Anda di halaman 1dari 32

Akuntansi Manajemen

Dalam Konteks Sektor Publik


Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
Dosen Pengampu: Dr. Roekhudin, Ak., CSRS., CA.

Disusun oleh :

Disusun Oleh

Sri Novianti Latiang (186020300111037)


Nur Annisa Dewi (186020300111043)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
AKUNTASI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
A. PENDAHULUAN

Peran utama akuntansi manajemen sektor publik adalah menyediakan


informasi akuntansi yang akan digunakan oleh manajer public dalam melakukan
fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Informasi akuntansi diberikan
sebagai alat atau sarana untuk membantu manajer menjalankan fungsi-fungsi
manajemen sebagai tujuan organisasi dapat tercapai.

Institute of Manajement Accountants (1981) mendefinisikan akuntansi


manajemen sebagai suatu proses pengindentifikasian, pengukuran,
pengakumulasian, penganalisaan, penyiapan, penginterprestasian, dan
pengendalian organisasi serta untuk menjamin bahwa sumberdaya yang
diguunakan secara tepat dan akuntabel.

Cartered Institute of Manajement Accountants (1994) dalam Jones &


Pendlebury (1996) mendefinisikan akuntansi manajemen sebagai suatu bagian
integral dari manajemen yang terkait dengan pengindentifikasian, penyajian, dan
penginterprestasian informasi yang digunakan dalam perumusan strategi,
perencana dan pengendalian aktivitas, pengambilan keputusan, pengoptimalan
pengunaan sumber daya, pengungkapan (disclosure) kepada shareholders dan
pihak luar organisasi, pengungkapan kepada karyawan dan perlindungan aset.

Pada dasarnya prisip akuntansi manajemen sektor publik tidak banyak berbeda
dengan prinsip akuntansi manajemen yang diterapkan pada sektor swasta, seperti
manajemen stratejik dan manajemen biaya, sehingga penerapan teknik akuntansi
manajemen sektor swasta tidak dapat diadopsi secara langsung tanpa modifikasi.

Akuntansi manajemen sektor publik berbeda dengan akuntansi keuangan.


Akuntansi sektor publik terkait dengan pemberian informasi kepada pihak intern
organisasi dengan memberikan laporan yang sifatnya prospektif untuk perencanaan
dimasa yang akan datang, sedangkan akuntansi keuangan terkait dengan
pelaporan dan pengkomunikasian informasi kepada pihak eksternal organisasi yang
bersifat laporan historis dan retrospektif, yaitu berupa laporan kinerja masa lalu.
B. AKUNTANSI SEBAGAI ALAT PERENCANAAN ORGANISASI
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran
organisasi yang meliputi aktivitas yang sifatnya stratejik, taktis dan melibatkan
aspek operasional. Perencanaan organisasi sangat penting dilakukan untuk
mengantisipasi keadaan dimasa yang akan datang dengan kompleksitas yang
tinggi/canggih dan rendah/sedehana.
Ketidakpastian sektor publik tidak terlepas dari pengaruh pesatnya teknologi
informasi yang menyebabkan munculnya gagasan dikembangkannya e-government
dalam upaya memperbaiki proses dan prosedur administrasi di pemerintahan guna
memberikan kemudahan dan kecepatan pelayanan kepada stakeholdernya.

Informasi akuntansi sebagai alat perencanaan pada dasarnya dapat dibedakan


menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
- Informasi sifatnya rutin ataukah ad hoc yang bersifat regular misalnya laporan
keuangan dan perencanaan yang temporer;
- Informasi kuantitatif ataukah kualitatif;
- Informasi disampaikan melalui saluran formal atau informal.

C. AKUNTANSI SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN ORGANISASI


Strategi untuk mencapai tujuan organisasi dapat dijalankan secara ekonomis,
efisien dan efektif, maka diperlukan suatu sistem pengendalian yang efektif.
Sementara itu organisasi sektor publik karena sifatnya tidak mengejar laba serta
adanya pengaruh politik yang besar, maka alat pengendaliannya lebih banyak
berupa peraturan birokrasi.
Dalam memahami akuntansi sebagai alat pengendali perlu dibedakan
penggunaan informasi akuntansi sebagai alat pengendali keuangan (financial
control) terkait dengan peraturan atau sistem aliran uang dalam organisasi apakah
likuiditas atau solvabilitas. Sedangkan akuntansi sebagai alat pengendali organisasi
(organizational control) adalah terkait dengan pengintegrasian aktivitas fungsional
ke dalam sistem organisasi secara keseluruhan yang meliputi aspek ekonomi,
social, dan politik dari investasi yang diajukan.
D. PROSES PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJERIAL ORGANISASI
SEKTOR PUBLIK
Perencanaan dan pengendalian pada dasarnya merupakan dua sisi dari mata
uang yang sama, sehingga keduannya harus dipertimbangkan secara bersama-
sama.
Jones and Pendlebury (1996) membagi proses perencanaan dan pengendalian
manajerial pada organisasi sektor publik menjadi lima tahapan, yaitu perencanaan
tujuan dan sasaran dasar, perencanaan operasional, penganggaran, pengendalian
pengukuran, dan pelaporan analisis serta umpan balik.

E. PERAN AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK


Peran utama akuntansi dalam organisasi sektor publik, perencanaan dimulai
sejak dilakukannya perencanaan stratejik, sedangkan pengendalian dilakukan
terhadap pengendalian tugas (task control) yang meliputi :
1. Perencanaan strategik,
Manajemen organisasi membuat alternative-alternatif program yang
dapat mendukung strategi organisasi. Peran akuntansi manajemen adalah
memberikan informasi untuk menentukan berapa biaya program (cost of
program) dan berapa biaya suatu aktivitas (cost of activity) dalam hal
menentukan berapa anggaran yang dibutuhkandengan sumberdaya yang
dimiliki.
2. Pemberian informasi biaya :
- Biaya input adalah biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku;
- Biaya output adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk
hingga sampai ketangan pelanggan;
- Biaya proses diukur dengan mempertimbangkan fungsi organisasi,
misalnya biaya departemen produksi, personalia, dan dinas-dinas.
Sedangkan penentuan biaya meliputi lima aktivitas :
- Cost finding adalah tahap pemerintah mengakumulasi data mengenai biaya
yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa pelayanan.
- Cost recording adalah tahap yang meliputi kegiatan pencatatan data
kedalam sistem akuntansi organisasi;
- Cost analyzing adalah melakukan analisis biaya dengan menidentifikasi
jenis dan perilaku biaya, perubahan biaya dan volume kegiatan;
- Strategic cost management adalah menentukan strategi penghematan
biaya agar tercapai value for maney;
- Cost reporting adalah tahap terakhir yang memberikan informasi biaya
secara lengkap kepada pimpinan dalam bentuk internal report yang
kemudia diagregasikan kedalam satu laporan yang akan disampaikan
kepada pihak internal.
3. Penilaian Investasi
Penilaian investasi di sektor publik pada dasarnya lebih rumit
dibandingkan dengan sektor swasta yang hanya menggunakan teknik Net
Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Accounting Rate of Return
(ARR), Payback Periode (PP).
Sedangkan penilaian investasi dalam organisasi publik dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis biaya-manfaat (cost benefit analysisi) walaupun
hal tersebut sulit karena biaya dan manfaat harus dianalisis tidak hanya dilihat
dari sisi finansialnya saja akan tetapi harus mencakup biaya sosial (social cast)
dan manfaat sosial (social benefits) yang akan diperoleh dari investasi yang
akan diajukan dan untuk memudahkan maka digunakan analisis efektivitas
biaya (cost-effectiveness analysis).
4. Penganggaran
Akuntansi manajemen berperan untuk memfasilitasi terciptannya
anggaran publik yang efektif dengan tiga fungsi anggaran, yaitu sebagai alat
alokasi sumber daya publik, alat distribusi dan stabilisasi yang merupakan alat
vital untuk proses mengalokasikan dan mendistribusikan sumber dana publik
secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata.
5. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam tahap penilaian kinerja, akuntansi manajemen berperan dalam
pembuatan indicator kinerja kunci (key performance indicator) dan satuan untuk
masing-masing aktivitas yang dilakukan.

F. IKHTISAR
Akumulasi manajemen sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan sistem
pengendalian manajemen sektor publik. Sistem pengendalian manajemen sektor
publik memiliki dua komponen, yaitu proses pengendalian manajemen dan struktur
pengendalian manajemen.
Proses pengendalian manajemen melibatkan beberapa aktivitas, yaitu
perencanaan, koordinasi, komunikasi informasi, pengambilan keputusan, motivasi,
pengendalian dan penilaian kinerja. Akuntansi manajemen juga membantu
memberikan informasi untuk perencanaan dan pengndalian untuk manager publik.
Akumulasi manajemen sektor publik berfungsi sebagai penyedia informasi
untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik, sedangkan untuk
merencanakan strategis, memberikan informasi biaya, penilaian investasi,
penganggaran dan penentuan biaya pelayanan (cost of service) dan tariff pelayanan
(charging for service).

Kerangka Kontrak untuk Teori New Public Management


James M. Ferris Elizabeth A. Graddy
Makalah ini mengevaluasi potensi ekonomi kelembagaan untuk membantu kami
membingkai pilihan untuk desain pengaturan kelembagaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja sektor publik, dan pelajaran yang ditawarkannya untuk
pengembangan teori manajemen publik baru. Ini mendefinisikan elemen-elemen kunci
dari biaya transaksi dan teori agensi utama dan penerapannya pada sektor publik.
Kontrak pemerintah daerah, desentralisasi fiskal, dan penganggaran kinerja, aplikasi
yang berbagi masalah yang dihasilkan dari tujuan yang berbeda, biaya informasi yang
terkait dengan pembuatan kebijakan dan implementasi, dan risiko terhadap
akuntabilitas sektor publik, dianalisis. Analisis ini menunjukkan bahwa ekonomi
kelembagaan dapat memberikan titik terang bagaimana manajemen publik dapat
secara efektif memanfaatkan solusi sektor swasta dengan memberikan landasan
teoretis untuk inisiatif reformasi pemerintah.

Selama dua dekade terakhir, sebuah premi telah ditempatkan untuk mendapatkan
lebih banyak dari sumber daya sektor publik. Banyak strategi telah dikembangkan
dalam pengejaran ini. Di A.S., menciptakan kembali pemerintah telah menjadi
singkatan untuk upaya ini (Osborne dan Gaebler, 1992). Dalam pengaturan lain,
seperti UK, upaya ini berada di bawah rubrik Manajemen Publik Baru (Hood, 1991).
Terlepas dari istilah yang digunakan, inisiatif tersebut melampaui batas negara maju
dan berkembang, Timur dan Barat dan menembus arena kebijakan yang beragam
seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan telekomunikasi. Tantangan yang
dihadapi para sarjana dalam manajemen publik adalah untuk menyediakan kerangka
kerja teoritis yang membantu menjelaskan janji inisiatif ini, baik secara teoritis maupun
dalam praktik.

Ini bukan tugas kecil. Banyak diskusi kebijakan bergantung, pada tingkat yang
berbeda, pada campuran anekdot, ideologi, iman dan harapan. Ada kebutuhan nyata
untuk memahami bahwa keberhasilan berbagai inisiatif bergantung pada konteks di
mana mereka diprakarsai. Pada saat yang sama, diskusi mengabaikan perbedaan di
antara inisiatif, atau gagal untuk memahami kesamaan. Misalnya, privatisasi dan
kompetisi sering kali salah digunakan secara sinonim. Upaya untuk beralih ke
pengukuran output sering dibahas secara independen dari mekanisme pasar, tetapi
pada kenyataannya sering dicari untuk mensimulasikan pasar. Selain itu, bidang itu
sendiri cenderung bergerak dari satu mode ke mode lainnya, tanpa mengembangkan
basis pengetahuan teoritis.

Perkembangan terkini dalam ekonomi kelembagaan baru menawarkan


kesempatan bagi para sarjana manajemen publik untuk meningkatkan pemahaman
umum kita tentang cara terbaik untuk mengatur tanggapan kita terhadap masalah-
masalah kolektif. Ciri khas ekonomi institusi baru adalah penerapan pasar, atau
pertukaran, kerangka kerja untuk lembaga dan organisasi (Eggerston, 1990). Dua
untaian penting dalam bidang yang muncul ini adalah analisis biaya transaksi dan teori
agen utama. Makalah ini mengeksplorasi bagaimana model ini dapat membantu
membingkai pilihan dan konsekuensi dari mengadopsi pendekatan kontrak untuk
pemberian layanan publik.

Analisis biaya transaksi menekankan peran biaya informasi dalam menentukan


konteks organisasi yang tepat untuk melakukan transaksi pertukaran. Teori agen
utama mendefinisikan masalah yang muncul ketika para pihak dalam suatu kontrak
memiliki tujuan yang berbeda dan ada asimetri informasi di antara mereka. Model-
model ini memberikan dasar untuk model formal hubungan kontraktual yang berguna
untuk memahami bagaimana pemerintah mengatur produksi layanan yang disediakan
untuk umum. Mungkin juga diperluas untuk memeriksa pengaturan produksi lain di
mana kontrak lebih implisit, seperti hibah antar pemerintah dan keputusan anggaran
publik.

Lebih tepatnya, kami akan menafsirkan kontrak untuk layanan pemerintah,


desentralisasi hubungan fiskal, dan penganggaran berbasis kinerja sebagai hubungan
kontraktual, dengan potensi masalah agen-utama. Kepala sekolah (pemerintah yang
melakukan kontrak) dan agen (kontraktor swasta, pemerintah negara bagian atau biro
publik) mungkin memiliki tujuan yang berbeda, dan agen tersebut dapat memiliki
keunggulan informasi yang dapat digunakan untuk keuntungan strategisnya sendiri.
Dengan demikian, pengaturan seperti itu, yang sering dikejar untuk keuntungan
efisiensi (mengurangi biaya produksi) mungkin memerlukan biaya transaksi yang
signifikan untuk memastikan akuntabilitas publik.

Bagian selanjutnya secara singkat menggambarkan elemen-elemen kunci dari


biaya transaksi dan teori agen utama dan penerapannya pada sektor publik. Ini diikuti
oleh analisis kontrak pemerintah daerah, desentralisasi fiskal, dan keuangan
pendidikan tinggi. Aplikasi ini menekankan masalah yang dihasilkan dari tujuan yang
berbeda di pihak kepala sekolah dan agen, biaya informasi yang terkait dengan
pembuatan kebijakan dan implementasi, dan risiko terhadap akuntabilitas sektor
publik. Sumber potensial kegagalan sektor publik, desain kelembagaan alternatif dan
kemungkinan konsekuensinya disoroti. Bagian penutup mengevaluasi potensi untuk
model-model ini dari ekonomi kelembagaan untuk membingkai pilihan untuk desain
pengaturan kelembagaan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja sektor publik,
dan mendapatkan pelajaran yang mereka tawarkan untuk manajemen publik yang
baru.

BIAYA TRANSAKSI DAN TEORI AGENSI DI SEKTOR PUBLIK

Biaya transaksi

Biaya transaksi adalah biaya (selain harga) yang terkait dengan melakukan
transaksi dua sisi-yaitu, pertukaran barang atau jasa dari satu orang ke orang lain
dengan pembayaran yang disepakati untuk kinerja. Biaya ini bervariasi sesuai dengan
sifat transaksi dan cara pengelolanya. Coase (1937) berpendapat bahwa transaksi
akan dilakukan dalam mode organisasi yang meminimalkan biaya transaksi (mis., Baik
di pasar atau di dalam organisasi formal). Dengan kata lain, keputusan organisasi
untuk membeli produk atau memproduksinya secara internal akan tergantung pada
biaya transaksi relatif.

Biaya transaksi yang paling penting adalah biaya yang terkait dengan memperoleh
informasi terkait dengan pertukaran. Misalnya, siapa yang akan melakukan transaksi
yang diperlukan dan bagaimana?; bagaimana kita memastikan bahwa kedua belah
pihak dalam transaksi memenuhi kewajiban mereka? Di dalam pasar, ada biaya yang
terkait dengan menemukan distribusi harga dan kualitas produk / layanan, dan dengan
menemukan penyedia. Dalam hierarki, ada biaya yang terkait dengan pengiriman
informasi melalui hierarki, dengan implementasi dan komunikasi. Dalam pasar dan
hierarki, ada masalah asimetri informasi antara pihak-pihak dalam pertukaran yang
memungkinkan perilaku oportunistik dan biaya yang terkait.

Atribut transaksi yang mempengaruhi pemilihan bentuk organisasi meliputi


frekuensi transaksi, kerumitannya, tingkat ketidakpastian, sejauh mana kinerja dapat
diukur, dan kekhasan aset yang diperlukan. Sebagai contoh, transaksi dengan hasil
yang lebih terukur lebih mungkin terjadi di pasar. Williamson (1975, 1985), yang telah
mengembangkan banyak teori seputar biaya transaksi, menekankan pentingnya
ketidakpastian dan rasionalitas yang terikat dalam pilihan antara pasar dan hierarki.
Misalnya, semakin tidak pasti, semakin besar kemungkinan transaksi akan ditangani
dalam hierarki.

Oleh karena itu, biaya transaksi menentukan konteks organisasi di mana transaksi
terjadi, dan dengan demikian sifatnya. Jika transaksi didefinisikan dengan kontrak (baik
formal atau informal) maka masalah yang muncul termasuk batasan yang membatasi
rasionalitas dan ketidakpastian yang dikenakan pada penulisan kontrak, dan
konsekuensi perilaku oportunistik yang dihasilkan dari asimetri informasi dan tujuan
yang berbeda pada pemenuhan kontrak. Sebagian besar upaya untuk mengatasi biaya
transaksi yang terkait dengan kontrak telah difokuskan pada kelas hubungan
pertukaran yang ditandai sebagai hubungan agen-utama. Ini dibahas secara rinci di
bagian selanjutnya.

Teori Agen Prinsipal

Teori agen utama awalnya dikembangkan dari upaya untuk memahami dan
menyelesaikan dilema informasi yang tidak lengkap dalam desain kontrak. Masalah
keagenan muncul dalam kontrak ketika kedua pihak memiliki kepentingan atau tujuan
yang berbeda dan agen memiliki keunggulan informasi atas prinsipal. Masalah seleksi
yang merugikan muncul ketika kepala sekolah tidak sepenuhnya diberitahu tentang
kemampuan agen potensial, dan karena itu dapat membuat pilihan agen yang tidak
bijaksana. Masalah moral hazard muncul ketika kontrak telah disetujui dan agen, yang
menyadari keunggulan informasi, tidak memenuhi ketentuan kontrak.
Prinsipal, sadar akan masalah agensi potensial, ingin menjaga terhadap perilaku
agen oportunistik dengan mengembangkan proses kontrak yang efektif. Tiga faktor
membentuk proses ini: biaya untuk memperoleh informasi, baik informasi yang
diperlukan untuk memilih agen yang sesuai dan informasi yang diperlukan untuk
secara efektif memantau dan menegakkan kontrak; ketidakpastian terkait dengan
proses produksi; dan preferensi risiko para pelaku. Biaya informasi yang terkait dengan
masalah keagenan bervariasi dengan sifat kegiatan yang dikontrak. Pilihan kontraktor
mensyaratkan bahwa kepala sekolah memiliki informasi tentang kemampuan agen.
Penulisan kontrak yang efektif memerlukan informasi tentang fungsi biaya kegiatan,
termasuk fungsi produksi dan biaya input. Biaya untuk menegakkan kontrak tergantung
pada terukurnya perilaku agen (upaya), dan kinerja agen (hasil dari upaya itu).

Sering ada ketidakpastian yang cukup besar terkait dengan terjemahan perilaku
agen ke dalam hasil. Semakin sulit atau mahal untuk mengumpulkan informasi tentang
hasil (yaitu, kinerja), semakin besar kemungkinan bahwa kontrak akan didasarkan
pada perilaku. Dengan demikian kemampuan untuk mengukur kinerja merupakan
penentu penting dari persyaratan kontrak.

Agen, tentu saja, tidak mungkin acuh tak acuh tentang sifat kontrak. Agen penolak
risiko tidak akan cenderung untuk menerima kontrak berbasis kinerja jika ada tingkat
ketidakpastian yang tinggi terkait dengan proses hasil perilaku, karena kontrak tersebut
mengalihkan risiko dari prinsipal ke agen. Jika ada distribusi keengganan risiko di
antara agen-agen potensial, kontrak dapat diselesaikan. Jika tidak, akan ada batas
kemampuan kepala sekolah untuk menemukan agen yang tertarik. Jelas, sifat sisi
penawaran pasar kontrak mempengaruhi ketentuan-ketentuan kontrak.

Aplikasi Sektor Publik

Analisis biaya transaksi dan teori agen utama memiliki banyak kontribusi untuk
pemahaman kita tentang struktur tata kelola yang ada serta rekonfigurasi untuk
meningkatkan kinerja sektor publik. Ketika pemerintah, mencari efisiensi yang lebih
besar, semakin menggunakan kontrak untuk merestrukturisasi pengaturan
kelembagaan, kebutuhan untuk memastikan akuntabilitas publik menjadi lebih kritis.
Proses memastikan akuntabilitas menghasilkan biaya yang signifikan - dan ini adalah
biaya transaksi. Oleh karena itu, analisis biaya transaksi memberikan kerangka kerja
untuk mengenali trade-off biaya antara efisiensi dan akuntabilitas. Fokusnya pada
peran biaya informasi dalam menentukan cara mengatur transaksi secara efisien
memungkinkan kami untuk mengevaluasi pengaturan kelembagaan alternatif mis.,
Produksi internal versus kontrak eksternal untuk pemberian layanan; dan penggunaan
mandat versus subsidi dalam hubungan antar pemerintah.

Sifat layanan publik sedemikian rupa sehingga banyak transaksi yang


melibatkannya dapat dicirikan sebagai hubungan agen utama. Keluaran kegiatan
publik seringkali sulit diukur, banyak dari proses produksi dicirikan oleh ketidakpastian,
dan agen / kontraktor mungkin memiliki tujuan yang berbeda dari pemerintah. Dengan
demikian, ada peluang untuk perilaku oportunistik oleh kontraktor. Wawasan yang
ditawarkan oleh teori agen utama tentang bagaimana merancang struktur yang
meminimalkan perilaku oportunistik meningkatkan peluang bahwa tujuan sektor publik
dapat dicapai dalam pengaturan kontrak.

Namun, dalam menerapkan model-model ini pada isu-isu sektor publik, penting
untuk menyesuaikannya dengan konteks publik. Beberapa masalah pengukuran umum
terjadi pada transaksi sektor publik. Satu masalah timbul dari upaya banyak program
publik untuk mengubah perilaku, yang berarti bahwa hubungan perilaku-hasil tidak
hanya ditentukan oleh perilaku agen. Masalah lain muncul dari kurangnya
keseragaman layanan publik (mis., Layanan sosial), yang membuatnya sulit untuk
menulis, memantau, dan menegakkan kontrak. Masih masalah lain muncul dari tidak
adanya umpan balik konsumen, melalui perilaku yang diungkapkan, pada nilai layanan.

Aplikasi sektor publik juga memerlukan modifikasi karena sifat esensial pemerintah,
yang menentukan tingkat daya saing dalam proses kontrak, dan memperkenalkan
kemungkinan beberapa prinsipal. Hubungan kontraktual antara badan pendanaan
publik dan organisasi penyedia layanan mungkin kompetitif atau tidak. Seringkali,
faktor pembatas bukanlah sifat yang melekat pada pasar, tetapi lebih pada politik
pemberian layanan. Misalnya, dewan sekolah tidak dapat benar-benar memilih sekolah
umum mana yang akan didanai atau tidak didasarkan pada proses kontrak yang
kompetitif. Demikian pula, mungkin tidak layak secara politis bagi pemerintah negara
bagian untuk memilih beberapa pemerintah daerah daripada yang lain.

Badan-badan pendanaan sering membuat keputusan pendanaan relatif - yaitu,


bagaimana mengalokasikan dana di antara penerima yang mungkin, daripada pilihan
dikotomis - yaitu, untuk mendanai atau tidak. Meskipun tidak mungkin pemerintah
memiliki kemauan politik untuk membiarkan salah satu organisasinya gagal,
pemerintah mungkin memberi imbalan kepada mereka yang berhasil. Banyak proses
kontraktual yang ditemukan di sektor publik dicirikan oleh negosiasi atau kerjasama
daripada kompetisi (DeHoog, 1990). Sementara ada upaya dengan beberapa
reformasi untuk mengekspos organisasi publik terhadap kekuatan pasar (misalnya,
gerakan pilihan dalam pendidikan), banyak reformasi sektor publik menekankan
kontrak yang dinegosiasikan dan insentif internal (yaitu, menciptakan pasar kuasi
internal dengan sektor publik) .

Dimensi membingungkan dari aplikasi sektor publik dari teori agen utama adalah
keberadaan beberapa pelaku. Moe (1984) mengemukakan bahwa pemerintah adalah
serangkaian rangkaian hubungan agen utama dengan warga negara sebagai prinsipal
utama (mis., Warga negara dan perwakilan mereka; perwakilan dan cabang eksekutif;
dan hubungan atasan-bawahan dalam birokrasi). Namun, dalam demokrasi pluralistik,
berbagai kelompok memiliki kepentingan dalam hasil kebijakan dan program publik
dan dapat berdampak pada proses kebijakan di berbagai titik. Dalam masyarakat
heterogen, kelompok-kelompok ini cenderung mengirim sinyal yang saling
bertentangan. Misalnya, pejabat pemerintah daerah dalam sistem federal harus
menanggapi keinginan pemerintah pusat serta tuntutan konstituen setempat. Tekanan
yang saling bertentangan dari banyak pelaku membuatnya sulit untuk memprediksi
respons agen.

Terlepas dari perlunya kehati-hatian dalam penerapannya pada sektor publik,


model-model dari ekonomi kelembagaan ini berguna untuk menjelaskan hubungan
kontraktual dengan adanya asimetri informasi, tujuan yang berbeda, dan
ketidakpastian yang sering menjadi ciri transaksi sektor publik. Pertama, model-model
ini membantu kita memahami dilema yang melekat dalam hubungan seperti itu dan
dengan demikian masalah yang harus kita hadapi. Kedua, model menyarankan
karakteristik desain kelembagaan dan kontrak yang dapat meminimalkan biaya yang
terkait dengan melakukan transaksi dan dengan masalah agensi. Ketiga, penekanan
model-model ini pada biaya informasi menggarisbawahi biaya yang terkait dengan
keseimbangan efisiensi dan akuntabilitas, dan dengan demikian mengingatkan kita
pada kemungkinan bahwa reformasi mungkin tidak berjalan sebaik yang diharapkan.
Biaya untuk memastikan akuntabilitas sering diabaikan dalam advokasi reformasi yang
dirancang untuk meningkatkan kinerja sektor publik.
PENDEKATAN KONTRAKTUAL UNTUK LAYANAN PUBLIK

Dalam bagian ini wawasan dari ekonomi kelembagaan diterapkan pada analisis
tiga inisiatif reformasi penting dan berulang untuk meningkatkan kinerja sektor publik
dalam pemberian layanan - kontrak pemerintah, desentralisasi fiskal, dan
penganggaran kinerja, dan pelajaran untuk manajemen publik baru diperoleh. Melalui
contoh-contoh ini, kami menunjukkan kegunaan analisis biaya transaksi dan teori agen
utama dalam membantu membingkai dilema antara efisiensi dan akuntabilitas,
mengidentifikasi desain kontrak yang meminimalkan biaya yang terkait dengan
penyelesaian dilema ini, dan mengungkapkan bagaimana solusi cenderung
menumpulkan keuntungan. dianggap berasal dari reformasi (misalnya, privatisasi,
kompetisi, dan desentralisasi).

Kontraktor Pemerintah Daerah

Pemerintah secara tradisional mengatur produksi melalui agen dan biro mereka
sendiri. Janji biaya produksi yang lebih rendah di organisasi swasta dan fleksibilitas
yang lebih besar menunjukkan bahwa pemerintah mungkin dapat mengurangi biaya
pengiriman layanan melalui kontrak dengan produsen eksternal (outsourcing). Kontrak
untuk layanan dapat menghasilkan penghematan biaya dengan mengeksploitasi skala
ekonomi, menghindari kekakuan pegawai negeri dan anggaran atau menghindari
insentif manajerial yang menyimpang. Namun, tanpa jaminan bahwa kewajiban kontrak
akan dipenuhi, pemerintah mungkin enggan untuk melakukan kontrak.

Jaminan semacam itu mungkin memerlukan biaya transaksi yang signifikan, baik
dalam memilih kontraktor dan menulis kontrak, atau dalam memantau dan
menegakkan kontrak. Pemerintah tidak mungkin memiliki informasi lengkap tentang
kapasitas penawar untuk melaksanakan spesifikasi kontrak, sehingga menciptakan
masalah seleksi yang merugikan. Untuk meningkatkan probabilitas pemilihan
kontraktor terbaik, pemerintah mengeluarkan biaya informasi. Keuntungan informasi
kontraktor juga menciptakan masalah moral hazard pada tahap pemantauan dan
penegakan hukum. Dalam kasus di mana sulit untuk memantau kinerja, kontraktor
mungkin tergoda untuk bertindak secara oportunis.

Pemerintah dapat berupaya meminimalkan masalah-masalah ini melalui desain


dan administrasi kontrak. Spesifikasi kontrak mensyaratkan bahwa seseorang dapat
menentukan dan mengukur kuantitas dan kualitas layanan dan menentukan kondisi di
mana layanan akan dikirimkan. Tugas-tugas tersebut difasilitasi ketika layanan ini
ditandai oleh preferensi warga yang relatif konstan dan kondisi biaya yang diketahui.
Kontrak juga harus dipantau dan ditegakkan. Kelayakan mengukur kinerja sangat
penting. Secara teknis harus mungkin untuk mengukur keluaran, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, dan dengan biaya yang masuk akal. Kondisi ini lebih mungkin
dipenuhi ketika layanan berwujud atau "keras," (mis., Pengumpulan sampah atau
perbaikan jalan), dibandingkan dengan "lunak," (mis., Sebagai layanan kesehatan
mental dan perawatan anak).

Keputusan pemerintah tentang apakah akan melakukan kontrak cenderung


bergantung pada kepentingan relatif yang dikaitkan dengan efisiensi dan akuntabilitas,
serta kemampuannya untuk menyusun pengaturan produksi yang menyelesaikan
masalah agen utama. Salah satu solusi yang memungkinkan adalah fokus pada desain
kontrak. Solusi ini mungkin menarik untuk layanan di mana penghematan biaya
produksi dapat direalisasikan (mis., Skala ekonomi yang signifikan ada, dan di mana
keseragaman layanan memungkinkan untuk mengembangkan kontrak berbasis hasil).

Tetapi bagaimana jika janji penghematan produksi tidak besar atau penyelesaian
masalah agen utama lebih bermasalah. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa
pemerintah dapat berupaya untuk menyeimbangkan antara tujuan efisiensi dan
akuntabilitas dengan memilih kontraktor yang dianggap lebih dapat dipercaya (mis.,
Organisasi nirlaba daripada perusahaan nirlaba).

Salah satu keutamaan dari sektor nirlaba adalah responsifnya terhadap permintaan
akan barang kolektif, khususnya dalam hal preferensi yang heterogen (Weisbrod,
1988). Biaya penulisan kontrak untuk pemerintah kemungkinan akan berkurang, baik
karena catatan penyediaan layanan organisasi nirlaba memuaskan atau organisasi
nirlaba membantu menulis kontrak melalui negosiasi kooperatif (DeHoog, 1990). Selain
itu, ada penghematan potensial dalam memantau biaya yang terkait dengan bentuk
nirlaba. Organisasi nirlaba, karena kurangnya motif laba dan minat mereka terhadap
layanan, sering dianggap lebih dapat dipercaya daripada organisasi nirlaba. Organisasi
nirlaba dengan demikian dapat mengurangi biaya transaksi, pada tahap penulisan
kontrak dan pemantauan, dan dengan demikian menjadi pilihan yang lebih disukai
untuk kasus-kasus di mana ada ancaman terhadap akuntabilitas publik.

Untuk meringkas, pemahaman tentang biaya transaksi dan masalah keagenan


menyediakan kerangka kerja umum yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan
keputusan kontrak pemerintah daerah. Keputusan, dibingkai sebagai tradeoff antara
biaya produksi dan transaksi yang terkait dengan tujuan efisiensi dan akuntabilitas,
memungkinkan kami untuk memprediksi jenis layanan yang dapat dikontrak dengan
harapan yang masuk akal dari pengurangan total biaya. Selain itu, ini menyoroti
kebutuhan dan sarana bagi pemerintah untuk secara hati-hati menyusun proses
kontrak untuk merealisasikan potensi efisiensi manfaat kontrak tanpa paparan yang
tidak semestinya terhadap ancaman perilaku oportunistik oleh kontraktor.

Desentralisasi Fiskal

Dalam sistem federal, pemerintah pusat memiliki opsi untuk meningkatkan


pemberian layanan dengan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki oleh pemerintah
tingkat bawah tentang preferensi konstituen mereka dan tentang biaya dan
kemampuan khusus yurisdiksi. Namun, mendelegasikan pengambilan keputusan
layanan kepada pemerintah negara bagian atau daerah (yaitu, desentralisasi)
menimbulkan masalah-masalah agen utama dan dengan demikian menimbulkan risiko
bagi tujuan kebijakan nasional.

Pertimbangkan skenario pemerintah tingkat yang lebih tinggi (mis., Nasional) yang
memperdebatkan kewenangan dan tanggung jawab desentralisasi ke pemerintah
tingkat yang lebih rendah (mis., Daerah). Pemerintah nasional dan daerah masing-
masing mengejar tujuan mereka sendiri, yang cenderung berbeda karena mereka
mewakili daerah pemilihan yang berbeda. Perbedaan tujuan menimbulkan bahaya bagi
pemenuhan tujuan pemerintah nasional jika pemerintah nasional kekurangan informasi
tentang kinerja pemerintah daerah dan / atau kemampuannya untuk mengubah
perilakunya dengan biaya yang masuk akal. Keuntungan informasi yang dimiliki
pemerintah daerah sehubungan dengan tujuan dan kemampuannya sendiri
menciptakan peluang baginya untuk mengejar tujuannya sendiri, dengan
mengorbankan tujuan pemerintah nasional.

Transfer antar pemerintah dengan demikian dapat dipandang sebagai pertukaran


kontrak. Pemerintah tingkat yang lebih tinggi berupaya menggunakan pengetahuan
dan kemampuan pemerintah tingkat yang lebih rendah untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Pemerintah tingkat bawah berpotensi memiliki tujuan yang berbeda dan
asimetri informasi yang menjadi ciri hubungan agen utama. Dilema bagi pemerintah
nasional adalah bagaimana mengembangkan strategi fiskal yang mengurangi
kemampuan pemerintah tingkat bawah untuk menggagalkan tujuannya, dengan
mempertimbangkan tujuannya sendiri, persyaratan informasi (mis., Biaya transaksi),
dan kapasitas tata kelola daerah. Dua strategi utama adalah subsidi (mis., Hibah antar
pemerintah) dan peraturan (mis., Mandat yang didanai). Kebutuhan informasi, dan
dengan demikian biaya transaksi, yang diperlukan untuk menerapkan strategi ini
berbeda.

Hibah pencocokan selektif digunakan untuk memberikan insentif bagi pemerintah


daerah untuk memberikan lebih banyak layanan daripada yang seharusnya. Hibah
yang sesuai mendorong penerima hibah untuk memberikan lebih banyak layanan
dengan menurunkan harganya (dampak pastinya ditentukan oleh elastisitas harga
permintaan). Kurang pengetahuan ex-ante tentang teknologi produksi diperlukan
dengan penggunaan subsidi, tetapi ada lebih banyak ketidakpastian tentang respon
unit subnasional. Untuk meningkatkan probabilitas bahwa pemerintah daerah
merespons seperti yang diinginkan, pemerintah pusat dapat melampirkan persyaratan
pada transfer fiskal. Misalnya, untuk memastikan bahwa pemerintah tingkat bawah
mempertahankan upayanya saat ini dalam menyediakan layanan, dan tidak hanya
mengganti dolar pemerintah pusat dengan dolar pemerintah daerah, pemeliharaan
penyediaan upaya dapat ditambahkan. Selain itu, pemerintah pusat mungkin ingin
melampirkan prosedur audit dan akuntansi yang memungkinkannya memantau
pengeluaran dana dengan lebih baik, terutama ketika kualitas hasil layanan sulit
diukur.

Regulasi ditambah dengan pendanaan memungkinkan pemerintah untuk


menerapkan tujuan secara konsisten di seluruh pemerintah daerah. Menulis peraturan
yang efektif membutuhkan informasi yang cukup. Diperlukan pengetahuan tentang
berbagai fungsi produksi dan kapasitas fiskal lintas yurisdiksi. Sebuah peraturan yang
tidak mencerminkan pemahaman yang komprehensif tentang kemampuan pemberian
layanan dapat lebih mudah dirusak oleh pemerintah daerah dengan tujuan yang
berbeda.

Pemantauan kinerja pemerintah daerah merupakan komponen penting dari strategi


regulasi dan subsidi, dan biaya informasi yang terkait dengan pemantauan ditentukan
oleh sifat layanan. Layanan pemerintah bervariasi dalam hal kelayakan untuk
mengukur input dan output. Fungsi produksi dan biaya untuk beberapa layanan seperti
perumahan dan pengolahan limbah sudah dikenal, sedangkan untuk layanan lain
seperti pencegahan kejahatan dan kesehatan tidak. Pemerintah pusat dapat paling
berhasil menggunakan mandat ketika hasilnya mudah diukur. Jika biaya dan hasil
mudah diketahui, pemerintah pusat dapat menyusun hibah sebagai kontrak yang dapat
ditegakkan.

Akan tetapi, ketika biaya untuk mengukur input dan output terlalu tinggi, pemerintah
nasional dapat memutuskan untuk mengamanatkan tingkat pengeluaran atau
menggunakan sub-sidies untuk mendorong pemerintah subnasional untuk berbelanja
pada tingkat yang diinginkan. Sub-dies, terutama yang dalam bentuk hibah tertutup,
cenderung sepadan, tetapi mereka menawarkan keuntungan dengan memungkinkan
penggunaan proses pilihan kolektif lokal untuk memantau kinerja pemberian layanan
subnasional.

Tentu saja, kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan kemampuan


penyampaian layanan pemerintah nasional (dan dengan demikian menghasilkan
manfaat dari desentralisasi) tergantung pada efektivitas kinerja mereka. Keuntungan
lebih mungkin terjadi jika pemerintah daerah dijalankan oleh profesional layanan
publik, dimintai pertanggungjawaban oleh konstituennya, dan bersaing dengan
yurisdiksi lain pada tingkat yang sama.

Jika pemerintah-pemerintah ini tidak lebih efisien atau responsif daripada


pemerintah pusat, yang dapat terjadi jika warga negara tidak disarankan untuk
memantau operasi pemerintah, argumen untuk mandat, yang bertentangan dengan
insentif fiskal, menjadi lebih kuat.

Ringkasnya, wawasan yang diberikan ekonomi kelembagaan pada pemahaman


kita tentang desentralisasi fiskal adalah fokusnya pada biaya informasi. Biaya-biaya ini,
yang bervariasi berdasarkan konteks layanan dan yurisdiksi, harus memainkan peran
utama dalam pilihan strategi antara peraturan dan subsidi jika tujuan kami adalah
desentralisasi fiskal yang efektif. Tanpa perhatian yang cukup terhadap persyaratan
informasi dan pembatasan yang sesuai pada perilaku oportunistik oleh unit-unit
subnasional, desentralisasi tidak akan menghasilkan hasil yang memuaskan tujuan
nasional. Selain itu, fokus pada biaya informasi diferensial memungkinkan kami
(seperti dalam kasus kontrak) untuk memprediksi layanan yang lebih mungkin
terdesentralisasi secara efektif.
Penganggaran Kinerja.

Strategi ketiga yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kinerja pemberian


layanan dari organisasi yang mereka kontrol dan / atau keuangan adalah
penganggaran kinerja. Pemerintah telah berupaya untuk menentukan alokasi anggaran
berdasarkan pengaturan kontrak antara lembaga donor dan organisasi produsen,
sehingga menciptakan pasar kuasi dalam struktur pemerintah. Ini memaksa lembaga
publik yang memproduksi layanan yang sama untuk bersaing satu sama lain (atau,
seperti dalam kasus tender kompetitif di Inggris, dengan produsen swasta)
berdasarkan kinerja produksi, bukan politik anggaran.

Reformasi anggaran ini telah menarik perhatian besar dalam bidang pendidikan
karena pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kinerja sekolah dan
universitas. Di sini, kami mempertimbangkan penganggaran kinerja dalam konteks
universitas. ’Dukungan publik terhadap universitas merupakan kontrak implisit antara
pemerintah dan institusi. Namun, istilah-istilah tersebut secara tradisional tidak jelas;
pemerintah menyediakan dana dengan asumsi bahwa lembaga tersebut memberikan
instruksi, penelitian, dan layanan publik. Baru-baru ini, dalam upaya untuk
meningkatkan efektivitas dolar publik untuk pendidikan tinggi, pemerintah telah
berupaya untuk secara lebih eksplisit mendefinisikan persyaratan kontrak. Pemerintah
membuat keputusan penganggaran berdasarkan kinerja kelembagaan dalam upaya
membuat universitas lebih responsif terhadap tujuan kebijakan publik (mis.,
Penghematan biaya, peningkatan kualitas akademik, peningkatan tingkat kelulusan).

Sejauh mana sistem kontrak eksplisit dapat mendorong kinerja kelembagaan yang
diinginkan tergantung pada desain dan implementasi sistem. Proses kontrak yang
biasanya dibayangkan memungkinkan untuk negosiasi bilateral yang cukup, daripada
prosedur penawaran tertutup. Misalnya, universitas di Australia diharuskan
menyiapkan profil kelembagaan yang merinci informasi tentang kegiatan saat ini dan
yang diproyeksikan, yang kemudian digunakan sebagai titik awal dalam negosiasi.
Memiliki informasi ini memungkinkan pemerintah untuk mengevaluasi dengan lebih
baik kapasitas universitas untuk berkontribusi pada tujuan nasional.

Memiliki informasi yang relevan tentu saja tidak cukup untuk mencapai tujuan
pemerintah. Itu harus mengembangkan skema untuk menginduksi perilaku yang
diinginkan tanpa menimbulkan biaya transaksi yang lebih besar daripada keuntungan
dari perilaku yang diubah. Pemerintah dapat menggunakan struktur anggaran untuk
menciptakan insentif bagi universitas untuk berkontribusi pada tujuan kebijakan publik.
Seiring waktu, persaingan untuk dana harus menghasilkan peningkatan kinerja di
seluruh sistem karena lembaga yang lebih responsif berkembang dengan
mengorbankan yang kurang responsif.

Dua pendekatan kontrak potensial adalah kontrak komprehensif dan kontrak


tersegmentasi. Kontrak komprehensif itu ambisius dalam upaya untuk memastikan
pengaruh negara di berbagai bidang. Namun, biaya transaksi yang terlibat dalam
penulisan kontrak dan penegakan dapat menjadi penghalang. Desain alternatif adalah
sistem penganggaran dua tingkat, dengan satu dana untuk kegiatan umum lembaga
seperti pengajaran dan penelitian, dan lainnya untuk proyek-proyek baru atau khusus.
Keuntungan dari desain ini adalah seseorang dapat menciptakan insentif untuk kinerja
tanpa biaya administrasi yang mahal. Dengan asumsi bahwa pemerintah tidak akan
memaksakan pengurangan drastis, ada sedikit alasan untuk mengeluarkan biaya untuk
mempengaruhi keputusan alokasi sumber daya untuk kegiatan umum yang sedang
berjalan. Untuk proyek khusus, pemerintah dapat meminta penawaran dari lembaga
dan memilih penyedia yang disukai. Untuk program baru yang dianggap berhasil,
pendanaan pada akhirnya dapat diintegrasikan ke dalam anggaran (operasi) yang
berulang.

Sistem dua tingkat pendanaan ini terbukti dalam peningkatan pemisahan dana
untuk kegiatan pengajaran dan penelitian universitas. Dalam banyak kasus,
pemerintah telah mencoba mendorong universitas untuk meningkatkan kinerja
penelitian mereka melalui penggunaan proses hibah yang kompetitif, sementara dana
untuk pengajaran tetap menjadi bagian dari hibah operasi kelembagaan inti, yang
biasanya dinegosiasikan. Efek negatif utama dari pemisahan ini ditanggung oleh
mereka yang melakukan penelitian di bidang non-prioritas (yaitu, pada subjek yang
tidak tersedia pendanaan eksternal), dan mereka yang tidak terlibat secara produktif
dalam penelitian, keduanya akan menghadapi penarikan mendukung.

Singkatnya, banyak pemerintah percaya bahwa universitas tidak cukup responsif


terhadap kebutuhan masyarakat dan ekonomi. Kurangnya responsif dapat dilihat
secara produktif sebagai hasil dari tujuan pemerintah dan universitas yang berbeda.
Sebagai tanggapan, banyak pemerintah telah mencoba pendekatan insentif
(penganggaran kinerja) untuk lebih menyelaraskan perilaku kelembagaan dengan
tujuan nasional yang ditetapkan pemerintah. Analisis ini menunjukkan bahwa
keberhasilan pendekatan kontrak ini untuk pembiayaan pendidikan tinggi tergantung
pada seberapa sensitif struktur kontrak terhadap persyaratan informasi dan biaya
transaksi yang terkait dengan penegakan kontrak.

PELAJARAN UNTUK MANAJEMEN PUBLIK BARU

Analisis ketiga inisiatif reformasi ini menunjukkan manfaat ekonomi kelembagaan


dalam menyoroti isu-isu penting dalam desain pengaturan kelembagaan untuk
meningkatkan kinerja sektor publik. Penerapan bijaksana dari analisis biaya transaksi
dan teori agen utama dapat menerangi bagaimana manajemen publik dapat secara
efektif memanfaatkan solusi sektor swasta dengan memberikan landasan teoretis
untuk inisiatif reformasi pemerintah, dan membantu untuk bergerak melampaui retorika
gerakan "manajemen publik baru" ke hasil. Dari analisis kami, kami memperoleh empat
pelajaran khusus untuk manajemen publik yang baru.

