Anda di halaman 1dari 5

SKENARIO 4

HIDUNG TERSUMBAT

Seorang pasien perempuan berusia 20 tahun datang ke dokter dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 2 minggu yang lalu saat menempati rumah baru. Keluhan disertai keluarnya ingus
encer yang saat ini menjadi kental kekuningan, dan bersin berkali kali. Gangguan penghidu, nyeri
wajah, batuk, dan demam disangkal.
Sebelumnya pasien memiliki riwayat sejak usia sekolah dasar mengalami pilek kambuhan
disertai bersin berkali – kali terutama saat pagi hari dan membaik di siang hari. Saat itu pasien
sering meminum obat rutin dan menggunakan nasal dekongestan dalam jangka waktu lama. Ayah
pasien juga memiliki keluhan serupa yang kambuh setiap terpapar debu. Ibu pasien juga memiliki
riwayat hidung sering tersumbat bergantian terutama saat terpapar bau yang menyengat.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak konka inferior hipertrofi, mukosa konka
berwarna dasar livid dan kemerahan, tampak sekret mukoid sedikit kekuningan. Tidak terdapat
nyeri tekan pada sinus frontalis, etmoidalis maupun maksilaris. Dokter kemudian meresepkan obat
dan memberikan edukasi terkait pasien.
PERTANYAAN
1. Mengapa pasien mengalami hidung tersumbat sejak 2 minggu yang lalu saat menempati
rumah baru?
2. Mengapa ingus yang awalnya encer menjadi kental kekuningan dan bersin berkali kali?
3. Mengapa riwayat gangguan penghidu, nyeri wajah, dan demam ditanyakan dan apa
hubungannya dengan keluhan pasien?
4. Apakah hubungan riwayat pasien saat SD yang mengalami pilek kambuhan disertai bersin
saat pagi hari dengan keluhan yang dialami saat ini?
5. Apakah pemakaian obat rutin dan nasal dekongestan dapat mempengaruhi keluhan pasien
saat ini?
6. Apakah hubungan riwayat keluarga ayah yang memiliki keluhan serupa saat terkena debu
dan ibu yang memiliki riwayat hidung tersumbat saat terpapar bau menyengat dengan
keluhan pasien? Bagaimana mekanisme nya?
7. Apakah diagnosis dan DD nya?
8. Apa faktor resiko terjadinya keluhan pasien ini?
9. Bagaimana interpretasi px rinoskopi anterior?
10. Apakah tata laksana farmakologis dan non farmakologis, serta edukasi yang tepat diberikan
pada pasien?

Andhika Suryo W FK UII 2016


KATA – KATA SULIT
1. Nasal dekongestan :
- Obat yang bisa digunakan untuk meredakan kongesti nasal atau hidung tersumbat yang
umumnya disebabkan oleh: Flu, Pilek, Sinusitis, Alergi
- Meredakan pembengkakan pembuluh darah di dalam hidung
- Contoh: oxymetazoline, pseudoephedrine, ephedrine, ipratropium bromide, dan
phenylephrine.
2. Mukosa konka livid  Mukosa berwarna pucat
3. Sekret Mukoid :
- Sputum  Keadaan abnormal produksi mukus berlebihan dan tertimbun, membran
mukosa terangsang dan mukus dikeluarkan dengan tekanan intra
thorakal dan abdominal tinggi, mukus keluar sebagai sputum
- Kondisi sputum
a) Purulen : Kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket
b) Mukopurulen : Kondisi sputum dalam keaadan kental, kuning kehijauan
c) Mukoid : Kondisi sputum dalam keaadan berlendir dan kental
d) Hemoptisis : Kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah
e) Saliva : Air liur

BUKU
1. Riordan-Eva, P. and Whitcher, J. P. (2007) ‘Vaughan & Asbury Oftamologi Umum
Edisi 17’, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. (Riordan-Eva and Whitcher, 2007)

2. Foster, P. J., Buhrmann, R., Quigley, H. A. and Johnson, G. J. (2002) ‘The definition
and classification of glaucoma in prevalence surveys’, British Journal of
Ophthalmology. doi: 10.1136/bjo.86.2.238. (Foster et al., 2002)

3. Ilyas, S. and Yulianti, S. R. (2014) Ilmu Penyakit Mata, Edisi Kelima. doi:
10.1002/ab.20258. (Ilyas and Yulianti, 2014)

4. Kanski, J. J. (2016) ‘Clinical ophthalmology. A systematic approach. 8th edition’,


Elsevier Health Sciences. (Kanski, 2016)

5. Daljit Singh, MBBS, MS, Ds. (2015) ‘Fungal Keratitis: Background,


Pathophysiology, Epidemiology’, Medscape.(Daljit Singh, MBBS, MS, 2015)

6. Sado, D. M. (2003) ‘Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and Drug Therapy’,


JRSM. doi: 10.1258/jrsm.95.9.472. (Sado, 2003)

7. Hartono, Y.R.H, Utomo PT, Hernowo AS. 2007. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata.
Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM:185-7.

