Anda di halaman 1dari 5

EKONOMI PANCASILA

Cerita Penjual Pisang dan Keadilan


Akhmad Labib .B
181710201030
Fakultas Teknologi Pertanian
MKU Pancasila
Alamat E-mail: akulalirektemenan@gmail.com

Di pagi mungkin hari ini hari minggu atau hari-hari lainya seorang bapak-bapak
pergi ke sebuah ladang mencari-cari sesuatu di kebun itu dia bukan seseorang yang
memiliki kebun dia hanyalah seorang pedagang kecil yang ingin embeli pisang dari
pemilik kebun itu untuk di jualnya kembaii, entah dia adalah seorang laki-laki yang
selalu melakukan itu setiap harinya di sela-sela aktifitas harinya , Hiruk pikuk
pekerjaan terjadi setiap harinya orang-orang yang sibuk dengan dunia yang tidak
pernah habis akan kebisingan dan mobil-mobil berjalan di antaranya.
Hari mulai pagi dia laki-laki itu mulai bersiap setelah sebelumnya dia
melakukan ibadah rutinya, setelah dia telah menyiapkan pisang-pisang dagangannya
yang akan di jual. Berjalan dari seberang samping rumahnya menunggu dengan lama
angkutan menuju kota. Dalam penantiannya secercah harapan menjadi angan-angan
pikirannya, istri dan anak-anak di rumahnya menungu dan menanti bayangan wajah
anaknya yang akan berangkat sekolah yang sebelumnya bersalaman dengannya
tersenyum dengan bahagia menatap seorang ayahnya.
Di dalam angkutan kota ia juga berangan-angan andai saja nasibnya baik sepert
orang yang menaiki mobil yang iya lihat dari jendela samping angkutan kota, santai
denga gagahnya menaiki mobil. Sesaat tak berapa lama seperti biasanya ia turun di
sebuah jalan di tempat biasanya ia berkeliling untuk berjualan dan menjajakan pisang-
pisangnya , ia berjalan menyusuri setiap jalan di kota itu dengan penuh harapan ada
orang yang iba untuk membeli pisang-pisangnya, terik panas menyengat dan peluh
keringat membasahi seluruh tubuh juga raga , sesekali ia duduk untuk beristirahat di
bawah pohon waru di samping kota itu, dan berharap masih sama untuk agar
mendapat setidaknya satu pembeli untuk mendapatkan setidaknya 15000 rupiah
untuk keperluan makan sehari dan uang saku anak-anaknya, namun tekad dan niatnya
masih juga belum pudar .
Ekonomi Pancasila yang mungkin dia hanya tau adalah namanya saja dan dasar-
dasar akan apa itu pancasila, sebuah dasar dan landasan ekonomi yang di anut negri
ini dimana merupakan pedoman bagi seluruh warga negara yang berada di negri anta
beranah ini , di lakukan setiap harinya tanpa esensi dan tanpa tau akan apa itu arti dari
sebuah ideologi dan sistem tersebut , sistem dimana pemerataan dan demokrasi dalam
segala bidang termasuk ekonomi yang harusnya terlaksana di negeri ini , sila ke lima
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia , nyatanya tak pernah berpihak
pada tempatnya, seakan-akan terbuang akan isi dan esensinya serta keberadaannya di
muka para pemuka-pemuka yang ia baca setiap harinya di tempat koran baca umum
samping kota , atau tempat bungkus dari koran bekas yang ia gunakan untuk
membungkus dagangan pisang-pisangnya, yang setiap hari ia lihat hanyalah sebuah
realita akan kenyataan yang ada dan fana. Mereka yang tidak berpihak kepada mereka
orang-orang kecil pelengkap negeri serta penuntut akan keadilan dan pemerataan di
negeri anta berantah ini, namun walau hal itu tidak pernah terfikir oleh mereka dalam
benaknya, tidak mungkin terlaksana dan akan terwujud dalam kenyataan serta
realitasnya.
Ia beranjak dari duduknya serta istirahatnya melanjutkan perjalannya
menyusuri kembali jalan-jalan kota, sesekali ia menengok juga para pegawai-pegawai
pemerintahan di seberang jalan yang ia susuri adalah tempat bertugas wali kota, ia
melihat para pegawai dengan bahagia tertawa bersama sembari meminum secangkir
teh dan mengobrol hal yang mungkin itu seru dan sangat menarik untuk di bahas,
Kadang juga bila di hari jam kerja seperti hari senin ia melihat wali kota sendiri sedang
di dalam mobil keluar dari rumah dinas untuk menemui sebuah acara atau tugas di luar
kota, dengan tangan masih membawa dagangan yang ia pikul dari pagi, ia berangan
mungkinkah keadilan ada bagi orang kecil sepertinya di mana tidakkah mereka
melihat dia membutuhkan bantuan dari mereka, setidaknya adalah gubuk toko reot
untuk menjual pisang-pisangnya agar tidak perlu ia susah-susah membawa dan
memikul barang dagangannya mungkin itu hanya secercah harapan kecil namun tidak
akan terwujud dan akan tetap menjadi angan angan nya sepertinya, tapi hal itu tidak
menciutkan tekatnya untuk terus berusaha demi anak-anak dan istrinya yang
menunggu dengan setia di rumah.
Ia melanjutkan perjalanannya untuk menuju tempat lagi di mana biasa ia
menjual pisangnya di sebuah pohon teduh sekaligus dia beristirahat untuk sekedar
meminum setenggak air minum yang ia bawa dari rumah dengan botol plastik refil
bekas , di situ ia menata kembali dagangannya dan juga menghitung siapa saja tadi
yang membeli dagangannya , ia melihat kantong kresek tempat hasil penjualannya,
secarik uang kertas 5 ribu berada di sana dan 2 buah uang 500 rupiah hasil jerih
payahnya menjual se buah pisang tadi siang yang di beli oleh seorang ibu-ibu rumah
tangga di pinggir jalan. Sembari meminum seteguk air minum tersebut lagi ia juga
memakan bekal dari istrinya berupa singkong rebus yang di siapkan malam hari nya.
Di sela aktifitas dan keheningan di balik istirahatnya, ia ingin bertemu dengan
tuhannya bercanda dan curhat akan hal dan apa yang akan terjadi dan yang telah
terjadi tidak ada batasan di antara mereka tidak ada hal-hal sedih di utarakan hanya
ikhlas dan rasa syukur yang selalu ia ucapkan, Sembari berdoa agar di beri kelancaran
untuk selanjutnya menjual dagangannya kembali.
Tak berapa lama datang seorang anak kecil yang iba melihat laki-laki tersebut
dan menghampirinya seraya berkata kepada ibunya “bu kasihan penjual itu, apa ibu
tidak mau membeli pisang dari bapak tua itu ?” tanya anak kecil tersebut, ibu dan anak
itu melihat dan betapa ibanya bahkan anaknya pun mengerti sehingga ibu dan anak
itupun akhirnya membeli dagangan dari orang tua tersebut karena iba melihatnya.
“Pak saya beli pisangnya satu lirang, berapa pak” laki-laki itu menjawab “5000 rupiah
bu” kemudian ibu itu akhirnya membeli pisang laki- tersebut “ini pak saya beli dua pak
ya”, “Terima kasih banyak bu” jawab laki-laki tua tersebut. Kemudian ibu tersebut tiba-
tiba ingin mengetahui asal laki-laki penjual pisang tersebut. “ngomong-ngomong
bapak berasal dari mana?” laki-laki tersebut menjawab “Saya dari desa jauh dari kota
ini bu” jawab penjual pisang “Bapak ke sini naik apa pak” tanya ibu tersebut kembali
kemudian laki-laki tersebut menjawab lagi “saya setiap hari berjalan kaki bu
menyusuri setiap sudut-sudut kota ini untuk menjajakan dagangan saya” . “Kalau boleh
berkenan apa bapak mau mampir sebentar ke rumah saya untuk beristirahat dan
sekedar menghilangkan penat” Pinta ibu tersebut melihat iba akan keadaan laki-laki
penjual pisang tersebut. Laki-laki tersebut menjawab “Maaf bu saya takut merepotkan
ibu dan saya tidak pantas untuk bisa singgah di tempat ibu yang bersih dan rapi, bagai
mana jika tetangga ibu melihat ke hadiran saya yang kotor dan cuma seorang pedagang
pisang” ibu itu menjawab “Sudahlah pak jangan begitu saya dan anak saya sangat
senang bila bapak dapat singgah sebentar untuk beristirahat di rumah kami yang
sederhana” Akhirnya laki-laki tersebut mau dan menuruti permintaan ibu tersebut
untuk beristirahat di rumahnya .
Rumah ibu tersebut terlihat besar dan lumayan megah betapa herannya ketika
ia berada di dalam serambi rumah tersebut, pantas saja karena rumah nya sendiri
hanyalah rumah dengan dinding bilah-bilah bambu tanpa jendela dengan ubin
beralaskan tanah tanpa interior maupun hiasan pada dinding dinding apalagi rumah
tersebut hanyalah rumah yang jauh dikatakan layak, hiruk pikuk pekerja membawa
pisang-pisang untuk di olah menjadi makanan yang lebih bernilai seperti sale , keripik
dan lain-lain sedang di proses oleh pekerja pekerja di dalam rumah tersebut , dan
ternyata rumah tersebut merupakan juga tempat industri untuk pengolahan pisang
dan juga sentra oleh-oleh di kota tersebut. seketika laki-laki tersebut di hampiri oleh
ibu yang tadi mengajak laki-laki tersebut untuk duduk di ruanng tamu, sofa yang
empuk, meja dari bahan marmer serta dekorasi-dekorasi dinding yang indah serta
buah-buahan dan makanan yang di suguhkan di depan matanya, sungguh laki-laki
tersebut terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa karena laki-laki tersebut belum
pernah melihatnya dan belum pernah merasakan hal semua sebelumnya tentang ke
memewahan-kemewahan tersebut.
Ibu itu berkata “ jadi beginipak “ ibu itu bercerita panjang lebar tentang
usahanya ini, bahwa dia adalah seorang wirausahawan di bidang oleh-oleh terutama
di bidang oleh-oleh yang berbahankan pisang, ibu itu bercerita bahwa usahanya ini di
mulainya dari orang tuanya dulu yang juga seorang pengusaha ibu itu juga
menceritakan pengalaman hidupnya susah payah jatuh bangun usahanya hingga
akhirnya dapat berhasil dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, ibu itu juga
bercerita bahwa ia sebenarnya masih membutuhkan banyak bahan untuk usahanya
tersebut.
Setelah menjalani proses komunikasi dan diskusi yang panjang serta memakan
waktu lama betapa kagetnya laki-laki penjual pisang yang berasal dari seberang desa
tersebut ibu itu berkata “bapak mulai sekarang tidak perlu berjualan susah-susah jauh
ke kota untuk menjajakan pisang-pisang bapak, sekarang saya akan membeli semua
pisang pisang bapak dan untuk kelanjutan selanjutnya untuk suplai bahan untuk usaha
saya bagaimana pak, saya juga melihat kualitas pisang bapak yang sangat bagus dan
cocok untuk bahan dari pisag untuk usaha saya di sini dan juga saya yakin bapak dapat
di percaya. Ibu itu juga berkata bapak tidak perlu juga datang jauh-jauh ke sini
mengirim jauh-jauh pisang bapak dari desa bapak, kami yang akan menjemput dan
mengambil pisang bapak dari desa.
Akhirnya bapak ini menjadi distributor pisang kepada ibu tersenut dan kini
laki-laki tersebut bernasip lebih baik dari pada dulu ketika ia masih menjadi orang
yang berjualan pisang ysng berkeliling di sepanjang sudut kota untuk menuntut
keadilan akan ekonomi.
Beberapa waktu menjelang tahun demi tahun hingga kira-kira sudah 3 tahun
laki-laki tang dulunya seorang penjual pisang keliling tersebut menuai hasil serta jerih
payah dan juga usaha dan kesabarannya membuahkan hasil sekarang keadaan laki-laki
tersebut tak seperti dulu, ia kini memiliki rumah yang layak tidak seperti dulu yang
hanya sebuah rumah dengan ubun beralas bumi dan jendela tanpa kaca yang mana
angin dapat hilir mudik setiap harinya serta interior yang tidak ada, sekarang semua
telah berubah karena nasib dan juga mungkin itu adalah kehendak dari tuhan.
Sekarang laki-laki tersebut memiliki rumah yang megah dengan interior rumah
lengkap dengan sofa yang empuk dengan dekorasi-dekorasi indah pasa senua dunding
serta buah-buahan yang dulunya mungkin tidak akan pernah ia dapat dan itu tidak
akan pernah terwujud, namun sekarang hal itu dapat terjadi.
Istri dan anak-anak laki-laki tersebut dapat menerima nafkah dengan layak anak-anak
laki-laki tersebut dapat melanjutkan sekolah dengan pasti serta buku-buku baru dapat
di beli sepatu baru dan hal-hal lain kebutuhan seperti mesin cuci setrika dan lain-lain
dapat dirasakan oleh keluarga laki-laki penjual pisang ini.
Setelah ia sukses ternyata laki-laki yang dulu hanyalah seorang penjual pisang
yang menjajakan pisang dengan penuh perjuangan kini mendapat hasilnya, sekarang
ia mulai memberdayakan masyarakat di desa dia iangat akan nikmat dan apa yang di
perolehnya bukan hanya untuk dirinya sendiri ia juga ingan dasar-dasar akan keadilan
yang mungkin dia juga tidak tahu bahwa merupakan pengamalan dan implementasi
dari ekonomi bangsa ini yaitu ekonomi pancasila di mana ekonomi berlandaskan
keadilan dan pemerataan sosial, si penjual pisang ini sekarang mulai mencari
orang=orang yang sama yang dulunya memiliki nasib yang kurang beruntung seperti
dirinya ketika dulu yang sama-sama pedagang pisang untuk merangkul mereka
memberi mereka setidaknya peluang untuk usaha agar usahanya dapat di kembangkan.
Laki-laki tersebut mencari di setiap desa orang-orang di sana di daerahnya
memberi penyuluhan serta merangkul dan memberi wawasan akan usaha yang dapat
di kembangkan dari produk unggulan dari desa mereka terutama yaitu pisang , ia
mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam bidang usaha-usaha mikro
seperti pembuatan sale, keripik pisang, tape pisang, dan lain-lain serta juga menjadikan
daerahnya menjadi daerah wisata kebun pisang yang mana dapat menarik banyak
wisatawan dari dalam mapun luar negeri agar dapat memberdayakan semua potensi
dan masyarakat pada wilayahnya tersebut, kini akibat apa yang ia lakukan dapat
membuahkan hasil bukan hanya untuk dirinya namun juga untuk masyarakat di
sekelilingnya mungkin hal sepele yang dapat merubah nasip namun usaha dan kerja
keras serta tau akan esensi dari saling membantu dan gotong royong untuk
memajukan itu yang sulit di miliki, ia tidak menunggu para pejabat yang tidur di
kantirnya untuk memberdayakan masyarakat serta daerah ia memiliki inisiatif sendiri
untuk memajukan semuanya agar masyarakat dapat merasakan akan keadilan bagi
seluruh rakyat indonesia.
Terbukti akan upayanya tersebut kini desanya menjadi desa percontohan bagi
desa lainnya ekonomi menggeliat di antara jerumunan keramaian di desa tersebut kini
desa tersebut bukan desa terpencil jauh yang tidak terkenal namun kini desa itu
menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya.
Kini pengangguran berkurang, semua menjadi lancar tidak ada lagi namanya
pemuda yang berada di desa memiliki angan dan cita-cita untuk mengadu nasib dan
mencari kerja di desa, tanpa mereka pergi ke kota mereka dapat mendapat pekerjaan
di tanah kelahirannya di desanya tercinta tanpa harus meninggalkan sanak saudara
hingga sekian lama merantau entah kemana, hanya rasa syukur serta ikhlas yang dapat
terucap dari seorang penjual pisang keliling tersebut, seraya ketika suatu malam di
antara malam dan pagi ia merunduk kepada tuhannya yang merencanakan semua ini,
ia menangis tak terhenti seraya bersenandung di dalam butiran-butiran doanya ia
hanyalah hamba yang dapat berusaha berikhtiar dan meminta akan pertolongannya ia
sadar apa yang ia raih bukan semata-mata karena usahanya sendiri saja namun tnpa
kehendaknya mungkin ia tidak akan menjadi si penjual pisang keliling yang seperti
sekatang ini, ia tidak lupa akan dulu ia masih susah ketika harus berjalan berkilo-kilo
untuk menjajak pisangnya terik panas matahari adalah hal yang pasti ia alami, kini
setelah ia dapat meraih kesuksesan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat ia kembali
memohonmaaf dan memohon akan terimakasih pada sang penciptanya, yang maha
kuasa dan maha esa karena ia tahu sesulit apapun cobaan yang di berikan selama kita
berusaha berikhtiar dan berdoa maka tuhan akan memberikan jalan yang terbaik dan
kebahagiaan itu pasti akan datang.
Itulah kisah seorang penjual pisang yang mencari akan keadilan serta arti dari
kehidupan, di mana ia dulunya seorang penjual pisang keliling di sudut-sudut kota
hingga akhirnya ia bernasib lebih baik dan dapat memberdayakan dan bermanfaat bagi
masyarakat di sekitarnya dan juga ia merupakan penjual pisang yang tidak lupa akan
hakikatnya dan kodratnya sebagai manusia yang tidak lepas akan kehadiran tuhan
dalam setiap perjalanan hidupnya .

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai