Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK TRAUMA DAN KRISIS

KEKERASAN PADA REMAJA BULLYING, DATING VIOLENCE

Disusun Oleh:
MUHAMMAD AKBAR (010217A024)
RENI FERMIATI (010217A026)
SITI A’ISAH (010217A030)
SUBAGYO (010217A031)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan
yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup
yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan
masalah (koping) yang biasa digunakan.
Terjadinya suatu kondisi dimana individu tak mampu mengatasi
masalah dengan cara (mekanisme koping) yang biasa dipakai. Krisis dapat terjadi
akibat ketidakseimbangan psikologis, yang merupakan hasil dari peristiwa
menegangkan atau mengancam integritas diri. Hal ini merupakan bagian dari
kehidupan yang dapat terjadi dengan bentuk dan penyebab yang bermacam-
macam, dan dapat disebabkan karena faktor eksternal maupun internal.
Salah satu faktor eksternal yang dapat menyebabkan krisis adalah
bullying dan dating violence( kekerasan yang dilakukan pacar) pada remaja.
Remaja yang baru saja terkena bullying dan dating violence tentunya akan
mengalami stress yang kemudian mengarah kepada krisis. Namun krisis yang
dialami juga tentu akan berdampak kepada keluarga yang bersangkutan. Keluarga
menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh sangat
kuat terhadap suatu kondisi yang dialami anggota keluarga. Akibatnya, jika salah
satu anggota keluarga(anaknya yang berusia remaja) mengalami stress akibat
bullying, maka akan mempengaruhi sistem yang terdapat dalam keluarga tersebut.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mempelajari tentang mata kuliah trauma dan krisis
2. Tujuan Khusus
a) Mempelajari tentang krisis kekerasan pada remaja bullying, dating violence
(kekerasan yang dilakukan pacar)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Intervensi Trauma dan Krisis


1. Pengertian

Kritis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan


yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup
yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan menggunakan metode pemecahan
masalah (koping) yang biasa digunakan.

Krisis mempunyai keterbatasan waktu dan konflik berat yang


ditunjukkan menyebabkan meningkatkan ansietas. Konsep krisis sering
diasosiasikan dengan respon potensi yang adaptif, dan biasanya tidak berkaitan
dengan sakit, disisi lain konsep stress sering dihubungkan dengan konotasi negatif
atau resiko tinggi untuk sakit (Rapoport dalam Antai Otong, 1995).

Intervensi krisis merupakan pendekatan yang relative baru dalam


mencegah gangguan jiwa dengan focus pada penemuan kasus secara dini dan
mencegah dampak lebih jauh dari stress ( Caplain dan Ontong,1995 ), hal ini
dilaksanakan dengan kerja sama lintas sektoral dan interdisiplin dalam mencegah
dan meningkatkan kesehatan mental.
Menurut Psychoanalytical Theory, hal terpenting dalam krisis adalah
pengalaman respons dan maladaptive usia dini anak sepanjang perjalanan
hidupnya. Dampak dari anak tersebut akan berpengaruh pada masa dewasanya
khususnya kematangan dalam pola koping yang digunakan. Konflik-konflik masa
lalu anak yang tidak selesai atau belum terpecahkan akan mewarnai cara dia
menghadapi krisis setelah dewasanya.
Pertimbangan Umum
a). Krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain
b). Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus pertumbuhan
dan pembelajaran.
c). Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu atau lain
cara dalam periode yang singkat (4 sampai 6 minggu). Penyelesaian krisis dapat
dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau ditingkatkan melalui
pembelajaran baru. Penyelesaian krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali
pulih ke tingkat sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat
fungsional.
d).Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menentukan krisis. Setiap
individu memiliki respons yang unik terhadap masalah yang dialaminya.
Caplain menjelaskan tentang 3 (tiga) kriteria agar seseorang mampu kembali pada
keadaan adaptif dari krisis:
 Kemampuan untuk mengelola emosi seperti marah, kecemasan, frustasi.
 Kemampuan menggunakan koping yang adaptif
 Kemampuan untuk memelihara reality testig dan tidak regresi saat berhadapan
dengan krisis.

