ akan direduksi oleh gula menjadi Cu+
melalui proses pemanasan maka akan menimbulkan endapan Cu2O
yang berwarna merah bata (Indarti dan Asnawati, 2011).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Beaker Glass
b. Gelas Preparat
c. Kompor Listrik
d. Lampu spirtus
e. Mikroskop
f. Penangas air
g. Pengaduk kaca
h. Penjepit kayu
i. pH universal
j. Pipet tetes
k. Pipet volume
l. Sendok
m. Tabung reaksi
n. Termometer

2. Bahan
a. Aquades
b. HCl 0,1 N
c. Larutan Glukosa 0,1 M
d. Larutan Iodine
e. Larutan sukrosa 5%
f. NaHCO3 (kristal)
g. NaOH 0,1 N
h. Pereaksi Benedict
i. Tepung Beras
j. Tepung tapioka
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa

2 ml larutan sukrosa 5
%

Pemasukan dalam 3
tabung reaksi.

Penambahan Penambahan Penambahan


5 ml NaOH 5 ml HCl 0,1 5 ml aquades
0,1 N dalam N dalam dalam tabung
tabung 1. tabung 2. 3.

Pemanasan selama 2-3 menit sampai mendidih


(pemanasan 1).

Pengamatan terhadap perubahan warna yang terjadi.

Sejumput NaHCO3 Penambahan pada tabung


kristal
2

Pemindahan masing-masing 2 ml larutan dalam 3 tabung


reaksi baru.

Penambahan pada setiap


2 ml pereaksi Benedict
tabung lalu pemanasan
dalam penangas air
selama 5 menit
(pemanasan 2).

Pengamatan perubahan warna atau warna


endapan.
Gambar 1.1 Diagram alir pengaruh asama alkali terhadap sukrosa
b. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa

5 ml Glukosa 0,1
M
Pemasukan dalam 3 tabung reaksi.

Penambahan 2 ml Penambahan 2 ml Penambahan 2 ml


NaOH 0,1 N dalam HCl 0,1 N dalam aquades dalam
tabung 1. tabung 2. tabung 3.

Pemanasan hingga mendidih selama 2-3 menit.

Pengamatan terhadap perubahan warna yang terjadi.

Gambar 1.2 Pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa


c. Gelatinisasi Pati

Pati Tapioka dan Maizena

Pemasukan dalam beaker glass sebanyak 30 gram

Penambahan aquades suhu kamar, 45, 50, 60, 65, 70, 75, 80,
dan 85 (ºC)sebanyak 100 ml

Pengambilan 1 tetes larutan

Pengolesan pada gelas benda dan penutupan pada gelas


penutup

Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40

Gambar 1.3 Diagram ali gelatinisasi pati


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa

Pemanasan I Pemanasan II
Kel. Larutan
Awal Akhir Awal Akhir
Sukrosa 5%
+ NaOH 0,1 Bening Bening Biru Biru
N 5ml
Sukrosa 5%
+ HCL 0,1
10 N 5ml + Bening Bening Biru Orange
NaHCO3
kristal
Sukrosa 5%
Biru
+ aquades Bening Bening Biru
kehijauan
5ml
Sumber: Laporan Sementara

Karbohidrat atau senyawa polihidroksi aldehida, polihidroksi keton


atau senyawa hasil hidrolisis dari keduanya. Ada 3 jenis karbohidrat
berdasarkan penggolongan ini yaitu, Monosakarida, Disakarida
(oligosakarida), dan Polosakarida (Wardiana dan Santoso 2010).
Monosakarida adalah golongan senyawa yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi senyawa yang lebih sederhana, misalnya glukosa dan fruktosa.
Monosakarida dapat dibagi menjadi senyawa yang mengandung gugus
aldehid dan senyawa yang mengandung gugus keton, monosakarida
mudah terdekomposisi bila diapanaskan dalam suasana alkali.Disakarida
merupakan gula yang disusun oleh dua molekul monosakarida yang
berikatan kovalen. Kebanyakan ikatan kimia disakarida disebut ikatan
glikosidik dan dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu karbon gula
bereaksi dengan karbon anomer pada gula kedua.Ikatan glikosidik ini
mudah dihidrolisis oleh suatu asam atau enzim, namun tahan/stabil
terhadap basa. Disakarida banyak di alam dan paling umum adalah
sukrosa, laktosa, dan maltosa (Makfoeld dkk, 2002).
Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu
sampel, biasanya menggunakan reagen benedict. Prinsip dari uji
Benedict ini adalah berdasarkan adanya gugus karbonil bebas yang
mereduksi Cu2+ dalam kondisi basa membentuk Cu2O (endapan warna
merah bata ataukuning kehijauan).Pada gula pereduksi terdapat gugus
aldehid dan OH laktol. OH laktol ini merupakan OH yang terikat pada
atom C pertama yang menentukan karohidrat sebagai gula pereduksi
atau bukan. Karbohidrat yang mengandung gula pereduksi memberikan uji
positif dengan reagen benedict. Mekanisme terbentuknya endapan Cu2O
yaitu reagen benedict yang mengandung Cu2+akan direduksi oleh gula
menjadi Cu+ melalui proses pemanasan maka akan menimbulkan endapan
Cu2O yang berwarna merah bata (Indarti dan Asnawati, 2011).
Menurut Indarti dan Asnawati (2011), penambahan benedict untuk
mengetahui adanya kandungan gula reduksi pada suatu karbohidrat. Uji
benedict memberi reaksi positif ditandai dengan adanya endapan merah
bata, mekanisme terbentuknya endapan Cu2O yaitu reagen benedict yang
mengandung Cu2+ akan direduksi oleh gula reduksi menjadi Cu+ melalui
proses pemanasan maka akan menimbulkan endapan Cu2O yang berwarna
merah bata. Perlakuan penambahan HCl pada tabung kedua memberi
reaksi positif pada uji benedict karena sukrosa telah terhidrolisis menjadi
monosakarida penyusunnya, hal ini dapat terjadi karena sifat disakarida
yang tidak stabil pada suasana asam sehingga ikatan glikosidiknya
terputus.Sukrosa terhidrolisis menjadi fruktosa dan glukosa (gula reduksi)
dan terbukti terjadi reaksi positif terhadap uji benedict dengan adanya
endapan merah bata.Sedangkan pada tabung pertama dan ketiga tidak
terdapat endapan merah bata karena pada dasarnya sukrosa bukanlah gula
pereduksi, sehingga memberi reaksi negatif terhadap uji benedict yang
hanya dapat beraksi dengan gula pereduksi.Bahkan pada tabung pertama,
sukrosa bertambah stabil karena pemberian NaOH yang memiliki suasana
alkalis (Makfoeld dkk, 2002).
Sukrosa pada kondisi asam dapat terhidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH bebas yang
reaktif. Sukrosa bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH
bebas yang reaktif, tetapi selama pemasakan dengan adanya asam, sukrosa
akan terhidrolisis menjadi gula invert yaitu fruktosa dan glukosa yang
merupakan gula reduksi. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu
pemanasan dan pH larutan. Oleh karena itu pH larutan yang asam dapat
meningkatkan kadar gula reduksi gula merah (Erwinda, 2014).
Sukrosa merupakan salah satu gula disakarida, pada praktikum
digunakan sampel sukrosa 5% dengan 3 perlakuan, yaitu pada tabung
pertama ditambah dengan NaOH 0,1N, pada tabung kedua HCl
0,1N+NaHCO3 kristal, dan tabung terakhir ditambah dengan aquades.
Menurut Irzam dan Harijono (2014), penambahan NaHCO3 yang bersifat
basa pada tabung kedua yang berisi HCl bertujuan untuk menetralkan
suasana asam, karena NaHCO3 bersifat sebagai buffer (penjaga pH).
Setelah semua tabung terisi kemudian dipanaskan selama 2-3 menit, pada
pemanasan pertama tidak terjadi perubahan warna, yaitu tetap berwarna
bening. Setelah itu ditambahkan reagen benedict dan dipanaskan kembali
selama 5 menit. Didapatkan hasil pada tabung pertama menjadi biru,
tabung ketiga warna berubah dari biru bening menjadi biru kehijauan,
sedangkan tabung kedua warna berubah dari biru bening menjadi orange.
Tabel 1.2 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Kel Pemanasan
Larutan
. Awal Akhir

5 ml Glukosa 0,1 M +
Bening Kuning bening
2ml NaOH 0,1N

12 5 ml Glukosa 0,1 M +
Bening Bening
2ml HCl 0,1N

5 ml Glukosa 0,1 M +
Bening Bening
2ml Aquadest
Sumber : Laporan Sementara

Monosakarida adalah golongan senyawa yang tidak dapat


dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana, misalnya glukosa dan
fruktosa. Monosakarida dapat dibagi menjadi senyawa yang mengandung
gugus aldehid dan senyawa yang mengandung gugus keton, monosakarida
mudah terdekomposisi bila diapanaskan dalam suasana alkali.
(Makfoeld dkk, 2002).
Pada pada praktikum Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa,
digunakan sampel glukosa 0,1M dengan 3 perlakuan, yaitu ditambah
dengan NaOH 0,1N, ditambah dengan HCl 0,1N, dan perlakuan terakhir
ditambah dengan aquades. Setelah itu, semua tabung dipanaskan sampai
mendidih, pada perlakuan pertama dengan pertambahan NaOH 0,1N
warna berubah dari bening menjadi kuning bening.Sedangkan pada
penambahan HCl 0,1N dan penambahan aquades tidak menunjukkan
perubahan warna, yaitu tetap bening. Glukosa merupakan monosakarida
yang mudah terdekomposisi bila dipanaskan dalam suasana alkali, hal ini
yang menyebabkan pada perlakuan penambahan NaOH 0,1N yang bersifat
alkalis, warna berubah menjadi kuning bening karena monosakarida telah
terdekomposisi dalam suasana alkali menghasilkan warna agak kecoklatan
(nonenzimatis) dan monosakarida stabil pada penambahan asam selain itu
tidak menunjukkan reaksi pada penambahan aquades.
(Makfoeld dkk, 2002).
Tabel 1.3 Pengamatan Gelatinisasi Pati pada pada perbesaran 10x10 dan
10x40

Kel Sampel Gambar Keterangan


Bentuk : bulat
Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu kamar
10 Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : bulat
Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 40ºC
10 Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : bulat
Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 50ºC
10 Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : bulat
Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 60ºC
10 Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : tidak beraturan


Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 65ºC
10 Kerapatan : tidak rapat
Kondisi : pecah

Bentuk : tidak beraturan


Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 70ºC
10 Kerapatan : tidak rapat
Kondisi : pecah
Bentuk : tidak beraturan
Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 75ºC
10 Kerapatan : tidak rapat
Kondisi : pecah

Bentuk : tidak beraturan


Tepung Tapioka
Ukuran : kecil
pada suhu 80ºC
10 Kerapatan : tidak rapat
Kondisi : pecah

Terjadi gelatinisasi
Tepung Tapioka
pada suhu 85ºC
10

Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
Tepung Maizena
10 pada suhu kamar Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
Tepung Maizena
10 pada suhu 40ºC Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah

Bentuk : bulat
Tepung Maizena
Ukuran : kecil
pada suhu 50ºC
10 Kerapatan : sangat rapat
Kondisi : belum pecah
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
Tepung Maizena
pada suhu 60ºC Kerapatan : sangat rapat
10
Kondisi : belum pecah

Bentuk : tidak beraturan


Tepung Maizena
Ukuran : kecil
pada suhu 65ºC
Kerapatan : tidak rapat
10
Kondisi : pecah

Bentuk : tidak beraturan


Ukuran : kecil
Tepung Maizena
pada suhu 70ºC Kerapatan : tidak rapat
10
Kondisi : pecah

Bentuk : tidak beraturan


Ukuran : kecil
Tepung Maizena
pada suhu 75ºC Kerapatan : tidak rapat
10
Kondisi : pecah

Terjadi gelatinisasi.

Tepung Maizena
pada suhu 80ºC
10

Sumber : Laporan Sementara


Tepung maizena adalah tepung yang berasal dari jagung yang telah
dicuci dengan larutan alkali sehingga hampir seluruhnya terdiri dari zat
pati yang bersifat mengikat air.Oleh karena itu tepung maizena sering
dipakai sebagai bahan pengental.Tepung maizena memiliki karakter dapat
larut dalam air, tetapi kurang mampu menahan air (Suryani dkk, 2006).
Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang
banyak digunakan di Indonesia.Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman
singkong, mengandung 90% pati berbasis berat kering.Tepung tapioka
banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-
ongol, pempek, tiwul, dan tekwan.Pati serealia memiliki berat molekul
yang lebih rendah dibandingkan dengan pati umbi-umbian, sehingga suhu
terjadinya gelatinisasi tepung tapioka lebih rendah dibandingkan dengan
tepung serealia.Tepung tapioka tergelatinisasi pada suhu 52-650C.Tepung-
tepungan dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung
beras dan tepung terigu, memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar
patinya tergelatinisasi (Imanningsih, 2012).
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang
dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung
pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah
daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan
buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin.
Penambahan tepung tapioka sebagai substitusi tepung beras ketan
sangatlah penting karena sifatnya sebagai bahan pengikat (binding agent)
terhadap bahan-bahan lain yang dapat menghasilkan tekstur dodol susu
yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi, sehingga dapat
mengurangi kerapuhan dan harga lebih murah daripada tepung beras
ketan(Lestari, 2004).
Gelatinisasi adalah proses dimana granula pati membengkak luar
biasa dan tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula
pati pecah disebut suhu gelatinisasi. MenurutImanningsih (2012), saat pati
dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan
ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan,
ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan air
terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa
terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari
granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke
dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya
meningkat dan akhirnya pecah. Molekul air kemudian membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan
amilopektin.Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula
karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang
menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan lebih kental dan
inilah yang dinamakan gelatinisasi pati. Setiap jenis tepung memiliki
karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda.Sifat gelatinisasi dan
pembengkakan dari suatu pati, ditentukan oleh struktur amilopektin,
amilosa, komposisi pati, viskositas, berat molekul dan ukuran granular
pati. Makin besar berat molekul, semakin banyak kandungan amilopektin,
semakin kecil ukuran partikel/granula, dan viskositas semakin tinggi maka
gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah atau cepat terjadi
gelatinisasi.
Menurut Winarno (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi
gelatinisasi adalah antara lain pH, konsentarsi pati, suhu, dan enambahan
senyawa lain. Pembentukan optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,
pembentukan gel akan makin cepat tercapai tapi cepat turun lagi.
Sedangkan, bila pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat daripada pH 4-
7, kecepatan pembentukan gel lebih lambat daripada pH 10 tetapi bila
pemanasan diteruskan, viskositas tidak berubah. Makin tinggi konsentrasi,
gel yang terbentuk makin berkurang kental dan setelah beberapa waktu
viskositas akan turun. Suhu gelatinisasi berbeda-beda tiap jenis pati.
Semakin tinggi suhu maka semakin cepat pembentukan gel. Pada kisaran
suhu yang menyebabkan 90% butir pati didalam air panas membengkak
sedemikian rupa, sehingga tidak kembali ke bentuk semula. Senyawa
tersebut misalnya gula, penambahan gula juga berpengaruh pada
kekentalan. Hal ini mengikat air, sehingga membengkak butir-butir pati
terjadi lebih lambat.
Pada praktikum Pengamatan Gelatinisasi Pati pada Perbesaran 10 x
40 digunakan sampel tepung tapioka dan tepung maizena. Tepung tapioka
merupakan tepung dari umbi-umbian, dan tepung maizena merupakan
tepung dari serealia, kedua sampel tersebut diberi beberapa perlakuan,
yaitu tepung tapioka suhu kamar, tepung maizena suhu kamar, tepung
tapioka dipanaskan suhu 400C, tepung maizena dipanaskan suhu 400C,
tepung tapioka dipanaskan suhu 750C, tepung maizena dipanaskan suhu
600C, dan tepung maizena pada suhu 850C. Sebelum diberi perlakuan,
tepung dilarutkan dahulu dalam aquades 300ml sehingga membentuk pasta
kental, setelah itu diambil satu tetes dan ditambah larutan iod satu tetes,
lalu diamati dengan mikroskop perbesaran 10x 40.

