Anda di halaman 1dari 16

Osteoarthritis pada Regio Genu Bilateral

Yustita Sari Tongko

102017026

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Email : yustita.2017fk026@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada wanita lanjut usia adalah
osteoarthritis. Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang bersifat kronik
progresif dan berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi dan sering menyerang sendi-sendi
penyangga tubuh. Penyebabnya ada beragam, diantaranya obesitas, trauma ringan berulang,
perubahan struktur skelet, peningkatan usia, operasi pada struktur sendi, kelainan hormonal,
dan sebagainya. Sendi yang paling sering terkena osteoarthritis adalah sendi lutut (genu),
kemudian tulang belakang bagian lumbal (pinggang) dan servikal (tengkuk). Perlu diberikan
edukasi dan penanganan yang tepat untuk mencegah bertambahnya rasa nyeri pada penderita
osteoartritis.

Kata Kunci : Osteoartritis, radang sendi, terapi osteoartritis.

Abstract
One of the most common diseases in elderly women is osteoarthritis. Osteoarthritis is
a degenerative joint disease that is chronic and progressive and is associated with joint
cartilage damage and often affects body buffer’s joints. There are a few causes that that lead
to osteoarthritis, which is obesity, repetitive minor trauma, changes in skeletal structure, the
increase in age, joint operations, hormonal disorders, and etc. The joints that most commonly
affected by osteoarthritis are knee joint (genu), lumbar spine (lumbar) and cervical (nape).
The osteoarthritis patients need to be educated and get proper handling to prevent further pain.

Keywords : Osteoarthritis, arthritis, osteoarthritis therapy.

1
Pendahuluan
Pada usia tua, seorang wanita semakin rentan terhadap berbagai penyakit. Salah satu
penyakit yang paling sering terjadi pada wanita lanjut usia adalah osteoarthritis atau disebut
juga dengan pengapuran sendi. Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif dimana terjadi
penipisan kartilago sendi yang bersifat progresif dan ditandai dengan terbentuknya kista
subchondral (osteofit) yang menyebabkan rasa nyeri hebat pada sendi yang terkena.1
Penyebabnya ada beragam, diantaranya obesitas, trauma ringan berulang, perubahan struktur
skelet, peningkatan usia, operasi pada struktur sendi, kelainan hormonal, dan sebagainya.
Namun, penyebab yang paling sering adalah trauma ringan berulang dan obesitas yang
menyebabkan kerja sendi terganggu, terutama pada sendi penyangga tubuh. Sendi yang paling
sering terkena osteoarthritis adalah sendi lutut (genu), kemudian tulang belakang bagian lumbal
(pinggang) dan servikal (tengkuk).2
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang lebih sering terjadi pada kaum lansia
dibandingkan orang muda. Osteoartritis termasuk satu dari sepuluh penyakit yang paling
melumpuhkan pada negara berkembang, termasuk Indonesia.3 Penyakit ini mengakibatkan
turunnya kualitas kehidupan lansia dan membatasi aktivitas yang dapat dilakukan. Penanganan
yang dapat dilakukan untuk meringankan osteoatritis adalah dengan melakukan terapi obat,
terapi fisik, diet, menggunakan alat bantu jalan, dan tindakan bedah.3

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (alloanamnesis).4 Pada setiap anamnesis selalu
ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu yang meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku,
agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu, dapat ditanyakan pada pasien apa
keluhan utama yang membuat pasien datang berobat.4 Pasien osteoatritis biasanya akan
manyatakan adanya rasa nyeri pada sendi penyangga tubuh seperti lutut, tulang belakang, dan
sebagainya. Berdasarkan anamnesis yang baik, dokter dapat menentukan beberapa hal,
diantaranya:4
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)4
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)4

2
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)4
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)4
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)4
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya.4
Berdasarkan skenario, didapatkan informasi bahwa pasien seorang perempuan berumur 60
tahun mengeluh nyeri pada lutut kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu, nyeri bertambah saat
berjalan, saat lutut digerakkan terdapat bunyi kretek-kretek, dan kaku lutut selama 30 menit
setelah bangun tidur. Pasien tidak mengalami udem, deformitas, dan nyeri tekan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital (TTV) normal, berat
badan 80 kg, tinggi badan 165 cm, tampak sakit ringan, dan nyeri saat bergerak.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu,
dan pernapasan) serta pemeriksaan muskuloskeletal (look, feel, move).2 Look (inspeksi)
digunakan untuk melihat adanya deformitas atau kelainan bentuk seperti bengkak,
pemendekan, rotasi, angulasi dan fragmen tulang. Feel (palpasi) untuk merasankan ada atau
tidaknya nyeri tekan, krepitasi, status neurologis dan status vaskuler. Sedangkan move (gerak)
untuk mengetahui keterbatasan gerak pada daerah fraktur.2

Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik yang utama, pemeriksaan penunjang juga dilakukan sebagai
langkah untuk memperkuat/ menegakkan atau menyingkirkan diagnosis. Berikut pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis penyakit osteoarthritis, yaitu pemeriksaan radiologi dan
laboratorium.5
Pemeriksaan radiologi ialah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dan meyakinkan
dalam diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi umumnya didapatkan penyempitan
pada rongga sendi asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada
pinggir sendi, perubahan struktur anatomi sendi.5
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan arthrosentesis untuk memastikan
diagnosis. Namun perlu diperhatikan kontraindikasi yaitu pada sendi yang tidak stabil. Hal ini
biasanya terjadi pada tingkat ostearthritis yang lebih tinggi dimana terjadi deformitas. Selain

3
itu pada osteoarthritis yang sudah parah juga dapat ditemukan gangguan sendi celah sendi
menyempit dan jumlah cairan sendi berkurang. Pengambilan cairan sendi akan semakin
memperburuk keadaan pada kondisi ini.5,6
Cairan sendi normal adalah ultrafiltrat dari plasma, keduanya memiliki kandungan
yang serupa tetapi kadar ion-ion dan molekul-molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di dalam
plasma, sedangkan protein kadarnya lebih rendah karena protein plasma yang berpindah dari
plasma ke cairan sendi bergerak melalui difusi dengan tingkat kecepatan yang terbalik dengan
ukurannya. Satu lagi, yaitu cairan sendi lebih kental karena mengandung asam hyaluronat.5,6
Pada arthrosentesis dapat dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes
mikrobiologi, tes kimia serta tes imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang dapat dilihat
ialah warna cairan sendi, tes musin, tes viskositas dan melihat bekuan dalam sendi. Diantara
keempat jenis tes tersebut hanya tes warna yang masih bisa digunakan untuk kasus
osteoarthritis. Pada tes warna umumnya didapatkan perubahan warna cairan sendi dari bening
menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya tetap terlihat seperti keadaan normal.5,6
Pada pemeriksaan mikroskopik yang dapat dilihat adalah jumlah dan hitung jenis
leukosit dan Kristal. Pada kasus osteoarthritis, angka normal juga ditunjukan pada pemeriksaan
hitung sel darah dan laju endap darah darah. Pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan C-
Reactive Protein, Anti Nuclear Antibodies serta Rheumatoid Factor juga tidak banyak
membantu karena hasilnya tetap normal.5 Akan tetapi ketiga pemeriksaan ini bisa digunakan
untuk membedakan osteoarthritis terhadap jenis penyakit sendi yang lain seperti rheumatoid
arthritis. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,
pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan
peningkatan protein.5,6

Working Diagnosis
Osteoartitis (OA) adalah penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Kelainan pada tulang rawan sendi tergantung pada sendi yang
terkena, tetapi prinsipnya adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan struktur dan
fungsi rawan sendi seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas,
pembesaran tulang serta gangguam fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbunya
krepitasi baik pada gerakan aktif maupun pasif.5 Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki
paling sering terkena OA. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau
jika ada beban pada sendi. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus-menerus
sehingga mengganggu mobilitas pasien.5 Penyakit degeneratif ini merupakan penyakit sendi

4
yang paling sering dijumpai dan melibatkan biasanya 85% lebih dari 70 tahun. Pada penderita
OA terlihat gambaran patologis yang menunjukkan suatu degenerasi tulang rawan sendi dan
suatu proses peradangan.5 Pada penyakit ini ditandai oleh pengeroposan kartilago sendi. Tanpa
adanya kartilago sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi yang menyebabkan
degenerasi sendi. Penyakit ini dibagi atas dua kategori yaitu primer yang terkait dengan umur,
dan sekunder yang terjadi pada orang muda di mana diawali dengan kerusakan tulang rawan
sendi akibat trauma, infeksi atau kelainan kongenital.5
Penyakit ini umumnya menyerang tulang belakang dan sendi-sendi besar seperti
sendi-sendi yang menanggung beban tubuh dan dapat terjadi hanya pada satu sendi saja
(monoartritis). Tidak seperti pada kebanyakan artritis, pada kelainan ini perubahan anatomis
yang utama adalah degenerasi tulang rawan sendi, sedangkan artritis pada umumnya ditandai
dengan proses peradangan pada membran sinovial.5
Pada umumnya, penyakit ini timbul secara tersembunyi sehingga kekakuan sendi
timbul secara progresif lambat. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri dan
krepitasi pada waktu ada pergerakan sendi juga kadang disertai pembengkakkan sendi.5
Keadaan ini menyebabkan fungsi sendi berkurang dan atrofi otot. Akan tetapi tidak ada tanda-
tanda konstitusional dari suatu penyakit inflamasi. Berbeda dengan RA, penderita OA sering
tidak merah dan tidak panas, juga tidak timbul ankilosis. Apabila mengenai tulang belakang,
akan mengakibatkan penekanan pada saraf dan menimbulkan nyeri radikular. Osteoartritis
terdiri dari 2 jenis, yaitu:5
1. Primer
Penyebab tak diketahui, akibat proses penuaan alami. Dialami setelah usia 45 tahun,
tidak diketahui penyebab secara pasti, menyerang perlahan tapi pasti, dan dapat
mengenai banyak sendi. Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul, bisa juga sendi
lain seperti punggung dan jari-jari.5
2. Sekunder
Dialami sebelum usia 45 tahun, penyebab trauma (instability) yang menyebabkan luka
pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi
yang longgar dan pembedahan pada sendi. Penyebab lain adalah faktor genetik dan
penyakit metabolik. Patogenesis OA tidak hanya melibatkan faktor-faktor gaya
biomekanis, tetapi juga inflamasi, biokimia, dan imunologi. Untuk memahami
patofisiologi OA, perlu mengenali sendi yang normal.7

5
Gb. 2a. Perbandingan Sendi Lutut Normal dengan Sendi Lutut Penderita Osteoartritis
(Sumber: www.google.com)

Diagnosis Osteoarthritis lutut berdasarkan gambaran klinik dan nadiologis. Bila


seseorang ditemukan hanya nyeri lutut, diagnosis dengan 5 kriteria yaitu:5
 Umur di atas 50 tahun.5
 Kaku sendi pagi hari kurang dari 10 menit.5
 Nyeri tekan pada tulang.5
 Pembesaran tulang.5
 Perabaan sendi tidak panas.5

Gb. 2b. Perbandingan Sendi Lutut Normal dengan Sendi Lutut Penderita Osteoartritis
(Sumber: www.google.com)

Etiologi
Faktor umum yang mempengaruhi peningkatan resiko OA ialah umur, lokasi sendi,
obesitas, genetik, trauma, dan gender.5,8 Umur merupakan faktor dengan hubungan terbesar
terhadap OA. Ditemukan bahwa pada usia muda jarang sekali ada yang terkena OA. Perubahan
radiologis yang menunjukan gejala osteoartritis umumnya makin nyata ditemukan pada usia

6
lanjut meskipun perubahan ini tidak selalu berkorelasi dengan gejala klinik yang muncul.
Perubahan morfologis dan struktural yang berkaitan dengan kartilago pada sendi ialah semakin
menipis dan melembutnya permukaan kartilago.5 Kemudian, berkurangnya agregasi matriks
proteoglikan juga dapat terlihat pada usia tua. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan
kemampuan kondrosit dalam memperbaiki jaringan akibat proses degenerasi yang terjadi.5
Selain itu pada usia tua sering ditemukan penurunan sensitivitas kondrosit terhadap insulin
growth factor (IGF) 1 yang berperan dalam stimulasi produksi proteoglikan, kolagen dan
reseptor sel integrin.5,8
OA sering terjadi pada persendian antara tulang-tulang yang menyangga badan,
seperti pada persendian pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki. Hal ini juga tidak lepas dari
pengaruh umur yang menyebabkan penurunan fungsi pada persendian untuk menyangga
badan.5,8
Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko OA. Seseorang dikatakan mengalami
obesitas apabila indeks massa tubuhnya melebihi 25,0 (indeks massa tubuh ialah hasil
pembagian berat badan dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter). Obesitas
menyebabkan tulang penyangga badan harus bekerja lebih keras untuk menyangga, sehingga
meningkatkan gaya mekanik pada persendian tulang.5 Apalagi bila kondisi ini ditambah
dengan aktivitas fisik yang terlalu keras. Hal ini tentu saja dapat memperberat keadaan tersebut.
Oleh karena itu harus dijaga agar penderita osteoarthritis tidak melakukan aktivitas fisik yang
berlebihan.5 Pada penderita OA yang menurunkan berat badannya didapati peningkatan status
fungsional yang berarti bahkan didapati perbaikan yang setara dengan pasien yang telah
mengalami operasi penggantian sendi.5,8
Faktor herediter juga berperan dalam timbulnya OA, misalnya ibu dari seorang anak
wanita dengan OA pada sendi distal interphalanx, anaknya akan 2 kali lebih sering OA pada
sendi tersebut. Adanya mutasi dari gen prokolagen II atau gen structural lainnya untuk unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu.5,8
Terjadinya trauma dapat menyebabkan peningkatan terjadinya OA secara cepat
maupun dapat menginisiasi suatu proses lambat yang menghasilkan gejala osteoarthritis
beberapa tahun kemudian. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya suplai darah pasca trauma
maupun berkurangnya proses remodelling pada osteochondral junction. Faktor lokal lainnya
seperti stress yang berkaitan dengan frekuensi penggunaan sendi dan deformitas sendi juga
mempunyai pengaruh atas timbulnya OA.5,8

7
Wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dibanding pria untuk terkena OA.
Sebelum usia 50 tahun, lebih banyak didapati pria penderita OA dibanding wanita. Diatas 50
tahun, hal ini menjadi berkebalikan. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya kadar estrogen
pasca-menopause pada wanita berusia di atas 50 tahun.5 Kondrosit pada daerah persendian
memiliki reseptor terhadap estrogen yang mengindikasikan bahwa sebenarnya sel-sel
diregulasi oleh estrogen. Peningkatan kadar estrogen juga sebanding dengan peningkatan
proteoglikan yang sangat diperlukan untuk menunjang matriks ekstraselular.5 Sebuah studi
juga menunjukkan bahwa konsumsi estrogen oral selama 10 tahun berturut pada wanita pasca
menopause menghindarkan mereka terhadap resiko terkena osteoarthritis di daerah pangkal
paha.5,8

Epidemiologi
Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun
penyakit ini sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah
data OA pada sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka
yang cukup tinggi ini membuat osteoarthritis mempunyai dampak yang cukup besar.
Diperkirakan 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis.5

Patofisiologi
OA akan mengenai seluruh bagian dari persendian, termasuk kartilago, tulang
subchondral, synovial, dan otot sekitarnya. Secara umum berdasarkan patogenesisnya
osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder.6
Osteoartritis primer disebut juga osteoartritis idiopatik yaitu jenis osteoartritis yang
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit sistemik serta perubahan
lokal yang terjadi pada sendi.6 Sedangkan yang disebut sebagai osteoartritis sekunder ialah
osteoartritis yang didasari pada kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan,
herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terjadi dalam waktu yang lama.6,7
Para ahli menyatakan bahwa osteoartritis merupakan penyakit dengan gangguan
metabolisme pada kartilago yang juga diikuti dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago
yang belum diketahui mekanismenya.7 Terjadinya jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial
sendi umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan jejas ini dapat merangsang pembentukan
molekul yang abnormal serta menyebabkan adanya produk dari hasil degradasi kartilago yang
berada di dalam persendian yang memicu terjadinya kerusakan kondrosit serta nyeri. Pada

8
osteoartritis juga didapati hipertrofi kartilago berupa peningkatan terbatas dari sintesis matriks
makromolekul oleh kondrosit yang diduga merupakan suatu mekanisme kompensasi terhadap
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi pada cairan sendi.6,7,8

Secara fisiologis didapatkan bahwa rawan sendi mampu melakukan perbaikan sendiri
dimana akan terjadi replikasi pada kondrosit untuk memproduksi matriks yang baru. Proses
perbaikan ini dibantu oleh oleh suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel serta
membantu proses komunikasi antar sel.6 Polipeptida ini merupakan suatu faktor pertumbuhan
yang menginduksi proses sintesis DNA dan protein serta kolagen dan proteoglikan. Contoh
faktor pertumbuhan tersebut ialah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor β (TGF- β) dan coloni stimulating factors (CSFs). Namun pada
keadaan inflamasi terjadi suatu kondisi dimana sensitivitas sel terhadap faktor pertumbuhan
menurun. Selain faktor-faktor pertumbuhan tadi, hormon seperti testosteron, β-estradiol dan
kalsitonin juga memiliki peranan dalam sintesis komponen kartilago.6,8
Pada penderita osteoartritis juga terjadi gangguan suplai darah. Gangguan ini disebabkan oleh
peningkatan aktivitas fibrinogenik sekaligus penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini akan
menyebabkan munumpuknya trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah daerah
subkondral yang berujung pada iskemia dan nekrosis pada jaringan subkondral tersebut.6
Seperti kita ketahui bersama saat terjadi nekrosis, sel akan melepaskan mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat memicu rasa sakit karena dihantar oleh saraf
sensibel. Selain dilepaskannya mediator kimiawi, adanya peradangan pada tendo atau ligamen
serta spasme otot ekstra artikuler juga dapat memicu terjadinya rasa sakit. Sakit pada sendi
juga dapat disebabkan oleh adanya penekanan periosteum dan radiks saraf oleh osteofit serta
peningkatan tekanan intramedular akibat statisnya aliran darah vena intramedular karena
proses remodelling pada trabekula dan subkondral.6
Pada saat terjadi jejas yang menyebabkan nekrosis sel, material hasil nekrosis (yang dikenal
sebagai CSFs) akan memproduksi suatu sitokin aktivator plasminogen yang disebut sebagai
katabolin.8 Sitokin ini terdiri dari interleukin, tumor necrosis factor dan interferon. Sitokin ini
akan merangsang pembentukan CSFs tambahan yang akan mempengaruhi monosit untuk
mendegradasi rawan sendi secara lebih lanjut. Selain itu adanya sitokin ini juga akan
mempercepat proses resorpsi matriks rawan sendi.8 Adanya interlekuin-1 juga memiliki efek
yang banyak terhadap cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi
rawan sendi seperti stromelisin dan kolagenosa. Selain mendegradasi rawan sendi, enzim ini
juga menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit.9 Efek antagonis dapat

9
terlihat antara sitokin terhadap faktor pertumbuhan. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis. Namun
yang menjadi permasalahan adalah pada penderita OA seringkali didapatkan penurunan kadar
faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth factor 1/IGF-1.8

Gejala Klinis
Keluhan nyeri sendi umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali bertemu
dengan dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan jika ada
beban pada sendi, akan berkurang nyerinya saat beristirahat.5 Nyeri pada OA juga dapat berupa
penjalaran maupun akibat radikulopati misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal
dapat menimbulkan stenosis spinal yang berujung pada rasa nyeri di daerah betis.5 Apabila
diperhatikan, gaya berjalan yang paling sering terlihat ialah menjadi pincang. Hampir semua
pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi pincang.5
Gangguan berjalan atau fungsi sendi yang lain merupakan ancaman besar untuk kemandirian
pasien OA yang umumnya tua karena hal ini akan sangat mengganggu mobilisasi pasien OA.
Semakin nyeri maka makin terhambat gerakan sendinya.5 Kemudian ada kaku pagi yang
biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu yang lama maupun
setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati 15-30 menit keadaan kaku sebelum sendi dapat
digerakan lagi.5 Pada OA juga terjadi krepitasi, keadaan di mana celah sendi telah menyempit
dapat terjadi pergesekan antara tulang yang satu dengan yang lainnya yang menimbulkan bunyi
gemertak pada sendi yang sakit.5 Pembesaran sendi (deformitas) biasanya secara progresif
(pelan-pelan) dapat terlihat pada sendi lutut dan sendi tangan.5

Differential Diagnosis
Diagnosis banding terhadap osteoarthritis ialah penyakit radang sendi lainnya, yaitu:12
1. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliarthritis progresif dan dapat menyebabkan komplikasi ke
seluruh organ tubuh. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun. Terlibatnya
sendi pada pasien arthritis rheumatoid akan terjadi pada tingkatan yang lebih lanjut dari
penyakit ini.12
Penyakit ini umumnya menyerang sendi yang kecil, meskipun tidak menutup
kemungkinan mengenai sendi yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan
osteoarthritis yang umumnya mengenai sendi penyangga tubuh. Seringkali terdapat

10
deformitas yang sangat khas untuk RA yaitu deformitas swan neck (fleksi kontraktur
MCP – hiperekstensi PIP – fleksi PIP) dan deformitas Boutonniere (fleksi PIP –
hiperekstensi DIP).12
Selain itu ciri yang khas ialah terdapatnya poliarthritis yang serentak serta
arthritis pada daerah persendian tangan yang bersifat simetris.Hal ini berbanding
terbalik dengan osteoarthritis yang lebih sering terjadi monarthritis asimetris. Ciri khas
lain dari RA ialah adanya nodul subkutan pada pada lengan ekstensor yang bila dibiopsi
akan terlihat kolagen rusak dengan histiosit yang tersusun seperti pagar.12
2. Gout Arthritis
Gout adalah sekelompok penyakit yang terjadi akibat deposit kristal
monosodium urat di jaringan. Deposit ini berasal dari cairan ekstraselular yang sudah
mengalami supersaturasi dari hasil akhir metabolisme purin yaitu asam urat.12 Gout
yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang
ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal
asam urat di sendi yang menimbulkan artritis urika akut.12 Berbeda dengan RA,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan
gejala pada usia dewasa muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini
sering menyerang sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai persendian
metatarsofalangeal ibu jari kaki.12

3. Bursitis
Merupakan peradangan akut dan kronis. Nyeri dan cenderung membatasi pergerakan.
Akut: jika disentuh/bergerak akan timbul nyeri di daerah yang meradang.5 Kulit di atas
bursa kemerahan dan membengkak disebabkan oleh infeksi atau gout menyebabkan
nyeri yang luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan teraba hangat.5
Kronis: akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau karena cedera yang
berulang.5 Bursa menebal dan di dalamnya ada endapan kalsium padat sehingga
membatasi pergerakan dan otot mengalami penciutan (artrofi) dan menjadi lemah.5
Penatalaksanaa bursa yang terinfeksius harus dikeringkan dan diberi antibiotik. Bursitis
akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat dimana sementara sendi yang
terkena tidak digerakkan dan diberi obat OAINS (ibuprofen, Naproxen, Ketoprofen,
dll).5 Kronis: endapan kalsium dibuang melalui jarum atau pembedahan. Kortikosteroid
bisa langsung ke dalam sendi. Terapi fisik untuk mengembalikan fungsi sendi.5

11
4. Septik Arthritis
Septik atau infeksius arthritis adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi oleh
mikroorganisme-mikroorganisme. Infeksi pada sinovium menyebabkan terbentuknya
pus pada rongga sinovium.5 Sering monoartikular terutama pada sendi besar. Secara
normal, sendi dilumasi dengan jumlah kecil dari cairan yang dirujuk sebagai cairan
sinovial (synovial fluid) atau cairan sendi.5 Cairan sendi yang normal adalah steril dan
jika dikeluarkan dan dipelihara (dikulturkan) dalam laboratorium, tidak ada mikroba-
mikroba yang akan ditemukan. Pada septik arthritis, mikroba-mikroba dapat
diidentifikasi dalam suatu cairan sendi yang terpengaruh.5 Paling umum, septik arthritis
mempengaruhi suatu sendi tunggal namun adakalanya lebih banyak sendi-sendi yang
dilibatkan. Sendi-sendi yang terpengaruh sedikit banyak bervariasi tergantung pada
mikroba yang menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi orang
yang terpengaruh.5 Bakteri-bakteri yang menyebabkan septik arthritis biasanya
Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenzae. Virus-virus yang dapat
menyebabkan septic arthritis termasuk hepatitis A, B, dan C, parvovirus B19, herpes
viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1, adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola.
Jamur yang dapat menyebabkan septic arthritis termasuk histoplasma, coccidiomyces,
dan blastomyces.5

5. Meniscus tear
Meniscus tear biasanya terjadi saat lutut berada dalam posisi fleksi dan kaki menahan
berat badan.13 Meniscus medial biasanya robek karena gerakan abduksi yang terus
menerus oleh lutut dan gerakan rotasi eksternal dari femur, sedangkan meniscus lateral
biasanya ruptur karena gerakan adduksi yang terus menerus oleh lutut dan gerakan
rotasi internal dari femur.13 Biasanya meniscus medial lima kali lebih sering ruptur
dibandingkan meniscus lateral. Dan yang paling sering adalah tipe longitudinal vertical
tears, oblique tears, dan horizontal radial tears. Gejala dari meniscus tear adalah
bengkak dan kaki seperti terkunci.13 Hemarthrosis tidak terjadi apabila meniscus tidak
terpisah dengan kapsul. Pada saat di palpasi, ada rasa nyeri di bagian yang ruptur. Untuk
menegakkan diagnosis dapat dilakukan Apley’s test di mana lutut pasien berada dalam
posisi fleksi 90° kemudian bagian tibianya ditekan secara vertikal sedangkan meniscus
dikompresi dan kemudian akan menyebabkan nyeri.13 Ada juga McMurray test di mana
lutut difleksikan kemudian diekstensikan sambil ditekan dengan arah varus. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan arthroscopy dan MRI.13

12
Penatalaksanaan
Pengelolaan OA berdasarkan distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Pengelolaan terdiri dari tiga hal:5
1. Terapi non-farmakologis
 Edukasi atau penerangan
Agar pasien mengetahui seluk-beluk penyakitnya, bagaimana menjaga agar tidak
semakin parah dan persendiannya bisa tetap digunakan.5
 Terapi fisik/rehabilitasi
Untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien
melindungi sendi yang sakit.5
 Penurunan berat badan
Berat badan berlebih ternyata faktor yang memperberat OA. Karena itu, berat badan
harus dijaga tidak berlebih.5
2. Terapi farmakologis
 Analgesik oral non opiate, obat-obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi
secara simtomatik. Golongan obat analgesik ini antara lain salisilat (aspirin/asetosal),
para amino fenol (asetaminofen dan fenasetin), dan pirazolon.5
 Analgesik topical.5
 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
Apabila dengan cara-cara sebelumnya tidak berhasil, umumnya pasien mulai datang ke
dokter. Dalam hal ini kita pikirkan pemberian OAINS karena efeknya yang analgetik
dan anti inflamasi. Karena pasien OA kebanyakan lanjut usia, pemberian obat-obat
harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan cara
pemakaiannya sederhana.5
 Chondroprotective agent
Obat-obat yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi
pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obat tersebut dalam Slow
Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk kelompok obat ini
adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondoritin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide dismutase, dsb.5

13
3. Terapi bedah
 Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus, dsb.5
 Arthroscopic debridement dan joint lavage5
 Osteotomi.5
 Artroplasti sendi total.5
Dilakukan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa
sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.5

Komplikasi
Komplikasi pada osteoarthritis adalah osteonekrosis (matinya jaringan) spontan sendi
lutut, bursitis, artropati mikrokristal (sendi lutut dan tangan). Osteonekrosis merupakan salah
satu komplikasi dari OA karena patah tulang.5 Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi
komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera
terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam
beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang.
Pada ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum.5 Komplikasi
segera (lokal) pada kulit: abrasi dan laserasi sedangkan pada pembuluh darah akan robek.
Komplikasi segera (umum) yaitu shock hemoragik dan neurogenik. Pada komplikasi dini
(lokal) terjadi ekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena, infeksi sendi,
osteomielitis umum.5 Komplikasi lama (lokal) yaitu pada sendi: ankilosis fibrosa, ankilosis
osal; tulang: gagal taut, distrofi refleks, osteoporosis pascatrauma, gangguan pertumbuhan,
osteomielitis, patah tulang ulang; otot/tendo: ruptur tendon; komplikasi lama (umum): batu
ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur).5,14

Prognosis
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat ditangani dengan obat-obat konservatif.
Hanya pada kasus yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien saja baru dilakukan
operasi. Operasi yang dilakukan pun memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kuncinya
bergantung kepada penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit ini.5

14
Pencegahan

Secara umum pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena
osteorarthritis adalah mengatur diet dan pola makan sehingga berat badan tetap stabil dan tidak
terjadi obesitas menghindarkan diri sebisa mungkin dari kemungkinan trauma yang dapat
terjadi, mengonsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents seperti kondroitin
sulfat dan glikosaminoglikan, dan melakukan aktivitas fisik teratur namun hindari aktivitas
fisik yang memberi beban terlalu berat pada tubuh, apalagi bila sudah berusia lanjut.5,14

Kesimpulan

Osteoartitis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan struktur dan fungsi rawan
sendi seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas, pembesaran
tulang serta gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi baik
pada gerakan aktif maupun pasif. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan
aktivitas atau jika ada beban pada sendi. Penegakkan diagnosa bisa dibantu dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti radiologi dan atrosentesis. Penanganan
untuk OA bisa dilakukan dengan terapi non-farmalogik, terapi farmalogik, dan terapi bedah.

15
Daftar Pustaka

1. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC; 2012.h. 279-353.
2. Grace PA, Borley NR. At glance ilmu bedah. Ed 3. Jakarta: Erlangga; 2007.h. 84-5.
3. Gunawan SG, editor. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta; Departemen Farmakologis
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h. 228-40
4. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1.
Jakarta: Interna Publishing, 2009.h. 25-7.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 3197-342.
6. Felix B, Mary C. Bone and Osteoarthritis. London: Spring; 2007 h.1-20.
7. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, etc. Kelley’s textbook of rheumatology. 8th edition.
Philadelphia: Elsevier Publisher; 2009.p.1525-73.
8. Yatim F, Penyakit Tulang dan Peresendian : Arthritis atau Athralgia. 1th ed. Jakarta:
Pustaka Populer Obor; 2006
9. Prince SA, Wilson FM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2005.h.1380-3.
10. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9, 15, 64-70
11. Runge MS, Greganti MA. Netter’s internal medicine. 2nd edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier Publisher; 2009.p.1009-17.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1.
Jakarta: Media Aeculapius; 2005.h.535-9.
13. Sics. Meniscus tears. Milan: Sics Editore; 2014.h.2-6.
14. Soemasto AS, Amelz H, Junadi P, dkk. Kapita selekta kedokteran. Ed.4 Vol.2. Jakarta:
Media Aeculapius; 2014.h.833-9.

16

Anda mungkin juga menyukai