Kualitas dan Maturitas Ego dinilai berdasarkan ( G. Caplan 1961) :

1. Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta mempertahankan


keseimbangan.
2. Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan problem.
3. Kemampuan untuk mengatasi problem serta mempertahankan keseimbangan
sosial.
Krisis terjadi melalui empat fase :
 Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu untuk
menggunakan koping yang biasa dipakai.
 Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal.
 Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain.
 Fase IV : Terjadi ansietas berat / panik yang menunjukkan adanya disorganisasi
psikologis.
2. Tipe tipe krisis
a. Krisis Maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat
tahap mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju
kematangan pribadi individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan
masalahnya tiap tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang
terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan
yang dapat mengganggu keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas,
masa perkawinan, menjadi orang tua, menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi
memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber
– sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.
b. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat
dari suatu kejadian yang spesifik, seperti : kehilangan pekerjaan, kehamilan yang
tidak diinginkan atau kehamilan di luar nikah, penyakit akut, kehilangan orang
yang dicintai, kegagalan, di sekolah.
c. Krisis Malapetaka ( Krisis Sosial )
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta
menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti :
gunung meletus, kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang
seperti halnya pada krisis maturasi.
3. Penyebab

a. Faktor predisposisi

 keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya pada fase-fase


tumbuh kembang akan mempengaruhi kemampuan individu mengatasi stress
yang terjadi dalam hidupnya. Setiap fase, individu mengalami krisis yang lazim
di sebut krisis maturasi.
 Pembagian fase tumbuh kembang menurut Sigmind Freund dari faese oral,
anal, falik, dan pubertas.
 Krisis maturasi terjadi dalam suatu periode tramsisi yang dapat menganggu
keseimbangan psikologis seperti pada masa pubertas, masa perkawinan,
menjadi orang tua, menopause, lanjut usia.
 Krisis maturasi memerlukan peruahan peran yang dipengaruhi oleh contoh
peran yang memadai, sumber-sumber interpersonal dan tingkat penerimaa
orang lain terhadap peran baru.
b. Faktor Presipitasi
 Mengidentifikasi fator pencetus, termasuk kebutuhan yang terancam, misalnya:
 Kehilangan orang yang dicintai, baik kematian maupun perpisahan yang lazim
di sebut krisis situasi
 Kehilangan biopsikososial, seperti: kehilangan salah satu bagian tubuh karena
operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan
kemampuan melihat, dsb.
 Kehilangan milik pribadi misalnya: kehilangan harta benda, rumah kena
gusur,dsb.

Ancaman kehilangan misalnya: anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang


hebat dengan pasangan hidup
B. Bullying
a. Pengertian Bullying
Bullying dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “ penindasan/risak”
merupakan segala sesuatau bentuk penindasan atau kekerasan yanag dilakukan
dengan sengaja oleh satu orang atau kelompok orang yang lebih kuat atau
berkuasa terhadap orang lain , dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan
secara terus menerus.
Terdapat banyak definisi tentang bullying , terutama yang terjadi
dalam konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyakat, komunitas virtual.
Namun dalam hal ini dibatasi dalam konteks scholl bullying atau bullying di
sekolah. Riuskina et.all (2015) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku
agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang
memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan
menyakiti orang tersebut.
b. Kategori Bullying
Ada 6 kategori bullying :
1. Kontak fisik langsung
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci, seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung
Tindakan mengancam , mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
member panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-douns),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip.
3. Perilaku non-verbal langsung
Tindakan melihat dengan sisnis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau megancam, biasanya disertai oleh
bullying fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga
menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng.
5. Cyber bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman
video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosila).
6. Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
c. Dampak Bullying
Dampak buillying dapat terhadap setiap pihak yang terlibat, baik anak-anak yang
di-bullying, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan bullying,
bahkan sekolah dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa
pengaruh buruk terhadap kesehatan fisisk maupun mental anak. Pada kasus yang
berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan
sebagainya, dampak dari bullying adalah :
1. Dampak bagi korban
 Depresi dan marah
 Rendahnya tingkat kehadiran dan rendahnya prestasi akademik siswa
 Menurunkan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa
2. Dampak bagi pelaku
Pelaku memiliki rasa percaya diri tinggi dengan harga diri yang tinggi pula,
cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal
orang berwatak keras, mudah marah dan terhadap kekerasan, tipikal berwatak
keras, mudah marah dan imolusif, toleransi yang rendah terhadap frustasi.
Memilki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati
terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying , perilaku akan berangapan
bahwa mereka memiliki kekuasaan terdahap keadaan. Jika dibiarkan terus
menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan
terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku
criminal lainya.
3. Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders)
Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi
penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara
sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan
penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainya mungkin
hanya akan diam sja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka
merasa tidak perlu menghentikanya.
d. Penyebab Bullying
1. Anak yang memiliki control diri yang rendah, berpotensi menjadi :
 Pembully karena sebelumnya menjadi korban kekerasan dan menggangap
dirinya selalu terancam dan biasanya bertindak meyerang sebelum
diserang, tidak memiliki perasaan tanggung jawab terhadap tindakan yang
telah dilakukan, serta selalu ingin mengontrol dan mendominasi dan tidak
menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas
dendam.
 Korban bully berkaitan dengan ketidakmampuan atau kekurangan korban
dari aspek fisik, psikologi sehingga meras dikucilkan.
2. Keluarga permisif terhadap perilaku kekerasan, yang ditunjukan dengan
orang tua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan yang agresif, serta
tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik.
3. Teman sebaya yang menjadi supporter/penonton yang secara tidak langsung
membantu pembully memperoleh dukungan kuasa, popularitas dan status.
4. Sekolah, lingkungan sekolah dan kebijakan sekolah mempengaruhi aktifitas,
tingkah laku serta interaksi pelajar di sekolah. Rasa aman dan dihargai
merupakan dasar pencapaian akademik yang tinggi di sekolah, jika hal ini
tidak dipenuhi maka pelajar akan bertindak mengontrol lingkungan dengan
melakukan tingkah laku anti sosial seperti malakukan bullyi. Manajemen
dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah juag mengakibtakan
munculnya bullying di sekolah.
5. Media massa sering menampilkan adegan kekerasan yang juga
mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak dan remaja.
e. Pencegahan Bullying
Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
1. Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar :
 Mampu mendeteksi secara dini kemungkinan pemberdayaan pada bullying
 Anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya
 Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi (melerai,
mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan,
melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat)
2. Pencegahan melalui keluarga, dengan meningkatakan ketahanan keluaraga dan
memperkuat pola pengasuhan, antara lain :
 Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
 Memberikan linkungan yang penug kasih saying sejak dini dengan
memperlihatkan cara berinteraksi antar anggota keluarga
 Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan keperdulian dan sikap
menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan
 Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi,
internet dan media elektronik lainnya.
3. Pencegahan melalui sekolahan
 Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan
kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat
kebijakan “anti bullying”
 Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
 Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah
 Menciptakan suasana lingkungan sekolah yng aman, nyaman, dan kondusif
 Melakukan pertemuan berkala dengan orang tua atau komite sekolah
 Upaya pengendalian diri sendiri
Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda, Ia harus
mengetahui kelemahan dan kelebihan.
 Mengajarkan anak untuk pandai bersosialisasi
 Mengajarkan kemampuan asersif yaitu kemampuan untuk menyatakan
pendapat tentang orang lain dengan baik
 Meningkatkan kesadaran akan perilaku bullying serta penegakan bullying di
sekolah
4. Pencegahan melalui masyarakat
Dengan membangun kelompok masyarakat yang perduli terhadap
perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampong (Perlindungan Anak
Terintegrasi Berbasis Masyarakat /PATBM).
f. Penanganan Bullying
Penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi),
merupakan proses intervensi yang meberikan gambaran yang jelas kepada
pembully bahwa tingkah laku yang tidak bisa dibiarkan berlaku di sekolah.
Pendekatan pemulihan dengan mengintegrasikan kembali murid yang
menjadi korban bullying dan murid yang telah menjadi korban bullying dan murid
yang telah melakukan tindakan agresif (bullying) bersama dengan komunitas
murid lainnya ke dalam komunitas sekolah supaya menjadi murid yang
mempunyai daya tahan dan menjadi anggota komunitas sekolah yang patuh dan
berpegang teguh pada peraturan dan nilai-nilai yang berlaku.
Program pendekatan pemulihan sosial ini mempunyai nilai utama
yaitu penghormatan, pertimbangan dan partisipasi. Prisip yang digunakan adalah :
1. Mengharapkan yang terbaik dari orang lain
2. Bertanggung jawab terhadap tingkah laku dan menghadapi perasaan orang lain
3. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan
4. Peduli kepada orang lain.
g. Peran Perawat
Dalam hal ini perawat tidak bisa bekerja sendiri dalam penanganan korban,pelaku
ataupun orang yang yang menyaksikan bullying,perawat harus bekrja sama dengan
berbagai pihak, hal-hal yang perawat dapat lakukan adalah sebagai berikut :
1. Jangan menyalahkan anak atas tindakan, gunakan bahasa yang baik untuk
menanyakan apa yang terjadi, mengapa dan bantulah anak untuk mengatasi rasa
ketidaknyamanan. Hadapi dengan sikap yang tulus dan lembut agar tidak
memberontak.
2. Cari akar permasalahanya, permasalah bullying akan segera terselasaikan
apabila akar permasalahnya dapat dihentikan.
3. Minta bantuan orang ketiga (guru/professional)
4. Pendekatan persuasive, personal melalui teman dan orang tua
Pendekatan ini perlu dilakukan agar ketidaknyaman pada pelaku berkurang dan
membantu memecahkan masalah dan meringankan beban yang sedang
ditanggung
5. Komunikasi dan interaksi antar pelaku bullying, korban dan orang tua
h. Kekerasan yang dilakukan oleh pacar (Dating Violence)
1. Teori Kekerasan
a. Kekerasan
Secara umum, konsep kekerasan mengacu pada dua hal yakni
pertama, kekerasan merupakan suatu tindakan untuk menyakiti orang lain
sehingga menyebabkan luka-luka atau mengalami kesakitan dan kedua,
kekerasan yang merujuk pada penggunaan kekuatan fisik yang tidak lazim
dalam suatu kebudayaan ( Wiyata, 2002:7 ).
Dalam bahasa sehari-hari konsep kekerasan meliputi pengertian yang
sangat luas mulai dari tindakan penghancuran harta benda, pemerkosaan,
pemukulan, perusakan yang bersifat ritual, penyiksaan dan bahkan sampai
pada pembunuhan. Menurut asal katanya, kekerasan ( violence ) berasal dari
gabungan kata latin yakni vis dan latus. Vis berarti daya dan kekuatan
sedangkan latus berarti membawa. Jadi secara sosiologis, kekerasan
merupakan konflik sosial yang tidak terkendali oleh masyarakat dengan
mengabaikan norma dan nilai sosial sehingga menimbulkan tindakan
merusak.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku baik yang
bersifat terbuka ( overt ) maupun yang sifatnya tertutup ( covert ) dan baik
yang bersifat menyerang ( offensive ) ataupun bertahan ( deffensive )
yang disertai dengan penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh
karena itu, ada empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi antara lain :
a. Kekerasan terbuka adalah kekerasan yang dapat dilihat seperti
perkelahian,
b. Kekerasan tertutup yakni kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan
langsung seperti perilaku mengancam,
c. Kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan tidak untuk
perlindungan tetapi untuk mendapatkan sesuatu seperti pemerkosaan, dan
d. Kekerasan defensif adalah kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan
perlindungan diri.
Definisi mengenai kekerasan dikemukakan oleh Soetandyo,
kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi kuat ( atau yang tengah merasa kuat ) terhadap seseorang
atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah, bersaranakan kekuatannya, fisik
maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk menimbulkan rasa
derita dipihak yang tengah menjadi objek kekerasan (Mufida, 2004:145).
Dilihat dari aspek jenis kelamin perempuan bisa dikatakan rentan
terhadap semua bentuk kekerasan atau penindasan, hal ini terjadi karena
posisinya yang lemah atau karena sengaja dilemahkan baik secara sosial,
ekonomi maupun politik. Namun bukan berarti laki-laki juga tidak mengalami
kekerasan, kekerasan dapat terjadi pada siapa saja selama ada salah satu pihak
yang lebih mendominasi.
Oleh karena itulah, ketimpangan yang ada antara laki-laki dan
perempuan bukanlah masalah seks atau jenis kelamin yang berbeda melainkan ada
konstruksi dalam pikiran tentang realitas laki-laki dan perempuan dalam
kehidupan. Karena itulah, dalam hal ini disepakati bahwa harus dibedakan
antara seks dan jender dalam rangka melihat hubungan antara laki-laki dan
perempuan serta untuk memandang posisi dan perannya di masyarakat.
Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan
sebagai kekerasan jender diantaranya :
a. Kekerasan dari negara yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti
pelanggaran terhadap hak reproduksi,
b. Kekerasan disektor informal misalnya pembantu rumah tangga, buruh tani dan
pekerja seks,
c. Perkosaan,
d. Kekerasan dalam rumah tangga ( domestic violence ) dan
e. Kekerasan yang dilakukan oleh pacar ( dating violence ).
b. Pacaran
Pacaran ( dating ) berarti seorang laki-laki dan seorang
perempuan pergi keluar bersama-sama untuk melakukan berbagai aktivitas
yang sudah direncanakan sebelumnya. Menurut Guerney dan Arthur, pacaran
adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jenis
kelamin untuk terikat dalam suatu interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada
hubungan keluarga ( http://id.shvoong.com ).
Definisi mengenai pacaran dikemukakan oleh Robert J Havighurst :
Pacaran adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diwarnai dengan
keintiman dimana keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui
sebagai pacar serta dapat memenuhi kebutuhan dari kekurangan pasangannya.
Kebutuhan itu meliputi empati, saling mengerti dan menghargai antarpribadi,
berbagi rasa, saling percaya dan setia dalam rangka memilih pasangan hidup (
Widianti, 2006:88 ).

Selain itu terdapat 3 ( tiga ) hal penting yang menjadi proses


dalam berpacaran yakni :
 Proses komunikatif merupakan usaha pensosialisasian diri dan kelompok
terhadap individu atau komunitas lain agar terjalin hubungan yang erat
dan harmonis sehingga memperoleh citra dan pengakuan eksistensi baik
secara de facto maupun de jure.
 Proses adaptif merupakan suatu usaha penyesuaian setiap individu,
kelompok dengan individu maupun kelompok masyarakat yang lain. Proses
ini bisa berlangsung dalam waktu yang singkat maupun dalam waktu yang
panjang sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing baik secara fisik
maupun psikis.
 Proses interaktif merupakan suatu usaha pembauran kedalam suatu
komunitas tertentu untuk menjadi satu bagian dari komunitasnya yang
baru.
Pacaran terjadi sebagai proses aktualisasi dari komunikasi lahiriah
( mata ) dan batiniah ( hati ). Dari proses tersebut berlanjut kepro ses adaptasi
antara keduanya dimana saling mencari kesesuaian baik kejiwaan, watak
maupun prinsip-prinsip normatif, agama dan adat. Dalam wilayah ini akan
terjadi dua pilihan alternatif yakni ketika komunikasi dan adaptasi terdapat
kesesuaian dan kesepahaman maka pacaran antara keduanya akan terus
berlanjut sebaliknya ketika jalinan komunikasi dan adaptasi tersebut terjadi
perbedaan ( secara prinsip misalnya agama ) bisa jadi proses pacaran pun akan
terhenti.
c. Perilaku Menyimpang
Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya karena
pada periode tersebut seseorang meninggalkan tahap kehidupan anakanak untuk
menuju ketahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan
sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan sedangkan kepribadiannya
sedang mengalami pembentukan.
Remaja sebagai masa transisi sangat rentan sekali terhadap
tindakan-tindakan yang melanggar aturan dan norma, perilaku remaja yang
tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat biasa disebut dengan
perilaku menyimpang. Tindak kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku
menyimpang karena telah bertentangan dengan hukum atau melawan peraturan
yang legal, sedangkan pengertian perilaku menyimpang atau deviasi diartikan
sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri
karakteristik dari masyarakat ( Kartono, 2007:11 ). Ciri-ciri tingkah laku yang
menyimpang dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a. Aspek lahiriah dibagi dalam dua kelompok yakni deviasi lahiriah dalam
bentuk verbal dan deviasi lahiriah yang non verbal. Deviasi lahiriah dalam
bentuk verbal berupa kata-kata makian, kata-kata kotor yang tidak senonoh
dan cabul sedangkan deviasi lahiriah yang non verbal yaitu semua tingkah
laku yang non verbal yang nyata terlihat.
b. Aspek-aspek simbolik yang tersembunyi khususnya mencakup sikap-sikap
hidup, emosi-emosi, sentimen-sentimen dan motivasi-motivasi yang
mengembangkan tingkah laku menyimpang.
Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam
rumah tangga namun masih sedikit sekali yang peduli pada kekerasan yang
terjadi pada remaja terutama kekerasan yang terjadi dalam hubungan
pacaran, hal ini didasarkan pada anggapan masyarakat bahwa dalam
berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan karena pada masa ini hanya
diwarnai oleh hal-hal yang indah dimana setiap hari hanya merasakan
kata-kata manis dan tingkah laku yang dilakukan oleh sang pacar. Hal
tersebut dapat dipahami sebagai salah satu bentuk ketidaktahuan akibat
kurangnya informasi.
Kekerasan dalam berpacaran menurut Harry Kurniawan adalah
segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur pemaksaan, tekanan,
perusakan dan pelecehan fisik maupun psikologis yang terjadi dalam
hubungan pacaran (Idham, 2007:25). Sasaran kekerasan fisik misalnya
pemukulan terhadap tubuh, belaian atau jamahan terhadap tubuh yang tidak
dikehendaki dan memaksa atau merayu untuk berhubungan seksual
sedangkan kekerasan psikologis berkaitan dengan kebohongan, ancaman,
tekanan dan cacian baik lewat perkataan maupun perbuatan yang berakibat pada
minimalisasi kemampuan mental dan otak.
Kekerasan dalam berpacaran tidak hanya dialami oleh siswa
perempuan saja tetapi juga dialami oleh siswa laki-laki namun dalam
sepengetahuan masyarakat perempuan lebih banyak menjadi korban
kekerasan dibandingkan dengan laki-laki, hal ini didasarkan karena adanya
ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang umumnya dianut
oleh masyarakat luas.
Penguasaan tersebut pun terjadi dalam hubungan pacaran dimana
seseorang yang sudah mempunyai pacar biasanya akan menganggap
bahwa pacarnya tersebut hanya miliknya sehingga tidak ada seorang pun
yang bisa mendekatinya, perasaan memiliki yang berlebihan tersebut kerap
kali menimbulkan kekerasan. Hal ini senada dengan pendapat Fromm
(2005) yang mengemukakan bahwa cinta yang ada selama ini selalu
berbalut erat dengan kuasa dan pengaturan yang mengaburkan definisi dari
cinta itu sendiri, cinta bukan lagi sebuah pengorbanan tetapi tuntutan yang
apabila tidak dipenuhi maka akan berujung pada kekerasan.
Adapun proses terjadinya kekerasan dalam pacaran disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya : Rasa cemburu, Masalah Kurang Perhatian/Tidak
Ada Kabar, Selingkuh, Tidak patuh/ Menurut, Berbohong. Tindak kekerasan
dalam berpacaran pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori yaitu
kekerasan yang bersifat fisik dan kekerasan yang bersifat non fisik (
Zaitunah, 2004:12 ). Kekerasan fisik dapat berupa pelecehan seksual seperti
perabaan, colekan yang tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan serta
perkosaan sedangkan kekerasan non fisik dapat berupa cacian, colekan, bentuk
perhatian yang tidak diinginkan, direndahkan dan dianggap selalu tidak mampu.
Kekerasan terdiri dari tindakan memaksakan kekuatan fisik dan
kekuasaan kepada pihak lain yang mana bertujuan untuk mengontrol,
memperlemah bahkan menyakiti pihak lain. Walaupun tindak kekerasan
fisik maupun non fisik menyebabkan implikasi yang serius bagi kesehatan
fisik dan mental seseorang namun perlu diingat bahwa fenomena ini bukan
hanya sematamata persoalan keilmuan medis melainkan juga melingkupi
segala aspek kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bullying
Bullying dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “ penindasan/risak” merupakan
segala sesuatau bentuk penindasan atau kekerasan yanag dilakukan dengan sengaja
oleh satu orang atau kelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang
lain , dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Ada 6
kategori bullying :
1. Kontak fisik langsung
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci, seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung
Tindakan mengancam , mempermalukan, merendahkan, mengganggu, member
panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-douns),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip.
3. Perilaku non-verbal langsung
Tindakan melihat dengan sisnis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau megancam, biasanya disertai oleh
bullying fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga
menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng.
5. Cyber bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video
intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosila).
6. Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Dating Violence
Proses terjadinya kekerasan dalam pacaran disebabkan oleh
beberapa hal yakni rasa cemburu, masalah kurang perhatian/tidak ada kabar,
selingkuh, tidak patuh/menurut dan membohongi pacarnya.
Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami dalam pacaran terbagi
menjadi dua yakni kekerasan fisik dan kekerasan non fisik. Kekerasan fisik
meliputi memukul, menampar, menjambak rambut, menendang, mendorong,
menonjok, meludahi, melempar benda, pelecehan seksual ( perabaan, colekan yang
tidak diinginkan, pemaksaan untuk berciuman dan perkosaan ) serta membawa
ke tempat yang membahayakan keselamatan seseorang. Sedangkan kekerasan non
fisik meliputi berbicara kasar/mencaci maki/menghina salah satu pasangannya
DAFTAR PUSTAKA

Ch, Mufida. 2004. Paradigma Gender. Malang: Bayu Media.


Fromm, Erich. 2005. The Art Of Loving. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hartinah,siti 2009. Pengembangan peserta didik. Bandung:PT. Replika Aditama.

Kartono, Kartini. 2007. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M. Idham, Kurmarwanti. 2007. Smart Love: Jurus Jitu Mengelola Cinta.
Jakarta: Gema Insani Press.
Mu’in Factchul. 2011 pendidikan karakter: konstruksi teoretik dan praktik.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Subhan, Zaitunah. 2004. Kekerasan terhadap Perempuan. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
Widianti, Dian. 2006. Ensiklopedi Cinta. Bandung: Mizan Media Utama.
Wiyata, A. Latief. 2002. Carok: Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura.
Yogyakarta: LKIS.

Anda mungkin juga menyukai