Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MATAKULIAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Eliminasi Urine

Disusun Oleh :
Selly Dwi Oktimerdhani
12.036

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN

AKADEMI KEPERAWATAN
2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan eliminasi urine merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa. Batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
terbentuknya gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang yang meliputi
herediter, umur, jenis kelamin, dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
di sekitarnya yang meliputi geografi, iklim dan temperature, asupan air,diet, dan pekerjaan.
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun ke
saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena
adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentuk di dalam vertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan gangguan eliminasi urine?
2. Bagaimana analisa data pada pasien dengan gangguan eliminasi urine?
3. Apa saja diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi urine?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita gangguan eliminasi urine?
5. Bagaimana intervensi, implementasi, dan evaluasi pada pasien dengan gangguan eliminasi
urine?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyusun dalam
penyusunan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi urine. Serta untuk salah
satu syarat dalam penugasan makalah matakuliah Kenutuhan Dasar Manusia tahun ajaran
2012/2013.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine


Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
kandung kemih, dan uretra.
2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat
sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu juta)
yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian
pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2.1.2 Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli—bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot
halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan
otot yang paling panjang, memanjang ditengah dan melingkar yang disebut sebagai detrusor,
berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat
lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar
yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat
menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar
bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi
kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung
kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.
2.1.3 Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi
uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai
tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri atas
tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita,
uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine
kebagian luar tubuh.

Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga
ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian
bawah, membran mukosa ini, pada keadaan patologis, yang terus-menerus akan menjadikannya
media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

2.2 Proses Berkemih


Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses pengosongan
vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika
urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor).
Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada
orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan melalui
medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan
relaksasi otot sfingter internal.
Komposisi urine :
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan Organik
Urea, amonia, kreatin, dan uric acid.
b. Larutan Anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, dan fosfor. Natrium klorida
merupakan garam anorganik yang paling banyak.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


2.1.1 Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau
jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi
juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2.1.2 Respon Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine
banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah pengeluaran urine.
2.1.3 Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
2.1.4 Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal
ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
2.1.5 Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih
menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
2.1.6 Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami
kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil meningkat.
2.1.7 Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat memengaruhi produksi urine.
2.1.8 Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
2.1.9 Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.
2.1.10 Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalan membantu proses berkemih adalah
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.
2.1.11 Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.

2.1.12 Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya,
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik
atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik


Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi
produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang
dapat mengganggu pengeluaran urine.
2.5 Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
2.5.1 Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung
kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi dari vesika urinaria. Atau,
retensi urine dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika urinaria adalah sebesar 250-
450 ml, dan sampai batas jumlah tersebut urine merangsang refleks untuk berkemih. Dalam
keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak 3000-4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis pada retensi :
 Ketidaknyamanan daerah pubis
 Distensi vesika urinaria
 Ketidaksanggupan untuk berkemih
 Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
 Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih
 Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Penyebabnya yaitu :
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
 Trauma sumsum tulang belakang
 Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah
 Sfingter yang kuat
 Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2.5.2 Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia yaitu :
proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat
narkotik atau sedatif. Inkontinensia urine terdiri dari :
1. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine tanpa sadar, tetapi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Kemungkinan penyababnya yaitu :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (infeksi sluran kemih)
 Minum alkohol atau kafein
 Peningkatan cairan
 Peningkatan konsentrasi urine
 Distensi kamdung kemih yang berlebihan
Tanda-tanda inkontinensia dorongan :
 Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
 Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebabnya adalah :
 Disfungsi neurologis
 Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan
 Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medula spinalis
 Fistula
 Neuropati
Tanda-tanda inkontinensia total :
 Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
 Tidak ada distensi kandung kemih
 Nokturia
 Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
3. Inkontinensia Stres
Inkontinensia stres merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
Kemungkinan penyebanya adalah :
 Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan
penuaan
 Tekanan intra abdomen tinggi (obesitas)
 Distensi kandung kemih
 Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontinensia stres :
 Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
 Adanya dorongan berkemih
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
4. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran
urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebab :
 Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia refleks :
 Tidak ada dorongan untuk berkemih
 Merasa bahwa kandung kemih penuh
 Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur
5. Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran
urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
 Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
 Adanya dorongan untuk berkemih
 Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine
2.5.3 Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasanya terjadi pada anak atau orang
jompo, umumnya pada malam hari.
Faktor penyebab enuresis yaitu :
1. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
2. Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak
diketahui yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.
3. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
4. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara
kandung atau cekcok dengan orang tua).
5. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa
dibantu untuk mendidiknya.
6. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis sistem perkemihan.
7. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas.
8. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
2.5.4 Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding perut
untuk drainase urine. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit atau disfungsi pada kandung
kemih.

2.6 Perubahan Pola Eliminasi Urine


Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pola eliminasi urine, disebabkan oleh multipel (obstruksi anatomis), kerusakan
motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
2.6.1 Frekuensi
Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa tekanan
asupan cairan dapat diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai pada keadaan stres
atau hamil.
2.6.2 Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol
sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada mereka.
2.6.3 Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada
penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.
2.6.4 Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes melitus,
defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.
2.6.5 Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,
urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. N
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tingkat Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Madura
Status Perkawinan : Menikah
Tgl. MRS : 23 Januari 2009
Tgl. Pengkajian : 26 Januari 2009
Alamat : Pamekasan
No. RM : 184395
Diagnosa Medis : Batu ginjal sebelah kiri

2. Identitas Keluarga
Nama Keluarga : Ny. N
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Umur : 39 tahun
Hubungan : Isteri
Alamat : Pamekasan

3. Status Kesehatan Saat Ini


han utama : Klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul. Nyeri muncul dari pinggal sebelah kiri,
menjalar ke depan sampai ke ujung penis.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 tahun yang lalu, klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari
pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri tidak diketahui.
Akhirnya pasien berobat ke mantri, setelah diberi obat (nama tidak tahu) keluhan berkurang
tetapi kadang muncul lagi. 1tahun yang lalu, klien mengalami nyeri pinggang yang hebat,
akhirnya oleh keluarga di bawah ke RSU. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien dinyatakan
menderita kencing batu. Setelah pulang dari RSU, klien tidak kontrol, tetapi berobat ke mantri
lagi. 2 bulan yang lalu, klien mengalami serangan nyeri hebat lagi dan dibawa ke RSU.
Sehubungan dengan keterbatasan alat, maka klien dirujuk ke RSCM, untuk penanganan
selanjutnya
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit hipertensi, jantung tidak diketahui, hepatitis tidak
pernah, kencing batu tidak pernah.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien, TB, DM,
Hipertensi.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 120/70
mmHg, suhu tubuh 36,7oC, pernapasan 20x/menit, nadi 80x/menit (regular), GCS 4 5 6.
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar, rambut hitam dan bersih,
tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, dekubitus tidak ada.
c. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala (+), benjolan tidak ada.
d. Muka
Simetris, odema (+), otot muka dan rahang kekuatan lemah, sianosis tidak ada.
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjungtiva anemis, pupil isokor sclera ikterus, reflek cahaya
positif, tajam penglihatan normal, mata tidak cowong.
f. Telinga
Sekret, serumen, benda asing, dan membran timpani normal.
g. Hidung
Deformitas, mukosa, sekret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut (+), stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah muda, kelainan lidah tidak
ada.
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis.

j. Thoraks
Gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan, rhonchi +/+
pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5
mid axilla kanan, perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-), capillary refill
2-3 detik.
l. Abdomen
Bising usus (+), tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak
teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada, tidak ada
hemoroid.
n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/- , kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary refill 3
detik, abses tidak ada, ganggren (-), reflek patella N/N, achiles N/N.
Pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+), tibialis posterior (+/+),
dorsalis pediss (+/+).
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.

3.2 Analisa Data


DATA KEMUNGKINAN MASALAH
PENYEBAB KEPERAWATAN
DS
Ø Klien mengeluh sakit Penekanan/distorsi jaringan Nyeri
pinggang tembus belakang setempat
Ø Klien menyatakan nyeri 
tekan pada pinggang kanan Pelepasan mediator kimia
Ø Klien menyatakan sakit (bradikidin)
saat miksi 
Merangsang nosireseptor

Implus ke thalamus

Cortex serebri

Nyeri
DS
Ø Klien menyatakan kurang Obstruksi saluran kemih Perubahan Eliminasi Urine
minum 
Ø Klien menyatakan sakit Pengeluaran urine inkomplit
saat miksi 
DO Kapasitas vesika urinaria
Ø Warna urine klien jernih 
dan kekuning-kuningan Perubahan eliminasi urine
DS
Ø Klien menyatakan tidak Perubahan status kesehatan Kurang pengetahuan
tahu tentang penyakitnya 
Hospitalisasi

Kurang informasi tentang
penyakit

Kurang pengetahuan

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Pre-Operasi
a. Nyeri b.d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
b. Perubahan pola eliminasi b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c. Risti kekurangan volume cairan b.d mual, muntah.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi.
2. Post-Operasi
a. Resiko kekurangan volume cairan b.d haemoragic atau hipovolemik
b. Nyeri b.d insisi bedah
c. Perubahan pola eliminasi b.d inverse perkemihan sementara (selang nefrostomi, kateter uretra,
intervensi pembedahan)
d. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan kateter.

3.4 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi


Pre-Operasi :
a. Nyeri (akut) b.d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral, trauma jaringan,
pembentukan edema, iskemia jaringan.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan rasa nyeri berkurang/hilang setelah
dilakukan asuhan keperawatan.
 TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/ menit
P : 12-20 x/ menit
S : 36- 37’5 o C
 Ekspresi wajah tampak rileks
 Skala nyeri 1-3
 Klien dapat tidur dan istirahat
Rencana Tindakan :
1) Kaji dan catat lokasi, lamanya, intensitas nyeri (0-10) dan penyebarannya.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan bila terjadi perubahan
kejadian/karakteristik nyeri.
3) Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.
4) Bantu atau dorong penggunaan napas dalam, bimbingan imajinasi.
5) Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sekitar
3-4 liter/hari.
6) Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik.

b. Perubahan pola eliminasi urin b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pola eliminasi normal setelah dilakukan
asuhan keperawatan
 Aliran urine lancar
 Klien bebas dari tanda-tanda obstruksi (hematuria)
 Klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.
Rencana Tindakan :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin.
2) Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan : 3 – 4 liter/hari.
4) Periksa semua urin, catat adanya keluaran batu.
5) Palpasi untuk distensi suprapubik dan perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema
periorbital/tergantung.
6) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
 Kolaborasi
Pemeriksaan laboratorium : elektrolit, BUN, kreatinin.
o Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas.
o Berikan obat sesuai indikasi, contoh : Asetazolamid (diamox), alopurinol (ziloprim).
o Hidroklorotiazid (esidrix, hidroiuril), klortalidon (higroton).
o Amonium Klorida; kalium atau natrium fosfat (sal hepatica).
o Agen antigout, contoh alupurinol (ziloprim).
o Antibiotik.
o Natrium bikarbonat.
o Asam askorbat.
o Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral atau nefrostomi) bila digunakan.
o Irigasi asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.
o Siapkan pasien/ bantu untuk procedure endoskopi, contoh:
Prosedur basket.
o Stents uretral.
o Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefrolitotomi, ureterolitotomi.

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan cairan tubuh b.d mual, muntah


Tujuan : Pasien dapat mempertahankan cairan yang adekuat setelah dilakukan asuhan keperawatan.
 TTV dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/menit
S : 36- 37 o C
P : 12-20 x/menit
 Turgor kulit elastik
 Membran mukosa lembab
 Intake dan output seimbang
Rencana Tindakan :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran.
2) Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga
kejadian yang menyertai atau mencetuskan.
3) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 l/hari dalam toleransi jantung.
4) Awasi tanda-tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
5) Timbang berat badan tiap hari.
 Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, elektrolit.
o Berikan cairan IV.
o Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.
o Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic, contoh : proklorperazin (compazin).