1. Pertama, asimetri informasi adalah masalah umum yang mendasari banyak


ketegangan dalam manajemen publik. Konstituen mengharapkan pejabat publik
menjadi pelayan pajak pajak mereka yang efektif. Dengan demikian,
merupakan tanggung jawab pejabat tersebut untuk merancang sistem
pemberian layanan yang menyeimbangkan efisiensi dan akuntabilitas. Solusi
desain bergantung pada siapa yang memiliki informasi yang diperlukan dan
insentif yang sesuai sehubungan dengan biaya dan responsif terhadap tujuan
publik.
Penekanan pada informasi dan insentif ini adalah jantung dari privatisasi,
desentralisasi, dan inisiatif kompetisi. Dalam kasus kontrak pemerintah, insentif
untuk meminimalkan biaya sangat penting, baik untuk keputusan produksi
internal versus eksternal, dan bentuk organisasi yang disukai kontraktor. Dalam
kasus hubungan fiskal antar pemerintah, penekanannya adalah pada
memanfaatkan informasi yang ada pada mereka di tingkat lokal untuk membuat
keputusan sumber daya dan produksi yang meningkatkan pemberian layanan.
Kasus pendidikan tinggi menekankan insentif untuk membuat universitas lebih
responsif terhadap kebutuhan masyarakat (sebagaimana didefinisikan oleh
pemerintah) dengan membuat mereka bersaing untuk mendapatkan dana
berdasarkan kinerja. Apakah seseorang membingkai pertanyaan sebagai bisnis
vs pemerintah, kebijaksanaan vs kontrol, atau persaingan vs monopoli,
masalah utama adalah bagaimana merancang struktur pemberian layanan
yang mengakses informasi yang diperlukan, dan yang menciptakan insentif
yang diperlukan untuk mencapai efisiensi, sambil meminimalkan ancaman
terhadap akuntabilitas.
Akhirnya, pengakuan atas sifat generik masalah asimetri informasi harus
mengingatkan para sarjana dan praktisi bahwa mereka dapat belajar dari
aplikasi selain dari masalah mereka sendiri. Ada sedikit bukti bahwa, misalnya,
desainer hibah antar pemerintah melihat literatur penganggaran kinerja untuk
wawasan tentang bagaimana menyelesaikan dilema informasi.
2. Kedua, ada batasan untuk menerapkan model yang dikembangkan di sektor
swasta ke sektor publik. Ini adalah pelajaran lama, tetapi yang harus diulang.
Meskipun kita semua ingin memiliki sektor publik yang lebih efisien dan efektif,
jelas bahwa solusi sektor swasta tidak dapat ditransfer secara membabi buta ke
sektor publik. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh perbedaan inheren
antara sektor-dalam masalah yang menjadi tanggung jawab mereka; dalam
sifat proses pengambilan keputusan mereka; dan dalam kompleksitas tujuan
mereka. Dua perbedaan sangat penting. Pertama, pertanggungjawaban
konstituen lebih sulit untuk dipastikan di sektor publik, karena ia secara inheren
tidak terkait dengan pilihan produksi seperti di pasar. Kedua, sistem politik
mendorong penggunaan instrumen yang tumpul, alih-alih tajam, agar tidak
mengasingkan konstituen politik.
Sebagai contoh, upaya untuk merancang serangkaian insentif "optimal"
(keasyikan untai utama dari literatur agen utama) menyebabkan kekhawatiran
(misalnya, Miller dan Hammond, 1994), terutama ketika disarankan bahwa
masalah mendasar politik dapat diselesaikan dengan hanya desain struktur
insentif. Ada alasan kuat untuk meyakini bahwa pencarian solusi semacam itu
salah arah. Di arena publik, agen memiliki banyak kepala sekolah, membuat
pengejaran struktur insentif yang optimal menjadi lebih kompleks, jika dapat
dicapai sama sekali.
Hal ini membuat beberapa orang berpendapat bahwa komitmen atau
kepercayaan mungkin menjadi strategi alternatif untuk menyelesaikan masalah
agensi. Dalam kerangka teori permainan, kepercayaan (norma atau komitmen
yang dapat dipercaya) memberikan perlawanan terhadap perilaku oportunistik
dalam permainan yang berulang. Namun, mengandalkan kepercayaan lebih
cenderung efektif pada kelompok kecil, daripada pada tingkat sistem. Selain itu,
jika kepala sekolah melibatkan beberapa agen, mengembangkan komitmen
lebih sulit dan mahal, dan kecil kemungkinannya untuk menghilangkan masalah
akuntabilitas kepala sekolah.
3. Ketiga, kekhawatiran atas efisiensi / akuntabilitas tradeoff telah menyebabkan
adopsi "fuzzy" atau solusi hybrid. Pilihan di antara pengaturan kelembagaan
tidak perlu dikotomis (mis., Produksi publik atau swasta, pemerintah pusat atau
daerah, penganggaran bertahap atau kinerja). Pemerintah, pada kenyataannya,
menghadapi alternatif bernuansa: penggunaan pemerintah lain atau organisasi
nirlaba serta organisasi nirlaba sebagai kontraktor; campuran mandat dan
insentif dalam hubungan antar pemerintah; dan berbagai aturan penganggaran
untuk aliran dana terpisah. Desain hibrid atau perantara semacam itu
mengurangi tingkat keleluasaan atau pendelegasian, dan dapat meminimalkan
total biaya dengan menawarkan keseimbangan terbaik antara penghematan
biaya produksi dan biaya transaksi yang memastikan akuntabilitas.
4. Keempat, ekspektasi untuk memperoleh efisiensi dari reformasi manajemen
publik terlalu berlebihan. Banyak proposal reformasi terlalu banyak,
menciptakan harapan yang tidak masuk akal. Kerangka kerja agen utama
menyoroti masalah insentif yang diciptakan oleh kontrak dengan tujuan yang
berbeda dan asimetri informasi dan menunjukkan bahwa kemampuan kita
untuk menyelesaikannya dan biaya yang terkait akan bervariasi dengan
layanan dan pasar pasokannya. Sebagai contoh, kontrak untuk layanan lokal
lebih mungkin untuk meningkatkan kinerja sektor publik jika kita memiliki
layanan nyata dan persaingan pemasok yang masuk akal. Hibah antar
pemerintah bermanfaat ketika pemerintah daerah memiliki kemampuan yang
tidak mudah ditiru oleh pemerintah pusat, baik dalam artikulasi preferensi atau
pengaturan pasokan yang efektif. Alokasi dana pendidikan tinggi berbasis
kinerja cenderung hanya berfungsi jika kinerja dapat diukur secara memadai.
Perubahan institusional yang tidak sesuai dengan konteksnya cenderung
menghasilkan manfaat yang besar, dan bahkan dapat menurunkan efisiensi.

Secara umum, realitas sistem politik melarang penggunaan instrumen yang tajam,
sehingga menumpulkan efek insentif. Misalnya, mungkin secara politis tidak layak
untuk tidak mendanai pemerintah daerah tertentu di bawah program hibah, atau untuk
tidak mendanai universitas tertentu. Selain itu, sifat keluaran publik menimbulkan
masalah pengukuran. Banyak layanan publik tidak ditransaksikan di pasar, dan
nilainya sulit ditentukan. Karena itu kinerja mungkin sulit diukur. Masalah-masalah ini
tidak mudah diselesaikan, dan manfaat atau reformasi yang diharapkan harus
disesuaikan.

KESIMPULAN

Analisis ini menggambarkan potensi kerangka kerja umum untuk menganalisis


pengaturan kelembagaan alternatif untuk kinerja layanan publik, dan mengidentifikasi
karakteristik kontrak, baik secara eksplisit maupun implisit, yang secara efektif
menyeimbangkan efisiensi dan akuntabilitas. Pengembangan teoritis seperti itu
diperlukan jika kita ingin memperluas basis pengetahuan bidang administrasi publik
(Kettl, 1993). Seperti yang telah ditunjukkan oleh diskusi ini, tidak ada satu pun cara
terbaik untuk mendesain lembaga untuk pemberian layanan. Desain yang efektif
tergantung pada sifat layanan, tingkat ketidakpastian, dan peluang untuk perilaku
oportunistik. Keputusan aktual akan mencerminkan prioritas relatif yang ditetapkan
untuk tujuan publik yang bersaing, serta kemungkinan merancang skema insentif atau
strategi lain untuk mengatasi masalah keagenan. Tidak ada obat mujarab atau "peluru
ajaib" tunggal untuk menyelesaikan masalah insentif lembaga sektor publik.
Sebaliknya, tujuan kami harus menjadi pengembangan kerangka kerja kontingensi
yang cocok dengan parameter masalah desain dengan karakteristik struktur alternatif.

Akuntansi, Manajemen dan Perubahan Organisasi:


Sebuah Studi perbandingan Pemerintah Daerah
Irvine Lapsley dan Juni Pallot

1. Perkenalan
Dalam makalah ini kita akan mengkaji akuntansi manajemen di pemerintah
daerah di Skotlandia dan Selandia Baru dalam situasi perubahan. Ini adalah
perubahan struktur dan praktik manajemen di pemerintah daerah kedua negara. Di
Skotlandia perubahan yang telah ditempa oleh pemerintah pusat. Salah satu
perubahan yang signifikan telah terjadi pergeseran dari dua tingkat ke sistem
kesatuan otoritas lokal yang telah mengurangi jumlah otoritas tersebut dan
merubah fungsi hukum mereka. Pada 1 April 1996, UU Pemerintah Daerah
(Skotlandia) menghapuskan sembilan dewan regional dan 53 dewan distrik di
daratan Skotlandia dan ini digantikan dengan sistem berjenjang single terdiri dari
29 dewan kesatuan. (3 pulau berwenang lanjutan). Perubahan Pemerintah di
Inggris pada May 1997 juga telah mengakibatkan inisiatif (dengan ditinggalkannya
Tender Kompetitif Wajib, pengenalan Best Value (DETR, 1998)) yang ditujukan
untuk mengubah kebijakan dan praktek manajemen seluruh pemerintah daerah
UK.
Di Selandia Baru, Amandemen Pemerintah Daerah (ada 2) Undang-Undang
tahun 1989, membawa reformasi yang paling dramatis dari pemerintah daerah
sejak penghapusan provinsi pada tahun 1876. Jumlah otoritas lokal berkurang dari
lebih dari 700 menjadi 85, yang 72 adalah teritorial berwenang (kota dan
kabupaten) dan 13 adalah pemerintah daerah. 1 Undang-undang berusaha untuk
memaksakan pada pemerintah daerah model yang sama dari manajemen publik
yang telah diadopsi untuk sektor negara (lihat Boston et al., 1996, untuk deskripsi);
misalnya, dengan decoupling politik dan manajemen, menempatkan kepala
eksekutif pada kontrak 5 tahun terbarukan, menciptakan pemisahan Otoritas Lokal
Usaha Dagang dan membutuhkan keuangan berbasis akrual bersama dengan
informasi kinerja finansial non diaudit. Rencana tahunan harus siap berkonsultasi
dengan warga dan dilaporkan pada akhir tahun. Perubahan UU Pemerintah Daerah
tahun 1996 membawa gelombang baru inisiatif, termasuk manajemen aset jangka
panjang dan perencanaan keuangan baru. UU ini juga memerlukan kebijakan
pendanaan yang mencoba, sejauh mungkin sementara masih konsisten dengan
keadilan sosial dewan dan tujuan lainnya, agar sesuai dengan sumber dana
(misalnya pajak atau retribusi) dengan jenis layanan (misalnya publik atau baik
swasta ) dan untuk mengisi biaya layanan kepada ahli waris dari layanan.
Kedua negara ini, kemudian, berada di garis depan ‘modernisasi proyek —
kebijakan mengubah birokrasi sektor publik berskala besar menjadi penyedia
layanan yang responsif terhadap kebutuhan pelanggan mereka. Di dalam
kecenderungan umum, informasi akuntansi dan praktikum telah diberikan peran
beberapa signifikansi oleh banyak komentator tentang reformasi sektor publik
(Humphrey et al., 1993; Olson et al., 1998). Ols pada et al. (1998, hlm. 18) :
Elemen yang semakin menonjol dari gerakan Manajemen Publik Baru adalah
yang tampaknya daftar tak berujung teknik berbasis akuntansi yang sedang diambil
dalam mengejar reformasi.
Kami memeriksa penggunaan akuntansi dalam mengejar reformasi manajerial
di pemerintah daerah dalam tahapan sebagai berikut: (1) pemeriksaan dua teori
yang bersaing dari proses perubahan, (2) desain penelitian, (3) analisis hasil dan
(4) kesimpulan dan arah untuk penelitian masa depan.
2. Persaingan teori proses perubahan
Dalam penelitian ini fokus kami adalah dua hal penting dari perdebatan di
sektor publik. Reformasi manajemen pemerintah daerah dapat dilihat sebagai
bagian dari satu set yang lebih luas dari reformasi sektor publik yang ditandai
dengan payung judul 'New Public Management' (NPM). Sementara kita mengakui
gerakan internasional ini berbasis luas yang mendorong sektor publik dari banyak
negara menuju konvergensi tentang cara terbaik untuk mengelola kegiatan mereka,
kita membedakan antara niat dan konsekuensi. Pendukung NPM dapat dilihat
sebagai maksud untuk membuat perubahan mendasar struktur manajemen, proses
dan praktek di sektor publik.
Dalam studi ini kami mengeksplorasi seberapa baik teori-teori yang bersaing
dalam konteks pemerintah daerah di Inggris, secara khusus di Skotlandia, dan
Selandia Baru. Sebelum memeriksa implikasi dari perubahan dari NPM dan
perspektif institusionalisme baru, kita mempertimbangkan dimensi kunci (i) New
Public Management dan (ii) New Kelembagaan.
(i). Manajemen Publik Baru
Ekspresi New Public Management (NPM) sering dikaitkan dengan Hood (1991,
1995), sebagai ungkapan yang menjadi ciri komponen kunci dari tren internasional
terhadap transformasi dari mesin administrasi pemerintahan. Hood (1991)
menetapkan dimensi sebagai kunci berikut NPM ini: (i) pemilahan birokrasi
pelayanan publik besar menjadi desentralisasi, unit corporatized berdasarkan
'produk', (ii) pengenalan kontrak (jangka pendek) bagi karyawan dan pelayanan
publik organisasi output (sebagai insentif), (iii) adopsi apa yang dianggap sebagai
gaya manajemen sektor swasta dan teknik, (iv) penekanan lebih besar pada
'berhemat' (ekonomi dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya) dan disiplin, (v)
visibilitas yang lebih besar untuk arah manajemen puncak, (vi) lebih besar
kuantifikasi dari 'standar' layanan dan pengukuran kinerja dan (vii) penekanan lebih
besar pada output. Karakteristik ini membedakan NPM dari pendahulunya,
administrasi publik gaya lama, dengan penekanan pada sifat khas dari sektor publik
dan kebutuhan untuk prosedur untuk memastikan pelayanan publik (lihat Dunleavy
dan Hood, 1994).
Jelaslah bahwa NPM sebagai 'teori' manajemen telah diimpor dari sektor
swasta atau setidaknya dari satu set ide-ide yang dikemukakan oleh guru
manajemen sektor swasta dari tahun 1960-an dan 1970-an (lihat, misalnya,
Drucker, 1961) dan, memang, telah dikaitkan dengan ide-ide yang telah
terbengkalai di dalam pemerintah sejak periode itu (lihat Dunleavy dan Hood, 1994;
Bromwich dan Lapsley, 1997). Tren NPM ini memproyeksikan gaya yang khas
perspektif-manajemen yang sangat rasionalis pada tindakan manajemen di mana:
pilihan mengalir dari analisis obyektif dan evaluasi dari alternatif; manajemen
organisasi adalah perintah dari sumber daya (material, manusia) pada
penyelesaiannya; kontrol ada untuk mendorong individu untuk bekerja demi
kepentingan organisasi; dan tujuan adalah dimensi kunci dari kebutuhan untuk
mengukur kinerja individu, sub-unit dan organisasi secara keseluruhan.
(ii). Institusionalisme Baru
Teori institutionalisme baru bahwa struktur organisasi formal bergantung pada
aturan kelembagaan untuk memberikan legitimasi kepada kegiatan organisasi
(Meyer dan Rowan, 1977; Meyer dan Scott, 1983; Scott dan Meyer, 1994). Dalam
hal ini, akuntansi dapat merupakan bagian penting dari pembuatan aturan dalam
organisasi.
Meyer dan Scott (. 1992, hal 21) mengatakan: Kami berpendapat bahwa
organisasi dilembagakan seperti pemerintah daerah cenderung untuk
menghubungkan diri erat legitimasi formal mereka dan penyangga dari pekerjaan
kegiatan, melalui ritualisasi atau decoupling struktur dan aktivitas.
Sisi lain dari interpretasi institusionalis baru dari peristiwa adalah potensi untuk
isomorfisma-kesamaan bentuk organisasi, sering didasarkan pada mimikri (Di
Maggio dan Powell, 1983). Hal ini dapat dilihat sebagai perpanjangan argumen di
atas yaitu bahwa organisasi sosial membangun rasionalitas dengan cara yang
kompatibel dengan ide-ide tentang bagaimana organisasi modern seharusnya
rasional dalam kegiatan mereka.
Dengan pemerintah daerah yang terdiri dari sejumlah besar organisasi serupa
(dalam hal fungsi, tugas, imperatif hukum, pendanaan dan kegiatan), ada potensi
untuk organisasi untuk tidak hanya mencerminkan lingkungan eksternal mereka
tetapi untuk mencari isomorfisma institusional oleh proses mimesis (Di Maggio dan
Powell, 1983). Dengan cara ini pemerintah daerah akan mencari legitimasi oleh
menyerupai otoritas lokal lainnya dalam hal organisasi, prosedur dan respon
terhadap inisiatif eksternal.
3. Desain penelitian
Perbandingan Selandia Baru dan Skotlandia adalah tepat untuk sejumlah
alasan: kesamaan dalam ukuran (dengan populasi 4 juta dan 6 juta masing-
masing); bersama tradisi sebagai bagian dari negara-negara Persemakmuran;
hubungan sejarah, dengan secara signifikan proporsi yang tinggi dari populasi
imigran Selandia Baru yang berasal dari Skotlandia; dan, dalam hal organisasi
profesi akuntansi, hubungan dekat antara badan-badan professional negara-
negara ini, dengan reorganisasi Selandia Baru, profesi akuntansi mengacu pada
keahlian dari mitra Skotlandia-nya.
Latar belakang informasi pada pengaturan studi kasus ditunjukkan pada Tabel
1.

Dalam pengaturan studi kasus ini kita menjelajahi: (i) sejauh mana perubahan
manajemen dan (ii) keterlibatan akuntansi manajemen sebagai pemicu atau faktor
menghambat dalam situasi perubahan.
4. Hasil
Di sini kita memeriksa hasil investigasi kami di empat studi kasus ini dalam dua
tahap: (i) analisis manajemen kunci dan perubahan organisasi dan (ii) pemeriksaan
terhadap pengaruh akuntansi sebagai pemicu atau kendala dalam situasi
perubahan. Hasil ini mengungkapkan pola yang sangat berbeda dari gaya
manajemen dalam empat otoritas lokal. Namun sementara ada perbedaan
signifikan dalam pengaruh informasi akuntansi antara otoritas lokal Selandia Baru
dan Skotlandia.
(i). Manajemen dan perubahan organisasi
Dari otoritas lokal Inggris, kami dapat mencirikan respon mereka berbeda
struktural ( MacLaren) dan prosedural ( McLeod). Di Selandia Baru, Kauri telah
menerapkan konsensual seorang, partisipatif gaya mengelola kegiatan. Kowhai
memiliki strategi marketisasi eksplisit.

Pengalaman Skotlandia: v Struktural prosedural.


Pada Dewan MacLaren pegawai, pemangku jabatan mencapai persetujuan
dengan kepemimpinan politik, telah membuat perubahan structural signifikan terhadap
pemberian layanan mereka. Hal ini mensyaratkan departementalisasi, pengelompokan
kegiatan di sekitar inisiatif strategis (pertumbuhan ekonomi dan inklusi sosial) dan
dorongan untuk analisis lintas disiplin, dan tanggapan terhadap tantangan yang
dihadapi pemerintah daerah. Perubahan ini telah dimulai oleh aksi bersama oleh
kepemimpinan politik dan kekuasaan.

Pengalaman Selandia Baru:. Partisipatif v marketisasi


Tanggapan dari otoritas lokal di Selandia Baru terhadap tekanan untuk
perubahan di lingkungan eksternal juga berbeda. Undang-undang yang diberlakukan di
tingkat pusat telah membuat semua dewan Selandia Baru melakukan perubahan
radikal untuk kedua struktur tersebut (penggabungan, pembuatan LATE, privatisasi
listrik, kontrak sebagai syarat pendanaan untuk jalan) dan proses (rencana tahunan
berkonsultasi dengan warga negara dan strategi keuangan jangka panjang serta
kebijakan pendanaan). Khususnya, pusat
undang-undang payung pemerintah untuk upaya pemerintah daerah untuk
memaksakan model NPM yang diadopsi di tempat lain di sektor publik. Namun, dalam
kerangka payung yang sama, bagaimanapun, dua dewan studi kasus kami telah
mengadopsi manajemen pendekatan yang sangat berbeda. Hasil ini menggaris bawahi
potensi efek agensi (Giddens, 1984) sebagai manajemen membentuk kebijakan,
bahkan di mana ada arahan eksternal yang kuat atau kendala. Kami menyebut ini
sebagai partisipatif dalam kasus Kauri dan dipasarkan di kasus Kowhai.

(ii). Dalam memengaruhi informasi akuntansi dan keuangan


Analisis sebelumnya telah mengungkapkan gaya manajemen yang berbeda
untuk masing-masing pemerintah daerah, menyoroti potensi manajemen untuk
membentuk respon mereka terhadap tekanan-tekanan eksternal untuk perubahan.
Namun, pemeriksaan dari pengaruh akuntansi dan keuangan informasi dalam ini
pemerintah setempat mengungkapkan pola yang berbeda, dengan signi fi variasi
tidak bisa negara. Tabel 3 menunjukkan, studi kasus ini mengungkapkan potensi
muncul terbatas untuk informasi finansial untuk membatasi atau memulai
perubahan manajemen yang signifikan, setidaknya dalam konteks UK. Namun, di
Selandia Baru studi kasus menunjukkan bahwa pandangan instrumental kehidupan
organisasi sebagai dianut oleh para pendukung NPM telah ditahan dengan
informasi kuantitatif, terutama informasi akuntansi, tuas kunci dalam membentuk
agenda dan membantu dalam merancang perubahan.
Pengalaman Skotlandia: lemah akuntansi
Di Dewan MacLaren, penekanannya adalah masih penganggaran inkremental
dengan sedikit atau tidak ada kebijakan anggaran

Situasi di McLeod Dewan juga sugestif dari interpretasi institusionalis baru


kejadian. Kelemahan dari informasi akuntansi (ketidakakuratan, kurang rinci
diperlukan, tidak user-friendly, meskipun dengan langkah-langkah sederhana di
arah informasi akuntansi berbasis komitmen-) menyangkal kemungkinan model
NPM yang dioperasionalkan.
Pengalaman Selandia Baru: integrasi akuntansi
Dalam dewan Selandia Baru pengalaman kontras dengan yang ada pada studi
kasus Skotlandia. Kami menggambarkan situasi Selandia Baru sebagai integrasi
akuntansi ke dalam keputusan manajemen dan tindakan. Sementara deskripsi ini
berlaku untuk Kauri dan Kowhai ada proses lebih panjang sebelum integrasi ini
dicapai pada Kauri. Kami memeriksa sarana yang perubahan ini dicapai pada
Kauri, sebelum diskusi tentang temuan Kowhai. Di Kauri, telah terjadi
ketidakpuasan dengan kualitas informasi akuntansi untuk tujuan manajemen
sehari-hari. Ada beberapa alasan untuk ini. Pertama, segera setelah
penggabungan ada beberapa sisa-sisa organisasi tua dan ini tidak mendorong
berbagi informasi. Kauri juga mewarisi beberapa gaya lama akuntan birokrasi yang
mana Direktur kewirausahaan Keuangan tidak dapat menggantikan sampai mereka
pensiun. Akuntan dipandang negatif sebagai orang-orang yang persetujuannya
harus dicari sebelum apa pun bisa dihabiskan. Informasi akuntansi itu dianggap
untuk akuntan bukan untuk tujuan manajemen dan informasi yang diberikan
kepada departemen akuntansi adalah sering waktunya atau tidak dapat diandalkan.
Hal ini pada gilirannya mengurangi kegunaan laporan manajemen. Masalah lain,
semakin, sudah ketinggalan zaman dan di informasi fleksibel perangkat lunak
sistem,
Dalam informasi masa lalu sistem telah sebagian besar menjadi tanggung
jawab akuntan karena fokus awal teknologi komputer adalah untuk menyediakan
sistem informasi manajemen keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir penekanan
telah berubah dan sistem komputerisasi yang digunakan di semua bidang. The
newGEMS (Pemerintah Enterprise Management System) di Kowhai adalah sistem
pemerintah daerah dan bukan hanya sistem keuangan. Pada saat yang sama
layanan informasi telah bergeser fokus dari pengelolaan sistem informasi untuk
penyediaan informasi dan alat manajemen. Di bawah restrukturisasi terbaru ke
dalam empat departemen jasa perusahaan seperti jasa keuangan (akuntansi) dan
jasa informasi telah diserap ke dalam Pelanggan baru dan Departemen Pelayanan
Masyarakat layanan yang baik pelanggan internal dan eksternal (tiga departemen
lain yang Maju Perencanaan, Aset dan Proyek, peraturan Departemen). Jasa
Keuangan akan terus memberikan laporan informasi anggaran dan keuangan dan
melaksanakan pemodelan keuangan tetapi tidak akan bertanggung jawab untuk
produksi keseluruhan rencana tahunan atau rencana strategis jangka panjang.
Perkembangan ini menggarisbawahi cara di mana informasi akuntansi merupakan
bagian integral dari manajemen otoritas lokal ini.

5. Kesimpulan: arah untuk penelitian masa depan


Latar belakang teoritis yang diambil dalam penelitian ini adalah mencari
interpretasi dari New Public Manajemen (NPM) dan perspektif institusionalis baru.
Temuan-temuan dari pengaturan studi kasus menawarkan pola hubungan yang
kompleks antara gaya manajemen, dalam memengaruhi akuntansi dan keuangan
informasi dan pengaturan kelembagaan.
Dalam hal gaya manajemen, bukti studi kasus ini adalah bahwa dari
keragaman respon terhadap tekanan NPM. gaya manajemen ini ditandai dalam
makalah ini sebagai struktural (MacLaren) dan prosedural (McLeod) di Skotlandia
dan partisipatif (Kauri) dan marketisasi (Kowhai) di Selandia Baru. Kategorisasi
gaya manajemen ini merupakan indikasi dari kontinum kemungkinan dan potensi
signifikan efek lembaga (Giddens, 1984) sebagai bentuk manajemen dan pengaruh
praktek organisasi mereka. Ini dapat dilihat sebagai melambangkan pandangan
teori institusional (Meyer dan Rowan, 1977) sebagai teknik dan struktur
penggelaran untuk menggambarkan pemerintah daerah sebagai rasional dan
modern dengan tampilan untuk legitimasi eksternal. Namun, dalam konsep
operasionalisasi NPM, kualitas informasi akuntansi manajemen adalah faktor
penting penting-keadaan yang membedakan pengalaman dari studi kasus di
Skotlandia dan SelandiaBaru.
Dalam otoritas lokal di Skotlandia, ada bukti institusional isomor- phism.
Pengelolaan ini pemerintah daerah mengadopsi struktur dan praktik yang mereka
dapat menggambarkan diri mereka sebagai rasional, interpretasi organisasi
modern di- peristiwa ini digarisbawahi oleh sifat informasi akuntansi dan keuangan
mengalir dalam organisasi tersebut. Kelemahan dari informasi ini, dan koneksi dari
membentuk agenda kebijakan, selain negatif dalam bentuk kendala pendanaan,
melemahkan penggunaan akuntansi oleh organisasi-organisasi ini sebagai
mekanisme atau tuas kunci untuk membawa perubahan manajemen.
Interpretasi peristiwa institusionalis baru dalam studi kasus pemerintah daerah
Skotlandia kontras dengan situasi di Selandia Baru. Dalam akuntansi Selandia
Baru telah ditempatkan di pusat reformasi sektor publik sebagai instrumen kunci
dalam drive untuk efisiensi ekonomi (Brash, 1998).

Anda mungkin juga menyukai