Anda di halaman 1dari 22

TREN DAN ISSUE KEPERAWATAN

PENGERTIAN
A. Definisi Trend

Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren juga
dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang
biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.
Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya
berdasarkan fakta

B. Definisi Issu.
Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.
Issu adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktannya atau buktinya

C. Definisi Trend dan Issu Keperawatan


Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang d.bicarakan banyak orang
tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend dan
issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
Saat ini trend dan issu keperawatan yang sedang banynak dibicarakan orang adalah
Aborsi, Eutanasia dan Transplantasi organ manusia, tentunya semua issu tersebut
menyangkut keterkaitan dengan aspek legal dan etis dalam keperawatan.
Salah satu contoh trend an issue keperawatan
ABORTUS
A. Definisi Aborsi
Abortus adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu
namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. Menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” adalah pengakhiran
kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat bayi kurang dari 500 g(ketika janin
belum dapat hidup di luar kandungan). Angka kejadian aborsi meningkat
denganbertambahnya usia dan terdapatnya riwayat aborsi sebelumnya.
Proses abortus dapat berlangsung secara :
Ø Spontan / alamiah (terjadi secara alami, tanpa tindakan apapun)
Ø Buatan / sengaja (aborsi yang dilakukan secara sengaja),
Ø Terapeutik / medis (aborsi yang dilakukan atas indikasi medik karena terdapatnya
suatupermasalahan atau komplikasi).

1. Penyebab Aborsi
Penyebab abortus spontan bervariasi meliputi infeksi, faktor hormonal, kelainan bentuk
rahim,faktor imunologi (kekebalan tubuh), dan penyakit dari ibu. Penyebab abortus pada
umumnya terbagi atas faktor janin dan faktor ibu :
a. Faktor Janin
Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor janin disebabkan karena
terdapatnyakelainan pada perkembangan janin [seperti kelainan kromosom (genetik)],
gangguan pada ari-ari maupun kecelakaan pada janin. Frekuensi terjadinya kelainan
kromosom (genetik) pada triwulanpertama berkisar sebesar 60%.
b. Faktor Ibu
Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang dapat menyebabkan abortus spontan
adalahfaktor genetik orangtua yang berperan sebagai carrier (pembawa) di dalam kelainan
genetik;infeksi pada kehamilan seperti herpes simpleks virus, cytomegalovirus, sifilis,
gonorrhea;kelainan hormonal seperti hipertiroid, kencing manis yang tidak terkontrol;
kelainan jantung;kelainan bawaan dari rahim, seperti rahimbikornu(rahim yang bertanduk),
rahim yang bersepta(memiliki selaput pembatas di dalamnya) maupun parut rahim akibat
riwayat kuret atau operasirahim sebelumnya.Miomapada rahim juga berkaitan dengan angka
kejadian aborsi spontan. Selain itu, ada beberapa diantara orang tua yang tidak menginginkan
kehadiran janin tersebut dengan alasan yang bervariasi.

B. Faktor Risiko Aborsi


Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah :
Ø Usia ibu yang lanjut
Ø Riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik
Ø Riwayat infertilitas (tidak memiliki anak)
Ø Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan
Ø Infeksi (cacar, toxoplasma, dll)
Ø Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatab, alkohol, radiasi)
Ø Trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama kehamilan8. Kelainan
kromosom(genetik)
Pergaulan seks bebas
C. Tanda dan Gejala Aborsi secara Alamiah
Ø Nyeri perut bagian bawah
Ø Keram pada rahim
Ø Nyeri pada punggung
Ø Perdarahan dari kemaluan
Ø Pembukaan leher rahim
Ø Pengeluaran janin dari dalam rahim

EUTHANASIA
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai
kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian
tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern,
kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat
dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia
memungkinkan hal tersebut terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan,
ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari
individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian.
Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena
faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah
menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan
vegetatif (koma).
Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan
persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan
untuk melanjutkan perawatan ditolak.
Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini
terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya
sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut.
Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai ‘bunuh diri atas
pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.
Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:
Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal ini ilegal
di Britania Raya dan Indonesia.
Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian tindakan
medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator

Tren dan issue keperawatan


Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang
yang meliputi:
A.Definisi
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya
penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian
pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau
antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan,
jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat,
meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan
keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini
justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin
hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh
ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit
Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh
tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.

b.Definisi :
b.1. Telenursing (pelayanan Asuhan keperawatan jarak jauh) adalah penggunaan tehnologi
komunikasi dalam keperawatan untuk memenuhi asuhan keperawatan kepada klien. Yang
menggunakan saluran elektromagnetik (gelombang magnetik, radio dan optik) dalam
menstransmisikan signal komunikasi suara, data dan video. Atau dapat pula di definisikan
sebagai komunikasi jarak jauh, menggunakan transmisi elektrik dan optik, antar manusia dan
atau komputer 4)
b.2 Telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan
tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan
kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara
beberapa perawat. Sebagai bagian dari telehealth, dan beberapa bagian terkait dengan aplikasi
bidang medis dan non-medis, seperti telediagnosis, telekonsultasi dan telemonitoring. 5)
b.3. Telenursing is defined as the practice of nursing over distance using
telecommunications technology (National Council of State Boards of Nursing). 6)
b.4. Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi
dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit
untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai
peralatan video conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth)7)
ISSUE DAN TREN KEPERAWATAN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASA
POST PARTUM / NIFAS
Pengertian
•Nifas / puerperium: periode waktu / masa dimana organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan sebelum hamil.
• Dimulai setelah kelahiran placenta, berakhir saat alat kandungan kembali ke keadaan
sebelum hamil. Sekitar 6 minggu
• Involusi: proses perubahan organ repro.
• Masa nifas normal: involusi uterus, pengeluaran lokia, pengeluaran ASI dan perubahan
sistem tubuh termasuk keadaan psikologis normal.
Periode nifas, dibagi 3:
1. Immediate puerperium (Segera setelah persalinan sampai 24 jam setelah persalinan.)
2. Early puerperium (1 hari – 7 hari setelah melahirkan.)
3. Later puerperium (Waktu 1 minggu – 6 minggu setelah melahirkan.)
Perubahan / adaptasi masa nifas :

• Involusi uterus dan pengeluaran lochea.


• Perubahan fisik
• Lactasi
• Perubahan sistem tubuh
• Perubahan psikologis

Perubahan fisik dan fisiologis :

• Uterus
• Lochea
• Serviks
• Vulva dan vagina
• Perineum
• Kembalinya ovulasi dan menstruasi
• Dinding perut dan peritonium
• Laktasi
• Sistem gastrointestinal
• Traktus urinarius
• Sistem kardiovaskuler
• Tanda vital
• Darah
• Berat badan
• Menggigil
• Post partum
• Diaphoresis
• Afterpains

Involusi disebabkan oleh :


• Iskemia : Kontraksi dan retraksi serabut otot uterus yang terjadi terus-menerus → kompresi
pembuluh darah dan anemia setempat.
• Otolisis : Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri.
• Atrofi : Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen jumlah besar → atrofi karena
penghentian estrogen.
Bekas luka plasenta → sembuh dalam 6 minggu

 Perlambatan – disebut sub involusio – gejala :

• Lochea menetap / merah segar


• Penurunan fundus uteri lambat
• Tonus uteri lembek
• Tidak ada perasaan mules.

 Segera setelah persalinan – perlu pengawasan

• Jam I : tiap 15 menit


• Jam II : tiap 30 menit
• Jam III – IV : 2x
• Selanjutnya : tiap 8 jam
Pengeluaran Lokia (Lochea)
Lochea : sekret yang berasal dari kavum uteru dan vagina dalam masa nifas
Jenis :
• Lochea rubra / lochea kruenta :
Keluar pada hari 1-3
Warna merah, hitam
T.a : darah bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel desidua, sisa verniks c, lanugo dan
mekonium.
• Lochea sanguinolenta :
Keluar hari 3-7
Darah bercampur lendir
• Lochea serosa :
Keluar hari 7-14
Warna kekuningan
• Loceha alba :
Keluar setelah hari 14
Warna putih
Bau lokia agak amis → bau busuk : infeksi
Lokiostasis (lokia tidak lancar keluar)
Perubahan Fisik
Serviks : menutup
• Segera setelah lahir – tangan pemeriksa masih dapat masuk kavum uteri.
• 2 jam setelah bayi lahir : dapat dimasukkan 2-3 jari
• 1 minggu : masuk 1 jari
• Setelah 1 minggu : serviks menutup.
Vulva dan vagina :
Mula-mula kendor, setelah 3 minggu kembali ke kondisi sebelum hamil dan rugae vagina
mulai muncul, labia lebih menonjol.
Himen – ruptur → karunkulae mirtiformis
Perineum :
Mula-mula kendor karena teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju saat
persalinan. Setelah 5 hari tonus mulai kembali tetapi tidak sekencang sebelum hamil.
Kembalinya ovulasi dan menstruasi :
• Pada ibu yang menyusui : menstruasi akan terjadi sekitar minggu ke 6-8 pp.
• Ibu menyusui : 45% menstruasi setelah 12 mg dan akan terjadi menstruasi anovulatory 1 x
atau lebih (80% ibu menyusui) → terjadi infertilitas.
Dinding perut dan peritonium
Karena regangan menjadi kendor, termasuk ligamen-ligamen – ligamen rotundum – sehingga
kadang-kadang menyebabkan uterus jatuh kebelakang → perlu latihan untuk mengembalikan
tonus, dapat dilakukan setelah hari II PP.
Payudara – lactasi
Mencapai maturitas penuh selama masa nifas kecuali jika lactasi disupresi. Payudara → lebih
besar, lebih kencang dan mula-mula nyeri tekan sebagai reaksi terhadap eprubahan status
hormonal dan dimulainya lactasi.
Perubahan-perubahan payudara → lactasi : → hamil
• Proliferasi jaringan – untuk kelenjar-kelenjar dan alveolus mamma, lemak.
• Pada ductus lactiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan berwarna
kuning (colostrum)
• Hipervaskularisasi – terdapat pada permukaan dan bagian dalam mamma.

Perubahan Sistem Tubuh


Sistem Gastrointestinal :
• Pada awal klien merasa lapar
• Kadang diperlukan waktu 3-4 hari – faat usus N
• Rangsang BAB secara normal terjadi 2-3 hari → karena kemampuan asupan makanan
menurunkan gerakan tubuh berkurang, pengosongan usus sebelum melahirkan (lavemen),
rasa sakit di daerah perineum.
Traktus Urinarius :
Pada 24 jam setelah lahir kadang terjadi kesulitan BAK karena spasme sfinkter dan edema
pada VU karena kompresi antara kepala janin dan os pubis selama persalinan
Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam PP → pengaruh hormon
estrogen menurunkan diuresis
Sistem Kardiovaskuler :
• Volume darah kembali ke keadaan tidak hamil
• Jumlah sel darah merah dan kadar Hb kembali normal pada hari ke-5.
• Terjadi penurunan cardiac output dan akan kembali normal dalam 2-3 minggu.
Perubahan Lain
Tanda Vital :
Suhu :
• Suhu ♀ inpartu tidak lebih 37,2ºC
• PP tidak naik ± 0,5ºC dari keadaan normal tapi tidak lebih dari 38,0ºC → infeksi (>).
• Normal setelah 12 jam PP
Nadi :
• Berkisar 60-80 x/mnt. Setera setelah melahirkan dapat terjadi bradikardi. Masa nifas
umumnya nadi lebih dari suhu
• Kadang terjadi hipertensi post partum → hilang setelah 2 bulan.

Berat badan
• Segera setelah melahirkan BB turun 5-6 kg karena pengeluaran bayi, plasenta, air ketuban.
• Masa nifas dini BB menurun ± 2,5 kg, karena puerpera diuresis.
• 6-8 mg PP BB akan normal
Afterpains (mules setelah persalinan)
• terjadi selama 2-3 hari PP
• karena kontraksi uterus, nyeri bertambah pada saat menyusui.
• Nyeri timbul bila masih terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa plasenta atau gumpalan
darah dalam kavum uteri.
Perubahan Psikologis
• Karena adanya perubahan hormonal, terkurasnya cadangan fisik untuk hamil dan
melahirkan, keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing, kecemasan akan bayi, suami atau
anak yang lain.
• Setelah bayi lahir → masa transisi bayi + orangtua untuk membin hubungan.
Masa transisi yang harus diperhatikan pada masa PP :
• Phase honeymoon
Phase setelah anak lahir, terjadi intimasi dan kontak yang lama antara ibu – ayah – anak →
“psikis honeymoon” masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan
hubungan yang baru.
• Bonding and Attachment (ikatan kasih)
Terjadi pada kala IV, diadakan kontak antara ibu – ayah – anak dan tetap dalam ikatan kasih.
Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan
kasih.
• Phase pada masa nifas
Rubin (1963), mengidentifikasi 3 tahap perilaku ♀ ketika beradaptasi dengan perannya:
o Phase “Taking In”
o Phase “Taking Hold”
o Phase “Letting Go”

o Phase “Taking In”


Perhatikan ibu tempat terhadap kebutuhan dirinya – minta diperhatikan – pasif dan
ketergantungan, tidak ingin kontak dengan bayi tapi bukan berarti tidak memperhatikan.
Menginginkan informasi tentang bayi, mengenang pengalaman melahirkan.
Berlangsung 1-2 hari
Bufas perlu istirahat, makan, minum adekuat.
o Phase “Taking Hold”
Ibu berusaha mandiri berinisiatif, penyesuaian fungsi tubuh, mulai duduk, jalan, belajar
tentang perawatan dirinya dan bayi, timbul rasa kurang PD.
Berlangsung ± 10 hari.
oPhase “Letting Go”
Ibu merasakan bahwa bayinya terpisah dari dirinya, mempunyai peran dan tanggung jawab
baru, terjadi peningkatan dalam perawatan diri dan bayinya, penyesuaian dalam hubungan
keluarga.

Masalah kesehatan jika yang sering dialami pada ibu PP

• Murung pasca melahirkan (post partum blues)


Sering dimanifestasikan pada hari ketiga atau ke 4, memuncak pada hari ke 5 – 14 PP.
Gejala meliputi : episode menangis, merasa sangat lelah, insomnia, mudah tersinggung, sulit
konsentrasi.
• Depresi pasca melahirkan (post partum depression)
25% dialami ibu PP
Gejala dini pada 3 bulan pertama PP sampai bayi berusia 1 tahun.
Etiologi : belum pasti, penelitian : faktor biologis perubahan hormonal, faktor psikolgis,
faktor sosial seperti tidak mendapat dukungan suami, hubungan perkawinan tidak harmonis.
• Psikosa pasca melahirkan (post partum psychosis)
Jarang terjadi pada ibu dengan abortus, tubuh bayi dalam kandungan / lahir.
Gejala terlihat dalam 3-4 minggu setelah melahirkan berupa: delusi, halusinasi dan perilaku
yang tidak wajar.
Penyebab mungkin berhubungan: perubahan tingkat hormonal, stress psikologis dan fisik,
sifat pendukung tidak memadai

Trend Current issue dan kecenderungan dalam keperawatan jiwa


Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman
atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan
regional maupun global. Ada beberapa tren penting yang menjadi perhatian dalam
keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut :
• Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa
• Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa
• Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
• Kecenderungan situasi di era global
• Kecenderungan penyakit jiwa
• Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
• Kecenderungan penyakit jiwa
• Meningkatnya masalah psikososial
• Trend bunuh diri pada anak
Masalah AIDS dan NAPZA
Pattern of parenting
• Perspektif life span history
• Kekerasan
• Masalah ekonomi dan kemiskinan

Trend dan Issue dalam Komunikasi Keperawatan

Trend dan Issue dalam Komunikasi Keperawatan

A. Komunikasi Terapeutik Pada Anak ADHD

ADHD adalah kependekan dari attention deficit hyperactivity disoerder, ( Attention =

perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity = hiperaktif, dan disorder = gangguan ). Atau

gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Secara umum menjelaskan kondisi anak-

anak yang memperlihatkan simtom-simtom kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive

yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.

Bagaimana cara berkomunikasi dengan anak ADHD?

Hubungan efektif dan proaktif antara orang tua dan sekolah adalah vital bagi

keberhasilan menyeluruh dalam menghadapi siswa ADHD. Umumnya, orang tua mencoba

untuk bertindak demi kepentingan anak sepanjang waktu. Tindakan mereka biasanya

berdasarkan informasi yang dapat mereka peroleh pada waktu itu. Jika ternyata ada

kontradiksi antara apa yang disebut nasihat professional dan atas apa yang orang tua lakukan,

biasanya ada alasan kuat untuk ini. Orang tua harus menemukan cara mereka sendiri dalam

menerima mereka dan menghadapi masalah lingkungan mereka sendiri.


Merupakan hal yang biasa, bahwa orang tua dari anak ADHD mengalami konflik antara

yang satu dan yang lainnya. Misalnya, si Bapak menyalahkan si ibu karena tidak mengawasi

si anak. Si ibu menjelaskan, bahwa segala yang di usahakannya tidak berhasil. Sementara si

bapak, meskipun ada potensiuntuk membantu situasi tersebut, namun dapat member reaksi

dengan cara tidak membantu, seperti menghindari pulang ke rumah sampai si anak tidur atau

memihak si anak melawan ibunya.

Beberapa cara membantu orang tua adalah mencoba menempatkan mereka ke dalam cara

pandang depan yang meskipun menjengkelkan, namun tidak mengancam jiwa, serta

mendorong mereka agar proaktif dan tidak reaktif. Nasihat tau saran yang paling penting

adalah agar mereka memiliki kesabaran luar biasa. Kontak telepon, saling berkirim sms, atau

mengirim faks, rapat orang tua dengan guru secara periodic, dan penyediaan buku

penghubung sehari-hari,semuanya merupakan sarana untuk membantu mencegah terjadinya

kesalapahaman antara orang tua dan sekolah. Komunikasi yang baik akan menjamin setiap

manipulasi dari situasi anak khusus dapat di hindari dengan kontak yang erat dan proaktif.

Dua pertimbangan yang harus di ingat setiap saat adalah:

1) Anak ADHD dapat merasakan banyak tekanan atas hubungan keluarga, khususnya anak

yang menralami Oppositional Depiant Disorder ( ODD ).

2) Dalam situasi yang selalu sulit, kemungkinan ADHD dan ODD, juga orangtua yang tidak di

akui harus dipertimbangkan.

Ada banyakprogaram yang bagus di rancang untuk membantu orang tua mengenali

masalah antara yang satu dan yang lainnya. Dalam hal ini, hubungan mereka dengan si anak

dan anggota keluarga lainnya. Teknik penanganan/pengurusan rumah dapat di ajarkan

melalui permainan peran dan sampai batas tertentu dengan terapi kelompok. Keberhasilan

program-program ini sebagian besar bergantung pada mutu konsultan dan keterbukaan semua

pihak untuk nasihat yang objektif.


Mutu terbaik yang di miliki searang konsultan adalah bersikap tidak membingungkan

dan tidak rumit. Mereka perlu mengarahkan pada satu atau dua masalah khusus dan

mengembangkan strategi untuk membantu orang tua menolong diri mereka sendiri di

kemudian hari.

Beberapa unsur penting pelatihan orang tua adalah:

1) Pendidikan keluarga mengenai ADHD.

2) Keterampilan memecahkan masalah.

3) Memperbaiki pengawasan orang tua.

4) Mengurangi ketegangan

5) Meningkatkan pengaruh medikasi.

6) Keterampilan berkomunikasi.

7) Reframing atau restrukturisasi

8) Psikoterapi individual.

B. Komunikasi Terapeutik Pada Anak Autis

Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini meningkat,

merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-

0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang autis di

Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-

laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan.

Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat di terapi (treatable).

Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-

gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin. Sehingga anak tersebut bisa berbaur

dengan anak lain secara normal. Secara umum anak-anak dengan gangguan perkembangan
ini minimal memerlukan terapi intesif awal selama 2 tahun. Dengan merujuk pada data maka

akan ada 1000 anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti terapi tersebut.

Tujuh puluh lima persen anak autis yang tidak tertangani akhirnya menjadi tuna grahita.3

Salah satu metode yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metoda Lovaas,

yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi applied behaviour application (ABA). Di dalam

terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan komunikasi melalui gambar-gambar,

tujuannya selain untuk melatih daya ingat juga untuk mengenal benda-benda sekitar. Ini

dikarenakan anak autis secara umum memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual.

Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari

benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar

atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan

relatif permanen dalam benaknya.

Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah melupakannya karena

daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam melakukan terapi digunakan sebanyak

mungkin kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka

mengingat, hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang

verbal.

Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus menyesuaikan diri dengan

gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak

isyarat, mengubah nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan

komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan

secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.

Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara terintegrasi dengan

unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat yang harus didatangkan dari luar negeri

atau dibuat sendiri, ini jelas tidak praktis. Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita
autis, maka dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual dan

audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak autis.

Sebagai pemecahan teknologi multimedia yang mengemas dan mampu mengintegrasikan

unsur visual dan audio secara interaktif untuk mendidik anak autis, karena CD-ROM yang

merupakan bagian dari teknologi itu mampu menampung data yang setara dengan 11.000

tumpukan kertas ukuran A4, bahkan lebih dengan menggunakan teknik kompresi data. 4

Arh,“Meningkatkan komunikasi pada anak autis”, artikel pada harian Kompas (21-04- 2002)

21/3.

Selain itu dengan aplikasi multimedia interaktif ini dimungkinkan pemilihan materi yang

hendak dipelajari secara bebas, misalnya pada hari ini pengenalan warna yang akan dipelajari,

esok hari mungkin pengenalan huruf, atau kombinasi keduanya dalam satu hari, tergantung

dari minat anak tersebut, dan ini semua dikemas dalam sebuah CD-ROM. Dengan

menggunakan printer, kartu bergambar obyek dapat dicetak sehingga dapat digunakan tiap

waktu, anak autis dalam metoda tatalaksana membutuhkan suasana belajar yang kontinyu,

sehingga ia menjadi terlatih.

Tetapi dengan dengan begitu banyak fitur aplikasi multimedia interaktif ini tidak

ditujukan untuk menjadi one stop solution, karena dalam pelatihan anak autis tetap

diperlukan media lain, aplikasi multimedia interaktif ini membatasi diri hanya untuk menjadi

pelengkap.

Dalam aplikasi multimedia interaktif ini terdapat isi atau content yang akan

dikomunikasikan kepada anak autis berupa pembelajaran pengenalan obyek sehari-hari.

Dalam aplikasi multimedia interaktif wahana yang menjembatani agar isi atau content ini

dapat tersampaikan adalah graphical user interface atau antar muka grafis.

Graphical user interface (GUI) adalah sarana untuk berinteraksi dengan isi atau content

yang hendak disampaikan, bila desain GUI tidak dapat dimengerti sudah dapat dipastikan
aplikasi tersebut menjadi mubazir karena isi atau content tidak dapat dimengerti oleh

komunikan.

Pada anak autis, dengan mengikuti aturan yang telah menjadi standar di dunia maka GUI

akan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak mengabaikan unsur komunikasinya sehingga

isi atau content dapat disampaikan dengan baik kepada penderita.

C. PELAKSANAAN KOLABORASI PERAWAT – DOKTER

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan

suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian

dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu

mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung

gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang

sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint

Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada

definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam

kontek perawatan kesehatan.

Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama

khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang

dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses

berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah

serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap

apa yang dapat dilakukan.

American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi

yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat, mendefinisikan
istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat

merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam

batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan

menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan

masyarakat.

Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau

ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi

profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam

interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka

menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan

memperbaiki kualitas hidup.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang

direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama

dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk

menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue

kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang

terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan

kepada pasien. Pertanyaannya apakah kolaborasi dokter dan perawat telah

terjadi dengan semestinya?

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menelaah lebih

jauh mengenai trend dan issue mengenai pelaksanaan kolaborasi perawat-dokter,

mengingat bahwa kerjasama antara dokter-perawat merupakan salah satu faktor sangat

penting untuk mencapai keberhasilan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada pasien.
a) Trend dan Issue yang Terjadi

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama

dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam

memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik

dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor

sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya

kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika

hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing

Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan

dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil

yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif

antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan

institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian

yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari

tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim

dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat

dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara

berkomunikasi diantara keduanya.

Dari hasil observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.

Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi medis

yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang

meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan
beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak

kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang

selalu menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai

asistennya, serta kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat

menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa

pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai

profesi.

b) Pembahasan

1) Pemahaman kolaborasi

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya

dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru

menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang

arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang

sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa diagnosa

pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk

sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola

berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga

diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat

medis, pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran pra-klinis

sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu

seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak
formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi

memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik

untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney, 2000)

Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana

pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat diberikan

kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien,

merencanakan intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali

sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang

dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang

membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan

atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.

Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah

sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan

pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan

menginternalisasi peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang

direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.

Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan.

(Lindeke dan Sieckert, 2005).

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik

bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek

profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk

pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara

dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan

berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi

terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

2) Anggota Tim interdisiplin

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang

mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik

jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan

terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial,

ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki

komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.

Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam

pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.

Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai

pusat anggota tim.

Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.

Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari

praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien

dan pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah

penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat

dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana

membuat referal pemberian pengobatan.


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak

dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi

kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi.

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa

beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu

dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin

bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab,

mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam

pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk

membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk

membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas

kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan

pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan

permasalahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,

kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan

pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari

pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung

jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia

mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-

orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.

Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa

pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,

terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan

untuk mencapai tujuan kolaborasi team :

- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik

profesional.

- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

- Meningkatnya kohesifitas antar profesional

- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.

Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan

dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi

profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter

menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk

masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik

keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai

tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat

juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.

(www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)

Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam

lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi

terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang

mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan

pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan

strategi untuk mencapai tujuan tersebut.


Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-perawat

dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi

pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar

informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan

sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan

proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan

berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan

diantara anggota tim.

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu

ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara

komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam

pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien

yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.

Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan

profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan

keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau

minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat

Anda mungkin juga menyukai