8. Jim C Wang (王崇安), MD Herpes Simplex Virus (HSV) Keratitis

Andhika Suryo W FK UII 2016


RINITIS

 DEFINISI
o Penyakit radang hidung yang dibagi menjadi
 Non purulen
 Purulen:
a. Rinitis akut (Infeksi virus, selesina)
b. Rinosinusitis
c. Purulen kronis
d. Polip hidung yang terinfeksi
e. Rinitis alergi musibah
f. Rinitis alergi perenial
g. Rinitis vasomotor

 JENIS
A. Rinitis Alergi
Definisi
 Penyakit inflamasi hidung yang disebabkan oleh  reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama
 Serta dilepaskannya mediator kimiawi (IgE) ketika terjadi paparan ulangan
terhadap alergen tersebut  menimbulkan gejala: rinore, bersin, gatal &
tersumbat
Patofisiologi
a) Tahap Sensitasi (Kontak pertama dengan alergen)
 Ada alergen pertama kali datang  makrofag/ monosit (APC)
menangkap alergen di mukosa hidung

Antigen membentuk fragmen pendek peptida & bergabung dengan
molekul HLA class II  menjadi komplek peptida NHC class II

Dipresentasikan pada sel T helper (Th0)  Antigen melepas sitokin (IL-
1)  mengaktifkan ThO  untuk berproliferasi menjadi Th1 & Th2

Th2 menghasilkan IL-3, IL-4, IL-5, IL-13

IL-4 & IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B

Sel limfosit B menjadi aktif & memproduksi IgE

IgE disirkulasi darah  masuk ke jaringan & diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit / basofil (sel mediator)  sel mastosit/ basofil
menjadi aktif  masuk ke fase RAFC

Andhika Suryo W FK UII 2016


b) Tahap Provokasi (Reaksi alergi)
1) Immediate Phase Allergic Reaction (RAFC) / Fase cepat
 Sejak berkontak dengan alergen  1 jam sebelumnya
 Bila mukosa yang sudah tersensitasi terpapar dengan alergen yang
sama  Ke-2 rantai IgE akan mengikat alergen spesifik

Terjadi degranulasi (terpecahnya dinding sel) mastosit & basofil

Akibat dari terlepasnya mediator: Histamin, Prostaglandin D2
(PGD2), Leukotrien D4 (LTD4), Bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF), dan sitokin (IL-3,4,5,6), Granulocyte Macrofage
Colony Stimulating Factor (GMC-SF)
 Histamin merangsang reseptor H1 di ujung saraf vidianus,
menimbulkan:
 Rasa gatal pada hidung, bersin – bersin
 Kel. Mukosa & sel gobler mengalami hipersekresi &
permeabililitas kapiler ↑  terjadi rinore
 Vasodilatasi sinusoid  hidung tersumbat
 Merangsang mukosa hidung  mengeluarkan Inter Cellular
Adhesion Molecule 1 (ICAM1)
 Sel Mastosit melepaskan molekul kemotaktik  akumulasi sel
eosinofil & neutrofil di jaringan target  lanjut ke fase RAFL
2) Late Phase Allergic Reaction (RAFL)
 Respon gejala berlanjut & mencapai puncak 2 – 4 / 6 – 8 jam (Fase
hiperaktivitas) setelah pemaparan

↑ Jenis & jumlah sel inflamasi:
- Eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil, mastosit) di mukosa hidung
- ↑ sitokin: IL-3,4,5, Granulocyte Macrofage Colony Stimulating
Factor (GMC-SF), ICAM1 pada sekret hidung
 Timbul gejala hiperaktif/hiperresponsif pada hidung akibat
- Eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya: Eosinophilic
Cationic Protein (ECP), Major Basic Protein (MBP) dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO)
- Berlangsung selama 24 – 48 jam
 Dapat diperberat oleh  asap rokok, bau yang merangsang,
perubahan cuaca, dan kelembaban udara yang tinggi

Andhika Suryo W FK UII 2016


Etiologi
a) Jenis Alergen berdasarkan cara masuk)
1) Alergen inhalan (masuk bersama udara pernapasan), contoh:
 Tungau debu rumah (D. Pteronyssinus, D. Farinae, B. Tropicalis)
 Kecoa, epitel kulit binatang (kucing, anjing)
 Rerumputan (bermuda grass), jamur (aspergillus, alternaria)
2) Alergen ingestan (masuk ke saluran cerna)
 Makanan: Susu sapi, telur, coklat, ikan, udang, kacang kacangan
3) Alergen injection (melalui suntikan/ tusukan)
 Penisilin, sengatan lebah
4) Alergen kontak (kulit/ jaringan mukosa)
 Bahan kosmetik, perhiasan

Andhika Suryo W FK UII 2016

Anda mungkin juga menyukai