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi.
Tujuan : Klien dan keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakitnya setelah dilakukan
asuhan keperawatan.
- Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit.
- Klien mampu menghubungkan gejala dan faktor penyebab
- Klien mampu melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang.
2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3-4 L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong
klien untuk melaporkan mulut kering, dieresis berlebihan/ berkeringat dan untuk meningkatkan
pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.
3) Kaji ulang program diet, sesuai individual.
4) Diet rendah purin contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum,
alkohol.
5) Diet rendah kalsium, membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yogurt.
6) Diet rendah oksalat contoh pembatasan coklat minuman mengandung kafein, bit, bayam.
7) Diet rendah kalsium/fosfat.
8) Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua label
produk/ kandungan dalam makanan.
9) Mendengar dengan aktif tentang program terapi/perubahan pola hidup.
10) Identifikasi tanda/gejala yang menentukan evaluasi medik. Contoh, nyeri berulang, hematuria,
oliguria
11) Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada

Post-Operasi

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat setelah dilakukan asuhan keperawatan
HYD :
 Tanda-tanda vital stabil
TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/menit
P : 12-20 x/menit
S : 36-37,5oC
 Membran mukosa lembab
 Pengisian kapiler < 3 detik
 Kulit hangat dan kering
 Intake output seimbang
 Tidak ada perdarahan melalui selang.
Rencana Tindakan :
1) Pantau dan catat intake output tiap 4 jam dan laporkan bila terjadi ketidakseimbangan.
2) Observasi tanda-tanda dehidrasi.
3) Observasi tanda-tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
4) Anjurkan pasien untuk merubah posisi atau kateter saat mengubah posisi.
5) Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor ke dokter.

b. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.


Tujuan : Klien dapat melaporkan nyeri terkontrol/hilang dan meningkatnya kenyamanan setelah dilakukan
asuhan keperawatan.
 Pasien mampu bergerak dengan mudah
 Pasien mampu menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh rileks.
Rencana Tindakan :
1) Kaji intensitas, lokasi, pencetus, skala nyeri dan penghilang faktor-faktor nyeri.
2) Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, ajarkan teknik relaksasi, bantu pasien memilih
posisi yang nyaman.
3) Kaji insisi dari kemerahan, nyeri tekan, bengkak.
4) Anjurkan pasien menekan daerah insisi bila batuk.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk penghilang nyeri.

c. Perubahan pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan kateter uretral atau tindakan
pembedahan.
Tujuan : Klien dapat menunjukan pola eliminasi normal setelah dilakukan asuhan keperawatan.
 Pasien dapat berkemih dengan baik
 Warna urine kuning jernih
 Klien dapat berkemih spontan bila kateter dilepas
Rencana Tindakan :
1) Kaji pola berkemih normal pada pasien.
2) Kaji keluhan disetensi kandung kemih tiap 4 jam.
3) Ukur intake dan output cairan.
4) Observasi warna urine, bau dan jumlah urine.
5) Anjurkan pasien minum air putih 2-3 L/hari kecuali bila ada kontra indikasi.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kateter, insisi pembedahan.


Tujuan : Klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi setelah dilakukan asuhan keperawatan.
 Suhu dalam batas normal
 Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi
 Drainage dari selang dan kateter kuning jernih/bersih
Rencana Tindakan :
1) Kaji dan laporkan tanda dan gejala adanya infeksi (demam, nyeri tekan, pus).
2) Ukur suhu tiap 4 jam.
3) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
4) Anjurkan pasien menghindari/menyentuh insisi, balutan dan drainage.
5) Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan dan melakukan perawatan luka..
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa kebutuhan eliminasi urine

merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa.

Dimana sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,

kandung kemih, dan uretra. Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang

dapat menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol

berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan

melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor

dan relaksasi otot sfingter internal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu : diet dan asupan, respon

keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stres psikologis, tingkat aktivitas, tingkat

perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan seseorang, tonus otot, pembedahan,

dan pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai