Tinjauan Genetik Kuda PDF
Tinjauan Genetik Kuda PDF
Abstrak
Salah satu upaya yang telah dilakukan PP PORDASI untuk
meningkatkan mutu genetik kuda pacu Indonesia adalah dengan
melakukan persilangan (grading-up) kuda lokal dengan kuda
Thoroughbred, salah satu kuda pacu yang paling cepat di bumi untuk
membentuk “Kuda Pacu Indonesia”. Grading-up yang telah dilakukan
selama ini sudah mencapai generasi ke-4 (G4). Secara genetis, ini
berarti bahwa kuda hasil persilangan (G4) mempunyai rata-rata gen
kuda Thoroughbred sebesar 93.75%, sesuai dengan rumus [1 - (1/2)t],
dimana t adalah jumlah generasi grading-up. Dengan proporsi gen
Thoroughbred sebesar itu, maka kuda lokal hasil grading-up hampir
menyerupai kuda Thoroughbred. Selama ini, kapan grading-up harus
dihentikan, selalu menjadi kontroversi. Akan tetapi, apabila kita
mengetahui hakikat dan tujuan dari grading-up tersebut, maka
kontroversi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi. Tujuan program
grading-up adalah memperoleh proporsi gen Thoroughbred setinggi
mungkin dengan tetap mempertahankan proporsi gen kuda lokal yang
biasanya mempunyai kemampuan adaptif terhadap lingkungan
Indonesia. Apabila grading-up terus dilanjutkan (G4 dan seterusnya),
maka semua gen lokal yang sebenarnya sangat adaptif terhadap
lingkungan Indonesia akan hilang. Sehingga hasil akhir yang dicapai
tidak lebih dari replika kuda Thoroughbred yang hidup 20 sampai 30
Disajikan pada Seminar Perkudaan di Hotel Santika, Jakarta 4 September 2003 dan
ditulis bersama Beben Benyamin
1
tahun yang lalu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa grading-up cukup
dilakukan sampai G4 dan peningkatan mutu genetik selanjutnya
dilakukan dengan melakukan program seleksi terhadap kuda-kuda
terbaik hasil grading-up tersebut. Pemilihan kuda-kuda terbaik yang
akan digunakan sebagai bibit pada program seleksi dapat dilakukan
dengan menggunakan informasi performans kuda-kuda yang akan
dijadikan bibit, informasi performans dari orangtuanya maupun
kerabat-kerabatnya, ataupun gabungan keduanya. Suatu metode
statistik modern, BLUP (Best Linear Unbiased Prediction) bahkan bisa
menggabungkan seluruh informasi yang ada, baik performans kuda,
maupun informasi-informasi seperti lingkungan dan musim untuk
memilih kuda-kuda terbaik yang akan digunakan sebagai bibit. Selain
itu, dengan perkembangan biologi molekuler yang menakjubkan
dalam dua dasawarsa terakhir, pemilihan kuda-kuda terbaik dapat
dilakukan dengan menganalisa DNA-nya saja melalui Marker Assisted
Selection (MAS).
Pendahuluan
Indonesia mempunyai beberapa bangsa kuda lokal yang
potensial untuk dikembangkan sebagai kuda pacu. Seperti yang
tercantum dalam Encyclopedia Americana, beberapa diantaranya
adalah kuda Batak, kuda Jawa, kuda Sandelwood, kuda Sumbawa
dan kuda Timor. Kuda lokal tersebut tersebar di berbagai daerah,
seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur dan daerah-daerah lainnya (Anonymous, 2000). Walaupun
secara umum performansnya masih di bawah bangsa-bangsa kuda
pacu asing, kuda lokal Indonesia mempunyai kemampuan adaptif
terhadap lingkungan Indonesia, seperti tahan terhadap cuaca panas
dan keterbatasan pakan.
Salah satu upaya yang telah dilakukan PP PORDASI untuk
membentuk “Kuda Pacu Indonesia” adalah dengan melakukan
grading-up kuda lokal dengan kuda Thoroughbred (Anonymous,
2000). Ini merupakan salah satu bentuk persilangan (crossing) yang
bertujuan untuk mengintroduksikan keunggulan-keunggulan suatu
bangsa ternak pada bangsa lainnya (Nicholas, 1996). Kuda
Thoroughbred digunakan dalam program grading-up ini dengan
pertimbangan bahwa bangsa kuda ini merupakan kuda yang terkenal
sebagai kuda pacu tercepat di dunia, sehingga hampir di semua arena
balapan kuda, kuda Thoroughbred selalu menjadi juara (Kidd, 1995).
Sesuai dengan SK Dirjen Peternakan No. 105/TN
220/Kpts/DJP/Deptan/95, maka grading-up untuk pembentukan
Kuda Pacu Indonesia dihentikan sampai pada generasi ke-4 (G4).
Secara teoritis, komposisi gen rata-rata yang terkandung pada G4
adalah 93.75% gen kuda Thoroughbred dan 6.25% gen kuda lokal.
Dengan komposisi gen seperti ini, berbagai peningkatan dalam
performans kuda pacu, seperti tinggi badan, lebar dada, panjang
badan dan kecepatan telah hampir menyamai performans kuda
Thoroughbred dengan tetap mempertahankan kemampuan adaptif
terhadap lingkungan alam Indonesia.
Akan tetapi ada kontroversi mengenai langkah selanjutnya
yang harus diambil untuk terus meningkatkan performans kuda pacu
lokal Indonesia. Satu pihak menginginkan grading-up dilanjutkan ke
generasi berikutnya, dengan alasan untuk mendapatkan kuda pacu
yang lebih bagus performansnya karena lebih mirip ke kuda
Thoroughbred. Sedangkan pihak PP PORDASI sesuai dengan SK
Dirjen Peternakan menghentikan program grading-up dengan alasan
tidak ada landasan teori yang mendukung kegiatan tersebut.
Makalah ini disusun untuk berusaha menjawab kontroversi
tersebut dan memberikan alternatif solusi tentang bagaimana
program peningkatan mutu genetik Kuda Pacu Indonesia. Makalah
ini disusun berdasarkan hasil pemikiran dan studi literatur terhadap
teori-teori genetika kuantitatif dan pemuliaan. Pada bagian akhir dari
makalah ini, peluang penggunaan teknologi biologi/genetika
molekuler yang berkembang sangat pesat dua dasawarsa terakhir ini
dalam usaha peningkatan mutu genetik kuda pacu Indonesia juga
dibahas. Selain itu, penggunaan penciri teknologi DNA untuk
pendeteksian penyakit, silsilah, keturunan, analisa kekerabatan dan
keragaman untuk tujuan konservasi juga dibahas secara singkat.
Program Grading-Up
Grading-up adalah salah satu bentuk persilangan yang
dilakukan beberapa kali terhadap salah satu tetuanya sampai pada
tahapan yang diinginkan. Sebenarnya ada dua tujuan berbeda dari
grading-up. Pertama, grading-up bertujuan untuk memasukkan gen baru
ke dalam suatu populasi atau bangsa. Tujuan yang kedua adalah untuk
menggantikan suatu bangsa dengan bangsa lain (substitusi) (Nicholas,
1996). Walaupun kedua tujuan tersebut berbeda, prinsip pelaksanaan
dan metodologi yang digunakan adalah sama.
3
Pada kasus pembentukan Kuda Pacu Indonesia, grading-up
yang dilakukan dapat dikategorikan ke dalam tujuan yang kedua,
yaitu untuk menggantikan kuda lokal dengan kuda Thoroughbred.
Kuda Thoroughbred merupakan kuda yang berasal dari Inggris yang
telah diseleksi selama 300 tahun untuk kuda pacu. Saat ini, prestasi
kuda Thoroughbred sebagai kuda pacu yang pacu tidak ada yang
menandingi. Kuda lokal Indonesia, di lain pihak, merupakan kuda
yang telah ratusan tahun beradaptasi dengan lingkungan alam
Indonesia. Walaupun performans pacunya masih jauh dibawah kuda
Thoroughbred, ketahanannya terhadap iklim tropis Indonesia dan
pakan yang terbatas, merupakan keunggulan yang tidak didapatkan
kuda Thoroughbred bila dipelihara di lingkungan tropis Indonesia.
Sehingga untuk mendapatkan keunggulan pacu kuda Thoroughbred
yang mempunyai kemampuan adaptasi terhadap lingkungan tropis
Indonesia, grading-up kuda lokal Indonesia dengan kuda
Thoroughbred untuk mendapatkan Kuda Pacu Indonesia merupakan
langkah yang sangat tepat.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang grading-up,
Tabel 1 dibawah ini dapat dijadikan sebagai panduan.
5
kita dapat menyimpulkan bahwa grading-up yang dilakukan setelah G4
tidak akan banyak bermakna.
Selain itu, grading-up yang dilakukan secara terus menerus akan
menghilangkan semua gen lokal, yang sebenarnya sangat penting
untuk kemampuan adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia,
karena grading-up yang dilakukan setelah G4 akan menghasilkan kuda
yang hampir sama persis dengan kuda Thoroughbred. Sehingga, tidak
akan ada bedanya dengan mengimpor kuda Thoroughbred saja.
Padahal performans kuda Thoroughbred yang nantinya kita hasilkan
tidak lebih dari performans kuda Thoroughbred yang kita impor 25
tahun yang lalu. Sungguh suatu pemborosan waktu dan biaya yang
tidak sedikit !
7
Perbedaan satu nukleotida pada SNP dapat dideteksi dengan cara
mensekuens-nya ataupun dengan menggunakan DNA chip technology
yang berdasarkan teknologi hibridisasi. Saat ini, SNP diharapkan
menjadi DNA marker andalan, karena beberapa keunggulannya
dibandingkan dengan generasi pendahulunya. Salah satunya adalah
jumlahnya yang sangat banyak dan tersebar diseluruh genom. Selain
itu, pendeteksian SNP dapat dilakukan dalam skala besar. Sehingga
pembuatan peta genetik ternak yang sangat rapat dan detail sangat
dimungkinkan.
9
manipulasi atau kesalahan dalam penentuan pedigree seekor kuda,
untuk itu, suatu metode yang dapat mendeteksi kebenaran pedigree
seekor kuda sangat dibutuhkan. Selama ini metode yang digunakan
adalah test golongan darah. Walaupun telah berjasa untuk
mengidentifikasi pedigree selama 30 tahun terakhir, metode ini
mempunyai banyak kelemahan, seperti ketergantungan test terhadap
darah segar dan terbatasnya variasi dalam golongan darah (Bowling,
2001).
Untungnya, kelemahan metode golongan darah dapat diatasi
oleh perkembangan penciri DNA seperti yang telah dibahas di atas.
Saat ini, penanda mikrosetelit merupakan salah penciri DNA yang
telah digunakan untuk identifikasi pedigree. Dengan menggunakan
satu set mikrosatelit marker khusus untuk kuda, laboratorium
genetika di seluruh dunia sudah mampu membuktikan hasil yang
konsisten. Dan hasil ini jauh lebih akurat dari hanya sekedar test
golongan darah (Bowling, 2001).
Kidd, J. 1995. Horses and ponies of the world. Ward Lock, Wellington
House. London.
11