Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
BOG liquefier/ BOG recovery compressor yang berfungsi untuk merubah Ethylene
Vapor menjadi Ethylene Liquid untuk dikembalikan kedalam ethylene storage tank (7-
T-350). Keberadaan etilen uap didalam tangki sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang
tekanan tangki.
BOG Feed Compressor yang digunakan apabila ada penarikan etilen dari Train dan
pompa etilen tidak mampu melayani penarikan etilen dari Train dengan menggunakan
evaporasi 7-E-350 dan 7-C-352.
3.2.1.3.Unit Penyimpanan Butene (Butene Sphere)
Tangki tempat menyimpan butane ini berbentuk bulat Didalam Butene Sphere (7-
T-240), butene mempunyai temperature 30ºC dengan tekanan 3 barg. Butane sphere ini
dilengkapi dua buah pompa untuk memindahkan butene ke area proses. Butane Storage
Pump (7-P-240 A/B) dilengkapi Cooler dengan tujuan mendinginkan temperature butene.
Tangki ini dilengkapi dengan pipa-pipa fire water dan bagian luar tangki diselimuti oleh
fire protection.
3.2.1.4. Feed Purification Unit (FPU)
Di unit pemurnian bahan baku, bahan baku utama etilen dan butene dibebaskan dan
dikeringkan dari kandungan karbon monoksida, asetilen, senyawa sulfur, dan air sebelum
masuk reaktor polimerisasi. Karena kemurnian bahan baku sangat berpengaruh terhadap
reaksi polimerisasi dan produk yang dihasilkan
Sebelum etilen ditransfer untuk proses, terlebih dahulu dihilangkan impuritisnya
(berupa sulfur) didalam sulfur adsorber dengan menggunakan Zinc Oxide. Absorbsi sulfur
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya poisoning pada katalis. Tahapan selanjutnya
adalah menghilangkan acetylene (C2H2) yang terkandung didalam ethylene. Proses ini
dilakukan di Acetylene Hydrogenator dengan meraksikan Acetylene yang ada dalam etilen
dengan H2 sehingga menghasilkan etilen. Kemudian untuk menghilangkan impurities
berupa CO, yaitu didalam CO treater menggunakan katalis Copper Oxide (CuO). Proses
purifikasi butene untuk menghilangkan kandungan H2O nya dengan menggunakan katalis
molecular sieve yang dilakukan di Buthene Commonomer Dryer.
4.1) Penghilangan Sulfur dari Ethylene
Sulfur dihilangkan karena sifat racun bagi katalis Cu dan Palladium
sehingga mempersingkat waktu katalis. Penghilangan sulfur dilakukan dalam
Sulphur Absorber menggunakan pereaksi Zinc Oxide (ZnO). Reaksi terjadi
pada suhu 40C. Kandungan H2S diharapkan kurang dari 0,01 ppm. Reaksinya
yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2S(g) + ZnO ZnS(g) + H2O(l)
4.2) Penghilangan Acetylene dari Ethylene
Acetylene (C2H2) dihilangkan di dalam Acetylene Hydrogenator dengan
mereaksikan acetylene yang ada dalam etilen dengan H2 sehingga
menghasilkan etilen. Suhu terjadinya reaksinya 50C. Reaksi yang terjadi
adalah:
C2H2 (g) + H2 (g) C2H4 (g)
4.3) Penghilangan Carbon Monoksida dari Ethylene
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
ukuran yang masih belum seragam. Setelah pereaksian selesai, maka ditambahkan sedikit
air kedalam reactor yang berfungsi untuk menurunkan aktifitas dari katalis sehingga mudah
untuk mengontrolnya. Setelah itu, untuk menghasilkan katalis Ziegler-natta M11 maka
ditambahkan DMF kedalam reaktor.
Katalis yang terbentuk, dicuci dengan pelarut heksana. Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa BuCl yang dapat membentuk fines. Keberadaan fines ini akan
meningkatkan aktifitas katalis sehingga mempersulit pengontrolan laju reaksi. Sebelum
tahap hydrocyclone, juga dimasukan TnOA yang berfungsi sebagai surfactan untuk
mencegah pemampatan jalur yang dilalui oleh slurry katalis. Kemudian slurry katalis ini
dihomogensikan atau diseragamkan ukurannya sesuai dengan ketentuan didalam
hydrocyclone. Datri hydrocyclone, katalis yang ukurannya sesuai dimasukkan kedalam
tangki penampung katalis dan siap dikirim ke unit prepolimerisasi Train 1. Sedangkan
katalis dengan ukuran partikel kecil (fines), digunakan untuk membantu di proses
penghilangan BuCl di solvent.
Universitas Indonesia
7
finesnya. Fines adalah partikel katalis dengan ukuran kurang dari 80. Fines harus
dipisahkan dari raw katalis karena fines dapat meningkatkan activity sehingga dengan
activity yang tidak terkontrol akan menyebabkan agglomerisasi di reaktor prepolimerasi
maupun polimerisasi.
Pemisahan raw katalis dengan fines menggunakan hydrocyclone. Raw katalis yang
sesuai ukurannya akan dimasukkan ke dalam tangki penampungan katalis (D-140) untuk
digunakan di unit prepolimerisasi, sedangkan fines akan digunakan untuk mendestruksi
BuCl di unit pemurnian solvent area 1. Aktifitas dan morfologi dari katalis ditentukan oleh
rasio Cl/Ti dan Mg/Ti. Reaksi penyiapan katalis ini akan menghasilkan raw katalis dan C4
sebagai produk samping.
Tahapan reaksi yang terjadi dalam pembuatan katalis Ziegler-Natta adalah sebagai
berikut:
1. Pembentukan campuran organomagnesium
Pembentukan campuran organomagnesium ini adalah dengan mereaksikan Magnesium
dan Butyl Chloride.
Mg + BuCl BuMgCl
2. Reduksi dari Tetravalent Titanium
Untuk mereduksi tetravalent ini adalah dengan menggunakan campuran
organomagnesium.
½Ti(OR)4 + ½Ti(OR)4 + BuMgCl Ti(OR)Cl2 + Mg(OR)Cl + Bu
3. Chlorinasi campuran organomagnesium
Chlorinasi ini dilakukan dengan mereaksikan campuran organomagnesium dan Butyl
Chloride yang menghasilkan MgCl2.
BuMgCl + BuCl MgCl2 + 2Bu
4. Kombinasi dari Butyl radikal (Buo) sebagai indikator terjadinya reaksi (butena, butana,
octane)
Bu Butena, Butana, Octane
3.3.1.3. Co-Katalis
Co-katalis merupakan bahan yang membantu mecegah partikel katalis dari
impuritas yang berasal dari reagen atau penyerapan di reaktor atau dari dinding pipa. Co-
katalis yang digunakan adalah Tri Ethyl Alumina (TEA) dan Tri-n Octyl-Alumunium
(TnOA) co-katalis yang ditambahkan pada pembuatan prepolimerisasi.
Universitas Indonesia
8
- UV Stabilizer merupakan bahan kimia yang dapat mengurangi degradasi akibat efek
dari sinar ultraviolet selama berada di bawah terik sinar matahari dan sebagainya.
Universitas Indonesia
9
kontrol kecepatan yang dikalibrasi selama 7,5 jam. Selama ethylene dimasukkan,
hidrogen (H2) juga dimasukkan dengan tujuan untuk menghentikan reaksi polimerisasi
dengan pemutusan rantai polimer dengan mengatur alat kontrol kecepatan yang dikalibrasi
1,5 m3/jam selama 6 jam dan diharapkan reaksi sudah sempurna. Ethylene dan hidrogen
masuk melalui submarge dip pipe. Tekanan awal reaksi 0,2 barg dan temperatur inisiasi
50C. Ketika ethylene mulai dimasukkan, temperatur reaktor mulai naik. Untuk menjaga
temperatur tetap stabil, disuplai cooling water yang dipompa ke dalam jaket reaktor
menggunakan pompa (P-200). Reaksi berlangsung pada suhu 70C dan tekanan kurang dari
5 barg untuk menghindari pembentukan polimer berlebih.
Reaksi dalam reaktor ini berjalan selama 6-12 jam dan prepolimer yang terbentuk
mengandung 10gr prepoli/gram katalis. Karena reaksinya eksotermis maka dibutuhkan
aliran Cooling Water Supply berbentuk jaket dengan suhu masuk 26C dan suhu keluar
52C untuk menjaga temperatur reaksi agar tetap 68C. Suhu reaksi ini dijaga karena jika
suhu > 68C akan menimbulkan flow ability yang buruk dan jika suhu < 68C menyebabkan
kecepatan reaksi lambat. Tekanan reaksi sekitar 1-1,5 barg. Reaktor ini dihasilkan
prepolimer dalam bentuk slurry dan selanjutnya dikeringkan Prepolymer Dryer (R-300).
Prepolimer slurry kemudian dialirkan ke Prepolymer Dryer (R-300) dengan
membuka blow down reaktor prepolimerisasi (R-200) sehingga prepolimer slurry akan
mengalir secara gravitasi dengan perbedaan tekanan. Pengubahan prepolimer dari slurry
menjadi powder akan membuat prepolimer menjadi efisien dalam pemasukan ke dalam
sistem dan mudah dalam pengontrolan ratio prepolimer yang akan digunakan di reaktor
utama untuk mengatur aktivitas katalis.
Prepolymer Dryer (R-300) ini merupakan reaktor dengan tipe fluid bed dryer yang
berpengaduk tipe hellical dengan dilengkapi jaket. Prepolymer Dryer (R-300) berfungsi
untuk menguapkan kandungan solvent yang relatif sedikit dengan cara dikontakkan
langsung dengan gas panas (adiabatis). Jaket pada dinding prepolymer dryer (R-300) ini
berfungsi sebagai pendingin jika proses pengeringan sedang berlangsung maupun ketika
pengeringan sudah selesai.
Proses pengeringan prepolimer di Prepolymer Dryer (R-300) dimulai dengan
pemanasan prepolimer slurry, dengan cara memasukkan sirkulasi nitrogen panas dalam
suatu sistem rangkaian yang tertutup (closed loop), sehingga solvent menguap dan terbawa
keluar bersama nitrogen. Prepolimer sangat sensitif dengan air dan O2 sehingga digunakan
nitrogen dalam sistem transportasinya.
Nitrogen panas masuk dari bagian bawah reaktor pada suhu 75C dan tekanan 0,7
barg dengan flow rate 960 m3/jam. Lewatnya nitrogen panas pada slurry prepolymer
menyebabkan solvent menguap dan akan terbawa keluar dengan nitrogen pada suhu 52C
dari bagian atas Prepolymer Dryer (R-300), kemudian akan dikompresi oleh Drying Loop
Compressor (C-300) dengan tekanan 10 barg menuju Separator Drum (D-301) dimana
sebagian nitrogen panas akan menuju Solvent Condensor (E-304), yang akan didinginkan
dengan suhu air masuk 32C dan suhu air keluar 49C. Dimana vapor solvent yang terbawa
akan terkondensasi dan akan terpisah di Cyclone Separator (S-304). Nitrogen akan
digunakan kembali sebagai nitrogen panas dalam dryer yang sebelumnya melewati
Nitrogen Heater (E-307) sebelum masuk ke dalam Prepolymer Dryer (R-300), sedangkan
Universitas Indonesia
10
solvent akan tertampung dalam Cyclone Separator (S-304) dan mengalir secara gravitasi
ke Cyclone Separator (S-210). Vapour solvent yang terpisah daari Separator Drum (D-
301) akan dipompa dengan pompa (P-301) tipe sentrifugal menuju Cyclone Separator (S-
201) bercampur dengan kondensat solvent, setelah itu dipompa dengan pompa (P-201) tipe
sentrifugal menuju Solvent Recovery Unit.
Proses pengeringan ini dijaga suhunya di 80oC dengan kandungan solvent awal 10,5
m3 dan berakhir dengan kandungan solvent 0,00013 m3. Proses pengeringan ini selesai
ditandai dengan penurunan ampere dari agitator. Powder yang dihasilkan memiliki bulk
density 0,28 gr/cm3. Untuk mengecek derajat kekeringannya maka dilakukan pengambilan
sample yang dianalisa di laboratorium.
Setelah ± 8 jam pengeringan selesai dan menghasilkan prepolimer powder yang
kemudian ditransfer oleh Blower (C-310) dengan tekanan 0,5 bar menuju Prepolymer Silo
Cyclone (S-310) untuk memisahkan nitrogen dari prepolimer powder. Selanjutnya
prepolimer powder masuk ke Prepolimer Silo (D-310). Dari Prepolimer Silo (D-310)
ditansfer oleh Blower (C-320) dengan tekanan 0,37 barg menuju Vibrating Screen (S-320)
yang mempunyai multi screen dengan 3 buah screen dengan ukuran 32 mesh, 64 mesh, dan
100 mesh. Yang berfungsi untuk memisahkan powder dengan fines dan agglom. Fines dan
aggloom akan dikirim ke waste hopper selanjutnya powder mengalami pemisahan dengan
gas pada Cyclone Separator (S-330). Dari Cyclone Separator (S-330) powder ditransfer
menuju Powder Receiver (D-330) dan kemudian ditransfer menuju Intermediate Hopper
(D-340) dan selanjutnya ke Powder Feeder Hopper (D-345) kemudian meuju line injeksi
Secondary Feed Hopper (D-350) ke reaktor utama (R-400). Prepolimer diinjeksikan
menuju reaktor utama dengan bantuan Nitrogen High Pressure (NHP) dan Booster Drum
(D-360) dengan bertekanan 30 barg yang berfungsi sebagai gas carrier.
Universitas Indonesia
11
Nitrogen High Pressure (NHP) dengan tekanan 30 barg yang berfungsi sebagai gas carrier.
Prepolimer powder dengan yield 25-49 grPE/mmol Ti akan diinjeksi ke reaktor Fluidized
Bed dimana campuran etilen akan bercampur dengan prepolimer menghasilkan polimer
dengan yield 3000 grPE/mmol Ti. Prepolimer diinjeksikan dari samping reaktor dengan
jumlah yang kecil untuk mendapatkan kontrol yang baik pada reaksi Fluidized Bed.
Proses injeksi bahan perlu dijaga flow rate dan tekanan parsial dari tiap bahan reaksi
yang masuk ke dalam reaktor sehingga dapat menghasilkan rate produk yang baik dan
kualitas produk sesuai dengan grade yang diinginkan. Tekanan injeksi bahan ke dalam
reaktor ini minimal lebih besar 5 barg dari tekanan reaktor, untuk mencegah terjadinya feed
back dari reaktor. Reaksi yang terjadi melalui 3 tahap yaitu sebagai berikut :
Proses Pemicuan (Inisiasi)
Sisi aktif ini dibangun melalui alkilasi Titanium oleh senyawa Organoaluminium.
Proses Perambatan (propagasi).
Polimerisasi ethylene pada sisi aktif: propagasi dengan absorbsi etilen pada sisi aktif.
Penggabungan 2 monomer yang mempunyai radikal bebas dan sangat reaktif atau dapat
cepat bereaksi dengan monomer (ethylene) sehingga membentuk rantai yang lebih
panjang dan radikal baru setiap tahapnya. Kehadiran OR membuat katalis kehilangan
pengikat sehingga mereduksi aktivitas katalis.
Proses Pengakhiran (Terminasi)
Penghentian dari reaksi polimerisasi pada tahap ini H2 sebagai terminator karena radikal
bebas lebih reaktif terhadap H.
Reaksi polimerisasi terjadi secara eksotermal, sehingga untuk menjaga temperatur
reaktor yang konstan diperlukan penghilangan panas dari reaksi, yaitu dengan
menggunakan 2 buah heat excharger pada gas loop yang berfungsi menjaga suhu Fluidized
Bed Reactor (R-400) supaya tidak lebih dari 90C, yaitu Primary Gas Cooler (E-400) dan
Final Gas Cooler (E-401). Selain itu dapat juga memanfaatkan pendinginan gas etilen dan
gas butene yang meninggalkan reaktor dari bagian atas sebagai pendingin reaksi. Campuran
gas etilen, gas butene, dan fines yang keluar dari reaktor akan dipisahkan dalam separator
utama (S-400), fines yang terbawa oleh gas akan dikembalikan ke dalam reaktor melalui
Recycle Ejector (J-400) dari suhu 91C. Gas sisa didinginkan di Primary Gas Cooler (E-
400) dari suhu 92C menjadi 62C. Gas yang telah dingin akan dikembalikan ke reaktor
bersama dengan feed gas (etilen, butene, hidrogen, dan gas inert) melalui compressor utama
(C-400) dengan tekanan 30 barg. Feed gas tersebut didinginkan lagi dari suhu 70C menjadi
57C pada Final gas cooler (E-401) sebelum masuk ke dalam reaktor fluidized bed.
Setelah 4-5 jam, reaksi polimerisasi diharapkan optimum. Polietilen diambil
melalui Lateral Withdrawal Lock Hopper (D-425) dari bagian samping reaktor dengan
memanfaatkan Rotating Full Bar Valve pada bagian atas dan bawah hopper ini yang
bekerja secara berlawanan. Dari Lock Hopper, powder polimer mengalir ke Primary
Degassing (S-425) berdasarkan perbedaan tekanan yang diatur 0,2-0,5 barg. Pada Primary
Degassing (S-425) terjadi pemisahan powder polimer dengan gas etilen dan gas butene
yang tidak bereaksi. Gas tersebut di recycle ke reaktor oleh Recycle Gas Compressor (C-
470) setelah terjadi pemisahan fines pada Recycle Gas Filter (F-426) dan oligomer (Octane
dan Heptane) dalam sistem kompresor.
Universitas Indonesia
12
1. Normal Feeding
Rute : Storage Bin (D-460) Virgin Powder Bin (H-810)
Apabila powder polimer yang dihasilkan on-grade, maka powder langsung masuk ke
Virgin Powder Bin (H-810) dengan bantuan Blower Air Booster (C-460) bertekanan
0,5 barg.
2. Tween Feeding
Rute : Storage Bin (D-460) Powder Surge Silo (H-800) ditambah Powder Surge
Silo (H-800)
Bila ada sebagian powder polimer yang off-grade, maka powder ditampung terlebih
dahulu di Powder Surge Silo (H-800). Powder polimer kualitas off-grade secara Tween
Feeding dicampur sedikit demi sedikit dengan powder kualitas on-grade.
Universitas Indonesia
13
3. Consecutive Feeding
Rute : Storage Bin (D-460) Powder Surge Silo (H-800) Virgin Powder Bin (H-
810)
Consecutive Feeding dilakukan apabila terjadi penggantian grade powder polimer.
Powder polimer ditampung terlebih dahulu di Powder Surge Silo (H-800), kemudian
baru dimasukkan ke Virgin Powder Bin (H-810).
Powder dari Virgin Powder Bin (H-810) sebagian akan dimasukkan ke Master Batch
Blander (M-825 A/B) untuk dicampur dengan additive yang sebelumnya ditimbang
terlebih dahulu di Secondary Virgin Powder Weight Feeder (W-821) dan sebagian lagi ke
Primary Virgin Powder Weight Feeder (W-810). Jika powder yang masuk ke Master Batch
Blander (M-825 A/B) telah sesuai target maka pengisian berhenti secara otomatis. Tahap
berikutnya, blender dioperasikan agar percampuran homogen antara powder polimer
dengan additive. Penambahan additive ini bertujuan untuk menjaga kualitas pellet yang
dihasilkan dari kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh temperatur, anti slip, anti oksidan
dan oksidasi. Zat additive ini dapat berupa:
1. Yasorbs yang digunakan sebagai light screen, ultra violet absorber, dan quenching
agent.
2. Silo Block-ASA yang digunakan sebagai anti static agent yang sering ditambahkan
untuk mencegah pengumpulan debu-debu ke permukaan plastic film-film dan pada
pembuatan proses pembuatan kantong, mencegah penempelan satu sama lain.
Penempelan dapat dilakukan dengan cara dioleskan, disemprot, atau dicelup.
3. Azodicarbonamide yang digunakan untuk aplikasi blowing agent yang ditambahkan
untuk membuat plastic berbentuk cellular sehingga menurunkan sifat konstanta
dielektrik.
4. Calcium stearat dan zinc stearat yang digunakan untuk aplikasi lubricating yang
sering ditambahkan untuk mengurangi gesekan antar polimer dengan peralatan dan
polimer dengan polimer selama diproses.
Dalam Master Batch Blender (M-825 A/B) powder polimer dan additive akan dicampur
dengan menggunakan agitator dengan kecepatan 50 rpm selama 2 jam. Master Batch
Blender dijaga temperaturnya agar tidak melebihi 60C, maka dialirkan Cooling Water di
dinding jaketnya dengan suhu masuk 32C dan suhu keluar 51C. Tujuan pendinginan
tersebut agar powder tidak melebihi melt point additive sehingga saat percampuran tidak
meleleh. Selanjutnya powder dan additive yang sudah tercampur akan dialirkan ke Master
Batch Silo (H-830 A/B) kemudian menuju ke Primary Master Batch Weight Feeder (W-
830 A/B) dan langsung menuju ke Secondary Master Batch Feeder (W-835).
Powder polietilen dari Virgin Powder Weight Feeder (W-810), powder dari Master
Batch Silo (H-830 A/B) dan pellet dari Rerun Pellet Feeder (W-855) secara bersama-sama
masuk ke Feed Hopper Extruder (H-840) dengan menggunakan screw conveying untuk
menjaga kontinyuitas feed yang masuk ke extruder. Powder dari Feed Hopper Exstruder
(H-840) akan masuk ke Extruder (X-840) dengan tipe twin screw yang berputar secara co-
current dengan kecepatan 224 rpm. Pada extruder terdapat 4 barel. Di dalam extruder
sendiri akan terjadi proses homogenisasi dan pembentukan adonan selama bergerak
sepanjang extruder dengan dilelehkan pada suhu 150-220 C. Kemudian powder yang
Universitas Indonesia
14
sudah meleleh dialirkan ke gear pump yang menekan molten ke die plate yang berlubang
sehingga molten yang keluar berbentuk seperti spagheti, lalu dipotong oleh cutter yang
mempunyai 12 atau 14 mata pisau yang diputar motor dengan kecepatan 1050 rpm sehingga
memotong molten menjadi bentuk pellet. Pisau tersebut berada dalam air (under water
cutter) yang bersuhu 60C dengan flow rate 220 m3/jam. Air tersebut berasal dari Pellet
Cooling Water Cooler (E-847). Air selain sebagai pendingin pellet air tersebut juga sebagai
media transport pellet yang sudah dipotong masuk ke Pellet Filter (S-846) untuk
dipisahkan airnya, lalu air tersebut kembalikan lagi ke Pelletizing Water Tank (T-848).
Dengan bantuan Pelletizing Water Pump (P-848), air tersebut didinginkan lagi di Pellet
Cooling Water Cooler (E-847). Selanjutnya pellet masuk ke Spin Dryer (R-847) untuk
menghilangkan air yang masih terkandung dalam pellet.
Pellet yang sudah kering masuk ke Vibrating Classifier (S-847) yang mempunyai
ukuran 12 mesh dan 32 mesh. Pada Classifier ini terjadi pemisahan pellet menurut
ukurannya, yaitu over size (4 – 4,75 mm) dan normal size (2,5 – 4 mm). Pellet dengan
ukuran normal akan masuk ke Silo (H-850), sedangkan pellet over size akan ditampung di
surge bag sebagai pellet berkualitas rendah.
Universitas Indonesia
15
4. TUGAS KHUSUS
EVALUASI KINERJA ETHYLENE VAPORIZER (3-E-350)
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang
Regasifikasi merupakan proses perubahan fase LNG dari fase cair menjadi fase gas
kembali, yang mana pada proses awal natural gas didinginkan hingga suhu -161 oC dan tekanan
1 atm menjadi bentuk cair berupa LNG. Tujuan dari perubahan bentuk fase dari gas menjadi
fase cair ini ialah untuk memudahkan dalam proses transportasi atau proses shipping dan proses
penyimpanannya dikarenakan storage volume yang dibutuhkan untuk fase cair 600 kali lebih
kecil dibandingkan dalam fase gas. Untuk proses transportasinya sendiri menggunakan proses
shipping dikarenakan feed gas untuk LNG diproduksi di offshore . Dalam unit regasifikasi pada
umumnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 yaitu terdiri dari pompa untuk
mengalirkan LNG dari tanki storage ke vaporizer yang menggunakan pemanas ambient air
ataupun air laut. Setelah proses penguapan, selanjutnya masuk dalam odorizer untuk
penambahan merkaptan yang memberikan bau khas pada gas yang berfungsi sebagai
keselamatan dan untuk memfasilitasi deteksi kebocoran. Setelah itu gas alam yang telah
diregasifikasi dari fase cair dialirkan ke konsumen melalui jalur pipeline gas
.
4.1.2 Tujuan Tugas Khusus
Evaluasi Ethylene Vaporizer 3-E-350 bertujuan untuk:
Mengetahui nilai LMTD dari heat exchanger
Mengetahui factor kekotoran dari heat exchanger
Mengevaluasi apakah heat exchanger masih berfungsi dengan baik
1. Heat Balance
Bila panas yang diterima oleh fluida dingin jauh lebih kecil daripada panas yang dilepas
oleh fluida panas, maka hal ini berarti terdapat kehilangan panas yang besar dan tentu
akan mengurangi performa suatu heat exchanger
Q W .C(T1 T2 ) w.c(t 2 t1 )
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
yang paling banyak ditemukan adalah pada dalam tube. Hal ini dikarenakan temperature yang
tinggi dan kecepatan yang rendah merupakan sebab terjadinya fouling. Fouling dapat terjadi
apabila fluida yang mengalir berada pada kecepatan yang rendah,dimana kecepatan yang
rendah akan menyebabkan terjadinya pengendapan sedangkan dengan suhu yang tinggi akan
mempercepat terjadinya reaksi. Akan tetapi secara di lapangan proses pembentukan lapisan
fouling merupakan fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara
analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam, dan metode-metode pendekatannya
juga berbeda-beda.
Maka dari itu fouling ini dapat ditunjukkan menggunakan angka fouling factor yang
menyatakan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir di dalam
heat exchanger yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Perhitungan fouling factor berguna
untuk mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan
pemberihan. Nilai fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas
menyeluruh untuk kondisi kotor maupun bersih pada alat penukar panas yang digunakan..
5. KESIMPULAN
E-1 E-2 Rata-rata
η 34,5 % 26,7 % 30,6%
LMTD 16,5 oC 42,6 oC 29,55
Rd 0,12 hr. ft 2 . F/Btu 0,26 hr. ft 2 . F/Btu 0,19 hr. ft 2 . F/Btu
Uc 38,37 BTU/hr ft^2 F 19,97 BTU/hr ft^2 F 29,17 BTU/hr ft^2 F
Ud 6,63 BTU/hr ft^2 F 3,22 BTU/hr ft^2 F 4,92 BTU/hr ft^2 F
Universitas Indonesia
18
Hasil perhitungan Heat Exchanger 3-E-350 pada tanggal 21 Agustus 2016 didapatkan
nilai rata-rata Uc sebsesar 29,17 BTU/hr ft2 F dan Ud sebesar 4,92 BTU/hr ft2 F. Perhitungan
ini sesuai dengan teori, yaitu nilai Uc lebih besar daripada Ud.
Fouling factor
Fouling merupakan peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak dikehendaki di
permukaan heat exchanger yang berkontak dengan fluida kerja, termasuk permukaan heat
transfer. Besarnya fouling ini dapat ditunjukkan dengan fouling factor (Rd) yang dapat
dijadikan sebagai dijadikan sebagai suatu parameter untuk menunjukkan besarnya faktor
pengotor pada heat exchanger yang diakibatkan terbentuknya lapisan yang memberikan
tahanan tambahan terhadap aliran panas. Lapisan ini dapat terjadi karena banyak hal, seperti
adanya korosi pada bahan konstruksi heat exchanger atau endapan yang terdapat di dalam
fluida setelah dipakai dalam waktu yang lama. Adanya fouling ini tentu akan menurunkan
efisiensi panas pada alat heat exchanger.
Dari hasil pengolahan data, didapatkan nilai Rd aktual sebesar 0,19 hr. ft 2 . F/Btu,
sedangkan Rd desain adalah 0.0001 hr. ft 2 . F/Btu. Dari hasil perhitungan ini, dapat dilihat
bahwa nilai Rd aktual lebih besar dari nilai Rd desain. Hal ini berarti bahwa kinerja heat
exchanger 34-E-101 sudah mengalami penurunan akibat fouling yang terjadi di heat exchanger.
Hal ini disebabkan akumulasi endapan atau korosi yang selalu bertambah setiap harinya
sehingga memungkinkan nilai Rd aktual yang sedikit demi sedikit akan meningkat. Maka,
dapat dikatakan bahwa kinerja heat exchanger mengalami penurunan akibat adanya fouling
sehingga perlu adanya upaya pembersihan.
Universitas Indonesia