\
E. KESIMPULAN
Dari praktikum acara I “Karbohidrat” dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sukrosa merupakan disakarida, sukrosa stabil pada suasana alkali/basa,
dan akan terhidrolisis menjadi monosakarida penyusunnya bila
dipanaskan pada suasana asam.
2. Glukosa merupakan monosakarida, glukosa stabil pada suasana asam,
dan akan terdekomposisi menghasilkan warna coklat non enzimatis bila
dipanaskan pada suasana alkali/basa.
3. Gelatinisasi adalah proses dimana granula pati membengkak luar biasa
dan tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula
pati pecah disebut suhu gelatinisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Erwinda, Maya Dwi Dan Wahono Hadi Susanto. 2014. Pengaruh pH Nira Tebu
(Saccharum Officinarum) Dan Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap
Kualitas Gula Merah.Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 p.54-64.
Fachruddin, Lisdiana. 2002. Membuat Aneka Sari Buah. Yogyakarta: Kanisius.
Gailliot, Matthew T., Roy F. Baumeister, C. Nathan DeWall, Jon K. Maner, E.
Ashby Plant, Dianne M. Tice, dan Lauren E. Brewer. 2007. Self-Control
Relies on Glucose as a Limited Energy Source: Willpower Is More Than a
Metaphor.Journal of Personality and Social Psychology Vol. 92, No. 2,
Page of 325–326.
Herawati, Heny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient dari Tapioka
Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 31, No. 2.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan
Vol. 35, No. 1, Hal.13-22.
Indarti , Dwi., dan Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict
secara Adsorpsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar
Vol. 12, No. 2, Hal. 200.
Irzam, Firmannanda Nur., dan Harijono. 2014. Pengaruh Penggantian Air dan
Penggunaan NaHCO3 dalam Perendaman Ubi Kayu iris (Manihot
esculenta Crantz) terhadap Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi
Kayu.Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2, No. 4, Hal.188-199.
Kibar, E. Aytunga Arik., Ilknur Gonenc and Ferhunde Us. 2010. Gelatinization of
Waxy, Normal and High Amylose Corn Straches. International Researche
Journal Vol.35 (4):237-244.
Kusbandari, Aprilia. 2015. Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam
Tepung dan Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.). Jurnal Pharmaciana.
Vol. 5, No. 1.
Lehninger, Albert L. 1993. Dasar-dasar Biokimia.Erlangga. Jakarta.
Lestari, Desi Wiji. 2004. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka Terhadap Tekstur
dan Nilai Organoleptik Dodol Susu. Jurnal Pertenakan. Vol 1 , No. 1.
Makfoeld, Djarir., Djagal Wiseso Marseno, Pudji Hastuti, Sri Anggrahini, Sri
Raharjo, Sudarmanto Sastrosuwignyo, Suhardi, Soeharsono Martoharsono,
Suweso Hadiwiyoto, dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan
Nutrisi. Yogyakarta: Kanisius.
Mangunwardoyo, Wibowo.,Deasywaty, Tepy Usia. 2012. Antimicrobial And
Identification Of Active Compound Curcuma Xanthorrhiza Roxb.
International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol. 12,
No. 01, Page of 71.
Matos, Maria., Elevina Perez., dan Emperatriz Pacheco. 2009. Efecto del
Calentamiento Sobre La Ultra estructura del almidon de batata (Ipomoea
batatas L.). Journal of Rev Fac Agron Vol. 35, No. 1, page of 15-20.
Richana, Nur dan Titi Chandra Sunarti.2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa
dan Gembili. Jurnal Pascapanen. Vol. 1, No. 1.
Roger A.Laine. 2014. A calculation of all possible oligosaccharide isomers both
branched and linear yields 1.05 x 1012 structures for a reducing
hexasaccharide: the Isomer Barrier to development of single-method
saccharide sequencing or synthesis systems. Journal of Oxford Vol 1.
Sarungallo, Zita Letviany., Budi Santoso, dan Eduard Frasisco Tethool. 2010.
Sifat Fisikokimia dan Fungsional Pati Buah Aibon (Brugueira gymnorhiza
L.).Jurnal Natur Indonesia Vol.12, No. 2, Hal.156-162.
Shanita, S Nik, dkk. 2011. Amylose and Amylopectin in Selected Malaysian Foods
and its Relationship to Glycemic Index. Sains Malaysiana 40(8)(2011):
865–870.
Sukarsono, Kristantyo. 2008. Studi Efek Kerr Untuk Pengujian Tingkat
Kemurnian Aquades, Air Pam Dan Air Sumur.Vol. 11, No.1 (5).
Suryani, Ani., Encep Hidayat., Dida Sadyaningsih., dan Erliza Hambali. 2006.
Bisnis Kue Kering. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tallbott and Zeiger. 1998. The role of sucrose in guard cell osmoregulation.
Journal of Experimental Botany Vol. 49.
Ubwa, S. T. 2012. Studies on the Gelatinization Temperature of Some Cereal
Starches.International Journal of Chemistry; Vol. 4, No. 6.
Wardiana A dan Santoso A. 2011. PURIFICATION AND CARBOHYDRATE
ANALYSIS OF RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN
EXPRESSED IN YEAST SYSTEM. Pichia pastoris. Jurnal MAKARA.
Sains15: 75-78.
Yusrin., dan Ana Hidayati Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok dengan
Variasi Asampada Pembuatan Ethanol. Jurnal Unimus Vol. 1, No. 2, Hal
20-23.

Anda mungkin juga menyukai