Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Dina Marselina

Nama Wahana : RSUD dr.Rasidin Padang

Topik : NSTEMI

Nama : Ny. Rasida

Tanggal Presentasi : 21-09-2016

Nama Pendamping : dr. Lidia Febrina

Tempat Presentasi : RSUD dr.Rasidin Padang

Objektif Presentasi : Keilmuan dan Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus Kegawatdaruratan

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Infark miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemik hebat yang
terjadi secara tiba- tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya trombus
yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Selama berlangsungnya proses
agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga
substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklerotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri
koroner, maka akan terjadi infark miokard.

1.2 Klasifikasi
Infark miokard merupakan salah satu sindrom koroner akut. Infark miokard
dibagi menjadi 2, yaitu NSTEMI (Non ST-Elevasi Miokard Infark) dan STEMI
(ST-Elevasi Miokard Infark). Pada NSTEMI, tidak terlihat adanya gelombang
ST-segmen elevasi dan gelombang Q patologis seperti pada STEMI. Infark
miokard akut ST-elevasi (STEMI) terjadi oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan Infark
miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) terjadi oklusi sebagian dari arteri koroner
tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG.

1.3 Faktor resiko


Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
aterotrombosis. Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di
dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor
yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein.
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak
dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama

2
paparan terhadap faktor-faktor aterogenik. Wanita relatif lebih sulit mengidap
penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen.
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar
lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak
jenuh, kolesterol, dan kalori. Infark miokard umumnya terjadi pada pasien dengan
usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat
juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan
batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan
penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA).

1.4 Tanda dan Gejala Klinis


Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. sifat nyeri
dada angina adalah sbb:
 Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial
 Sifat nyeri: rasa sakit seperti di tekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung, interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan ssesudah makan.
 Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
dan lemas.

3
Gambar. 2.1 Lokasi nyeri dan penjalaran khas infark

1.5 Patogenesis
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung,
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor
von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi

4
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak.Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh
emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik

1.6 Penegakan Diagnosis


Ada 3 kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA, yaitu adanya nyeri dada khas
infark lebih dari 20 menit, perubahan gambar EKG, dan kenaikan biomarker
jantung seperti creatinin kinase (CK), creatinin kinase myocardial band (CKMB)
mioglobin dan troponin. Berhubung usaha reperfusi secepatnya dengan trombolitik
(kurang dari 6 jam serangan IMA) menentukan prognosis penderita IMA,
sedangkan kenaikan enzim atau perubahan EKG bisa baru terjadi sesudah 6 jam,
sehingga dibenarkan untuk mendiagnosis IMA hanya berdasarkan dua dari tiga
criteria tersebut diatas.
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah , dan seringkali ekstremitas terlihat
pucat dan berkeringat dingin. kombinasi nyeri dada substernal > 20 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar ¼ pasien dengan infark
anterior mengalami hiperaktivitas simpatis (takikardi dan atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunujukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardi dan atau hipotensi). Peningkatan suhu sampai 38° Celcius dapat dalam
minggu pertama pasca STEMI.
Pada IMA transmural, gambaran EKG biasanya dimulai dari depresi segmen
ST dengan T terbalik, kemudian berubah menjadi elevasi segmen ST dan
menghilangnya gelombang R sampai terbentuk gelombang Q. Jadi pada pasien
dengan nyeri dada khas infark disertai gambaran ST segmen elevasi pada EKG,
maka disebut STEMI.

5
Gambar 2.2 Gambaran EKG pada infark miokard

Pemeriksaan biomarker jantung yang dianjurkan adalah CKMB dan Troponin I


yang akan dilakukan secara serial. Peningkatan enzim diatas 2 kali nilai batas
normal menunjukkan nekrosis jantung.
 CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
 Troponin : meningkat pada 3 jam s/d 12 jam setelah onset iskemik dan
mencapai puncak pada 12-24 jam serta masih tetap tinggi sampai hari ke 7-14

1.7 Stratifikasi Resiko

Tabel 2.1 Stratifikasi Resiko TIMI


Karakteristik Poin
Historical
Age ≥ 65 years 1
≥ 3 risk of CAD 1
Known CAD stenosis ≥ 50% 1
Aspirin use in past 7 days 1
Presentation
Recent (≤ 24 hours) severe angina 1
ST segmen deviation ≥ 0,5 mm 1
↑ cardiac markers 1

6
Stratifikasi risiko TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction) ditentukan
oleh jumlah skor dari 7 variabel yang masing – masing setara dengan 1 poin.
Jumlah skor 0-2: risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular <8,3%); skor 3-4:
risiko menengah (risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7: risiko
tinggi (risiko kejadian kardiovaskular hingga 41%) Stratifikasi TIMI telah
divalidasi untuk prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai spektrum
SKA termasuk UAP/NSTEMI.

1.8 Penatalaksaan
Prinsip intervensi pada AMI adalah:
 mengatasi nyeri dada
 Stabilkan hemodinamik (kontrol tekanan darah dan frekuensi nadi)
 Reperfusi miokard secepatnya dengan trombolitik, guna mencegah terjadinya
nekrosis jaringan dan membatasi perluasan infark.
 Mencegah komplikasi

a. Mengatasi nyeri dada


 Berikan O2 2-4 liter/menit
 beri nitrat oral atau intarvena untuk anti angina
 beri antiplatelet loading dose aspirin 160-325 mg ditambah clopidogrel 300
mg
 berikan morfin atau petidin ntuk nyeri infark
 beri diazepam 2- 5 mg setiap 8 jam
b. Stabilkan hemodinamik
Pasien dipuasakan, dan diberikan laxantia agar tidak mengedan saat BAB.
pasien juga diharuskan untuk bed rest 24 jam bebas angina. Tekanan darah dan laju
jantung harus dikontrol secara ketat dengan β blocker dan atau ACE inhibitor
tergantung kondisi pasien. β blocker memiliki efek anti iskemia, anti aritmia, anti
adrenergic, anti trombotik dan memperbaiki disfungsi ventrikel kiri (beberapa obat)
dan dapat menurunkan mortalitas IMA. ACE inhibitor memiliki efek
kardioprotektif.
c. Reperfusi Miokard

7
Pemberian trombolitik awal kurang dari 6 jam dapat menghambat perluasan
infark, menurunkan mortalitas, dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Tidak
dianjurkan pemberian trombolitik diatas 12 jam pasca serangan.
d. Cegah komplikasi
Pemberian statin selain untuk menghambat sintesis kolesterol dan
meningkatkan ekspresi reseptor LDL di hepar, juga memiliki efek efek pleiotropik
yaitu memperbaiki fungsi endotel, anti inflamasi, anti proliferasi otot polos, anti
oksidan, anti thrombosis dan stabilisasi plak sehingga pemberian statin dianjurkan
pada pasien SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.
Strategi invasive dini pada IMA adalah angiografi koroner yang dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah timbul serangan nyeri dada. tindakan ini dilakukan bila
ada tanda- tanda iskemia berulang.
Pasien yang telah mengalami infark miokard harus dimodifikasi segala faktor
resiko secara optimal, termasuk dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus. obat-
obat anti angina seperti anti platelet, nitrat, β blocker dan CCB diteruskan seumur
hidup sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan resiko gagal jantung yang
tinggi, penambahan ACE inhibitor dapat dilakukan.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. ACLS. 2013. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI).
2. Anand,S S; Islam, S, Rosergen, A and et al. 2008. Risk Factor for
Myocardial Infarction in Women and Men: Insights from the Interheart
Study. Eur Heart J, 29 (7): 932-40.
3. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, Interna Publishing.
4. Brown, TC. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Klinik. Jakarta, EGC Kedokteran.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia


2008.Available:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20K
esehatan%20Indonesia%202008.pdf, 2009
6. European Society of Cardiology. 2011. STEACS: Guidelines for the
Management of Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting
Persistent ST Segment Elevation. s.l. : ESC Pocket Guideline.
7. Fenton, D E. Miocard Infarction. Emedicine Medscape.Available:
http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview.
8. Kabo, P. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat- obat Kardiovaskular
Secara Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta, Centra Communications

9
Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta dr. Wike Sri Wahyuni


No. ID dan Nama Wahana RSUD Teluk Kuantan
Topik NSTEMI
Tanggal (kasus) 08 Mei 2017
Nama Pasien Ny.Rasida No. RM 16.57.92
Tanggal Presentasi 15 Mei 2017 Pendamping dr.Dyni Ayu Lestari
Tempat Presentasi RSUD Teluk Kuantan
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi
Perempuan, 59 tahun, nyeri seperti menyesak di ulu hati
□ Tujuan Menjelaskan diagnosa, tatalaksana, dan edukasi pada penyakit infark miokard
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara
Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Ny. Rasida No. Registrasi : 16.57.92
Nama RS : RSUD Teluk Kuantan Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
 Diagnosis / Gambaran Klinis :

Keluhan Utama : nyeri seperti menyesak di ulu hati


Keluhan Tambahan : badan terasa lemas dan sakit kepala

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri di ulu hati sejak 2 jam SMRS. Nyeri di rasakan seperti
menyesak pada dada. Nyeri tidak dipengaruhi oleh pernafasan, gerakan, maupun perpindahan
posisi. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan sakit kepala disertai rasa mual

10
 Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya terkait gejala yang di
keluhkan sekarang
 Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun tidak melakukan
pengobatan teratur
 Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien.
 Riwayat Pekerjaan : ibu rumah tangga
 Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : -
Daftar Pustaka :
1. ACLS. 2013. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI).
2. Anand,S S; Islam, S, Rosergen, A and et al. 2008. Risk Factor for Myocardial Infarction in
Women and Men: Insights from the Interheart Study. Eur Heart J, 29 (7): 932-40.
3. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta, Interna Publishing.
4. Brown, TC. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Klinik. Jakarta, EGC Kedokteran.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2008.Available:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indo
nesia%202008.pdf, 2009
6. European Society of Cardiology. 2011. STEACS: Guidelines for the Management of Acute
Coronary Syndromes in Patients Presenting Persistent ST Segment Elevation. s.l. : ESC
Pocket Guideline.
7. Fenton, D E. Miocard Infarction. Emedicine Medscape.Available:
http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview.
8. Kabo, P. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat- obat Kardiovaskular Secara Rasional.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Jakarta, Centra Communications

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Non ST elevasi infark miokard
2. Tata laksana Non ST elevasi infark miokard

11
3. Prognosis Non ST elevasi infark miokard

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
 Nyeri seperti menyesak di ulu hati sejak 2 jam SMRS
 Pasien mengeluh badan lemas dan sakit kepala disertai mual sejak 2 jam yang lalu dan
keluhan tidak berkurang dengan istirahat

2. Objektif :
a. Vital sign
 KU : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tekanan darah :200/80 mmHg
 Frekuensi nadi : 104 x/menit
 Frekuensi nafas : 25 x /menit
 Suhu : 36,5 0C
 Status Gizi : Baik
b. Pemeriksaan sistemik
 Kepala : Bentuk normal.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
 THT : Tidak ada kelainan.
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah.
 Leher : JVP 5-2 cm H2O, tidak ada pembesaran tiroid
 KGB : tidak ada pembesaran KGB
 Thoraks :
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus teraba di 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : Batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : Reguler, BJI/II murni, bising (-), gallop (-)
Paru :

12
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/- , wheezing -/-
 Abdomen
Inspeksi : tidak ditemukan kelainan
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, NT (+),
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) Normal.
 Ekstremitas : Akral hangat, oedema -/-
Reflek Fisiologis ++/++,
Reflek Patologis -/-

C. Pemeriksaan Penunjang : EKG

13
Interpretasi EKG :
Irama : sinus, HR 60 x/menit
Axis : normoaxis
Gel P : 0,08 s
PR interval : 0,16 s
Kompleks QRS : 0,08 s
ST elevasi : negatif
ST depresi : I, V4, V5, V6
T inverted : I, aVL, V3, V4, V5, V6

14
Q patologis : negatif
Kesimpulan sinus ritme, HR 60x/menit, normoaxis, iskemik anterolateral

D. usulan Pemeriksaan : enzim jantung

3. Assasment
Didapatkan pasien perempuan berusia 59 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati yang
terasa seperti menyesak pada dada. Keluhan ini tidak di pengaruhi dengan gerakan
pernafasan dan perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan sakit
kepala. Dari hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan gambaran EKG berupa iskemik
anterolateral. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan terhadap pasien dapat di diagnosis NSTEMI dan hipertensi

NSTEMI (non ST elevasi infark miokard) termasuk ke dalam sindrom koroner akut
yang merupakan sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemik
miokardium akut. SKA adalah suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit jantung
koroner dan ini merupakan kegawatan kardiovaskular yang merupakan penyebab utama
kematian.

Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST
elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan
perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika marka jantung
meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP.
Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa
gelombang Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi,
dimana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas.

4. Plan :

Diagnosis : NSTEMI + hipertensi emergensi

15
Pengobatan :
1. Infus RL 1 kolf/ 24 jam

2. O2 4liter/menit

3. NTG 10 mikro/kgBB/menit

4. Amlodipin 1x5mg

5. Ramipril 1x2,5 mg

6. Bisoprolol 1x2,5 mg

7. Simvastatin 1x40 mg

8. Arixtra 1x2,5 cc (subkutan)

16

Anda mungkin juga menyukai