Anda di halaman 1dari 5

Ketidakmampuan beraktivitas pada pasien-pasien PPOK terjadi bukan hanya

akibat dari adanya kelainan obstruksi saluran napas pada parunya saja, tetapi juga akibat
pengaruh beberapa faktor, salah satunya yaitu penurunan fungsi otot skeletal. Penurunan
aktivitas pada kehidupan sehari-hari akibat sesak napas yang dialami pasien-pasien
PPOK, akan mengakibatkan makin memperburuk kondisi tubuhnya (deconditioning
syndrome).
Dari hasil penelitian Isabel dkk. (1998) melaporkan bahwa skor limit time dan
aktivitas fisik sangat signifikan menurun pada pasien-pasien PPOK. Hal ini
mengindikasikan kerusakan daya tahan otot skeletal pada pasien PPOK berhubungan
dengan kerusakan fungsi paru yang bergabung dengan pengaruh kurangnya pasien
melakukan aktivitas fisik.
Yang dimaksud olahraga atau latihan adalah semua aktivitas jasmani yang dapat
dilakukan setiap hari dengan mudah oleh siapa saja tanpa harus menggunakan alat dan
perlengkapan yang mahal. Penderita PPOK perlu berolahraga untuk mempertahankan dan
atau memulihkan kesehatannya. Yang penting dan perlu diingat adalah pengertian
olahraga seperti yang disebutkan di atas. Berolahraga tidak harus berarti main sepakbola,
bersepeda, berlari dan sebagainya.
Ada pernyataan yang perlu kita cermati yaitu “ Tiada orang yang terlalu sehat
untuk tidak perlu berolahraga dan tak ada orang yang terlalu sakit untuk tidak boleh
berolahraga”. Namun hal yang perlu dibahas selanjutnya adalah bagaimana caranya dan
apa bentuk olahraganya, seperti untuk seorang penderita penyakit paru kronis yang
mengalami keluhan sesak napas bertahun-tahun misalnya.
1. PATOFISIOLOGI SESAK NAPAS KETIKA BERAKTIVITAS PADA PPOK
Sesak napas adalah suatu gejala kompleks yang merupakan keluhan utama
dari pasien PPOK, dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain: fisiologi, psikologi,
social, dan juga lingkungan.
Faktor patofisiologi yang diperkirakan mengkontribusi terhadap kualitas dan
intensitas sesak napas saat melakukan aktivitas pada PPOK antara lain:
a. Kemampuan mekanis (elastisitas dan reaktif) dari otot-otot inspirasi
b. Meningkatnya mekanis (volume) restriksi selama beraktivitas
c. Lemahnya fungsi otot-otot inspirasi
d. Meningkatnya kebutuhan ventilasi relative terhadap kemampuannya
e. Kelainan/gangguan pertukaran gas
f. Kompresi jalan napas dinamis
g. Faktor kardiovaskuler
h. Kombinasi dari faktor-faktor di atas
Faktor-faktor di atas sangat saling terkait terhadap intensitas sesak napas pada
pasien PPOK. Sesak napas secara kualitatif berbeda pada setiap individu penderita
PPOK dan sangat tergantung dari bentuk patofisiologi yang terjadi yang tentunya
bervariasi pada penyakit yang heterogen dan kompleks ini.
2. MANFAAT BEROLAHRAGA PADA PENDERITA PPOK
Olahraga merupakan kebiasaan yang sehat dan baik. Tak seorang dokter atau
orang awam pun meragukan hal ini. Juga tidak ada kontroversi tentang latihan
berolahraga pada suatu program rehabilitasi paru. Di awal tahun 1960-an, para dokter
mulai memberikan resep latihan berolahraga sebagaimana mereka memberikan resep
obat, pertama-tama untuk mencegah penyakit dan kemudian untuk memulihkan
pasien yang menderita penyakit kronis. Penyakit paru berada pada daftar tertinggi
dari kondisikondisi di mana latihan dianggap terapi yang cocok dan bermanfaat.
Mengingat bahwa pada penderitapenderita PPOK umumnya terdapat
deconditioning syndrome, sehingga dapat mengakibatkan:
a. Kemampuan bekerja berkurang, selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosio
ekonominya.
b. Biaya pengobatan yang dikeluarkan makin lama makin besar, akibatnya
mengurangi dana untuk kebutuhan yang lain.
c. Timbul masalah lain seperti masalah psikologi, sosial, seksual, dan sebagainya.
3. PEDOMAN KEAMANAN SEBELUM MELAKUKAN OLAHRAGA PADA
PASIEN PPOK
Dalam rangka mengutamakan keselamatan dan keamanan, sebaiknya sebelum
melakukan kegiatan olahraga, pasien-pasien PPOK penting melaksanakan pedoman-
pedoman tertentu untuk memastikan program latihan tersebut akan efektif dan aman.
Pedoman-pedoman keamanan berikut ini ditujukan untuk mengurangi kemungkinan
dimana latihan dapat memperburuk kondisi pasien. Pedoman ini juga dirancang untuk
membantu mencegah komplikasi jantung yang berkaitan dengan olahraga dan cedera
otot serta urat darah.
a. Jangan memulai latihan sebelum masalah pernapasan pasien belum distabilkan
melalui perawatan medis yang tepat.
b. Melakukan evaluasi medis menyeluruh sebelum memulai program latihan, dan
setelahnya tetap dilakukan evaluasi berkala.
c. Menentukan pasien-pasien mana yang membutuhkan pengawasan medis secara
langsung pada saat melakukan latihan, dan apakah pengawan itu pada
mingguminggu awal program atau bersifat permanen.
d. Menentukan apakah pasien membutuhkan tambahan oksigen dalam latihan dan
apakah terdapat tanda-tanda hipoksemia pada pasien.
e. Pasien harus mengetahui tanda-tanda bahaya dari komplikasi jantung yang dapat
terjadi.
f. Berhati-hatilah dengan beberapa obat yang dapat mengubah respons pasien
terhadap latihan.
g. Pasien sebaiknya mengetahui teknik pernafasan khusus yang membantu
meredakan sesak napas saat latihan.
h. Mengetahui cara untuk mencegah, atau setidaknya memperkecil, asma yang
disebabkan oleh olahraga.
4. TIPS MELAKUKAN OLAHRAGA BAGI PASIEN PPOK
Olahraga yang boleh dan perlu dilakukan oleh penderita PPOK adalah
olahraga yang bersifat rehabilitatif yang sudah tentu juga nonkompetitif. Olahraga
penderita PPOK harus bersifat rehabilitatif mengandung arti bahwa olahraga tersebut
harus terprogram dan di bawah pengawasan pembimbing dan kalau memungkinkan
lebih baik lagi jika ditangani oleh tim. Oleh karena itu diperlukan kemampuan khusus
untuk menyusun program latihan yang sesuai dengan kondisi penderita.
Di bawah ini beberapa tips umum untuk melakukan olahraga bagi penderita
PPOK:
a. Menggunakan inhalasi bronkodilatasi 30–60 menit sebelum melakukan olahraga
sebaiknya menggunakan inhalasi bronkhodilatasi, terutama untuk mencegah
terjadinya serangan pada pasien yang menderita exercise induced asthma (EIA).
b. Melakukan pemanasan sebelum latihan Lamanya berkisar 5–10 menit. Tujuan
latihan pemanasan untuk menambah aliran darah ke jantung, mengurangi tahanan
paru, menambah aliran darah ke organ vital lainnya, melenturkan sendi,
menaikkan temperatur tubuh (meninggikan kesiapan metabolisme tubuh).
c. Buat target yang ingin dicapai Memulai olahraga dengan membuat target yang
diperkirakan dapat dicapai. Kemudian secara bertahap tingkatkan target seiring
dengan kemajuan yang dicapai. Sebaiknya latihan diawali dengan berjalan selama
12 menit (jalan mendatar) dan dapat disertai dengan senam ringan. Apabila
penderita tidak dapat jalan karena sesak, maka dianjurkan untuk melakukan
latihan otot pernapasan inspirasi. Sangat baik jika aktivitas fisik dilakukan selama
30–45 menit dalam waktu tiga sampai lima kali seminggu.
d. Aktivitas yang dilakukan variasikan Jenis olahraga yang dilakukan divariasikan,
antara lain berenang, jalan, latihan tubuh bagian atas dan aerobik ringan,
bersepeda.Jenis latihan harus sesuai dengan kemampuan, kebiasaan dan fasilitas
yang ada. Kini yayasan asma di Indonesia juga telah memberikan tambahan
pilihan jenis olahraga penderita penyakit paru yaitu senam asma. Pada senam ini
terdiri dari pemanasan, latihan tubuh bagian atas, latihan pernapasan, peregangan,
aerobic ringan dan pendinginan, yang diiringi oleh musik sehingga memberikan
semangat bagi siapapun yang melakukannya.
e. Pilih aktivitas yang disukai Olahraga jangan menjadi sesuatu beban, tetapi justru
ia menikmatinya. Sebelumnya ia harus mencoba dahulu beberapa jenis aktivitas,
agar menemukan yang paling sesuai dengan seleranya.
f. Berolahraga dengan teman Bukan hanya untuk saling memberikan semangat,
selain itu juga agar ia dapat selalu melakukan percakapan yang santai sewaktu
berolahraga.
g. Jangan banyak alasan untuk mengerjakannya Kita sebaiknya menyarankan pasien
untuk melakukan aktivitas ringan, pasien dapat melakukan aktivitas sambil
menggunakan peralatan oksigen. Sedikit aktivitas lebih baik daripada tidak sama
sekali. Mulai dengan perlahan dan jika ia telah mulai merasakan keuntungan dan
berolahraga, ia akan segera berkeinginan untuk melakukan lebih.
h. Ambil waktu pendinginan Aktivitas pendinginan seperti halnya peregangan,
berjalan atau berenang dengan perlahan-lahan akan menutup kegiatan olahraga
dan mengembalikan denyut jantung ke normal.
i. Lakukan sesuai kemampuan Melakukan latihan sebaiknya dalam kondisi yang
nyaman, karena kegiatan ini bukan suatu pertandingan dengan lawan main atau
orang lain tapi dengan diri sendiri. Intensitas latihan disesuaikan dengan
kemampuan penderita. Dasar perhitungan intensitas latihan adalah menggunakan
frekuensi denyut nadi. Denyut nadi maksimal dihitung dengan rumus 200 - umur.
Untuk penderita PPOK, taget denyut nadi dapat dimulai dari 50% dari denyut
nadi maksimal dan dapat ditingkatkan sampai pada 75% dari denyut nadi
maksimal, dan tidak dibolehkan mencapai 85% atau bahkan melebihinya.
j. Hentikan jika mengalami masalah Jika ia menjadi mual atau pusing, merasa
lemas, jantung terasa berdebar-debar, napas menjadi pendek, atau perasaan nyeri,
hentikan segera olahraganya walaupun mungkin target denyut nadi belum
tercapai. Melakukan konsultasi ke dokter sangat dibutuhkan untuk melaporkan
dan mengetahui setiap perkembangannya.
k. Berikan penghargaan kepada si pasien jika berhasil. Jika berhasil mencapai tujuan
atau target, berikan penghargaan atas prestasi itu. Karena ia memang berhak
mendapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai